Anda di halaman 1dari 4

KONSEP KEKERASAN BERBASIS GENDER, KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK TERMASUK

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG, SERTA PEMENUHAN HAK-HAK KORBAN

1. Pengertian Jenis Kelamin


Jenis kelamin adalah kondisi biologis sebagai laki-laki dan perempuan, merupakan pemberian Tuhan, dengan
karakteristik dan fungsi khususnya masing-masing
2. Pengertian Gender
Gender adalah bentukan, konstruksi atau interpretasi masyarakat atas perbedaan kondisi biologis laki-laki dan
perempuan. Jadi gender bukan sesuatu yang telah dibawa dan ditetapkan sejak lahir, melainkan dibentuk,
dikembangkan dan dimantapkan sendiri oleh masyarakat, misalnya:
 Sifat: laki-laki lebih cocok menjadi pemimpin laki-laki lebih rasional dalam berfikir sedangkan perempuan
tidak karena cenderung berfikir dengan emosinya.
 Peran: perempuan untuk mengurus anak dan rumah tangga, sementara laki-laki tidak pantas
mengerjakannya karena laki-laki mencari uang.
 Posisi: biasanya laki-laki memperoleh posisi lebih tinggi sementara perempuan (isteri) mendukung, berada
dalam posisi lebih rendah
 Nilai: laki-laki kemudian dinilai lebih penting daripada perempuan.
Berdasarkan pernyataan di atas, gender adalah
 Sifat-sifat atau ciri-ciri berbeda yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki
 Pandangan masyarakat mengenai apa yang dianggap pantas menjadi peran, tugas dan posisi laki-laki dan
perempuan
 Pembagian kerja yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki.
Bias gender adalah kesenjangan peran, fungsi, hak dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki dalam
kehidupan kelompok dan masyarakat
3. Bentuk ketidaksetaraan gender
a. Stereotipe
Pada perempuan dilekatkan sifat-sifat atau karakteristik yang umumnya negatif atau merugikan. Misalnya,
perempuan dianggap emosional, hanya mampu mengerjakan tugas-tugas sederhana dan tidak penting, atau tidak
mampu memimpin.
b. Sub-ordinasi
Perempuan diposisikan, atau ditempatkan sebagai orang kedua setelah laki-laki.
Perempuan sering pula dianggap sebagai “milik” keluarga. Ada larangan-larangan dan tabu-tabu khusus yang
dituntut untuk dipatuhi perempuan.
c. Beban ganda
Di satu sisi perempuan dianggap tidak penting atau kurang bernilai. Di sisi lain, kenyataan sehari-hari menunjukkan
bahwa pekerjaan perempuan ternyata banyak, tidak jarang lebih banyak daripada laki-laki.
d. Marginalisasi
Perempuan ditempatkan sebagai orang yang tidak memiliki peran penting, sebagai pihak yang tidak diperhatikan
kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraannya.
4. Permasalahan Gender
Berbagai permasalahan yang dapat timbul akibat ketidaksetaraan gender antara lain:
1) Rendahnya kualitas hidup perempuan
2) Marginalisasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan (pendidikan, ekonomi, politik)
3) Kesenjangan pendapatan perempuan dan laki-laki
4) Banyaknya peraturan perundangan-undangan yang bias gender
5) Tingginya jumlah perempuan yang menjadi korban kekerasan
Pengertian Kekerasan terhadap Perempuan, Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Dampak Tindak
Kekerasan dan Sunat Perempuan
1. Pengertian Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang
Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) adalah segala bentuk tindak kekerasan berbasis gender yang berakibat,
atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk
ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di
lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi (Deklarasi Eliminasi Kekerasan Terhadap Perempuan,
1993).
Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi dalam suasana hidup „normal‟ maupun
dalam situasi konflik dan perang:
 Kekerasan dalam hubungan dekat/pribadi dan/atau keluarga.
 Kekerasan dalam dunia kerja dan masyarakat.
 Kekerasan terhadap perempuan juga tampil dalam praktik-praktik budaya.
Kekerasan dalam situasi konflik dan perang: Selain mengalami hal-hal umum yang mengenai anggota masyarakat
lain seperti rumah dibakar dan harus mengungsi, dapat pula terjadi pelecehan seksual, ancaman-ancaman,
perkosaan, perbudakan seksual, penghamilan paksa dan bentuk-bentuk kekerasan khusus lain pada perempuan.
Kekerasan terhadap anak (KtA) adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun emosional,
penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera/
kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh-kembang anak, atau
martabat anak, yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung-jawab, kepercayaan atau kekuasaan (WHO).
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
(Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 01 Tahun 2010 Tentang SPM
Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan).
Tindak Pidana Perdagangan Orang(TPPO) menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah sebagai berikut:
• Perdagangan Orang adalah Tindakan perekrutan, pengangkutan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk
tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
• Tindakan Pidana Perdagangan Orang: adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-
unsur tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini. Suatu tindak kekerasan dikategorikan sebagai kasus
TPPO, harus memenuhi tiga unsur sebagai berikut:
1) PROSES: Perekrutan atau Pengangkutan atau Penampungan atau Pengiriman atau Pemindahan atau Penerimaan
2) dengan CARA: Ancaman atau Penggunaan Kekerasan atau Penculikan atau Pemalsuan atau Penggunaan
Kekerasan atau Penculikan atau Pemalsuan atau Penipuan atau Penyalahgunaan Kekuasaan atau Jeratan Utang
3) untuk TUJUAN: Eksploitasi termasuk Pelacuran atau Kerja Paksa atau Perbudakan atau Kekerasan Seksual atau
Transplantasi Organ Pada kasus dimana korban berusia kurang dari 18 tahun maka unsur yang harus
dipenuhi untuk dikategorikan sebagai kasus TPPO hanyalah unsur PROSES dan TUJUAN.

2. Dampak Tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak


Kekerasan terhadap perempuan dan anak akan berdampak pada kesehatan baik fisik maupun non fisik, seperti:
a. Dampak Fisik
 Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
 Trauma fisik berat: memar berat luar/dalam, patah tulang, kecacatan
 Trauma dalam kehamilan yang bersiko terhadap ibu dan janin (abortus, kenaikan berat badan ibu tidak memadai,
infeksi, anemia, Berat Badan Lahir Rendah/BBLR)
 Kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan dini akibat perkosaan yang dapat diikuti dengann aborsi atau
komplikasi kehamilan termasuk sepsis, aborsi spontan dan kelahiran prematur
 Meningkatkan resiko terhadap kesakitan, misalnya gangguan ginekologis/haid berat, tertular Infeksi Menular
Seksual (IMS), HIV/AIDS, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan
 Akibat dari kekerasan seksual dapat berupa tanda akibat trauma atau infeksi lokal, seperti nyeri perineal, sekret
vagina, nyeri dan perdarahan anus

b. Dampak Non Fisik


 Percobaan bunuh diri
 Gangguan mental emosional, misalnya: depresi, ketakutan dan cemas, rasa rendah diri, kelelahan kronis, sulit
tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Bagi Korban KtP/A dan TPPO 23
gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat, atau mengisolasikan dan menarik diri
 Kurangnya kemampuan aktualisasi diri
 Cuti sakit bertambah
 Ketidakmampuan untuk mengembangkan pendapatan
 Stigmatisasi oleh komunitas sekitarnya
 Akibat kekerasan seksual:
- Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi kurang, enuresis, enkopresis, anoreksia dan perubahan tingkah laku,
kurang percaya diri, sering menyakiti diri sendiri dan sering mencoba bunuh diri.
- Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.

Pada anak yang masih dalam proses tumbuh kembang, tindak kekerasan yang dialami dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembangnya baik secara fisik, mental dan sosial. Kekerasan pada anak, akan memberikan dampak jangka
pendek dan jangka panjang.
Dampak Jangka Pendek:
1) Dampak langsung terhadap kejadian child abuse, 5% mengalami kematian, 25% mengalami komplikasi serius
seperti patah tulang, luka bakar, cacat menetap dll.
2) Terjadi kerusakan menetap pada susunan saraf yang dapat mengakibatkan retardasi mental, masalah
belajar/kesulitan belajar, buta, tuli, masalah dalam perkembangan motor/pergerakan kasar dan halus, kejadian
kejang, ataksia, ataupun hidrosefalus
3) Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya.
4) Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
 Kecerdasan
 Emosi
 Konsep diri
 Agresif
 Hubungan sosial

Dampak Jangka Panjang


Beberapa penelitian menemukan dampak jangka panjang yang dapat terjadi pada kasus kekerasan terhadap anak
sebagai berikut:
1) Adanya distorsi kognitif, seperti merasa salah, malu, menyalahkan diri sendiri
2) Gangguan perasaan (mood disturbance), seperti ansietas atau depresi
3) Kehilangan minat untuk bersekolah seperti sering melamun atau tidak memperhatikan pelajaran, menghindari
sekolah atau membolos, tidak perduli terhadap hasil ulangan atau ujian
4) Stres pasca trauma seperti terus menerus memikirkan peristiwa traumatis yang dialaminya, merasa gelisah dan
cemas menghadapi lingkungan yang agak berubah.
5) Masalah/problem diri sendiri (interpersonal), seperti melakukan isolasi terhadap diri sendiri, rasa dendam, takut
terhadap sikap ramah/kehangatan/ kemesraan dari orang lain
6) Perilaku membahayakan atau menyakiti diri sendiri, seperti percobaan bunuh diri, mutilasi/membuat cacat diri
sendiri
7) Perilaku regresif seperti mengompol, menempel atau melekatkan diri pada orang dewasa, menarik diri dari
pergaulan, menjadi hiperaktif dan menunjukkan aktivitas berlebihan, menunjukkan perilaku tantrum contohnya
mengamuk, menangis berlebihan atau berguling-guling.
8) Menggunakan narkotik dan zat adiktif lainnya
9) Gangguan personalitas
10) gangguan tidur dan mimpi buruk
11) Masalah psikosomatik seperti nyeri daerah pelvis
12) Problem / gangguan makan
13) Lebih lanjut korban dapat menjadi psikosis
14) Adanya gangguan personalitas multipel.
15) Dampak kecacatan pada fisik yang dapat mengganggu fungsi tubuh atau anggota tubuh tersebut
16) Anak yang mengalami kekerasan apabila tidak ditatalaksana dengan baik, dapat menjadi pelaku kekerasan,
Ketika dewasa
3. Sunat perempuan sebagai salah satu bentuk kekerasan pada perempuan dan anak.
Sunat perempuan merupakan masalah global yang sangat ditentang karena termasuk masalah perusakan alat kelamin
perempuan atau Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) yang melanggar HAM dan dianggap sebagai
kekerasan terhadap perempuan.
Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) merupakan isu pembangunan dan terdapat dalam target SDG‟s nomor
5 tentang kesetaraan gender yaitu menghilangkan semua praktik berbahaya, seperti perkawinan anak, perkawinan
paksa dan pada usia dini dan sunat perempuan. Di Indonesia, banyak istilah yang digunakan untuk menyebutkan
istilah FGM/C atau pemotongan/perlukaan genitalia perempuan (P2GP).

Hak-hak Korban Kekerasan terhadap Perempuan, Anak dan TPPO diatur dalam:
1. Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Korban perempuan maupun anak berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya
baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. Pelayanan bimbingan rohani.

Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.

Setiap perempuan dan anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan.Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:
a. tenaga kesehatan;
b. pekerja sosial;
c. relawan pendamping;
d. pembimbing rohani.

2. Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang/PTPPO
Penanganan Korban TPPO:
a. Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintergrasi sosial dari
pemerintah apabila bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat perdagangan orang.
b. Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban,
kepolisian, relawan pendamping, atau pekerja social setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak
lain melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada pemerintah melalui menteri atau instansi yang
menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial di daerah.

Anda mungkin juga menyukai