Anda di halaman 1dari 2

TATALAKSANA PSIKOSOSIAL KORBAN KTP/A TERMASUK TPPO

Beberapa dampak psikologis yang timbul akibat kekerasan adalah:

1. Rasa takut pada banyak hal seperti takut akan reaksi keluarga maupun temanteman, takut orang
lain tidak akan mempercayai keterangannya, takut terhadap pelaku.
2. Reaksi emosional lain seperti syok, rasa tidak percaya, marah, malu, menyalahkan diri sendiri,
kacau, bingung, histeris. Gangguan emosional ini dapat memunculkan masalah sulit tidur, hilang
nafsu makan, mimpi buruk, selalu ingat peristiwa kekerasan.

Beberapa perilaku yang bisa menjadi indikator terjadinya kekerasan pada seseorang, seperti:

 Tidak mampu memusatkan perhatian, atau mengalihkan tatapan muka


 Salah tingkah
 Sering salah ucap dalam berbicara
 Penampilan tidak rapi/tidak terurus dibandingkan biasanya
 Sering melamun dan sulit atau tidak mau bicara
 Cemas, grogi serba canggung
 Memberikan informasi yang tidak konsisten
 Tegang, tampak serba bingung dan panik, mata melihat kesana kemari
 Memperlihatkan marah dan kebencian
 Sering menangis, sedih dan putus asa, menjadi sensitif dan mudah salah sangka
 Cenderung merasa salah
 Mudah curiga pada orang lain

A. Pemeriksaan Psikologis/Kesehatan Jiwa


Anamnesis, Pemeriksaan dan Diagnosis Kesehatan Jiwa
Pemeriksaan Jiwa Dengan Metode 2 Menit
Metode pemeriksaan jiwa ini mudah dilakukan oleh dokter dan perawat di Puskemas.
Tahap-tahap pemeriksaan antara lain:
 Tahap I (2 menit pertama): dilakukan Anamnesis oleh Dokter dan atau Perawat
 Tahap II (2 menit kedua): Penegakan diagnosis dan terapi oleh Dokter
 Tahap III (2 menit ketiga): follow up oleh Dokter
B. Penatalaksanaan kondisi psikologis dan kesehatan jiwa terhadap Perempuan dan Anak korban
kekerasan
Masalah kesehatan jiwa yang banyak dialami oleh korban kekerasan baik perempuan dan anak
adalah reaksi stres akut, gangguan stres pasca trauma, depresi, gangguan anxietas dan gangguan
psikotik akut. Yang dapat dilakukan oleh pertugas kesehatan adalah :
1. Atasi gangguan fisik sesuai keadaan.
2. Atasi keadaan kedaruratan psikiatrik.
3. Informasikan kepada keluarga bahwa pasien menderita stres dan butuh ditemani oleh orang
yang dekat dengan pasien. Dengarkan keluhan dan perasaan pasien, jangan menyalahkan,
menuduh ataupun memberikan penilaian moral, atau berbicara tentang hal yang
menyinggung perasaan pasien, karena hal ini akan memperburuk keadaan pasien.
4. Beri kesempatan pasien untuk ventilasi dan katarsis emosional.
5. Bila tindak kekerasan terjadi dalam keluarga/rumah tangga, dimana pelakunya adalah orang
yang dekat dengan pasien (suami terhadap isteri, orang-tua terhadap anak, paman terhadap
keponakan, atau lainnya), maka petugas kesehatan sebaiknya melakukan pemeriksaan dan
penanganan terhadap pelakunya (apabila tidak sedang menjalani proses hukum).
6. Konseling Perkawinan (bagi korban perempuan yang dilakukan oleh suami)
7. Konseling Keluarga Bila tindak kekerasan terjadi dalam rumah-tangga yang melibatkan
beberapa anggota keluarga.
8. Terapi Sosial Memperkenalkan adanya LSM yang dapat membantu mengatasi masalah
kekerasan yang mereka hadapi (memanfatkan jejaring dan LSM lainnya).

Langkah-langkah dalam konseling:


a. Tahap membina rapport (hubungan antara petugas dan korban) dan rasa percaya. Kalau sudah
terjalin, petugas harus menjaga rapport ini selama menangani pasien/korban.
b. Tahap mendengarkan untuk menggali permasalahan
c. Tahap informasi/ pengambilan keputusan/ rujukan
d. Tahap akhir/kesepakatan
e. Tahap pencatatan

C. Perawatan kesehatan mental


 Dukungan psikososial dan sosial termasuk konseling merupakan komponen esensial perawatan
medis korban kekerasan seksual.
 Diskusi kelompok antar korban dengan para kelompok pendukung (support group) dapat
dilakukan apabila terdapat indikasi perlunya terapi jenis ini pada korban.
 Berikan terapi hanya pada kasus-kasus tertentu, saat distress akut berat membuat fungsi (misal
kemampuan bicara hilang dalam 24 jam) menjadi terganggu, maka jika kondisi fisik korban stabil
berikan diazepam 5 mg atau 10 mg, diminum saat akan tidur malam tidak lebih dari 3 hari.
 Rujuk korban ke psikiater atau profesional terlatih dalam kesehatan jiwa untuk penilaian ulang
esok harinya. Jika tidak ada tenaga professional dan keluhan berlanjut, dosis dapat diulang dan
dilakukan evaluasi haria

Anda mungkin juga menyukai