Anda di halaman 1dari 7

KASUS TENTANG ISSUE DALAM KELUARGA

(KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)

Dosen pembimbing:
Ns. Miko Eka Putri S.Kep

Disusun oleh:
Trie Yoga Prio Sismanto

2008 21 052

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAITURRAHIM
(STIKBA) JAMBI
T.A 2010-2011
1. Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap istri adalah segala
bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang
berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk
ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau
keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan
penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan
dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca
definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada istri bukan hanya
terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang sering
dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang.

2. Gejala-Gejala Kekerasan Terhadap Istri


Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri,
cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering
merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak
jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa
penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejalagejala di atas, tentu anda akan
menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi
psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.

3. Bentuk-Bentuk Kekrasan Dalam Rumah Tangga


Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul,
menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat
pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti:
menghina,berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa
percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk
bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi

1
maka dapat mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun
suaminya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga
dapat memicu dendam dihati istri.
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan
memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang
tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.
d. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk
bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang,
termasuk membiarkan istri yang bekerja untuk di-eksploitasi, sementara si
suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga
tidak memberikan gajinya pada istri karena istrinya berpenghasilan, suami
menyembunyikan gajinya,mengambil harta istri, tidak memberi uang
belanja yang mencukupi, atau tidak memberi uang belanja sama sekali,
menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak
mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya.

4. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap
istri, antara lain:
a. Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan
keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
b. Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
c. Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus
ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
d. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan
mendidik istri,kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami
sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
e. Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
f. Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
g. Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.

2
h. Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
i. Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua
yangsering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
j. Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari
masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam
rumah tangganya,maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang
mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data
kasus tentang (KDRT) pun, banyak dikesampingkan ataupun dianggap
masalah yang sepele. Masyarakat ataupun pihak yang tekait dengan KDRT,
baru benar- benar bertindak jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban
baik fisik yang parah dan maupun kematian, itupun jika diliput oleh media
massa. Banyak sekali kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) yang tidak
tertangani secara langsung dari pihak yang berwajib, bahkan kasus kasus
KDRT yang kecil pun lebih banyak dipandang sebelah mata daripada kasus –
kasus lainnya.
k. Masalah budaya, Masyarakat yang patriarkis ditandai dengan pembagian
kekuasaan yang sangat jelas antara laki –laki dan perempuan dimana laki –
laki mendominasi perempuan. Dominasi laki – laki berhubungan dengan
evaluasi positif terhadap asertivitas dan agtresivitas laki – laki, yang
menyulitkan untuk mendorong dijatuhkannya tindakan hukum terhadap
pelakunnya. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang tua
untuk memperlakukan anak – anaknya , atau cara suami memperlakukan
istrinya, sepenuhnya urusan mereka sendiri dapat mempengaruhi dampak
timbulnya kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT).
l. Faktor Domestik Adanya anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai
diketahui oleh orang lain. Hal ini menyebabkan munculnya perasaan malu
karena akan dianggap oleh lingkungan tidak mampu mengurus rumah tangga.
Jadi rasa malu mengalahkan rasa sakit hati, masalah Domestik dalam keluarga
bukan untuk diketahui oleh orang lain sehingga hal ini dapat berdampak
semakin menguatkan dalam kasus KDRT. Lingkungan. Kurang tanggapnya
lingkungan atau keluarga terdekat untuk merespon apa yang terjadi, hal ini
dapat menjadi tekanan tersendiri bagi korban. Karena bisa saja korban
beranggapan bahwa apa yang dialaminya bukanlah hal yang penting karena

3
tidak direspon lingkungan, hal ini akan melemahkan keyakinan dan
keberanian korban untuk keluar dari masalahnya. Selain itu, faktor penyebab
terjadinya kekerasan terhadap istri berhubungan dengan kekuasaan suami/istri
dan diskriminasi gender di masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki
otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga yang
lain,suami juga berperan sebagai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan
posisi antara suami dan istri dalam masyarakat diturunkan secara kultural
pada setiap generasi, bahkan diyakini sebagai ketentuan agama. Hal ini
mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang memiliki kekuasaan
yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap istri juga
dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini
mengakibatkan masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai.
Kenyataan juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang
bekerja, karena keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh
perubahan sistem dan kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam
kegiatan ekonomi masih dianggap sebagai kegiatan sampingan.

5. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Kekerasan terhadap istri menimbulkan berbagai dampak yang merugikan.
Diantaranya adalah :
a. Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah:
mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan
harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada
suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma,
mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
b. Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi buruk,
lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog ataupun
Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
c. Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan
dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada
anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak
berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah
menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang
lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.

4
6. Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka
masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan
perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat,
anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai
cara untuk memecahkan masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah
kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak
menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari
bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya. Bagi suami
sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang
menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk
berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan
dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka
kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi
kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta
bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar
mendapat perlidungan. Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi
kelompok dimana masingmasing dapat melakukan sharing sehingga
menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan
dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu,
suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan memanage emosi
sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena
berpotensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu,
anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini
mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua. Mengalami KDRT
membawa akibat – akibat negatif yang berkemungkinan mempengaruhi
perkembangan korban di masa mendatang dengan banyak cara. Dengan demikian,
perhatian utama harus diarahkan pada pengembangan berbagai strategi untuk
mencegah terjadi penganiayaan dan meminimalkan efeknya yang merugikan ada
beberapa solusi untuk mencegah KDRT antara lain :

5
1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial
bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan
HAM.
2. Sosialiasasi pada masyarakat tentang KDRT adalah tindakan yang tidak dapat
dibenarkan dan dapat diberikan sangsi hukum. Dengan cara mengubah
pondasi KDRT di tingkat masyarakat pertama – tama dan terutama
membutuhkan.
3. Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat
diterima.
4. Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media
yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut
menerima penghargaan.
5. Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet
adalah macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan
mengurangi kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa
sangat berpengaruh besar dalam mencegah KDRT bagaimana media massa
dapat memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola budaya KDRT
adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan
hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari penganiayaan
6. Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta
kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat penampungan) sehingga
para korban akan lebih terpantau dan terlindungi serta konselor dapat dengan
cepat membantu pemulihan secara psikis.

Anda mungkin juga menyukai