Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad
SAW.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


"Asuhan Keperawatan Pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga". Dalam
penyusunan makalah ini banyak rintangan yang dihadapi oleh kami, baik itu yang
datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun, dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah swt akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan perbaikan
tetapi dapat dijadikan salah satu referensi bagi pembaca.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas


kepada pembaca. Demi kesempurnaan makalah ini kami mengajak pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun. Atas perhatiannya kami ucapkan
terima kasih.

Makassar, 12 November 2019

Kelompok 3

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh
manusia. Dalam keluarga, manusia belajar untuk mulai berinteraksi dengan
orang lain. Oleh karena itulah umumnya orang banyak menghabiskan
waktunya dalam lingkungan keluarga. Sekalipun keluarga merupakan lembaga
sosial yang ideal guna menumbuhkembangkan potensi yang ada pada setiap
individu, dalam kenyataannya keluarga sering kali menjadi wadah bagi
munculnya berbagai kasus penyimpangan atau aktivitas ilegal lain sehingga
menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan, yang dilakukan oleh anggota
keluarga satu terhadap anggota keluarga lainnya seperti penganiayaan,
pemerkosaan, pembunuhan. Situasi inilah yang lazim disebut dengan istilah
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam
keseharian. Pada umumnya, dalam struktur kekerabatan di Indonesia kaum
laki-laki ditempatkan pada posisi dominan, yakni sebagai kepala keluarga.
Dengan demikian, bukan hal yang aneh apabila anggota keluarga lainnya
menjadi sangat tergantung kepada kaum laki-laki. Posisi laki-laki yang
demikian superior sering kali menyebabkan dirinya menjadi sangat berkuasa di
tengah-tengah lingkungan keluarga. Bahkan pada saat laki-laki melakukan
berbagai penyimpangan kekerasan terhadap anggota keluarga lainnya dimana
perempuan dan juga anak menjadi korban utamanya tidak ada seorang pun
dapat menghalanginya.
Oleh karena itu para aktivis dan pemerhati perempuan sangat
memperjuangkan lahirnya. Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (UU PKDRT).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
2. Apa etiologi Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
3. Apa dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada keluarga : usia
sekolah, dewasa, lansia ?
4. Bagaimana pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
5. Bagaimana bentuk-bentuk Kekerasan Rumah Tangga ?
6. Bagaimana kerakteristik dalam Kekerasan Rumah Tangga?
7. Bagaimana peran perawat dalam kasus Kekerasan Rumah Tangga?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?

C. Tujuan
1. Memahami definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga
2. Memahami etiologi Kekerasan dalam Rumah Tangga
3. Memahami dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada keluarga : usia
sekolah, dewasa, lansia
4. Memahami pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga
5. Memahami bentuk-bentuk Kekerasan Rumah Tangga
6. Memahami kerakteristik dalam Kekerasan Rumah Tangga
7. Memahami peran perawat dalam kasus Kekerasan Rumah Tangga
8. Memahami Asuhan Keperawatan Kekerasan dalam Rumah Tangga

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pengertian kekerasan menurut WHO (1999) Kekerasan adalah
.penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap
diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Berdasarkan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) No. 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Kekerasan
dalam Rumah Tangga merupakan setiap perbuatan pada seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumah tangga. Yang ditandai
dengan hubungan antar anggota keluarga yang diwarnai dengan penyiksaan
secara verbal, tidak adanya kehangatan.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu dari
permasalahan sosial yang penting sekali dimana perempuan ditempatkan dalam
posisi lebih rendah dibandingkan laki-laki. (Darmono & Diantri, 2008)
Kekerasan dalam keluarga mencakup penganiayaan fisik, emosional,
dan fisik pada anak-anak, pemukulan pasangan, pemerkosaan, dan
penganiayaan lansia. (Sheila L.Videbeck.2008)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan pada
seseorang terutama pada perempuan dalam bentuk penganiayaan fisik,
emosional, seksual pada anak, pengabaian anak dan lansia yang berakibat
timbulnya.kesengsaraan, kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
Maka dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah penggunaan kekuatan
fisik dan ancaman terhadap seorang individu didalam keluarga terutama istri
(perempuan) yang mengakibatkan trauma baik secara fisik maupun psikologis

4
B. Etiologi

Menurut Ramdani (2017), Secara umum faktor-faktor yang


mempengaruhi terjadinya kejadian kekerasan dalam rumah tangga dapat
dikelompokkan menjadi :

a. Faktor individual (korban/perempuan) : kepercayaan/agama, umur, status


kependudukan, urutan anak dalam keluarga, pekerjaan diluar rumah,
pendidikan rendah, riwayat kekerasan saat masih anak-anak.
b. Faktor individual (pelaku/ laki-laki) : perbedaan umur, pendidikan rendah,
pekerjaan, riwayat mengalami kekerasan saat masih anak-anak,
penggunaan obat-obatan atau alkohol , kebiasaan berjudi, gangguan
mental, penyakit kronis, mempunyai hubungan diluar nikah dengan
wanita lain.
c. Faktor sosial budaya : Menurut Helse et all, (2005) budaya patrilineal yang
menempatkan peran laki-laki sebagai pengontrol kekayaan, warisan
keluarga (termasuk nama keluarga) dan pembuat keputusan dalam
keluarga serta konflik perkawinan merupakan predictor yang kuat untuk
terjadinya kekerasan. Ada budaya yang menganggap perilaku kekerasan
suami terhadap istri adalah hal yang biasa. Perilaku kekerasan yang di
lakukan oleh suami ini di maksudkan untuk mengontrol keluarga.
d. Faktor sosio ekonomi : salah satu faktor utama terjadinya tindakan
kekerasan adalah kemiskinan. Faktor lain yang berhubungan adalah
pengangguran, urbanisasi, pengisolasian, diskriminasi, gender dalam
lapangan pekerjaan.
e. Faktor religi : pemahaman ajaran agama yang keliru : suami salah persepsi
dalam agama “memukul istri” adalah hal yang wajar untuk mendidik
istrinya dan persepsi seperti itu terjadilah kekerasan dalam rumah tangga
Jika tidak adanya rasa kepercayaan antara satu dan lain maka akan timbul
rasa cemburu dan curiga dalam kadar yang sangat berlebihan. Sifat
cemburu yang terlalu tinggi ini bisa memicu terjadi nya kekerasan dalam
rumah tangga.

5
C. Dampak

a. Dampak pada istri :


1. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan, susah
makan dan susah tidur
3. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4. Gangguan kesehatan seksual
5. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan
kekerasan
6. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya
gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon
secara normal ajakan berhubungan seks
7. Terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan, hilangnya rasa
percaya diri, hilang kemampuan untuk berindak dan rasa tidak berdaya
8. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
9. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, cacat
10. Trauma fisik dalam kehamilan yang berisiko terhadap ibu dan janin
11. Kehilangan akal sehat atau gangguan kesehatan jiwa
12. Curiga terus menerus dan tidak mudah percaya kepada orang lain
(paranoid)
13. Gangguan psikis berat (depresi, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi
seksual, kurang nafsu makan, kelelahan kronis, ketagihan alkohol dan
obat-obatan terlarang)
b. Dampak pada anak :
1. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3. Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
4. Meniru tindakan kekerasan yang terjadi di rumah
5. Menjadi sangat pendiam dan menghindar
6. Mimpi buruk dan ketakutan

6
7. Sering tidak makan dengan benar
8. Menghambat pertumbuhan dan belajar
9. Menderita banyak gangguan kesehatan
c. Dampak pada suami :
1. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
d. Dampak terhadap masyarakat
1. Siklus kekerasan akan terus berlanjut ke gerasi yang akan datang
2. Anggapan yang keliru akan tetap lestari bahwa pria lebih baik dari
wanita
3. Kualitas hidup manusia akan berkurang karena wanita tidak berperan
serta dalam aktivitas masyarakat bila wanita tersebut dilarang
berbicara atau terbunuh karena tindakan kekerasan
4. Efek terhadap produktifitas, misalnya mengakibatkan berkurangnya
kontribusi terhadap masyarakat, kemampuan realisasi diri dan kinerja,
dan cuti sakit bertambah sering

Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi


banyak perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut,
cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan
tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga
mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara bilologis yang
pada akhirnya terganggu secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering
mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan bukti
penganiyaan mereka.

Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi


istri dalam rumah tangga diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan
ekonomi keluarga. Dampak terhadap pola pikir istri misalnya tidak
mampu berpikir secara jernih karena selalu merasa takut, cenderung
curiga (paranoid), sulit mengambil keputusan, tidak bias percaya dengan
apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban kekerasan memiliki masalah

7
kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar dibandingkan yang tidak
menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan fisik, pusing, nyeri
haid, terinfeksi penyakit menular

D. Pencegahan
 Pencegahan primer : dengan cara memberikan penguatan pada individu
dan keluarga dengan membangun koping yang efektif dalam menghadapi
stress dan menyelesaikan masalah tanpa menggunakan kekerasan.
 Pencegahan sekunder : dengan cara mengidentifikasi keluarga dengan
resiko kekerasan, penelataran, atau eksploitasi terhadap anggota keluarga,
serta melakukan deteksi dini terhadap keluarga yang mulai menggunakan
kekerasan.
 Pencegahan tersier : dilakukan dengan cara menghentikan tindak
kekerasan yang terjadi bekerja sama dengan badan hukum yang
berwenang untuk menangani kasus kekerasan.

E. Bentuk-bentuk kekerasan
1. Kekerasa fisik : perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau
luka berat seperti menampar, menendang, mencakar, dan lain sebagainya.
2. Kekerasan psikis : perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak
berdaya. Seperti : berkata kasar, menghina, dan lain sebagainya.
3. Kekerasan seksual : setiap perbuatan yang memaksa hubungan seksual
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual dengan keluarga (yang tidak serumah).
4. Penelantaran rumah tangga : yaitu seseorang yang menelantarkan org
dalam lingkup rumah tangganya.

F. Karakteristik dalam kekerasan rumah tangga


- Isolasi sosial

8
Biasanya anggota yang mengalami kekerasan cenderung menutupi apa
yang terjadi di dalam keluarga karena pelaku mengancam anggota
keluarga seperti mengancam memukul jika anggota keluarga memberi
tahu kejadian tersebut.
- Kekuasaan dan kontrol
Pelaku kekerasan biasanya mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi dari
anggota-anggota keluarga sehingga pelaku hampir selalu berada dalam
posisi yang berkuasa dan memiliki kendali terhadap korban.
- Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
50% - 90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga
memiliki riwayat penyalahgunaan zat.

- Proses transmisi antar generasi


Berarti bahwa pola perilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial.
Misalnya pelaku kekerasan dahulunya adalah korban kekerasan.

G. Peran perawat
1. Peran sebagai pendidik (educator)
Meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga mengenai kekerasan dalam
rumah tangga khususnya mengenai pengertian, jenis, serta dampak.
2. peran sebagai pemberi konseling (counselor)
Disini perawat maternitas dapat berperandengan fokus meningkatkan
harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban dan terutama
untuk memberikan informasi dan dukungan agar korban korban dapat
mengambil langkah pengamanan. konseling tidak hanya ditujukan untuk
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. tetapi juga untuk
pelaku. tujuannya adalah untuk mendorong pelaku untuk mengambil
tanggung jawab dalam menghentikan tindak kekerasan dan meningkatkan
kualitas hidupnya sendiri.
3. Peran sebagai pemberi pelayanan keperawatan (caregiver)

9
peran perawat maternitas sebagai pemberi pelayanan keperawatan adalah
memberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga pemberian
inteervensi dan evaluasi.perawat harus meningkatkan kepekaan dengan
tidak mengabaikan tanda- tanda bekas perlakuan kekerasan, secara cepat
dan dapat mengidentifikasikan masalah, menentukan apakah wanuta
terebut membutuhkan penanganan medis ataupun terapi khusus.
4. Peran sebagai penemu kasus dan peneliti (case finder researcher)
meningkatkan riset dan pendalaman dalam aspek prevensi, promosi dan
deteksi dini.
5. Peran sebagai pembela (advokat)
berperan sebagai advokat, perawat harus senantiasa terbuka untuk suatu
kerja sama yang baik dengan lembaga penyedia layanan pendampingan
dan bantuan hukum, mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada
korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, melatih kader- kader (LSM)
untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.
6. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan
segera lakukan pemeriksaan visum).
7. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari
pengadilan.
8. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif
(Ruang Pelayanan Khusus).
9. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, serta lembaga sosoal yang
dibutuhkan korban
10. Sosialisasi Undang-Undang KDRT kepada keluarga dan masyarakat.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data.
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat.
Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Salah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain ,
mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan

11
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota
keluarga yang lain lain. Individu seringkali menyalurkan kemarahan
dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota keluarga
yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti
aturan
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah
bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi
aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik terdiri dari :muka merah,
pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak
adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual :
mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial :
menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
2. Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan
melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data

12
obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi
atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
3. Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut.
Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
4. Aspek Fisik
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan
cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu
secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan
spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut.

B. Pohon Masalah
 pelaku

Resiko mencederai : diri sendiri atau orang lain

Perilaku Kekerasan

HDR
 korban

Isolasi sosial : menarik diri

HDR

13
Koping individu tidak efektif

C. Strategi pelaksana tindakan keperawatan

Diagnosis
Pasien Keluarga
Keperawatan
Resiko SP I SP I
Perilaku 1 Mengidentifikasi penyebab 1 Mendiskusikan masalah
Kekerasan PK yang dirasakan keluarga
2 Mengidentifikasi tanda dan dalam merawat pasien.
gejala PK 2 Menjelaskan pengertian PK,
3 Mengidentifikasi PK yang tanda dan gejala, serta
dilakukan proses terjadinya PK.
4 Mengidentifikasi akibat PK Menjelaskan cara merawat
5 Mengajarkan cara pasien dengan PK.
mengontrol PK
6 Melatih pasien cara kontrol SP II
PK fisik I (nafas dalam). 1. Melatih keluarga
7 Membimbing pasien mempraktekkan cara
memasukkan dalam jadwal merawat pasien dengan PK.
kegiatan harian. 2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
SP II kepada pasien PK.
1 Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya. SP III
Melatih pasien cara kontrol 1. Membantu keluarga
PK fisik II (memukul membuat jadwal aktivitas di
bantal / kasur / konversi rumah termasuk minum

14
energi). obat (discharge planning).
2 Membimbing pasien 2. Menjelaskan follow up
memasukkan dalam jadwal pasien setelah pulang
kegiatan harian.

SP III
1 Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
Melatih pasien cara kontrol
PK secara verbal (meminta,
menolak dan
mengungkapkan marah
secara baik).
2 Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV
1 Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya. Melatih
pasien cara kontrol PK
secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat).
2 Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP V
1 Memvalidasi masalah dan
latihan sebelumnya.
2 Menjelaskan cara kontrol
PK dengan minum obat
(prinsip 5 benar minum
obat).
3 Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
Harga Diri SP I SP I
Rendah 1. Melatih pasien kegiatan Menjelaskan cara-cara
yang dipilih sesuai merawat pasien harga diri
kemampuan rendah

15
2. Membimbing pasien
memasukkan dalam SP II
jadwal kegiatan harian. 1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara
SP II merawat pasien dengan
1. Memvalidasi masalah dan harga diri rendah
latihan sebelumnya. 2. Melatih keluarga
Melatih kegiatan kedua melakukan cara merawat
(atau selanjutnya) yang langsung kepada pasien
dipilih sesuai kemampuan harga diri rendah
2. Membimbing pasien
memasukkan dalam SP III
jadwal kegiatan harian. 1. Membantu keluarga
membuat jadwal aktivitas
di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up
pasien setelah pulang

16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan pada
seseorang terutama pada perempuan dalam bentuk penganiayaan fisik,
emosional, seksual pada anak, pengabaian anak dan lansia yang berakibat
timbulnya kesengsaraan, kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Yang
ditandai dengan hubungan antar anggota keluarga yang diwarnai dengan
penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan.
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena adanya beberapa faktor
yaitu faktor individual, sosio budaya, ekonomi, religi. Kekerasan dalam
rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikologi, seksual, dan
penelantaran rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga bisa berdampak
pada korban seperti sakit fisik, cacat mental, merasa ketakutan, menurunkan
seksualitas, keterlambatan dalam belajar, merasa tidak dihargai, depresi, dan
bisa berakibat kematian.
B. Saran
Dengan telah membacanya makalah ini, mahasiswa/I diharapkan dapat
mengerti, mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Kekerasan dalam Rumah
tangga, serta tindakan-tindakan yang akan diambil dalam membuat Asuhan

17
Keperawatan yang bermutu dan bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk
bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi di lapangan atau
lahan praktek yang terkadang ketidaksinkronan dan kesinkronan yang wajar.
Semoga bermanfaat bagi semua mahasiswa dan membantu dalam pembuatan
Asuhan Keperawatan kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Ramadani, M., & Yuliani, F. (2017). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt)
Sebagai Salah Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 9(2), 80. https://doi.org/10.24893/jkma.v9i2.191

Budiyanto, Asti, arnika dwi, & Yuwono, P. (2015). Jurusan Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 11(1), 6–
18.

Zafirah, S. B., & Indriana, Y. (2016). Strategi Koping Korban Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT). Empati, 5(April), 229–235.

Kdrt, T., & Kota, D. I. (2015). Background : Domestic violence against his wife is
all forms of violence committed by a husband against his wife that resulted in
harm to physical , psychological , sexual and economic , including threats ,
deprivation of liberty which occur in household . 4(2), 53–61.

Darmono & Diantri, 2008. Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan Jiwa. Jakarta: FK.UI

Efendy, Ferry Makhfudi.2009.Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan


Praktik Dalam Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

18
Sheila L.Videbeck. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC

Stuart, Gail Wiscarz. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC

Mata kuliah Keperawatan Jiwa II

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 KELAS C.1

ASMIYAH 142 2017 0018

NUR INTAN ANA SOFIAN 142 2017 0011

ILMA PERMATASARI 142 2017 0002

19
MARFIA UMAGAPY 142 2017 0025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019/2020

20

Anda mungkin juga menyukai