Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


(KDRT)
SISTEM REPRODUKSI

Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
ANDI RISJAN
DAVID CASSA
EGI MUNANDAR
HERU BAKTIRINI
INNA
MUNAWAROH
OKTI
SUFI
TUTY A
YUNI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA
2015

Kasus 1 (KDRT)
Seorang wanita berusia 30 tahun sedang hamil 4 bulan datang ke P2TP2A untuk
melaporkan tindakan suaminya yang sering memukulinya. Sang istri sudah tidak
kuat lagi dengan tindakan suaminya itu. Dia sering dipukuli dengan menggunakan
tangan/ benda-benda di sekitarnya. Suami sering memukuli istri jika istri tidak
memenuhi kebutuhannya dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan
dalam hubungan seksual. Tidak hanya tindakan memukuli istri namun perilaku
dan ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan kepada sang istri. Mata
pencarian suami adalah tukang becak yang sudah sering tidak bekerja karena sepi
penumpang maka istri sudah tidak pernah menerima nafkah lagi dari suaminya.
Mereka tinggal di perkampungan kumuh pinggiran sungan ciliwung. Anak 2
orang saat ini sedang hamil anak ketiga. Sang istri menceritakan bahwa sang
suami sering memukuli istrinya karena masalah sepele, suaminya sudah sering
memukuli mulai usia pernikahan 3 tahun . Saat dilakukan pemeriksaan terhadap
istri terdapat luka lebam disekujur badan, tampak sering menangis dan ketakutan.
Sering menyendiri dan tampak murung
A. Definisi
Pengertian kekerasan menurut WHO (1999) Kekerasan adalah .penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,
perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau
kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Sedangkan, definisi dari kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menurut
UU no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pederitaan secara
fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Maka dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah penggunaan kekuatan fisik dan
ancaman terhadap seorang individu didalam keluarga terutama istri

(perempuan) yang mengakibatkan trauma baik secara fisik maupun


psikologis.

B. Faktor Faktor Penyebab KDRT


Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk
sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa
istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang
diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa
berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri
untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita.
Bahkan, sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk
melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup
dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk
bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam
rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan,
kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi
keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh
anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras
agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering

menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah


tangganya.
4. Persaingan.
Di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan,
pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah,
di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal,
dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau
kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi.
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa
frustasi tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan-pasangan seperti dibawah ini :
a. Belum siap kawin.
b. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
c. Serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada
orang tua atau mertua.
d. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum.
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah
tangga tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal
ini penting karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap
bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam
keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan
mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya
sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan,
sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan kekerasan yang ia
alami.
Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
1.

adalah sebagai berikut :


Faktor Masyarakat
- Kemiskinan

2.

Urbanisasi yang terjadi keenjangan pendapatan di antara penduduk

kota.
- Masyarakat keluarga ketergantungan obat
- Lingkungan dengan frekuensi dan kriminalitas yang tinggi
Faktor Keluarga
- Adanya anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan bantuan
terus-menerus, misalnya anak dengan kelainan mental dan orang

3.

lanjut usia (lansia).


Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan

menghargai serta tidak menghargai peran wanita.


Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada

keluarga.
- Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
Faktor Individu
Di Amerika Serikat, mereka yang mempunyai resiko lebih besar
mengalami kekerasan dalam rumah tangga ialah sebagai berikut :
-

Wanita yang lajang, bercerai, atau ingin bercerai.


Berumur 17-28 tahun.
Ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan

kedua zat tersebut.


Sedang hamil.
Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan.

Faktor Presdiposisi
a. Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup
yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting
kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk

mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul


dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari
pengalaman tersebut :
-

Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak

mampu menyelesaikan secara efektif.


Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak, atau seduction parental, yang mengkin telah

merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.


Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor Sosial Budaya


Social Learning

Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura

(1977) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan responrespon yang lain. Agresi dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan makan semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan merespon terhadap
keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
di pelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh
internal; orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena
menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang

tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang marah karena tidak
boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak
mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh eksternal; seorang anak
menunjukan perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa
mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah
boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang
berada di tengah sistem limbik binatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks

hipotalamus

dapat

menyebabkan

seekor

kucing

mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya


berdiri
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah
serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino
GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
-

Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.


Sering mengalami kegagalan.
Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang.
Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama

sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik
perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya.
Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor
eksternal yaitu serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang di
anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan stressor
dari internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang
yang dicintainya, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu :
-

Klien

: Kelemahan fisik, keputusasaan


ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.

Lingkungan

: Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga


interaksi sosial.

C. Tanda Keluarga dengan KDRT


Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak
mengundang orang lain datanng kerumah mereka atau tidak
mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang
mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa
mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anakanak mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan
peliharaan mereka kan dibunuh jika oranng diluar keluarga mengetahui
penganiayaan

tersebut.

Mereka

ditakuti

agar

mereka

menyimpan rahasia atau mencegah orang lain mencampuri urusan


keluarga yang pribadi

Kekuasaan dan control


Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada
dalam posisi berkuasa dan memilki kendali terhadap korban, baik
korban adalah anak, pasangan, atau lansia. Penganiaya bukan hanya

menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga kontrol


ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota
keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan
untuk meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya
melakukan

penganiayaan

emosional

dengan

meremehkan

atau

menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi


kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata
atau

dibayangkan,

biasanya

menyebabkan peningkatan

prilaku

kekerasan (singer at al, 1995).

Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain


Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan
kekerasan dalam keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibatalkohol tidak menyebabkan individu menjadi penganiaya sebalik,
penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-obatan lain.
50-90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga
memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami
penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alkohol
mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa alkohol dapat
menguurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebiih intens
atau sering (denham, 1995).
Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap
pasangan kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDCs
division

of

violence

prevention

melaporkan

bahwa

studi

mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat yang berlebiihan yang

dikaitkan dengan penganiayaan seksual.


Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial
(humphreeys, 1997;tyra, 1996). Transmisi antargenerasi menunjukkan
bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola yang dipelajari.
Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan

belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara
menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat.
Akan tetapi tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga
menjadi penganiayaa atau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga
faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan prilku kekerasan yang terus
ada.

Kekerasan Fisik
Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang;
memukul,

menyundut;

melakukan

percobaan

pembunuhan

atau

pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:


1. Cedera berat
2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3. Pingsan
4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan
atau yang menimbulkan bahaya mati
5. Kehilangan salah satu panca indera.
6. Mendapat cacat.
7. Menderita sakit lumpuh.
8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan

10. Kematian korban.


Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan
perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1. Cedera ringan
2. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
3. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan berat.

Kekerasan Psikis
Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian,

manipulasi,

eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk


pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman
kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa
mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal
berikut:
1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau
disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
2. Gangguan stres pasca trauma.

3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa
indikasi medis)
4. Depresi berat atau destruksi diri
5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6. Bunuh diri
Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,
eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual
dan ekonomis yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis
ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
1. Ketakutan dan perasaan terteror
2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak
3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
5. Fobia atau depresi temporer
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual berat, berupa:

1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ


seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan
atau menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara
non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya
yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat
melecehkan dan atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.

Kekerasan Ekonomi

Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan


pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas
dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang
menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak
terpenuhi kebutuhan dasarnya.
D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak,
bahkan suami.
1. Dampak pada istri :
1. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan,
susah makan dan susah tidur
3. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4. Gangguan kesehatan seksual
5. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan
kekerasan

6. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan


hilangnya gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa
merespon secara normal ajakan berhubungan seks
7. Terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan, hilangnya
rasa percaya diri, hilang kemampuan untuk berindak dan rasa tidak
berdaya
8. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
9. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, cacat
10. Trauma fisik dalam kehamilan yang berisiko terhadap ibu dan janin
11. Kehilangan akal sehat atau gangguan kesehatan jiwa
12. Curiga terus menerus dan tidak mudah percaya kepada orang lain
(paranoid)
13. Gangguan psikis berat (depresi, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi
seksual, kurang nafsu makan, kelelahan kronis, ketagihan alkohol
dan obat-obatan terlarang)
2. Dampak pada anak :
1. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3. Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
4. Meniru tindakan kekerasan yang terjadi di rumah
5. Menjadi sangat pendiam dan menghindar

6. Mimpi buruk dan ketakutan


7. Sering tidak makan dengan benar
8. Menghambat pertumbuhan dan belajar
9. Menderita banyak gangguan kesehatan
3. Dampak pada suami :
1. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
4. Dampak terhadap masyarakat
1. Siklus kekerasan akan terus berlanjut ke gerasi yang akan datang
2. Anggapan yang keliru akan tetap lestari bahwa pria lebih baik dari
wanita
3. Kualitas hidup manusia akan berkurang karena wanita tidak
berperan serta dalam aktivitas masyarakat bila wanita tersebut
dilarang berbicara atau terbunuh karena tindakan kekerasan
4. Efek

terhadap

berkurangnya

produktifitas,

kontribusi

misalnya

terhadap

mengakibatkan

masyarakat,

kemampuan

realisasi diri dan kinerja, dan cuti sakit bertambah sering


Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak
perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih,
kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi
panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan
reproduksi terganggu secara bilologis yang pada akhirnya terganggu secara
sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena
berusaha menyembunyikan bukti penganiyaan mereka.

Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil


mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau
metrohagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat
mengalami penurunan libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme.
Diseluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang mengalami
kekerasan fisik dan kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat
terjadi keguguran/abortus, persalinan immature, dan bayi meninggal dalam rahim.
Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti
hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan
pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR.
Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.
Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri
dalam rumah tangga diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi
keluarga. Dampak terhadap pola pikir istri misalnya tidak mampu berpikir secara
jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil
keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban
kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar
dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan
fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular (www.depkes.go.id).
Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini
terjadi tidak saja pada wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang
bekerja atau mencari nafkah. Seperti terputusnya akses mendadak , kehilangan
kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk tempat tinggal,
kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang lain.
E. Rentang respon marah
Patricia D. Barry (1998:140), menyatakan bahwa marah adalah suatu keadaan
yang merupakan campuran dari perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini
didasari karena emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting

dari keadaan emosional kita yang di proyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau
secara destruktif.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sundeen, 1995).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif.
Adaptif
Asertif

Maladaptif
Frustasi

Pasif

Agresif

Amuk

Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif


dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialam.
4. Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
5. Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.
F. Mitos dan Fakta KDRT
1. Isteri dipukul karena membantah, melawan suami, dan berbuat
kesalahan besar adalah hal yang wajar.
2. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan tanpa
dasar saling cinta (dijodohkan).
3. KDRT hanya terjadi pada suami yang memiliki kelainan jiwa.

4. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya


rendah.
5. KDRT terjadi karena suami yang mabuk, kalah judi, gagal dalam
pekerjaan, dan sebagainya
6. KDRT hanya dilakukan suami yang memang berperangai kasar
7. KDRT adalah persoalan perempuan Barat
8. KDRT hanya terjadi karena kedua pasangan suami-isteri yang sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing
9. Pemukulan terhadap isteri itu terjadi semata-mata karena suami lepas
kontrol atau marah
10. Pemukulan terhadap isteri tidak akan terjadi apabila suami isteri
beragama dengan baik dan taat

FAKTA
1. Suami memukul isteri karena kesalahan isteri berdasarkan standar
nilai si suami.
2. KDRT terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan dengan dasar
saling cinta.
3. KDRT dilakukan oleh suami yang normal (tidak punya kelainan jiwa).
4. KDRT banyak juga terjadi pada pasangan yang kondisi sosial
ekonominya tinggi.
5. KDRT dilakukan oleh suami yang tidak mabuk, tidak kalah judi, bahkan
sukses di dalam karir
6. KDRT dilakukan oleh suami yang mampu bergaul dengan baik dan
santun kepada semua orang
7. KDRT adalah persoalan perempuan dan laki-laki di seluruh dunia
8. KDRT justru bisa terjadi karena intens tingkat hubungan yang
melampaui standar masing-masing
9. Pemukulan terhadap isteri bisa terjadi dalam keadaan dan kondisi apa
saja
10. Pemukulan terhadap isteri justru dengan alasan diperbolehkan agama

(pengecualian untuk nusyuz, diperbolehkan dalam Islam dengan jenis


tindakan yang ditentukan (tidak menyiksa, hanya memberi pelajaran)).

G. UPAYA PEMULIHAN DAN PREVENTIF


Beberapa upaya/langkah pemulihan dan preventif terhadap kekerasan
terhadap perempuan dan KDRT adalah:
1. Dharma Wanita/BKOW atau LSM yang perduli pada perempuan
2. Membuka HOTLINE sebagai wadah curhat dan konsultasi para
korban kekerasan.
3. Mengkoordinir suatu

wadah

atau

asosiasi

para

korban

kekerasan. Wadah seperti ini mengadakan pertemuan secara rutin


untuk bertukar pikiran, berdiskusi, dan sharing tentang berbagai
masalah yangdihadapi dan bagaimana jalan keluar yang baik dari
masalah yang dihadapi oleh perempuan.
4. Menjalin hubungan keluarga yang harmonis dan terbuka antara suamiistri-anak dan keluarga lainya.
5. Menanamkan nilai-nilai agama
6. Perempuan harus berani dan tegas dalam menghadapi laki-laki
agar mereka merasa segan pada perempuan
7. Kendatipun suami dan isteri sama-sama sibuk, cobalah beri
perhatian pada anak-anak dan luangkan waktu untuk berdiskusi dan
bercanda dalam keluarga
8. Jangan menghadapi masalah dalam rumah tangga dengan emosi,
atau menaruh curiga yang berlebihan pada istri/suami.
Bila salah satu pasangan sedang marah/emosi, sebaiknya yang
lain menggunakan

ilmu

Silence

is

golden,

baru

kemudian mendiskusikannya pada saat-saat yang memungkinkan.


H. PENANGGULANGAN KDRT
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan penanggulangan
KDRT, diantaranya :
1. Memberikan kesadaran kepada ibu rumah tangga, sebagai mayoritas
korban, tentang hak yang mereka miliki
2. Memberikan pemahaman dan pengertian tentang payung hukum serta
proses hukum yang bisa dijalani.

3. Memberikan keyakinan akan adanya perlindungan dari korban KDRT


yang melaporkan masalah KDRT pada pihak yang berwenang.
4. Menyadaran pada para korban, bahwa tidak perlu malu untuk
mengekspos dan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang
berwajib
5. Memberikan kesadaran kepada kaum pria, tentang adanya batasan
wewenang yang bisa dilakukan kepada semua istri
IMPLIKASI KEPERAWATAN DALAM MASALAH KDRT
Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
Perempuan dan anak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Kekerasan tersebut
diperlukan
tindakan
kolektif
untuk
mengatasinya, memerlukan proses pendidikan yang terus menerus
untuk mensosialisasikan nilai-nilai demokratis dan penghargaan
pada hak-hak anak-anak, berusaha menegakkan undang-undang
yang melindungi anak-anak dari perlakuan sewenang-wenang
orang-orang dewasa dan membangun lembaga-lembaga advokasi
anak-anak.
2. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center,
3.

shelter dan one stop crisis center.


Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan
fisik korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus
meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan
korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan.
Perawat berperan penting dalam upaya membantu korban
kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan primer terdiri
dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya dan
pembinaan

spiritual,

upaya

pencegahan

sekunder

dengan

penerapan asuhan keperawatan sesuai permasalah-an yang


dihadapi klien, dan pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan,
pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
4. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
5. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan
korban kekerasan.

6. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak


kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk
mendampingi korban
I. Lembaga yang menangani KDRT
a) P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan
dan Anak)
adalah
pemberdayaan

pusat

pelayanan

perempuan

yang

diberbagai

terintegrasi
bidang

dalam

upaya

pembangunan,

serta

perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenisdiskriminasi dan


tindak

kekerasan,

termasuk

perdagangan

orang,

yang

dibentuk

olehpemerintah atau berbasis masyarakat, dan dapat berupa: pusat rujukan,


pusat konsultasiusaha, pusat konsultasi kesehatan reproduksi, pusat
konsultasi hukum, pusat krisis terpadu
(PKT), pusat pelayanan terpadu (PPT), pusat pemulihan trauma (trauma
center), pusatpenanganan krisis perempuan (women crisis center), pusat
pelatihan, pusat informasi ilmupengetahuan dan teknologi (PIPTEK),
rumah aman (shelter), rumah singgah, atau bentuklainnya.
Faktor yang menyebabkan wanita yang mengalami penganiayaan tetap
memilih bertahan pada hubungan tersebut
1. Keyakinan bahwa anak-anak membutuhkan sebuah keluarga dengan 2
orang tua
2. Tidak adanya dukungan financial
3. Tidak ada yempat untuk pergi
4. Keyakinan bahwa penganiayaan akan berhenti
5. Ketakutan terhadap kelangsungan hidup dirinya/anaknya
6. Ketakutan terhadap masa depan yang tidak pasti
Karakteristik personal penganiaya (else,et al, 1993.

Smith

dijulio&holzapfel, 1998)
1. Riwayat keluarga yang miskin cinta kasih sayang dan rasa aman
2. Harapan yang tidak realistis terhadap orang lain
3. Menyalahkan beberapa faktor diluar dirinya diatas semua kesalahan
yang terjadi, menyalahkan istri karena telah membuat marah
4. Menyangkal tindak kekerasan yang telah dilakukan / menyepelekan
keparahan yang terjadi

5.
6.
7.
8.

Bersikap imupulsif
Terlalu bergantung dan cemburu terhadap pasangannya
Rasa takut kehilangan pasangannya
Percaya pada supremasi pria

Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Lembaga Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (LPK2DRT)

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian.

Jika korban perempuan, bisa juga memanfaatkan keberadaan Komnas perempuan


(http://www.komnasperempuan.or.id/); dan jika akibatnya telah menjadikan anak
sebaai korbannya, bisa memanfaatkan keberadaan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (http://www.kpai.go.id).

LSM di bidang pengawasan KDRT; ataupun lembaga-lembaga lain yang ada di


daerah masing-masing yang dibentuk untuk menerima pengaduan KDRT.

J. UU PKDRT
Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004
mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang
terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, diharapkan adanya perlindungan hukum
bagi anggota keluarga khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan
dalam rumah tangga.
Asas
Berdasarkan UU PKDRT pasal 3, penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga dilaksanakan berdasarkan asas:
a.
b.
c.
d.

penghormatan hak asasi manusia


keadilan dan kesetaraan gender
nondiskriminasi
perlindungan korban

Tujuan
Berdasarkan UU PKDRT pasal 4, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
bertujuan:
a.
b.
c.
d.

mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga


melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera

Hak-Hak Korban
Berdasarkan UU PKDRT pasal 10, korban berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b.

Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis

c.

Penganganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban


d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

e.

Pelayanan bimbingan rohani.


Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan
korban dari:

a.

Tenaga kesehatan

b.

Pekerja sosial

c.

Relawan pendamping

d.

Pembimbing rohani

Kewajiban Pemerintah

Berdasarkan UU PKDRT pasal 11 dan 12, pemerintah bertanggung jawab dalam


upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus:
a.

Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga


b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga

c.

Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah


tangga
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan
dalam rumah tangga serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang
sensitive gender
Selain itu, pasal 13 menyeebutkan bahwa untuk pengelenggaraan
pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan
upaya:

a.

Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian

b.

Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani


c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program
pelayanan yang mudah diakses korban

d.

Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban


Kewajiban Masyarakat
Pasal 15 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau
mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upayaupaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

a.

Mencegah berlangsungnya tindak pidana

b.

Memberikan perlindungan kepada korban

c.

Memberikan pertolongan darurat

d.

Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan


Namun, untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan
seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang berlaku adalah delik

aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan secara langsung


kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian. Namun, korban dapat
memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan
dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian. Dalam hal korban adalah seorang
anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang
bersangkutan.
Perlindungan
UU PKDRT juga membagi perlindungan itu menjadi perlindungan yang
bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta
pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing:
a. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan
paling lama 7 (tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan
perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan. Perlindungan sementara oleh kepolisian ini dapat dilakukan
bekerja sama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan pendamping dan
pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban
KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian
dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah
diakses oleh korban.Pemerintah dan masyarakat perlu segera membangun
rumah aman (shelter) untuk menampung, melayani dan mengisolasi korban
dari pelaku KDRT. Sejalan dengan itu, kepolisian sesuai tugas dan
kewenangannya dapat melakukan penyelidikan, penangkapan dan penahanan
dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai dengan perintah penahanan
terhadap pelaku KDRT. Bahkan kepolisian dapat melakukan penangkapan dan
penahanan tanpa surat perintah terhadap pelanggaran perintah perlindungan,
artinya surat penangkapan dan penahanan itu dapat diberikan setelah 1 X 24
jam.
b. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum,
melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban

dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi korban di tingkat penyidikan,


penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan
koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja
sosial(kerja sama dan kemitraan).
c. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk
perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah
penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku
tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya
mengenai

kesanggupan

untuk

memenuhi

perintah

perlindungan

dari

pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas


pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
d. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya
pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai profesinya
wajib memeriksa kesehatan korban dan memberikan laporan tertulis hasil
pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik
kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai
kekuatan hukum sebagai alat bukti.
e. Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk
menguatkan dan memberi rasa aman bagi korban, memberikan informasi
mengenai

hak-hak

korban

untuk

mendapatkan

perlindungan,

serta

mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.


f. Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak
korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping,
mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang
dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan,
mendengarkan dan memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada
korban.
g. Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan penjelasan
mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman dan takwa kepada
korban.
Ketentuan Pidana

Pasal 44 menyebutkan bahwa :


1. Pelaku KDRT kekerasan fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
2. Jika mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
3. Jika mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat
puluh lima juta rupiah)
4. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat)bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
Pasal 45 menyebutkan bahwa :
1. Pelaku KDRT kekerasan psikis dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)
2. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah)
Pasal 46 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan seksual dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47 menyebutkan bahwa setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 48 menyebutkan bahwa KDRT seperti yang dimaksud dalam pasal


46 dan pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan
sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan ekonomi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
b. menelantarkan orang lain
Pasal 50 menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari
pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga
tertentu.

Pembuktian Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga


Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah
cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan
suatu alat yang sah lainnya. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut KUHAP,
yang diatur dalam pasal 184 adalah sebagai berikut:
1) Keterangan saksi

Menurut pasal 1 butir 26 KUHAP yang dimaksud dengan saksi adalah


orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan
dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan pengertian umum keterangan
saksi, dicantumkan dalam pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyatakan:
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari
pengetahuannya itu
2) Keterangan ahli
Pengertian umum dari keterangan ahli ini dicantumkan dalam pasal 1 butir
28 KUHAP, yang menyebutkan Keterangan ahli ialah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlakukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
3) Surat
Surat sebagaimana dimaksud pada pasal 187 KUHAP dimaksudkan adalah
surat-surat yang dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang berbentuk berita
acara, akte, surat keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai
hubungan dengan perkara yang sedang diadili. Sebagai syarat mutlak
dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat dikategorikan sebagai
suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus dibuat di atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
4) Petunjuk
Alat bukti petunjuk dalam KUHAP ditentukan dalam pasal 188,
disebutkan bahwa petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

5) Keterangan terdakwa
Alat bukti keterangan terdakwa didapatkan pada urutan terakhir dari alatalat bukti yang ada dan uraiannya terdapat dalam pasal 189 KUHAP.
Dinyatakan bahwa keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah yang termasuk ke
dalam keterangan ahli sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusa. Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik
tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.

K. PERAN PERAWAT
Perawat memiliki

peran

utama

yaitu

dalam

meningkatkan

dan

mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih


proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan
segera lakukan pemeriksaan visum)

Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi


korban
Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan
Mengantarkan korban ke tempat aman atau tempat tinggal alternative
(ruang pelayanan khusus)
Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas social. Serta lembaga social yang
dibutuhkan korban
Sosialisasi tentang Undang-Undang KDRT kepada keluarga & masyarakat.
L. ASPEK LEGAL ETIK
Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku
individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan
apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan
kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa
yang ditolak.
EtikaKeperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusankeputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).

Prinsip Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya

Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)


kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau
cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab
nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya
dan melukai perasaaan orang lain.
4. Confidentiality (hak kerahasiaan)
menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakan pasien kepada perawat.
5. Justice (keadilan)
kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri
berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
- Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil
- Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya
pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
- Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
- Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang
disepakati.
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
- Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
- Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan
kebenaran.
Pemecahan masalah etik
1, Identifikasi masalah etik

2. Kumpulkan fakta-fakta
3. Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik.
4. Buat keputusan dan uji cobakan
5. Bertindaklah, dan kemudian refleksikan pada keputusan tsb
Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan
Tercantum dalam:
- UU No. 23 tahun 1992 ttg Kesehatan
- PP No. 32 tahun 1996 ttg Tenaga Kesehatan
- Kepmenkes No. 1239 tahuun 2001 ttg Registrasi dan Praktik Perawat
Area Overlapping (Etik Hukum )
a. Hak Hak Pasien
b. Informed-consent
Hak-hak Pasien :
1.Hak untuk diinformasikan
2.Hak untuk didengarkan
3.Hak untuk memilih
4.Hak untuk diselamatkan

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Nama

: Ny.-

Usia

: 30 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan

:-

Alamat

:-

Pekerjaan

:-

Agama

:-

a. Keluhan Utama

: Istri merasa tidak kuat lagi dengan tindakan

suaminya yangsering memukulinya


B. Faktor Predisposis

Kekerasan Fisik: Suami sering memukuli istri dengan tangan atau


benda-benda disekitarnya

Kekerasan Psikis: Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali
dilontarkan pada sang istri

Seksual: Suami sering memukuli bila istri tidak memenuhi


kebutuhan suami dan terkadang suaminya sering melakukan
kekerasan dalam hubungan seksual

Kekerasan Ekonomi: Suami yang bekerja sebagai tukang becak


sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang, maka istri tidak
menerima nafkah lagi dari suaminya

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum

: - (Kaji tingkat kesadaran klien)

TTV

: - (Kaji TD, RR, HR, T)

Pemeriksaan Luka

: Terdapat luka lebam disekujur badan

Psikososial

: Klien tampak sering menangis dan

ketakutan, sering
menyendiri dan tampak murung

Status mental
Penampilan

: - (Kaji cara klien berpenampilan)

Pembicaraan : - (Kaji cara klien berbicara: cepat, keras,


gagap, inhoheren, lambat, apatis)
Aktivitas Motorik

: - (Kaji adanya tremor, gelisah,

agitasi, tengang, kompulsi)


Interaksi selama wawancara: (Kaji kontak mata, mudah
teringgung, curiga, tidak kooperatif)
Aspek Spiritual

: - (Kaji kepercayaan, nilai, moral,

dan agama yang dianut oleh anggota keluarga)

ANALISA DATA
DATA
DS : Istri mengaku sering

ETIOLOGI
Faktor penyebab KDRT

dipukuli oleh suami


dengan menggunakan

Keadaan ekonomi rendah,

tangan dan benda-benda ketergantungan ekonomi istri


disekitar

terhadap suami,

DO : terdapat luka lebam


disekujur tubuh,

Pergeseran fungsi keluarga

klien tampak sering


menangis dan ketakutan

Stress dan cemas


Perasaan terancam
Kemarahan

MASALAH
KEPERAWATAN
Ansietas

Mekanisme koping tidak


adekuat
Hubungan tidak seimbang
Antara suami dan istri
Pandangan bahwa suami
lebih berkuasa daripada istri

Tindakan dekstruktif dan


tidak asertif
Perilaku kekerasan terhadap
istri
Istri mengalami kecemasan

DS : DO : Tampak sering

Ansietas
Perilaku kekerasan terhadap

Harga diri rendah

istri

menyendiri dan
ketakutan

Pukulan dengan tangan dan

Murung.

benda
Trauma Psikis
Gangguan konsep diri :

DS : -

harga diri rendah


Perilaku kekerasan terhadap

Gangguan integritas kulit

DO : terdapat luka di

istri

sekujur tubuh
Lebam
Gangguan integritas kulit

1. Diagnosa dan Intervensi


No.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan
Tupan: integritas
1. Observasi
1. Untuk menentukan
integritas kulit kulit klien terjaga.
kondisi
intervensi
berhubungan
kulit,karakteristi
selanjutnya yang
dengan luka
Tupen: dalam 2x24
k luka, distribusi
efektif.
pukulan yang jam kulit klien
luka dan jenis
berulang
membaik, luka lebam
luka
ditandai
sedikit-sedikit
2. Menghindari
2.
kaji
penyebab
dengan luka
hilang,klien tidak
terjadinya infeksi.
semua
luka
lebam seluruh mengeluh kesakitan
3. Air dingin
tubuh
mengurangi nyeri
3. Kompres dengan
dan mempercepat
menggunakan
penyembuhan
air es/air dingin
4. Berikan
perawatan kulit 4. Menjaga
kelembaban kulit.
(lotion).
5. Agar tidak
mengiritasi kulit
5. Pertahankan
ketika menggaruk
kuku
tetap
kulit.
pendek.
6. Menjaga kulit dari
gesekan antara kulit

6. Gunakan
pakaian
longgar

2.

Ansietas b.d
koping
individu tid
efektif d.d
klien tampak
sering
menangis dan
ketakutan

Tujuan
Umum:
Klien dapat
mengurangi
ansietasnya sampai
tingkat sedang atau
ringan.
Khusus:
Klien percaya
terhadap perawat,
ketakutan mulai
menghilang dan
tampak tegar
menghadapi
masalahnya.

dan pakaian.
yang
7. mempercepat
penyembuhan luka

7. perhatikan
jadwal istirahan
klien
1. Sapa klien
1. menciptakan kesan
dengan ramah,
yang baik di awal
baik verbal
pertemuan
maupun
nonverbal
(lakukan
komunikasi
terpetik)
2. menghilangkan
2. Yakinkan klien
kecurigaan klien
dalam keadaan
pada perawat
aman dan
perawat siap
menolong dan
mendampinginy
a
3. Yakinkan
3. klien lebih mudah
bahwa
untuk terbuka
kerahasiaan
klien akan tetap
terjaga
4. Keterbukaan dan
4. Tunjukkan
meningkatkan
sikap terbuka
rasa percaya klien
dan jujur
terhadap perawat
5. meningkatkan
kepercayaan dan
5. Perhatikan
kerjasama klien
kebutuhan dasar
sehingga lebih
dan beri
memudahkan
bantuan untuk
perawat dalam
memenuhinya
memberikan
intervensi
6. Kondisi
6. Kurangi

stimulus
lingkungan dan
batasi interaksi
klien dengan
klien lain.
7.
disku
sikan semua
masalah yang
dialami klien

8.

lingkungan dapat
memengaruhi
tingkat ansietas
7. menurunkan
ansietas dan
membuka jalan
penyelesaian
masalah klien
8. penjelasan dan
respon positif
dapat
mengurangi
ansietas.

berik
an penjelasan
dan respon
positif terhadap
masalah klien
1.

3.

Gangguan
Konsep diri:
harga diri
rendah b.d

1.
2.

d.d klien
tampak sering
menyendiri
dan murung 3.
4.

5.

tujuan umum: 1. Berikan


perhatian dan
konsep diri
penghargaan
baik dan mampu
positif terhadap
mengkomunikasika
klien
n perasaannya.
2. Dengarkan klien
dengan empati :
khusus:
berikan
kesempatan
Membina
bicara (jangan di
hubungan saling
buru-buru),
percaya.mampu
tunjukkan
perawat
Menyebutkan
mengikuti
penyebab menarik
pembicaraan
diri,melakukan
klien.
hubungan sosial
3. Bicara dengan
secara bertahap,
klien penyebab
klien perawat,
sering
klien kelompok,
mengendiri.
klien keluarga.
4. Diskusikan

1.memberikan rasa
nyaman klien terhadap
perawat

2.meningkatkan hub
trust antara perawat
dan k lien

3.mengetahui apa yang


dipikirkan klien
mengenai masalahnya

1.

akibat yang
dirasakan dari
menarik diri.
5. Diskusikan
keuntungan
berinteraksi
dengan orang
lain.

6. Bantu klien
mengidentifikasi
kemampuan
yang dimiliki
klien untuk
bergaul.
7. Lakukan
interaksi sering
dan singkat
dengan klien
8. Motivasi /
temani klien
untuk
berinteraksi
dengan orang
yang dipercaya
dan mampu
membantu
permasalahan
klien
9. Bantu klien
melakukan
aktivitas hidup
sehari-hari
dengan interaksi.
10. Fasilitas
hubungan klien

4.memberikan
pengetahuan dan
motivasi yang bisa
memperbaiki konsep
diri klien
5.mendorong
terjadinya interaksi
dengan orang lain

6. Kemampuan klien
mengidentifikasi
penyebab menarik diri
akan meningkatkan
kesadaran dan
kerjasama klien
7.interaksi singkat dan
sering melatih klien
berani berinteraksi
dengan yang lain
8.dapat membantu
permasalahan klien

9.Berkenalan /
berkomunikasi dengan
orang-orang di sekitar
klien membantu klien
untuk memulai
hubungan sosial

10.Keluarga
dengan keluarga merupakan bagian
secara terapeutik. terdekat klien yang
sangat berperan dalam
11. Diskusikan
upaya peningkatan
dengan klien
kesehatan klien
setiap selesai
11.Pengetahuan
interaksi atau
perawat mengenai
kegiatan
kondisi klien dalam
berhubungan social
memudahkan perawat
dalam mengukur
keberhasilan intervensi
12.Pujian atas
12. Beri pujian
pengungkapan
terhadap
perasaan membuat
kemampuan
merasa dihargai
klien
mengungkapkan sehingga semakin
termotivasi
perasaannnya

Step7 (reporting)
1

Definisi

KDRT adalah kekerasan yan dilakukan di dalam rumah tangga oleh istri
atau suami sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan seksual,
psikologis, dan fisik.

KDRT adalah ancaman fisik yang mengakibatkan perampasan kemerdekaan

Etiologi

Sisi mikro: keteladanan orang tua sperti sompan santun, kasih sayang,
kepemimpinan otoriter, rendahnya pemahaman fungsi masing-masing, unsur
kegoan (menang dan benar sendiri), rendah interaksi.

Sisi makro: pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan


pembatasan dibidang ekonomi, beban mengasuh anak pada perempuan tidak
bekerja, konsep wanita sebagai hal milik laki-laki menurut hukum, orientasi
peran pada laki-laki.

Faktor biologis: hormon pria lebih agresif , neurotransmiter yang berkaitan


yaitu serotonin, dopamin, asetilkoli, norepinefrin.

Masa kanak-kanak tidak menyenangkan

Faktor secara teoritis: biologis (hipotosis hormon pria lebih agresif),frustasi


(menyerang sumber organ lain), kontrol.

Fakor secara empiris: kurangnya komunikasi, ketergantungan ekonomi,


ketidakmampuan mencari solusi.

Faktor internal yaitu gangguan ketidak seimbangan neurotransmiter yang


meneybabkan sikap agresif pada individu.

Sistem ekonomi pada keluarga, hilangnya harga diri, belum siap menikah,
kekerasan di dalm lingkungan.pandangan di dalam keluarga kekerasan
dianggap sebagai pemecah masalah kdrt.

Bentuk KDRT

Kekerasan fisik seperti membakar menikam,

Kekerasan psikis menyebabkan tergangguanya psikis sang istri


Kekerasan psikis berat yang menyebabkan gangguan tidur, depresi berat
Kekerasan psikis ringan yang mengakibatkan ketakuatan, gsngguan makan.

Seksual pemaksaan hubungan seksual, berat yaitu perlakuan yang tidak


diinginkan korban,ringan yaitu pelecehan melalui verbal.

Ekonomi seperti memaksa korban bekerja, tidak berdaya secara ekonomi.

Penelantaran

Dampak

Fisik bisa mengakibatkan trauma fisik berat bahkan kematian, saat hamil
beresiko pada ibu dan janin, meningkatkan angka kesakitan.

Psikologis: cemas, sulit tidur, pada anak akan menimbulkan perilaku


kekerasan di usia nanti.

Produktivitas: rasa takut dan terancam,mimpi buruk, konsentrasi menurun.


Tidak hamil:ggmenstruasi, menopause lebih awal, penurunan libido
Hamil: bayi yang dilahirkan cacat fisik,nyeri haid, pola pikir terganggu, sulit
percaya,paranoid, rasa malu memukul, menggigit,berdebat,tekanan mental,
IMS.
Pada

suami:

TD

meningkat,mudah

dan

nadi

tersingguang,

meningkat,
perilaku

mual,
agresif

frekuensi
pasif,

BAB
sinis,

kasar,peberontakan,isolasi diri, perasaan tidak berdaya, ambivalensi,stress


sakit kepala, kemungkinan bunuh diri/membunuh orang lain,konstipasi
akibat dari , rangsangan saraf simpatis, sesak nafas.

lingkungan:ancaman
kerja jantung
5

metabolisme

meningkat energi

meningkatkan

TD meningkat

Rentan Respon marah


Aserif-frustasi (merasa gagal dalam tujuan)-pasif (diam)-agresif (tindakan
destruktif,terkontrol)-amuk (tidak terkontrol.

Pencegahan

Wajib mengamalkan agama,komunikasi

Dialog komunikasi-penyelesaian masalah

Primer-promkes-peningkatan kesadaran masyarakat,perlindungan khusus

Sekunder-diagnosa dini dan segera skrining, konsultasi keluarga .

Tersier-rehabilitasi pada anak dan keluarga yang terlibat yaitu individu dan
lingkungan, saling percaya, seorang istri harus mengontrol keuangan
keluarga

Siklus kdrt, harapan, konflik-tidak ada respon baik-kekerasan- minta maafbulan madu semu

Memberi penjelasan hak tentang hak istri, pada pria tentang wewenang pada
istri.

Bila ada yang emosi maka pecahkan pada waktu tenang

Tanda-tanda KDRT
Isolasi sosial- perilaku merahasiakan masalah

Pengguanaan alkohol= 50-90%pria melakukan KDRT, dipengaruhi oleh zatzat terlarang.


Kekuasaan dan kontrol
Trnsmisi dilakukan oleh generasi berikutnya.

Penanganan

Istri dan suami melakukan dialog

Laporkan keluarga yang dilanggar

Lakukan forum

Memberikan sanksi

Membawa koran ke dokter

Mendorong koraban dan pelaku untuk memohon diri

Menurunkan kasus KDRT

Anti kekerasan pada wanita

Kesetaraan gender

Cari orang yang dapat dipercaya

Minta bantuan pada lembaga (LSM, komnas perempuan, komnas HAM,


P2TP2)

Menyiapkan obat-obatan

Laporkan ke polisi

Penangana sangat kompleks dan terdiri dari personal-spiritual-kesiapan


memberikan hak dan kewajiban suami

Masyarakat mengontrol KDRT

Pera negara,penyedia harapan kerja- tergantung tingkat pendidikan,


perbaikan sistem ekonomi istri.

Mitos KDRT

Istri dipukul karena membanta pada suami

KDRT yang terjadi karena atas dasar tanpa saling mencintai

KDRT terjadi kaena suami gangguan jiwa

KDRT terjadi kebanyakan pada sosial ekonomi yang rendah

KDRT terjadi karena suami yang mabuk, kalah judi

Pemukulan pada istri tidak terjadi bila taat pada agama

KDRT meruakan persoalan berat

KDRT terjadi saat suami lepas kontrol

Pihak perempuan memprovokasi.

10 UU dan lembaga yang menangani KDRT

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1997). Diagnosa Keperawatan : buku saku. Edisi


6. Jakarata : EGC.

Efendi, Ferry; Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G. W. dan laraia, M. T.2005. Principle and Practice ofpsychiatric Nursing.
7th edition. St. Louis: Mosbyyear book.
Yosep, I. 2000.Keperawatan Jiwa. edisi revisi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Bobak, Irene M. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,
%20M.Pd.,MA.%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM
%20RUMAH%20TANGGA%28Final%29.pdf
http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/07/uu-no-23-2004pkdrt-indonesia.pdf
http://mogerr-bwubaloks.blogspot.com/2011/10/askep-pk-rumah-tangga-kdrt.html
Http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/05/mitos-dan-fakta -tentangkdrt-133841.html

Anda mungkin juga menyukai