Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK

‘’ TEORI DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


MATERNAL-INFANT “

Oleh :

SAKA ADHIJAYA PENDIT


SUCI HARTATIK

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya maka
kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul teori dan konsep keperawatan
komunitas maternal dan infant. Makalah ini dibuat untuk memenuhi penugasan mata ajar
Komunitas lanjut I Program Pascasarjana Keperawatan Peminatan Keperawatan
Komunitas.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini, Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan pihak yang
membantu. Penulis juga menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya.. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat berarti bagi kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.

Jakarta, Maret 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan Ibu mencakup kesehatan wanita dalam usia subur, termasuk
kesehatan mereka ddalam periode kehamilan, mereka yang tengah
mengandung, dan kesehatan mereka yang menyusui anaknya. Pengaruh
kehamilan dan persalinan pada wanita merupakan indicator penting kesehatan
mereka. Kehamilan dan persalinan dapat mengakibatkan masala kesehatan yang
serius. Angka kematian Ibu merupakan ukuran sehat-sakit yang paling buruk
untuk Ibu hamil. Mortalitas (kematian) ibu didefinisikan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai “ kematian ibu saat mengandung atau dalam 42
hari setelah kehamilan berakhir, mengeyampingkan durasi dan lokasi bayi
dalam rahim, dari penyebab apapun yang berkaitan dengan atau diperburuk oleh
kehamilan dan penatalaksanaannya. Angka kematian ibu merupakan jumlah ibu
yang meninggal per 100.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. Jumlah
kelahiran hidup digunakan sebagai penyebut karena jumlah total ibu hamil tidak
diketahui. Saat ini, sebagian besar kematian ibu terjadi akibat Hemoragi,
Hipertensi terinduksi kehamilan, embolisme, infeksi dan kondisi terkait
anestesi.
Kesehatan Bayi tergantug pada beberapa factor, yang mencakup
kesehatan ibu dan perilaku kesehatannya sebelum kehamilan, tingkat
keikutsertaannya dalam pelayanan prenatal, mutu persalinannya dan lingkungan
bayi setelah lahir. Kesehatan bayi juga bergantug pada gizi yang benar dan
bentuk pengasuhan dilingkungan rumah. Kematian bayi (mortalitas bayi)
merupakan kematian anak usia kurang dari satu tahun. Angka kematian bayi
didefinisikan sebagai jumlah kematian anak kurang dari 1 tahun per 1000
kelahiran hidup. Beberapa penyebab utama kematian bayi yaitu : anomaly
congenital, Kurang bulan/BBLR, SIDS, Komplikasi Kehamilan, Sindrom
Gawat Nafas, Plasenta/Komplikasi tali Plasenta, Infeksi, Kecelakaan,
Hipoksia/Asfiksia Lahir, Pneumnia/Influenza.
Kemajuan dalam menurunkan angka kematian Ibu dan Bayi sebagian
besar disebabkan oleh meningkat dan membaiknya praktek persalinan dan
Perawatan Obstetrik. Namun Demikian, tatangan tetap ada bahwa kematian ibu
hamil dan bayi, ini dapat dicegah dengan cara meningkatakan preventif dan
promotif di masyarakat dengan memberikan asuhan keperawatan pada
kelompok dimasyarakat.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui teori maternal dan infant
2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan komunitas pada maternal dan infant
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori Maternal – Infant


1. Maternal
Perawatan pasca natal setelah hamil adalah focus utama dalam praktik
keperawatan. Perawat dapat membantu ibu selama waktu masa kritis ini dengan
memberikan penyuluhan, mengobservasi dan mendukung ibu beserta keluarga
melalui proses normal yang biasa ini. Suatu kontribusi yang signifikan dari
perawat adalah identifikasi dini risiko masalah kehamilan yang ada.
Kategori faktor-faktor risiko tinggi :
1. Factor-faktor biologis :
a. Pertimbangan genetic. Factor –faktor genetic dapat mengganggu
perkembangan normal neonates atau janin, menyebabkan anomaly
kogenital, atau menciptakan kesulitan untuk ibu. Factor- factor ini
meliputi gen yang mengalami defek, gangguan yang dapat
diturunkan dan anomaly kromosom, kehamilan multiple, ukuran
janin yang besar dan inkompatibilitas ABO.
b. Status Nutrisi. Tanpa nutrisi yang adekuat janin tidak akan tumbuh
dan berkembang dengan normal. Nutrisi yang adekuat merupakan
salah satu determinan paling penting yang menentukan hasil akhir
kehamilan.
c. Gangguan medis dan Obstetri. Komplikasi kehamilan saat ini dan
kehamilan terdahulu, penyakit-penyait obstetric dan keguguran
membuat klien berisiko.
2. Factor-faktor psikologis
a. Merokok. Terdapat hubungan sebab akibat yang kuat dan konsisten
antara ibu merokok dan penurunan berat badan lahir. Risiko
merokok meliputi berat bayi lahir rendah, angka mortalitas neonates
yang tinggi, peningkatan aborsi spontan dan peningkatan insidensi
rupture membrane.
b. Kafein. Asupan kafein yang tinggi ( tiga cangkir kopi atau lebih
setiap hari) berhubungan dengan sedikit penurunan berat badan
lahir.
c. Alkohol. Alcohol memberikan efek negative pada janin sehingga
menyebabkan sindrom alcohol janin, efek alcohol janin,
ketidakmampuan belajar dan hiperaktifitas.
d. Obat-obatan. Dapat bersifat teratogenik menyebabkan gangguan
metabolic, menimbulkan efek kimiawi, mengakibatkan depresi dan
gangguan susunan saraf usat.
e. Status Psikologis. Factor risiko ini meliputi kondisi-kondisi seperti
gangguan kondisi gangguan intrafisik yang spesifik dan gaya hidup
ketergantungan, riwayat penganiayaan anak atau penganiayaan
pasangan, system pendukung yang tidak adekuat, kerusakan atau
tidak adanya solusi dalam keluarga, perubahan atau konflik peran
ibu, ketidakpatuhan terhadap norma-norma budaya, praktik
keagamaan, etnik dan budaya yang tidak aman, krisis situasional.
3. Factor-faktor Sosiodemografi
a. Pendapatan yang rendah. Kemiskinan mencetuskan banyak factor
risiko lain dan menyebabkan tidak adekuatnya sumber-sumer
financial untuk makanan dan perawatan prenatal, buruk kesehatan
secara umum, meningkatnya risiko komplikasi medis kehamilan dan
lebih tingginya prevalensi pengaruh lingkungan yang merugikan.
b. Kurangnya perawatan prenatal. Kegagalan untuk mendiagnosis dan
mengobati komplikasi secara dini merupakan factor risiko utama
yang muncul akibat hambatan financial atau akses yang kurang
untuk mendapatkan perawatan, depersonalisasi system yang
menyyebabkan lamanya waktu tunggu, adanya kunjungan rutin,
variabilitas personal perawatan kesehatan dan lingkungan fisik yag
tidak menyenangkan, kurangnya pemahaman tentang kebutuhan
akan perawatan dini dan bersinabungan atau keyakinan budaya yang
tidak mendukung kebutuhan.
c. Usia. Remaja (kurang dari 15 tahun) komplikasi lebih banyak
terlihat pada kehamilan dengan remaja, yang memiliki angka
kematian 60% lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
berusia lebih dari 20 tahun, dan kehamilan yang terjadi kurang dari
tiga tahun setelah menarche. Komplikasi ini meliputi : anemia,
hipertensi yang diinduksi kehamilan , persalinan yang lama, serta
kontraksi pelvis dan disproposi sefalopelvis.
Ibu yang teah matang, risiko masalah kehamilan yang akan muncul
yaoitu Hipertensi (KIH), diabetes, persalinan yang lama, melahirkan
secara section caesarea, plasenta previa, abruption plasenta dan
mortalitas.
d. Paritas. Jumlah kehamilan terdahulu merupakan factor risiko yang
terkait dengan usia dan melibatkan semua kehamilan pertama
dimasa usia subur awal maupun dimasa usia subur akhir.
e. Status pernikahan. Peningkatan angka mortalitas dan morbiditas
pada wanita yang tidak menikah memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami KIH, seringkali dihubungkan dengan perawatan
prenatal yang tidak adekuat dan usia subur yang lebih muda.
f. Tempat tinggal. Ketersediaan dan kualitas perawatan prenatal sangat
bervariasi tergantung pada tempat tinggal secara geografis. Wanita
yang tinggal diperkotaan lebih sering melakukan kunjungan prenatal
dibandingkan dengan wanita yang tinggal dipedesaan, yang
memiliki lebih sedikit kesempatan untuk memperoleh perawatan
khusus sehingga mereka memiliki insidensi kematian yang lebih
besar.
4. Faktor-faktor lingkungan
Berbagai subsansi lingkungan dapat mempengaruhi kesburan dan
perkembangan janin, kesempatan untu melahirkan bayi hidup dan
perkembangan mental dan fisik anak selanjutnya. Pengaruh lingkungan
meliputi infeksi, radiasi, zat-zat kimia seperti pestisida, obat-obatan
terapeutik, obat-obatan terlarang, polutan industry, asap rokok, stress,
dan diet. (Stanhope, 2008)

2. Keperawatan pada Ibu Hamil dan bayi di Komunitas


Perawatan pada ibu hamil dan bayi bersifat preventif care untuk
mencegah terjadinya masalah kurang baik bagi ibu agar dapat melalui
persalinan dengan sehat dan aman, di perlukan kesiapan fisik dan mental ibu
sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal karena dengan
keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan
janin yang di kandungnya ( Departemen Kesehatan RI, 2007)
Tujuan pelayanan adalah :
a. Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesejahteraan ibu dan tumbuh
kembang janin.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental serta sosial ibu
dan bayi.
c. menemukan secara dini adanya masalah/gangguan dan kemungkinan
komplikasi yang terjadi selama kehamilan.
d. Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat baik ibu maupun
bayi, dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI Eksklusif berjalan
normal.
f. Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik dalam
memelihara bayi agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal.

3. Pelayanan Kesehatan pada Ibu Hamil dan bayi di Komunitas


Pelayanan kelompok khusus di masyarakat, dilakukan melalui
kelompok – kelompok yang terorganisir dengan melibatkan peran serta aktif
masyarakat, melalui pembentukan kader kesehatan diantara kelompok tersebut,
yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan oleh puskesmas . Selain itu,
pembinaan pada kelompok ibu hamil dapat dilakukan melalui Posyandu.
Keperawatan komunitas mencakup berbagai bentuk upaya pelayanan
kesehatan baik upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative maupun
resosialitatif.
a. Upaya promotif untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dengan melakukan
kegiatan penyuluhan kesehatan, peningkatan gizi, pemeliharaan kesahatan
perorangan, pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga teratur, rekreasi dan
pendidikan reproduksi.
b. Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan
terhadap ibu hamil melalui puskesmas dan kunjungna rumah, pemberian
vitamin A, iodium, ataupun pemeriksaan kehamilan.
c. Upaya kuratif bertujan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau
masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit di rumah, perawatan
rumah sakit sebagai tindak lanjut daari puskesmas atau rumah sakit, perawatan
ibu hamil dengan kondisi patologis, perawatan payudara, ataupun perawatan tali
pusa bayi baru lahir.
d. Upaya rehabilitative atau pemulihan terhadap pasien yang di rawat di rumah
atau kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC, kusta
dan cacat fisik lainnya melalui kegaiatan latihan fisik pada penderita.
e. Upaya resosiatatif adalah upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat
yang karena penyakitnya di kucilkan oleh masyarakat seperti penderita AIDS,
kusta dan wanita tuna susila ( Effendy 1998).

4. Peran Perawat dalam Komunitas ibu Hamil


Peran perawat kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan
penyuluh kesehatan serta pelaksana konseling keperawatan kepada kelompok
khusus ibu hamil danbayi merupakan bagian dari ruang lingkup promosi
kesehatan. Berdasarkan peran tersebut, perawat kesehatan masyarakat
diharapkan dapat mendukung kelompok khusus balita mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Peran perawat komunitas pada kelompok khusus ibu
hamil dan bayi:
a. Care Provider / Pelaksana Pelayanan Keperawatan. Peranan utama perawat
komunitas yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan kepada Ibu hamil
dan bayi, baik itu balita dalam kondisi sehat maupun yang sedang sakit.
b. Health Educator / Pendidik Perawat sebagai pendidik atau penyuluh,
memberikan pendidikan atau informasi kepada keluarga yang berhubungan
dengan kesehatan ibu hamil dan bayi. Diperlukan pengkajian tentang
kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam
penyuluhan atau pendidikan kesehatan ibu hamil dan bayi. Dari hasil
pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien dan
informasi apa yang dibutuhkan.
c. Konselor. Perawat dapat menjadi tempat bertanya atau konsultasi oleh
orangtua yang mempunyai bayi untuk membantu memberikan jalan keluar
berbagai permasalahan kesehatan bayi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Health Monitor / Pemantau Kesehatan. Perawat ikut berperan memantau
kesehatan balita melalui posyandu, puskesmas, atau kunjungan rumah.
Pemantauan ini berguna untuk mengetahui dinamika kesehatan ibu hamil
ddan bayi terutama pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga jika
terjadi masalah kesehatan dapat dideteksi sejak dini dan diatasi secara tepat
dengan segera.
e. Coordinator of service / Koordinator Pelayanan Kesehatan . Pelayanan
kesehatan merupakan kegiatan yang bersifat menyeluruh dan tidak terpisah-
pisah. Perawat juga dapat berperan sebagai pionir untuk mengkoordinir
berbagai kegiatan pelayanan dimasyarakat terutama kesehatan ibu hamil
dan
bayi dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya.
f. Inovator / Pembaharu. Tidak seluruhnya masyarakat mempunyai bekal
pengetahuan mengenai kesehatan ibu hamil dan bayi. Perawat disamping
memberikan penyuluhan juga dapat menjadi pembaharu untuk merubah
perilaku ibu yang sedang hamil atau memiliki bayi di suatu wilayah
, misalnya budaya yang tidak sesuai dengan perilaku sehat.
g. Role Model / Panutan. Perawat sebagai salah satu tenaga medis dipandang
memiliki ilmu kesehatan yang lebih dari profesi lainnya di luar bidang
kesehatan. Oleh sebab itu akan lebih mulia bagi perawat untuk
mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat
memberikan contoh baik, misalnya memberi contoh tata cara merawat bayi
baru lahir serta perawatan pasca partum dirumah.
h. Fasilitator. Perawat menjadi penghubung antara masyarakat dengan unit
pelayanankesehatan dan instansi terkait, melaksanakan rujukan.

5. Upaya Pemerintah Indonesia dalam penanganan masalah kesehatan Ibu


dan Anak
a) Kelas Ibu Hamil
Pemerintah Indonesia sejak tahun 2010, telah mengadakan program kelas
ibu hamil di tingkat Puskesmas. Tujuan akhir dari program ini adalah
tercapainya kepuasan ibu nifas. Pelaksanaan kelas ibu hamil diberikan
pendidikan perawatan diri saat hamil (kesiapan menghadapi kehamilan,
hubungan suami istri selama kehamilan, obat yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi oleh ibu hamil, tanda bahaya kehamilan), persalinan (tanda –
tanda persalinan, tanda bahaya persalinan dan proses persalinan), perawatan
nifas (cara menyusui eksklusif, bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas,
tanda bahaya dan penyakit ibu nifas) dan bayi baru lahir (perawatan bayi
baru lahir, pemberian vitamin K pada bayi baru lahir, tanda bahaya bayi
baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan pemberian imunisasi
pada bayi baru lahir) dengan usia kandungan ibu antara 4 minggu s/d 36
minggu (menjelang persalinan) (Depkes, 2011).

b). Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan Pemeriksaan Pasca


Melahirkan (PNC)
1. Antenatal Care (ANC)
Pemeriksaan Antenatal Care adalah suatu program yang terencana
berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan
memuaskan (Mufdillah, 2009).
Menurut WHO (2010) Antental Care adalah pengawasan sebelum
persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam rahim. Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan
integrasi pelayanan antenatal rutin dengan beberapa program lain yang
sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas Departemen Kesehatan,
yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan antenatal.
Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal
terintegrasi meliputi :
a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
i. Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan
(PAGIN) (Depkes RI, 2009)
Tujuan asuhan ANC yaitu :
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu
dan tumbuh kembang bayi
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan
sosial ibu dan bayi
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi
yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit
secara umum, kebidanan dan pembedahan
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan
selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin
e. Mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal

Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa


mengancam jiwanya. Wanita hamil memerlukan sedikitnya empat
kali kunjungan selama periode antenatal yang terdiri dari:
1. Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14
– 28).
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28
– 36 dan sesudah minggu ke 36). Perlu segera memeriksakan
kehamilan bila dirasakan ada gangguan atau bila janin tidak
bergerak lebih dari 12 jam.
Dalam penerapan pelayanan ANC, menurut Badan
Litbangkes Depkes RI, standar minimal pelayanan ANC
adalah “14T” yaitu :
1. Tanyakan dan mengapa ibu dengan ramah
2. Tinggi badan dan berat badan ditimbang
3. Temukan kelainan/periksa daerah muka dan leher (gondok,
vena jugularis externa), jari dan tungkai (edema), lingkaran
lengan atas, panggul (perkusi ginjal) dan reflek lutut
4. Tekanan darah diukur
5. Tekan/palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara,
senam payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI
6. Tinggi fundus uteri diukur
7. Tentukan posisi janin (Leopald I – IV) dan detak jantung janin
8. Tentukan keadaan liver dan limpa
9. Tentukan kadar Hb dan periksa lab (protein dan glukosa urin),
sediaan vagina, dan VDRL sesuai indikasi
10. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe) dan penyakit
lainnya sesuai indikasi
11. Tetanus toxoid imunisasi
12. Tingkatan kesegaran jasmani dan senam hamil
13. Tingkatan pengetahuan ibu hamil (penyuluhan)
14. Temu wicara konseling

2. Post Natal Care (PNC)


Pemeriksaan bayi baru lahir dan ibu pasca persalinan sangat
penting untuk memastikan kesehatan dan keselamatan bayi dan ibu,
terutama pada masa nifas awal yaitu setelah kelahiran bayi dan
selama 7 (tujuh) hari pertama setelah melahirkan. Tujuan
pemeriksaan pasca persalinan (PNC) adalah:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi
masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi
pada ibu maupun bayinya
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan
kesehatan diri, nutrisi, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Kunjungan pada masa nifas dilakukan minimal 4 kali yang
tujuannya dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan
untuk mencegah, mendeteksi serta menangani masalah-masalah
yang terjadi.
1. Kunjungan I
Dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Tujuannya :
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk
jika berlanjut
c. Memberi konseling pada ibu atau keluarga untuk mencegah
perdarahan akibat atonia uteri
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi
g. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal
dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil atau
sehat
2. Kunjungan II
Dilakukan 6 hari setelah persalinan. Tujuannya :
a. Memastikan involusio uterus berjalan atau normal, uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
c. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
menunjukkan tanda-tanda ada penyulit
d. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat
e. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan perawatan bayi sehari-
hari.
3. Kunjungan III
Dilakukan 2 minggu setelah persalinan. Tujuannya :

a. Memastikan involusi uterus berjalan lancar atau normal,


uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
c. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
menunjukkan tanda-tanda ada penyulit
d. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan
istirahat
e. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan perawatan bayi sehari-
hari
4. Kunjungan IV
Dilakukan 6 minggu setelah persalinan. Tujuannya :
a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau
bayI alami
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini

c). PONED (Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar)


PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri
Neonatus Essensial Dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk
dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh
memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan tim PONED
Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih. Pelayanan Obstetri
Neonatal Esensial Dasar dapat dilayani oleh puskesmas yang
mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penangan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Puskesmas PONED
merupakan puskesmas yang siap 24 jam, sebagai rujukan antara
kasus-kasus rujukan dari polindes dan puskesmas. PONED diadakan
bertujuan untuk menghindari rujukan yang lebih dari 2 untuk
memutuskan mata rantai rujukan itu sendiri.

d). EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival)


Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan RI meluncurkan
program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival,
bekerja sama dengan USAID dengan kurun waktu 2012 – 2016,
yang diluncurkan 26 Januari 2012 sebagai salah satu bentuk
kerjasama Pemerintah Indonesia dengan USAID dalam rangka
percepatan penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir di 6 provinsi
terpilih yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Banten,
Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menyumbangkan kurang lebih
50 persen dari kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Upaya yang akan dilaksanakan adalah dengan peningkatan
kualitas pelayanan emergensi obstetri dan neonatal dengan cara
memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai dampak
besar pada penurunan kematian dan tata kelola klinis (clinical
governance) diterapkan di RS dan Puskesmas. Upaya lain dalam
program EMAS ini dengan memperkuat sistem rujukan yang efisien
dan efektif mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar di
Puskesmas sampai ke RS rujukan di tingkat kabupaten/kota.
Masyarakat pun dilibatkan dalam menjamin akuntabilitas dan
kualitas fasilitas kesehatan ini. Untuk itu, program ini juga akan
mengembangkan mekanisme umpan balik dari masyarakat ke
pemerintah daerah menggunakan teknologi informasi seperti media
sosial dan SMS gateway, dan memperkuat forum masyarakat agar
dapat menuntut pelayanan yang lebih efektif dan efisien melalui
maklumat pelayanan (service charter) dan Citizen Report Card.

e). Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)


P4K adalah suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa
dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan
masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan
persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil, termasuk
perencanaan dan penggunaan KB pasca persalinan dengan
menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka
meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan
bayi baru lahir.
Tujuan dari P4K yaitu meningkatnya cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan bayi baru lahir melalui
peningkatan peran aktif keluarga dan masyarakat dalam
merencanakan persalinan aman dan persiapan menghadapi
komplikasi dan tanda bahaya kebidanan bagi ibu sehingga
melahirkan bayi yang sehat.
Adapun tahap kegiatan dari P4K adalah :
1.Orientasi P4K dengan Stiker
2.Sosialisasi
3.Operasionalisasi P4K dengan Stiker di tingkat desa:
 Manfaatkan pertemuan TAHAP KEGIATAN P4K:
 Mengaktifkan Forum Peduli KIA
 Kontak dengan ibu hamil dan keluarga dalam pengisian
stiker
 Pemasangan stiker di rumah ibu hamil
 Pendataan jumlah ibu hamil di wilayah desa
 Pengelolaan donor darah dan sarana transportasi/ambulans
desa
 Pembuatan dan Penandatanganan Amanat Persalinan
4.Rekapitulasi pelaporan
5.Forum Komunikasi

f) Safe Motherhood (gerakan sayang ibu)


Pada dasawarsa terakhir ini, dunia internasional nampaknya benar-
benar terguncang. Bagaimana tidak jika setiap tahun hampir sekitar
setengah juta warga didunia harus menemui ajalnya karena persalinan.
Dan nampaknya hal ini menarik perhatian yang cukup besar sehingga di
lakukannya berbagai usaha untuk menanggulangi masalah kematian ibu
ini.
Usaha tersebut terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan
oleh organisasi internsional misalnya program menciptkan kehamilan
yang lebih aman (making pregnanci safer program) yang dilksanakn
oleh WHO (World Health Organisation), atau program gerakan sayang
ibu (safe Motherhood Program) yang dilaksanakan di Indonesia sebagai
salah satu rekomendasi dari konferensi internasional di Mesir, Kairo
tahun 1994. Selain usaha- usaha tersebut, ada pula beberapa konferensi
internasional yang juga bertujuan untuk menurunkan angka kematian
ibu seperti Internasional Conference on Population and Development, di
Cairo, 1994 dan the World Conference on Women, di Beijing, 1995.
(Rahima; Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak- hak
perempuan, 2001).
Pemerintah indonesia dan UNICEF telah membuat kesepakatan
untuk menurunkan tingkat kematian ibu di indonesia yang merupakan
prioritas nomer satu dalam persetujuan kerjasamanya. Aus AID
mendanai program Safe Motherhood di empat provinsi dengan tingkat
kematian ibu yang tinggi dan tidak dapet ditolerir, yaitu Jawa Barat,
Banten, Maluku, dan Papua. Menaggapi tingginya tingkat kematan ibu
melahirkan di provinsi- provinsi tersebut, program safe motherhood
ditujukan untuk memperkuat kapasitas masyarakat dan dinas- dinas
pemerintah di tingkat kabupaten dan yang lebih rendah, sehingga dapat
mengurangi tingkat kematian ibu, bayi dan balita.
Program safe motherhood bertujuan untuk mengurangi tingkat
kematian ibu melahirkan di empat provinsi diatas dengan cara:

a. meningkatkan mutu dari, dan akses ke, pelayanan perawatan


kesehatan ibu dan bayi.
b. Mendukung jangkauan dan kapasitas bidan didesa dan dukun bayi.
c. Memberdayakan masyrakat untuk mengenali kesulitan- kesulitan
selama masa kehamilan dan persalinan agar dapat mengambil
tindakan tepat guna membantu ibu dan bayi.
d. Memperkuat kapasitas pemerintah daerah dalam merencanakan,
melaksanakan, mengelola dan mengawasi program persalinan yang
aman.

g) MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit)


Pada tahun 1994 WHO bersama dengan UNICEF
mengembangkan suatu paket pegangan klasifikasi dan terapi
komprehensif, memadukan intervensi yang terpisah-pisah tersebut
menjadi satu paket terpadu yaitu paket Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) yang merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam
tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap
penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi
dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian
vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk
menurunkan Angka Kematian Bayi dan Anak Balita dan menekan
morbiditas karena penyakit tersebut.
Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan yang berada
di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara
aktif dan terstruktur melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala
penyakit dengan cara tanya, lihat, dengar, raba, membuat klasifikasi,
menentukan tindakan serta mengobati anak, memberikan konseling dan
pelayanan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang. Dalam penerapan
MTBS, tenaga kesehatan diajarkan untuk memperhatikan secara cepat
semua gej ala anak sakit, sehingga ia dapat menentukan apakah anak
sakit berat dan perlu dirujuk. Jika penyakitnya tidak parah, selanjutnya
tenaga kesehatan bisa memberikan pengobatan sesuai pedoman MTBS
(Depkes RI & WHO 2004).
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) merupakan suatu
pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang
berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi
upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria,
infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang
meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian
makan. MTBS merupakan manajemen balita sakit untuk 2 kelompok
usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun
(Depkes RI, 2004).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Komunitas

Model pengkajian yang dikembangkan pada aggregate wanita dewasa


menyusui adalah aplikasi dari community as partner yang dikembangkan oleh Anderson
dan McFarlane dari teori Betty Neuman (Anderson & McFarlane, 2013). Model ini lebih
berofkus pada perawatan kesehatan masyarakat, yang meliputi praktek, keilmuan, dan
metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan
kesehatannya. Model Community as partner melihat setiap variable merupakan sesuatu
yang holistic sehingga variable akan tergali perasalahannya. Model community as partner
masyarakat dikelilingi oleh tiga garis pertahanan yaitu : garis pertahanan flesibel,
normal dan resisten. Garis
pertahanan fleksibel adalah kesehatan yang dinamis hasil dari respon terhadap stressor
yang tidak menetap seperti mobilisasi tetangga dan stressor lingkungan. Garis pertahanan
normal adalah angka kematian, tingkat ekonomi masyarakat. Sedangkan garis pertahanan
resisten adalah mekanisme internal terhadap stressor (Anderson & McFarlane, 2013).

Garis utuh yang melingkupi masyarakat merupakan garis pertahanan normal


untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat dari waktu ke waktu. Garis pertahanan
normal meliputi karakteristik tingkat imunitas yang tinggi, angka kematian bayi yang
rendah, atau tingkat pendapatan rata-rata. Garis pertahanan normal juga meliputi pola
teladan koping, kemampuan memecahkan masalah yang merupakan indikator kesehatan
masyarakat (Anderson & McFarlane, 2013).
Garis pertahanan fleksibel digambarkan sebagai garis putus-putus di sekitar
masyarakat dan garis pertahanan normal. Garis pertahanan fleksibel adalah suatu daerah
penyangga yang memiliki tingkat kesehatan yang dinamis sebagai hasil yang mewakili
suatu tingkat kesehatan yang dinamis sebagai hasil tanggapan temporer terhadap stressor.
Tanggapan temporer merupakan pengerahan lingkungan melawan terhadap stressor
lingkungan, misalnya beredarnya majalah dewasa yang tak dikehendaki. Delapan sub
sistem dibagi melalui garis putus- putus untuk menggambarkan bahwa delapan sub sistem
tidak terpisah tetapi saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh satu sama lain (Anderson
& McFarlane,2013).
Anderson dan McFarlane (2013), menjelaskan garis pertahanan resisten di dalam
masyarakat merupakan mekanisme internal yang berlaku untuk melindungi masyarakat
terhadap stressor. Bentuk pertahanan resisten dalam masyarakat seperti contoh dari ibu
bekerja yang tetap memberikan ASI, membuat ibu-ibu yang di rumah terpacu untuk tetap
memberikan ASI. Garis pertahanan resisten ada sepanjang seluruh sub sistem dan
menghadirkan kekuatan masyarakat. Pada model ini, stressor mengakibatkan ketidak
seimbangan dalam sistem. Stressor yang berasal dari dalam dan luar komunitas jika
menembus garis flexible maupun normal akan mengakibatkan gangguan dalam
komunitas. Jumlah gangguan atau ketidak seimbangan disebut sebagai derajat reaksi
(Anderson & McFarlane, 2013).

Community as partner model


1. Pengkajian
Model Community as partner terdapat dua faktor utama yaitu fokus pada komunitas
sebagai mitra dan proses keperawatan (Anderson & McFarlane, 2013). Pada pengkajian
komunitas terdapat core dan 8 (delapan) sub sistem dari masyarakat. Core yang terdiri
dari riwayat terbentuknya aggregate, demografi, suku, nilai dan kepercayaan.
Sedangkan pada sub sistem terdapat lingkungan fisik, pelayanan kesehatan,
komunikasi, pendidikan dan rekreas.
Pada aggregate ibu hamil dan ibu menyusui unsur-unsur pengkajian berdasarkan
model community as partner adalah:
a. Core adalah inti dari komunitas terdiri dari :

Riwayat terbentuknya komunitas, yang terdiri dari sejarah terbentuknya komunitas


yaitu sejarah tentang riwayat komunitas yang berhubungan dengan menyusu pada
balita dan perkembangan komunitas yang berkaitan dengan perkembangan balita
menyusu. Hal ini dimaksudkan untuk menggali lebih dalam berapa lamakah balita
tinggal di dalam komunitas?. Demografi, yang terdiri dari data demografi dan data
statistik vital.

Data demografi terdiri dari:

 Jumlah balita berdasarkan demografi

 Jumlah ibu hamil

 Jumlah ibu menyusui

 Jenjang pendidikan ibu hamil menyusui

 Cakupan asi eksklusif

 Jumlah konselor ASI

 suku

Vital stattistik meliputi ;

 Angaka kematian ibu


 Jumlah ibu hamil dngan KEK

 Angka kematian bayi

 Angka kelahiran bayi

 Cakupan pertolongan persalinan tentang tenaga kesehatan

b. Subsistem terdiri dari ;

1) Lingkungan fisik meliputi

 keadaan lingkungan tempat tinggal ibu- bayi yang dapat berisiko


untuk terjadinya terputusnya menyusui (ibu bekerja )

 tempat yang biasa digunakan ibu berinteraksi dengan sesama ibu


pemberi ASI

2) Pelayanan kesehatan dan sosial meliputi ;

 fasilitas kesehatan yang ada. Puskesmas bertugas untuk melakukan


pengkajian dan penanganan mengenai berbagai macam
permasalahan yang terjadi pada komunitas termasuk permasalahan
menyusu pada ibu-bayi

 keberadaan pojok laktasi

 konseling menyusui

 kursus ibu hamil dan menyusui, fasilitas kesehatan ini juga


selayaknya sebagai sumber data bagi pemerintah untuk
menentukan kebijakan dalam pencegahanterputusnya pemberian
ASI eksklusif pada balita

 jenis pelayanan kesehatan yang tersedia untuk ibu-bayi, Puskesmas


kemungkinan besar memiliki data vital mengenai cakupan ASI
eksklusif

 kegiatan sosial yang ada di komunitas bagi ibu-bayi, kegiatan sosial


akan memudahkan pendekatan pada agregat sehingga rencana
intervensi akan berjalan dengan baik

 keaktifan kegiatan balita di komunitas, orang tua bayi yang aktif di


kegiatan sosial atau kegiatan positif lainnya akan lebih mudah untuk
menerima masukan atau intervensi dari petugas kesehatan

 pelayanan dan lembaga sosial yang ada di komunitas yang perhatian


terhadap menyusui, pelayanan dan lembaga ini bisa menjadi mitra
bagi perawat komunitas dalam melaksanakan rencana asuhan.

3) Ekonomi meliputi ;

 pendapatan keluarga ibu-bayi

 pekerjaan orang tua bayi

4) Keamanan dan transportasi meliputi ;

 alat transportasi di keluarga dan komunitas

 karakteristik keamanan di komunitas terkait ASI bayi

5) Politik dan Pemerintahan meliputi ;

 kebijakan di komunitas yang mengatur tentang pencegahan


diskontinuitas ASI eksklusif pada bayi

 peraturan dalam keluarga yang mengatur tentang penggunaan


sanitasi lingkungan yang bersih dan sehat

6) komunikasi meliputi ;

 sarana komunikasi yang ada di keluarga dan komunitas yang


digunakan oleh orang tua bayi

 media informasi yang digunakan keluarga dan komunitas. Media


yang tersedia dan digunakan akan memberikan gambaran dalam
melakukan intervensi keperawatan

7) Pendidikan meliputi ;

 tingkat pendidikan orang tua balita

 pengetahuan orang tua tentang kejadian kesiapan menyusui, inisiasi


menyusu dini dan ASI eksklusif.

8) Rekreasi meliputi ;
 jenis rekreasi yang dilakukan oleh ibu

 tempat rekreasi ibu

 frekuensi ibu dalam berekreasi

 penggunaan waktu senggang ibu

c. Stressor
Kegagalan dalam proses menyusui sering karena timbulnya beberapa
masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Pada sebagian ibu yang tidak
memahami masalah ini, kegagalan menyusui dianggap problem anak saja.
Masalah dari ibu timbul selama menyusui dapat dimulai sejak sebelum
persalinan (periode antenatal), pada masa pasca persalinan, dan masa pasca
persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat pula diakibatkan karena keadaan
khusus. Ibu sering mengeluhkan bayinya sering menangis, atau menolak
menyusu, yang sering diartikan ASI tidak cukup, atau ASI tidak enak dan tidak
baik sehingga sering menyebabkan ibu mengambil keputusan untuk
menghentikan menyusui Masalah pada bayi umumnya terkait dengan manajemen
laktasi, sehingga bayi sering menjadi bingung putting dan sering menangis, yang
sering ditafsirkan oleh ibu dan keluarga ASI tidak tepat untuk bayi.

d. Persepsi
Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan
(Rakhmat,2004). Persepsi tentang pemberian ASI di masyarakat meliputi :
 bagaimana persepsi masyarakat tentang ASI eksklusif dan
pemberian makan dini pada bayi
 masalah-masalah yang terjadi di masyarakat terkait dengan
pemberian ASI eksklusif dan IMD
 bagaimana pengetahuan masyarakat tentang IMD dan ASI
eksklusif
 seperti pengertian, langkah IMD, manfaat ASI eksklusif, dampak
tidak diberikan asi eksklusif
 bagaimana sikap keluarga dan masyarakat terhadap masalah ASI
eksklusif
Sebelum proses pengkajian komunitas dimulai, fase pra pengkajian perlu dibuat
dalam rangka mengembangkan perencanaan pengkajian. Fase pra pengkajian
meliputi penetapan tujuan pengkajian, menetapkan komunitas dan kerangka kerja
mengenai panduan dalam pengumpulan data. Setelah data dikumpulkan
berdasarkan sumber data yang ada di komunitas proses selanjutnya adalah analisis
data melalui kategori frame work pengkajian komunitas, dan perbandingan
komunitas dengan komunitas yang lebih luas seperti negara dan pemerintah.
Selanjutnya hasil analisa data dilakukan sintesis data, sebagai hasil akhir dari
pengkajian adalah diagnosa keperawatan (Ervin, 2002).

2. Dianogsa Kpereawatan

Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa seberapa besar


stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul dalam
masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa atau
masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah kesehatan,
karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat aktual, ancaman dan
potensial. Selanjutnya dirumuskan dalam tiga komponen yaitu problem, etiologi, sign
symtom.
3. Perencanaan / Intervensi
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier yang cocok
dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai dengan diagnosa yang telah
ditetapkan. Proses didalam tahap perencanaan ini meliputi penyusunan, pengurutan
masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas (penapisan masalah),
penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi intervensi dan rencana evaluasi.

Perencanaan didefinisikan sebagai suatu respon atau tanggapan sebagai peluang,


tantangan atau kebutuhan didepan pada setiap individu, organisasi atau komunitas. Di
dalam kasus pada praktik keperawatan kesehatan komunitas modern, perencanaan
memberikan arti sebagai sebuah respon dari suatu proses pengkajian dan diagnosis
(Finnegan & Ervin, 1989). Ervin (2002) menjelaskan tiga level dalam membuat suatu
rencana antara lain : mengembangkan rencana strategis untuk seluruh lembaga atau
komponen dalam lembaga, mengembangkan rencana yang komprehensif untuk
mengatasi masalah kesehatan masyarakat tertentu, mengembangkan advokasi
kesehatan masyarakat atau intervensi layanan dimana targetnya sub-populasi tertentu
dalam masyarakat. Ervin (2002) juga menjelaskan terdapat inti dari proses
perencanaan secara umum terdiri dari empat langkah interdependent yaitu defining,
analizing, choosing, dan mapping.
Defining (medefinisikan). Pada tahap ini, perencana mengumpulkan dan menyusun
informasi dari berbagai sumber yang akan memberikan pandangan semua sisi dari
kesempatan, tantangan atau kebutuhan untuk menunjukkan dan merespons yang
terjadi. Pada tahap ini, dapat disederhanakan jika yang komprehensif telah
dikumpulkan dan di susun rapi, sebagai contoh ketika pengkajian komunitas secara
mendalam telah lengkap. Perencana harus focus untuk mengumpulkan informasi
tentang program yang dapat terlaksana dan respons terhadap berbagai kebijakan.
Perencana perlu mengumpulkan informasi tentang respons pada masa lalu, dan
disesuaikan dengan kebutuhannya. Respon masa lalu ini dihubungkan dengan tujuan
yang seharusnya diidentifikasi dan mengakomodasi keinginan dari lembaga,
komunitas atau program partisipan.
Analizing (Menganalisa) bertindak dengan jelas menegaskan beberapa dimensi
tantangan, masalah atau kebutuhan. Tahap ini, perencana mengevaluasi secara kritis
tentang berbagai sumber data yang mengungkapkan tantangan atau masalah. Selain itu,
perencana menganalisa informasi tentang rencana yang mungkin atau tanggapan
kebijakan yang dapat dilakukan dan hambatan maupun sumber yang didapatkan dari
masing-masing tanggapan. Beberapa kemungkinan ini dievaluasi dengan
memperhatikan konsistensi dari sebuah misi lembaga atau mandate legislative.
Tanggapan ini dinilai oleh lembaga yang untuk dianalisa lebih jauh dari segi etika,
politik, dan biaya ekonomi dan keuntungan. Akhirnya, tanggapan dievaluasi sebagai
daftar produk yang efektif dari hasil yang diinginkan.
Choosing (memilih) sebagai hasil dari proses analisis, perencana memilih dari
beberapa alternative yang telah ditemui untuk kebutuhan, tantangan atau peluang yang
telah ditunjukkan. Memilih mungkin relative mudah. Sebagai contoh apabila lembaga
atau komunitas harus memilih dari alternative yang tidak mahal. Setelah memilih
sebuah pendekatan, hasil dihubungkan dengan tujuan yang seharusnya ditinjau sebagai
hasil akhir pada proses perencanaan.
Mapping setelah memilih harus membuat keputusan yang diambil dan hasil yang
berhubungan dengan tujuan terakhir. Memetakan perencanaan yang ada yang meliputi
penetapan kebijakan yang diperlukan atau kerangka prosedural, memperoleh sumber
daya manusia dan materi, dan menetapkan kriteria evaluasi.
Tahapan dalam kegiatan perencanaan program menurut Dignan dan Carr (1992)
dalam ervin 2002 sebagai berikut : membentuk tim perencanaan, menentukan tujuan
umum yang ingin dicapai, menentukan tujuan khusus, mengidentifikasi sumber daya
dan kelemahan yang dimiliki, memilih metode atau kegiatan-kegiatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

4. Pelaksanaa / Implementasi
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan (Anderson
dan Mcfarlene, 1985), yaitu:
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini
dalam kesehatan keluarga.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan inervensi yang
tepat untuk menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga memperpendek
waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian
individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga.
Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat proses
penyakit

5. Evaluasi
Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil yang
diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi
data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.

a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan administrasi,
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang
diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi
dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa komunitas sebagai mitra (community as partner)
merupakan pengembangan dari model health care system menurut Betty Neuman.
Komunitas sebagai klien/partner berarti bahwa kelompok masyarakat turut
berperan serta secara aktif dalam meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Stanhope, Marcia. Ruth, Knollmuller. 2008. Buku saku Keperawatan Komunitas


Pengkajian, Intervensi dan Penyuluhan. Jakarta : EGC

Riasmini, Ni Made , Permatasari Henny, dkk. 2017. Panduan Asuhan Keperawatan


Individu, Keluarga, dan Komunitas dengan Modifikasi NANDA, INCP, NOC, dan NIC di
Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta : UI-Press.

Mckenzie, James F. Pinger Robert. Kotecki, Jerome. 2007. Kesehatan Masyarakat


Edisi 4. Jakarta : EGC
33

Anda mungkin juga menyukai