Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

(kasus tentang anak dengan korban KDRT)

Disusun oleh:

Restu Fuji (032016033)

Victoria F (032016035)

Nurlena (032016019)

Yuthika Nurul Ihsani (032016016)

Rekha Rahmanilah (032016004)

Nanda Abdurohman (0320160)

Yulfa Febiana Maulida (032016032)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2018-2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji serta syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana
telah memberikan nikmat dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan
kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta kepada keluarganya para
sahabatnya dan pada tabi’in dan beserta kepada kita selaku umatnya akhir zaman.
Aamiin ya robb.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu
tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa, Dalam makalah ini penulis
membahas materi tentang “Kasus anak dengan anak korban KDRT ”. Penulis
menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Tetapi penulis
mencoba menjelaskan materi ini dengan sebaik mungkin guna dapat dimengerti
oleh para pembaca khususnya oleh penulis sendiri. Oleh sebab itu penulis
meminta kritik dan sarannya dari semua pembaca khususnya dari dosen
pembimbing guna memperbaiki hasil karya kami untuk kedepannya. Penulis
meminta maaf atas segala kekurangan dan penulis berharap semoga hasil karya
tulisnya ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandung , 19 September 2018

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I TINJAUAN TEORI

1. Definisi KDRT
KDRT adalah fenomena pelanggaran hak asasi manusia yang
terjadi disemua belahan jiwa. KDRT merupakan setiap perbuatan
(dilakukan seseorang secara sendiri dan atau bersama-sama) terhadap
seseorang terutama perempuan dan pihak-pihak yang tersubordinasi
(memeiliki posisi atau kedudukan lebih renda) lainnya, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup rumah tangga meliputi
1) Suami, istri, dan anak.
2) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami,
istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan
pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga.
3) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.
2. Definisi kekerasan anak
Kekerasan adalah semua bentuk perilaku verbal non verbal yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek
negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi
sasarannya. (Erfaniah Zuhriah, dalam susanto, 2006: 13).
Semua kbentuk perlakuan menyakitkan secara fisik ataupun
emosional , penyalahgunaan seksual, pelalaian, eksploitasi komersial atau
eksploitasi lain, yang mengakibatkan cedera/kerugian nyata ataupun
potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh
kembang anak, atau martabat anak, yang dilakukan dalam kontekshubungn
tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.
3. Predisposisi
1) Faktor individual (Pelaku/laki-laki)
a. Dari sisi karakteristik pelaku, ada beberapa faktor yang
cukup berasosiasi dengan kemmungkinan pria melakukan
kekerasan kepada istrinya, di antaranya menggunakan
alkohol, punya hubungan dengan wanita lain, pencemburu
dan posesif, memiliki kepribadian paranoid dan perilaku
impulsif.
b. Faktor resiko secara individual lainnya adalah memiliki
gangguan jiwa seperti penyalahgunaan zat narkotika dan
alkohol, skizofrenia, depresi agitatif, gangguan prevensi
seksual seperti sadomasokisme, gangguan kepribadian
tertentu yang sifatnya tempramen, sulit mengendalikan
emosi/emosi labil, kurang bertanggung jawab, memiliki
kecurigaan atau cemburu yang berlebih, peka terhadap
kritik, pendendam, demikian pula perubahan kepribadian
karena suatu peristiwa traumatik yang katastrofik.
Beberapa kondisi yang seringkali dipakai sebagai
alasan terjadinya kekerasan terhadap stri antara lain. Istri
tidak patuh pada suami, tidak menyediakan makan tepat
waktu, tidak mampu merawat anak-anak atau rumah
dengan baik, mempunyai suami tentang bagaimana ia
menggunakan uangnya, menanyai suami tentang bagaimana
pacar/wanita idaman lain, pergi tanpa izin suami,
mencurigai suami.
2) Faktor sosio-budaya
Banyak kebudayaan yang memberi hak pria untuk
mengontrol tinglah laku istrinya. Kekerasan seringkali dipandang
sebagai hukuman fisik untuk kebaikan dan hak suami untuk
mengoreksi istri yang salah (Heise et al. 1999). Budaya yang
meyebutkan peran laki-laki sebagai pengontrol kekayaan, warisan
keluarga (termasuk nama keluarga), dan pembuat keputusan dalam
keluarga serta konflik perkawinan merupakan prediktor yang kuat
untuk terjadinya kekrasan. Dalam masyarakat ada tradisi panjang
mengenai dominasi laki-laki terhadap perempuan, toleransi
penggunaan kekeuatan oleh laki-laki. Tradisi tersebut juga
tertampilkan dari film, pornografi, musik rock, dan media pada
umumnya.
3) Faktor sosio-ekonomi
Salah satu faktor utama terjadinya tindakan kekerasan
adalah kemiskinan, meskipun bukan berarti bahwa kekerasan
dalam rumah tangga terutama terjadi pada kelompok miskin.
Kemiskinan terutama berhubungan dengan masalah ketidakadilan,
frustasi, masalah sosial dan kesehatan (termasuk kesehatan jiwa)
namun kemampuan kelompok miskin untuk mengatasinya terbatas.
Faktor relatif lainnya adalah pengangguran, urbanisasi yang terjadi
disertai kesenjangan pendapatan, pengisolasian perempuan,
kurangnya dukungan sosial, kurangnya kesempatan/diskriminasi
gender dalam lapangan pekerjaan. Ketidakseimbangan teknologi
informasi sedikit banyak turut menyumbang penyebab terjadinya
kasus pelecahan seksual, pornografi, hingga perdagangan seksual.
Realitas ekonomi memaksa perempuan untuk menerima
penganiayaan dari orang pada siapa ia bergantung.
4) Faktor religi
Pemahaman kaidah keagamaan secara keliru, pemanfaatan
penggalan-penggalan ayat dalam kitab suci untuk mendapatkan
posisi dominasi laki-laki terhadap perempuan dan sebaliknya
menempatkan perempuan dalam kewajibannya yang seakan tidak
ada celah untuk sebutir hak sekalipun. Kondisi lembaga
perkawinan sebagai lembaga yang tak terceraikan, sering kali
diterima secara negatif untuk memposisikan dan ketidakberdayaan
untuk terus berusaha mempertahankan perkawinannya dengan
hanya secara sepihak mengorbankan dirinya dan melupakan janji
yang pernah terucap untuk saling mencintai dan saling menghargai.
Sesuai dengan kasus klien masuk kedalam faktor predisposisi
sosial ekonomi
4. stressor presipitasi
semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut :
1) internal
a. kelemahan
b. rasa percaya diri menurun
c. takut sakit
d. hilang kontrol
2) eksternal
a. penganiayaan fisik
b. kehilangan orang yang dicintai
c. kritik

Sesuai dengan kasus klien masuk kedalam faktor presipitasi ekstrenal :


penganiayaan fisik
5. tumbuh kembang anak pada masa kanak-kanak awal
pada masa kanak-kanak awal (sejak lahir hingga 6-7 tahun), anak
masih sangat bergantung pada pengasuhnya untuk me,menuhi kebutuhan
fisik dan psikologisnya, oleh karena itu mereka mengembangkan
kelekatan dengan pengasuhnya, biasanya ibunya. Hubungan antara anak
dengan pengasuhnya dipengarui oleh perkembangan kognitifnya, dimana
ciri kemampuan kognitif anak pada usia ini adalah pola pikir preorasional.
Dalam masa ini, anak belajar lebih banyak dipengaruhi oleh apa yang
mereka lihat atau dengar dari pada hasil logika berpikir mereka. Oleh
karena itu mereka akan mengalami kesulitan untuk memahami hal-hal
yang bersikap abstrak contohnya seperti kesulitan memahami apa dan
bagaimana makna kematian.
Pada usia ini anak masih bergantung pada pengasuhnya atas segala
aspek kehidupan mereka maka pengaruh negatif KDRT yang akan dialami
akan lebih mendalam sepanjang hidup mereka. Anak usia ini yang
menyaksikan KDRT dapat memunculkan lebih banyak permasalahan
perilaku, permasalahan relasi sosial, gejala post-traumatik setres disorder,
dan kesulitan mengembangkan empati jika dibandingkan dengan anak
seusianya yang tidak menyaksikan KDRT. Salah satu yang muncul kepada
anak tersebut kurang berkembang atau mundurnya kemampuan berbahasa,
gangguan tidur, serta persoalan kelekatan dimana anak mudah takut dan
setres.juga ditemukan gejala psikosomatis seperti sakit kepala, sakit perut,
asma, insomnia, mimpi buruk, tidur sambil berjalan. Gejala-gejala
psikosomatis ini merupakan indikasi usaha ego mereka untuk melepaskan
diri dari raa takut atau kecemasan mereka yang disebabkan oleh setres
menyaksikan KDRT
6. hukum tentang perlindungan anak
hukum adalah alat ketertiban dan keteraturan . selain itu sebagai
sarana untuk mewujudkan sosial lahir dan bathin serta sebagai alat
penggerak pembangunan. Dalam menjelaskan fungsi hukum tentu adapula
tujuan hukum itu sendiri, yaitu keadilan, kepastian dan mencapai teori
kegunaan. Keadilan yang di maksudkan adalah bisa menjembatani jika
terjadi benturan kepentingan antara individu atau golongan satu dengan
individu atau golongan yang lain. Kemudian kepastian yang di maksudkan
adalah sebagai alt penjamin individu/ golongan ketika melakukan suatu
tindakan.
Di Indonesia terdapat beberapa hukum yang mengatur kehidupan
masyarakat. Salah satunya yaitu undang-undang nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak, pada Bab 1 ketentuan umum , pasal 1 di
jelaskan bahwa “ anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Sebenarnya sebelum
adanya uu no 23 tahun 2002 terdapat uu Nomor 39 tahun 1999 tentang hak
asasi manusia. Dalam uu tersebut di jelaskan pula kewajiban dan tanggung
jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk
memberikan perlindungan pada anak.
7. profil perilaku, sebab-sebab KDRT terhadap perempuan dan anak-anak
Profil Perilaku Sebab KDRT terhadap Sebab KDRT terhadap Anak
perempuan
Sering bersitegang Penerima sosial tentang Penerimaan sosial berdasarkan
dengan istri pembedaan laki-laki dan anggapan bahwa sah menurut
perempuan: fisik, agresivitas hukum bagi orang tua atau
seseorang sebagai pengganti orang
tua untuk melakukan tindakan
koreksi kepada anaknya
Miskin Ketergantungan ekenomi Penerimaan sosial tentang hak
penuh orangtua atas anak-anaknya
Pengalaman Tradisi panjang mengenai Dengan kasih sayangnya beberapa
kekerasan dalam dominasi laki-laki terhadap tindakan dianggap layak dilakukan
keluarga perempuan, toleransi dalam suatu situasi
penggunaan kekuatan oleh
laki-laki
Pemabuk Perbedaan “hak” dan Ketergantungan anak terhadap
kemampuan untuk orangtuanya terkait dengan
melakukan pengendalian kehidupan dan penghidupannya
terhadap satu sama lain
Bekas narapidana Sistem hukum yang kurang
efektif dalam korteks
pencegahan KDRT
8. jenis-jenis kekerasan dalam rumah tangga
1) Kekerasan fisik
Melukai, menyiksa, dan menganiaya dengan anggota tubuh pelaku
(tangan,kaki atau alat)
2) Kekerasan seksual
- Memaksa berhubungan seksual dengan cara menyakitkan
- Melakukan aktivitas seksual yang dirasakan sebagai sesuatu yang
merendahkan atau menghina
3) Kekerasan emosional
Merendahkan citra melalui kata-kata maupun perbuatan
4) Kekerasan sosial dan ekonomi
- Membuat istri dan anak tergantung secara ekonomi dengan cara
melarang istri bekerja
- Melarang istri bekerja sementaraia juga tidak memberi nafkah
- Mengeksploitasi istri dan atau anak untuk mendapatkan uang bagi
kepentingannya
- Isolasi sosial
- Membatasi ruang geraka atau mengawasi kegiatan
- Mengunakan alasan budaya/ religi/gender untuk menekan korban
dan membuat perasaan tidak berdaya
5) Penelantaran
- Tidak memberikan kebutuhan dasar
- kurang perhatian dan kasih sayang
- membiarkan istri dan anak kekurangan
9. penilaian terhadap stressor yang berhubungan dengan kasus terkait
penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari
situasi setress bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya
sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan kesejahteraan seseorang .
stressor mengansumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagai
konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang di berikan kepada
yang berisiko ( stuart & Laraia, 2005, hal 67).
respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis,
serta analisis kognitif seseorang tentang situasi setress. Terdapat 4 fase
dari respon perilaku individu untuk menghadapi setress:
1) perilaku yang mengubah lingkungan setress atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri dari itu
2) perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka
3) perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan
emosional yang tidak menyenangkan
4) perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan masalah
dan gejala sisa dengan penyesuaian internal
10. asuhan keperatawan yang terdiri dari
a. pengkajian
pengkajian keperawatan pada klien dengan korban kekerasan adalah
sebagai berikut:
- pada pengkajian biodata dan identitas klien dapat terkaji meliputi:
nama, umur, jenis kelamin, dan tanggal masuk rs
- penanggung jawab meliputi;
orangtua, wali atau oranglain
- tanda dan gejala,
menurut Yoseph 2008 perawat dapat mengidentifikasikan tanda
dan gejala prilaku kekerasan :
 fisik
ciri-ciri pada penampilan fisik dapat ditandai dengan:
muka merah dan tegang, mata melotot dan pandangan
tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh
kakku, dan jalan modar-mandir
 verbal:
penampilan verbal yang nampak meliputi:
bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak,
mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan
kata-kata kotor dan ketus.
 Perilaku:
Perilaku yang biasa ditunjukan biasanya:
Melempar atau memukul benda atau orang lain, menyerang
oranglain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan atau amuk atau agresif.
 Emosi
Tidak adekuat, tidak aman, dan nyaman, rasa terganggu,
dendam dan jengkel, bermusuhan, mengamuk,
menyalahkan dan menuntut.
 Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
 Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain,
tidak perduli dan kasar.
 Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
dan sindiran.
 Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, dan penyimpangan seksual.
- Pengkajian prilaku asertik, pasif, dan agresif
Aspek Pasif Asertif agresif
Isi pembicaraan Negatif, Positif meenawarkan Menyombongkan diri,
merendahkan diri, diri, misalnya: merendahkan orang lain,
misalnya: “saya mampu, saya misalnya:
“bisakah saya bisa, anda boleh, “kamu pasti tidak bisa,
melakukan hal itu? anda dapat” kamu selalu melanggar,
Bisakah anda kamu tidak pernah menurut,
melakukannya?” kamu tidak akan bisa”
Tekanan suara Lambat, mengeluh Sedang. Keras ngotot
Posisi badan Menundukan kepala Tegap dan santai Kaku, condong kedepan.
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak akan
dengan sikap jarak yang nyaman menyerang orang lain.
mengabaikan
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang. Mengancam, posisi
tenang. menyerang.
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata melotot, dan
tidak. kontak mata sesuai dipertahankan.
dengan hubungan.

- Perilaku kekerasan (agresif)


Bertujuan untuk mengetahui hal apa saja yang dapat
menimblkan rasa marah, efek dari perilaku agresif (kekerasan),
serta dari manakah sumber rasa marah, amuk dan agresif itu timbul
apakah dari sendiri atau dari orang lain.
- Support yang tersedia
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tersedianya dan
kesediaan keluarga dalam memberi motivasi, dorongan dan nasihat
kepada klien agar dapat mengontrol dan bahkan mencegah
terjadinya amuk atau perilaku kekerasan.
- Mekanisme keluarga koping
Bertujuan untuk menggambarkan kemampuan keluarga
dalam memberikan support yang positif dan nasihat kepada pasien
agar tidak merusak dan berprilaku kekerasan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain.
- Ketakutan dan kecemasan keluarga
Bertujuan untuk mengidentifikasikan apakah keluarga
mengalami suatu perasaan gangguan fisiologis ataupun emosional
yang berhubungan dengan suatu sumber yang dapat
mengidentifikasi yang dirasakan membahayakan pasien dan orang
lain saat pasien melakukan perilaku kekerasan.
b. diagnosa keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah, baik
pada orang tua atau anak
3. Isolasi sosial brhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga
yang tidakharmonis
4. Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping keluarga inefektif
c. intervensi keperawatan yang mungkin muncul
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Risiko 1. bina hubungan saling 1. hubungan saling
mencederai percaya, salam percaya
diri sendiri terapeutik, perkenalan memungkinkan
diri, beritahu tujuan terbuka pada perawat
interaksi, kontrak waktu dan sebagai dasar
yang tepat, ciptakan untuk intervensi
lingkungan yang aman selanjutnya
dan tenang, observasi 2. informasi dari klien
respon verbal non penting bagi perawat
verbal, bersikap empati untuk membantu
2. beri kesempatan pada klien dalam
klien untuk menyelesaikan
mengungkapkan masalah yang
perasaannya konstruktif
3. bantu untuk 3. pengungkapan
mengungkapkan perasaan dalam suatu
penyebab perasaan lingkungan yang
jengkel /kesel tidak mengancam
4. anjurkan klien akan menolong
mengungkapkan dilema pasien untuk sampai
dan dirasakan saat kepada akhir
jengkel penyelesaian
persoalan
4. pengungkapan
kekesalan secara
konstruktif untuk
mencari penyelesaian
masalah yang
konstruktif pula
2. Perilaku 1. bina hubungan saling 1. hubungan saling
kekerasan percaya dengan percaya
menggunakan prinsip memungkinkan klien
komunikasi terapeutik terbuka pada perawat
2. setiap bertemu klien di dan sebagai dasar
hindarkan dari memberi untuk intervensi
penilaian negatif selanjutnya.
3. beri pujian atas 2. Pemberi penilaian
keberhasilan klien negatif dapat
4. utamanakan memberi menurunkan
pujian yang realistik semangat klien dalam
pada kemampuan dan hidupnya
aspek positif klien 3. Meningkatkan
motivasi untuk
berbuat lebih baik
4. Meningkatkan harga
diri klien
3. Isolasi sosial 1. Tunjukkan sikap empati 1. 1. Agar mengetahu
dan beri kesempatan perasaan yang di
kepada klien untuk rasakan oleh pasien
mengungkapkan 2. Agar koping yang ada
perasaannya dapat membuat hasil
2. Anjurkan klien untuk poritif
menggunakan koping 3. Agar klien
yang konstruktif mengetahui
3. Jelaskan dan anjurkan pentingnya dukungan
kepada keluarga untuk dari keluarga untuk
tetap mengadakan menjalin suatu
hubungan dengan klien hubungan
4. Cegah agar klien tidak 4. Mencegah klien
berada di dalam dalam melakukan
ruangan yang sendiri tindakan yang tidak
dalam jangka waktu di harapkan
yang lama
4. Perilaku 1. Identifikasi dengan 1. Keluarga mengenal
kekerasan keluarga tentang dan mengungkapkan
berhubungan perilaku maladaptif serta menerima
dengan koping 2. Diskusikan dengan perasaannya sehingga
keluarga keluarga tentang mempermudah
inefektif pentingnya peran orang pemberian asuhan
tua sebagai status kepada anak dengan
pendukung dalam benar
proses tumbuh 2. Memberikan
kembang anak kejelasan dan
3. Kolaborasi dalam memotivasi keluarga
pemberian pendidikan untuk meningkatkan
keluarga terhadap orang peran sertanya dan
tua pengasuhan dan
proses tumbuh
kembang anaknya.
3. Dapat meningkatkan
pengetahuan dan
pemahaman keluarga.
Bab II
Pembahasan kasus

A. Kasus
Kasus Anak dengan Korban KDRT Seorang anak laki-laki
An. A (6 tahun) di temukan oleh tukang sayur keliling di sebuah
desa di Pulau Sumatera dengan badan penuh luka dan kondisi yang
mengkhawatirkan. An. A di bawa ke RSUD setempat untuk
medapatkan perawatan. Berdasarkan informasi yang di dapat, An.
A tersebut di duga dibuang oleh orang tuanya setelah ia
mendapatkan siksaan secara fisik yang begitu banyak di sekijur
tubuhnya. An. A belum bisa bicara dengan jelas, akibat dari luka di
bibir dan lidahnya yang di duga kena luka dari puntung rokok. An.
A akan berteriak histeris bila melihat jarum suntik, gunting atau
pisau. Sekujur tubuhnya juga ditemukan penuh luka bekas sabetan,
lecet, dan goresan benda tajam, serta bekas luka bakar seperti dari
puntung rokok. Saat di di panggil namanya, An. A tidak merespon
sama sekali dan hanya memandang tanpa ekspresi. An. A tidak
dapat berkomunikasi dengan baik oleh siapapun, selain karena
kondisi bibirnya yang penuh luka sehingga sulit dipahami setiap
kata yang dia ucapkan, An.A memang tidak mau menjawab
pertanyaan jika kondisi sekitarnya banyak orang. Selain itu dari
pemeriksaan medis, anak malang itu mengalami dehidrasi parah
karena tubuhnya kekurangan cairan dan juga mengalami gizi
buruk. Hal itu dapat dilihat dari kondisi fisiknya yang kurus kering
dan sangat lemah. Berdasarkan hasil penelusuran dan pengakuan
dari An. A dalam beberapa terakhir ini, didapatkan bahwa yang
melakukan penyiksaan tersebut ialah ibunya sendiri (Ny. M)
berusia 25 tahun. berdasarkan informasi dari para tetangganya,
keluarga Ny, M kerapkali sering cek cok ribut dengan suaminya.
Suami Ny. M (usia 35 tahun) bekerja sebagai tukang ojeg yang
kadang jarang pulang dan setiap kali pulang, pasti selalu terdengar
keduanya adu mulut saling memaki dan kadang suaminya
melakaukan kekerasan secara fisik dengan menampar dan bahkan
memukul dan Ny. M. Kini, An. A selaku korban kekerasan sedang
menjalani perawatan di RSUD dan masih mengalami trauma secara
psikis, terlihat jika dimintai keterangan, dia sangat ketakutan. Kini,
An. A akan mendapatkan pendampingan dari Lembaga
Perlindungan Anak dan terus di tangani oleh Dokter Spesialis
Anak dan Psikolog.

B. PEMBAHASAN
a. PENGKAJIAN
IDENTITAS KLIEN
Inisial : An. A (L)
Umur : 6 Tahun
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan terakhir :
Agama : Tidak terkaji
Status Marital : Belum menikah
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Tn. S
Umur : Tidak terkaji
Hubungan dengan klien : pedagang sayur (yang menemukan anak
tersebut)

ALASAN MASUK
1. Riwayat sekarang
Seorang anak laki-laki An. A (6 tahun) di temukan oleh
tukang sayur keliling di sebuah desa di Pulau Sumatera dengan
badan penuh luka dan kondisi yang mengkhawatirkan. Terdapat
luka di bibir dan lidahnya yang diduga luka dari punting rokok.
Selain itu juga terdapat luka bekas sabetan, lecet, dan goresan
benda tajam. Klien mengalami dehidrasi parah karena tubuhnya
kekurangan caidan dan gizi buruk. Klien kadang berteriak histeris
bila melihat jarum suntik, gunting atau pisau, saat dimintai
keterangan klien sangat ketakutan, kurang merespon, dan masih
mengalami trauma secara psikis,
2. FAKTOR PRESIPITASI
Sesuai dengan kasus klien masuk kedalam faktor presipitasi
eksternal : penganiayaan fisik ditandai dengan adanya bekas luka
di sekujur tubuh dan bibir serta lidah seperti luka bekas puntung
rokok
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Sesuai dengan kasus klien masuk kedalam faktor
predisposisi sosial ekonomi ditandai dengan keluarga Ny. M sering
cek-cok , suami Ny. M bekerja sebagai tukang ojek yang kadang
jarang pulang.
Setiap pulang selalu beradu mulut, memaki dan kadang melakukan
kekerasan yaitu menampar bahkan memukul.
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Keadaan umum kurus kering dan sangat lemah
b. Pemeriksaan antropometri
Tidak terkaji
c. System Pencernaan
Bibir dan lidah penuh luka, di duga luka akibat dari
puntung rokok
d. System integument
Disekujur tubuh ditemukan banyak luka bekas sabetan,
lecet, dan goresan benda tajam serta bekas luka bakar.
Turgor kulit tidak elastis.
e. ADL
No. ADL Sebelum di RS Selama di rawat
1. Nutrisi (makan & nutrisi klien tidak adekuat nutrisi klien tidak adekuat
minum)
2. Eliminasi (BAB & - -
BAK)
3. Istirahat tidur - -
4. Aktivitas Tidak mampu berpartisifasi Komunikasi kurang, tidak suka
dalam kegiatan aktivitas berkumpul dengan pasien lainnya
fisik yang berlebihan,
menarik diri, sering
berbicara sendiri.
5. Personal Hygiene Kurang memperhatikan Kurang memperhatikan
kebersihan diri, dan kebersihan diri, dan kerapihan.
kerapihan.

5. PSIKOSOSIAL
1. Konsep Diri :
a. Gambaran Diri : klien memandang dirinya negatif
b. Identitas : Klien seorang laki-laki berusia 6 tahun
c. Peran : seorang anak yang seharusnya sekarang
berada pada fase bermain dan mendapatkan kasih sayang
orang tua.
d. Ideal Diri : Klien mengharapkan dirinya diperlakukan
seperti anak lainnya yang (diperhatikan dan penuh kasih sayang
dari orang tuanya).
e. Harga Diri : Rendah, karena klien merasa orang tuanya
tidak menginginkannya
2. Hubungan social :
a. Orang yang berarti : keluarga
3. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat :
4. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : klien masih meyakini bahwa
adanya Tuhan Yang Maha Esa
b. Kegiatan Ibadah : klien masih bisa menjalankan
kegiatan ibadahnya.
6. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif Etiologi Masalah
- Klien diduga oleh - Badan penuh luka, Jarang pulang Perilaku
kedua orang tuanya ada luka di bibir kekerasan
setelah dan lidah diduga Pertengkaran RT
mendapatkan dari putung rokok,
siksaan secara luka bekas sabetan, keluarga tidak harmonis
fisik. lecet dan goresan
- benda tajam tek pada psikologis istri

koping istri negatif

tdk dapat berfikir realistis

pencarian pelampiasan

orang terdekat(anak)

tidak dapat perlindungan

perlukaan fisik & psikologis

perilaku kekerasan

a. MASALAH KEPERAWATAN
Perilaku kekerasan
b. TINDAKAN KEPERAWATAN

Perencanaan
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1. 2. 3. 4. 5. 6
Perilak Pasien mampu : Setelah 5x SP1. Tgl 15 september 1. Agar dapat
u - Mengidentifi pertemuan di 2018 segera
kekeras kasi tanda harapkan pasien 1. Identifikasi secara dilakukan
an dan perilaku mampu : fisik akibat dari penanganan
kekerasan 1. Dapat perilaku kekerasan secara medis
- Menyebutkan mengaatas yang diterima mengenai luka
jenis prilaku i akibat 2. Indentifikasi fisik
kekerasan dari psikologis klien 2. Agar dapat
yang pernah kekerasan setelah segera
dialami fisik yang mendapatkan dilakukan
- Menyebutkan diterima perlakuan penanganan
akibat dari 2. Dapat kekerasan secara medis
perilaku mengaatas 3. Kolaborasi dengan mengenai
kekerasan i akibat dokter spesialis psikolog klien
yang diterima dari anak 3. Utuk
- Mengontrol kekerasan memonitoring
perilaku psikologis kestabilan
kerasan yang yang klien
diterimanya diterima
secara
1. Fisik
2. Sosial/verbal
3. Spiritual
terapi psiko
farmaka
Setelah 5x Sp 2 (tgl 16 September
pertemuan di 2018) 1. Agar perawat
harapkan pasien Evaluasi sp1 dapat menggali
mampu : Diharapkan klien mampu penyebab dari
1. melakukan kekerasan
1. Menyebutkan tersebut
penyebab tanda 2. Agar
gejala dan akibat kestabilan
dari perilaku emosi klien
kekerasan yang dapat stabil
diterima 3. Agar perawat
2. Klien dapat mengetahu
mengungkapkan cara
perasaan setelah menghindari
pmenerima kekerasan
perlakuan yang akan
kekerasan secara diedukasikan
fisik maupun pada klien
psikologis 4. Sebagai bahan
3. Memperagakan evaluasi bagi
tindakan atau perawat
perilaku kekerasan apakah
yang diterima perlawanan
4. Mengkaji perlawan yang dilaukan
yang dilakukan klien benar
klien ketika atau tidak
mendapat 5. Untuk
perlakuan memonitoring
kekerasan kestabilan
5. Kolaborasi dengan emosi dan
ahli psikologis psikologis
klien

Setelah 5x Sp 3 (tgl 17 september


1. Untuk
pertemuan di 2018)
mengetahui
harapkan pasien Evaluasi sp1, 2
sejauhmana
mampu : Diharapkan klien mampu
progres klien
melakukan
dalam
1. Berikan Terapi
melakukan
Aktivitas untuk
asuhan
mengurangi trauma
keperawatan
: - ajak klie
2. Untuk
bermain sepada
memberikan
atau bermain bola
perlawanan
atau sejenisnya
yang tepat
2. Mencontohkan
sesuai dengan
cara untuk
perilaku
menghindari
kekerasan
perilaku kekerasan
yang diterima
3. Kolaborasi dengan
3. Untuk
psikologis
memonitoring
kestabilan
emosi dan
psikologis
klien
Sp 4 (tgl 18 september 1. Agar
2018) mengetahui
Evaluasi sp1, 2, 3 kemampuan
Diharapkan klien mampu klien terhadap
melakukan asuhan
1. Memperagakan keperawatan
cara untuk yang telah di
menghindari lakukan
perilaku kekerasan 2. Agar tingkat
2. Ajarkan koping stresor yang
postif apabila klien diterima tidak
menerima terlalu tiggi
perlakuan yang 3. agar perilaku
sama ( tenang, kekerasan
menghindar) dapat dihetikan
3. Edukasi klien
untuk tidak
melakukan
perilaku kekersan
kepada orang lain

Sp 5 (tgl 19 september 1. Agar klien


2018) tidak merasa
Evaluasi sp1, 2, 3, 4 depresi dan
Diharapkan klien mampu mempunyai
melakukan semangat
1. berikan semangat untuk
dan motivasi melanjutkan
setelah keluar dari hidupnya
RS agar klien dapat 2. Agar klien bisa
menerima menerima
pengasuh barunya kejadian yang
2. berikan motivasi telah dialami
pada klien untuk untuktidak
tidak menimbulkan menimbulkan
rasa benci pada ibu rasa benci
atau ayahnya. pada orang
tuanya

Keluarga/pengasuh Setelah 4x Sp 1 (15 september 2018) 1. Agar


dapat merawat klien pertemuan 1. Identifikasi pengasuh/k
dirumah keluarga mampu kondisi fisik dan eluarga
menjelaskan psikologis klien bisa
tentang : 2. Identifikasi memahami
1. Kondisi penerimaan klien situasi dan
fisik dan terhadap perasaan
psikologis keluarga/pengasuh klien saat
klien 3. Identifikasi ini
2. Penerimaa keluarga/pengasuh 2. Agar klien
n klien dapat memberikan bersedia
terhadap gambaran positif apabila ada
keluarga/p agar tidak trauma pengsuh
engasuh dan bisa barunya
3. Keluarga/ meneruskan 3. Agar tidak
pengasuh kehidupannya. menimbulk
dapat an trauma
memberik berkepanja
an ngan pada
gambaran klien
positif
agar tidak
trauma
dan bisa
meneruska
n
kehidupan
nya.

Sp 2 (tgl 16 september 1. Agar tidak


2018) terjadi trauma
Evaluasi kemampuan berkepanjanga
keluarga (sp1) n supaya anak
Di harapkan keluarga dapat
mengetahui cara merawat mengikuti pola
klien asuh yang
1. Latih keluarga diberikan
dalam 2. Agar keluarga
menstabilkan baik konsisten
fisik maupun dengan
psikologis perawatan
2. RTL keluarga terhadap klien

Sp 3 (tgl 17 september
2018) 1. Agar trauma
Evaluasi kemampuan klien tidak
keluarga (sp2) terulang
Di harapkan keluarga kembali dan
mengetahui cara merawat klien tidak
klien mencontoh
1. Ajarkan perilaku
keluarga/pengasuh tersebut
untuk tidak 2. Agar semangat
melakukan dan kualitas
perlakuan klien semakin
kekerasan yang meningkat
sama untuk
2. Keluarga/pengasuh kedepannya
dapat memberikan 3. Agar klien bisa
semangat dan menerima
motivasi setelah kejadian yang
keluar dari RS telah dialami
3. Keluarga/pengasuh untuktidak
dapat memberikan menimbulkan
motivasi pada klien rasa benci
untuk tidak pada orang
menimbulkan rasa tuanya
benci pada ibu atau 4. Agar keluarga
ayahnya. konsisten
4. RTL keluarga dengan
perawatan
terhadap klien
Sp 4 (18 september 2018) 1. Utuk
1. Evaluasi mengetahui
kemampuan dan apakah klien
koping positif pada dapat melewati
klien dalam fase traumanya
melakukan asuhan 2. Utuk
keperawatan mengetahui
2. Evaluasi apakah
kemampuan dan keluarga/penga
koping positif suh dapat
keluarga/pengasuh memperakuka
dalam melakukan n klien dengan
asuhan baik
keperawatan 3. Agar keluarga
3. RTL keluarga konsisten
4. Followup atau dengan
rujukan perawatan
terhadap klien
4. Untuk
mengetahui
kepatuhan
klien dan
keluarga dalam
perawatan
klien secara
tepat
d. INTERVENSI SPIRITUAL
NO DX INTERVENSI RASIONAL
1. Perilaku 1. Ajarkan klien untuk bisa menerima 1. Agar klien tidak
kekerasan perlakuan dari orang tuanya memiliki rasa
dengan cara sabar dan ikhlas dendam pada
2. Kenalkan klien pada aktivitas yang orang tua
berhubungan dengan beribadah 2. Untuk
3. Ajarkan klien untuk dapat memilih membiasakan
antara perilaku yang baik dan klien pada
buruk pemenuhannya
spiritualitasnya
yang
berhubungan
dengan Tuhan
yang Maha Esa
3. Aga klien
mempunyai
prinsi dan
pendirian dari
kecil dan tidak
mengulangi
keburukan
dikeudian hari
BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan
Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang di
sengaja maupun tidak di sengaja yang dapat merusak anak baik berupa
serangan fisik, mental, sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar
hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma
dalam masyarakat. Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak
menurut komnas perlindungan anak pemicu kekerasan terhadap anak yang
terjadi yang terjadi diantaranya :
Struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke generasi, stress
sosial dan isolasi sosial, serta keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk-
bentuk kekerasan terhadap anak yaitu : kekerasan fisik, emosional, verbal,
seksual, dan kekerasan secara sosial. Adapun cara yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu: pendidikan dan
pengetahuan orang tua yang cukup, keluarga yang sangat demokratis,
adanya komunikasi yang efektif, dan mengintegrasikan issue mengenai
hak anak kedalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-
undangan yang mengatur perlindungan anak yaitu undang-undang No.23
tahun 2002 tentang perlindungan anak.
b. Saran
Sebagai warga negara ang berpengetahuan wajiblah kita
menghargai pribadi seorang anak dengan menghidarkan mereka dari
tindakan kekerasan ang dapat merusak masa depan mereka, sehingga
mereka kelak tumbuh dan berkembang dengan bebas dan bertanggung
jawab karna mereka semua adalah generasi penerus bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA

Dharmono, Suryo dan Hervita Diatri. 2008. Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dampaknya Terhadap Kesehatan Jiwa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Stuart GW & Laraia, 2005, Principles and practice of psychiatric nursing,


Elseiver, Alih Bahasa Budi Santosa, Philadelphia.

Kurniawan, lely setiawati. 2015. Refleksi Diri Pada Korban Dan Pelaku
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. yogyakarta: CV. ANDI OFFSET

Marya, siti. Vol 3 no 1 Maret 2017. Journal tentang Gambaran pendidikan orang
tua dan kekerasan pada anak dalam keluarga di gampong geulanggang teungoh
kecamatan kota juang kab bireunen. [online 19 september 2018]

Anda mungkin juga menyukai