Anda di halaman 1dari 20

Asuhan Keperawatan Pada

Agregat Dalam Komunitas :


Balita (ISPA)

Kelompok 1

Cahya Miftakhul Fara (010116A015)

Devy Arum Sari (010116A021)

Sulasmi (010114A117)

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut dengan
berbagai macam gejala (sindrom). Penyakit ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Meskipun
organ saluran pernapasan yang terlibat adalah hidung, laring, tenggorok, bronkus, trakea, dan paru-paru,
tetapi yang menjadi fokus adalah paru-paru. Titik perhatian ini disepakati karena tingginya tingkat
mortalitas radang paru-paru (Widoyono, 2011).
Epidemiologi

 Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Penyakit ISPA sering terjadi
pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),
artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Hal ini dibuktikan dengan masih
tingginya angka kesakitan dan kematian karena ISPA dimana angka kematian balita 44 per 1000 kelahiran hidup (depkes RI,
2008). Angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita (depkes
RI, 2010). Kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta di seluruh dunia, dimana dua pertiganya adalah bayi,
yaitu golongan umur 0-1 tahun dan 15%-20% pada golongan usia balita (WHO, 2007).

Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebilh besar daripada di desa.
Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi
daripada di desa.
Jumlah kasus pneumonia dan pneumonia
berat berdasarkan umur penderita mengalami
peningkatan pada tahun 2017. (Profil
Kesehatan Kota Semarang, 2017)
Pada tahun 2017 kasus pneumonia balita
banyak terjadi pada kelompok umur 1 – 5
tahun, sejumlah 6.830 kasus (20%), pada
kelompok umur < 1 tahun sejumlah 2.756
kasus (51%), selebihnya 29% sekitar 3.882
kasus terjadi pada kelompok usia > 5 tahun.
Menurut jenis kelamin kasus pneumonia
balita di kota semarang tahun 2017 tampak
bahwa kasus pneumonia balita pada
perempuan (46%) lebih sedikit dibanding
dengan kasus pneumonia balita pada laki –
laki (54%).
Klasifikasi ISPA

 Bukan pneumonia : mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas
dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis,
tonsillitis, dan otitis.
 Peneumonia : didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala ini berdasarkan usia. Batas frekuensi
napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai < 1 tahun adalah 50x / menit dan untuk anak usia 1 tahun sampai < 5 tahun
adalah 40x / menit.
 Pneumonia berat : didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding pada
bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai < 5 tahun. Untuk anak berusia < 2 bulan,
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60x / menit atau lebih, atau
adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).
Etiologi ISPA

 Etiologi ISPA terdiri dari :


1. Bakteri : Diplococus pneumonia, Pneumococus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenza, dan lain-lain.
2. Virus : influenza, adenovirus, sitomegalovirus.
3. Jamur: Aspergilus sp., Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain.
4. Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan Bakar Minyak) biasanya minyak tanah, cairan
amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastik kecil, dan lain-lain).
Faktor Pencetus ISPA

1. Usia.
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan
dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah
1. Status Imunisasi .
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status
imunisasinya tidak lengkap
1. Lingkungan.
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap rokok dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ISPA pada anak.
Faktor Pendukung terjadinya ISPA

 Kondisi Ekonomi.
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan
terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA.
 Kependudukan.
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status
kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
 Geografi.
Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA.
Patofisiologi ISPA

 Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan melalui saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan masuk kedalam tubuh,
sehingga menyebabkan respon pertahanan bergerak yang kemudian masuk dan menempel pada saluran pernafasan yang menyebabkan reaksi imun
menurun dan dapat menginfeksi saluran pernafasan yang mengakibatkan sekresi mucus meningkat dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan
mengakibatkan sesak nafas dan batuk produktif.
 Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri yang kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan rubor dan dolor yang
mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah inflamasi dengan tanda kemerahan pada faring mengakibatkan hipersensitifitas meningkat dan
menyebabkan timbulnya nyeri.
 Tanda inflamasi berikutnya adalah kalor, yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang mengakibatkan
peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami dehidrasi. Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan dalam
menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairanin adekuat. Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan
sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan mucus meningkat yang menyebabkan batuk.
Manifestasi Klinis dan
Pemeriksaan Penunjang

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah


 rinitis,
 nyeri tenggorokan,
 batuk dengan dahak kuning/ putih kental,
 nyeri retrosternal dan konjungtivitis
 suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan
darah, biakan cairan pleura.
Penalataksanaan ISPA
Usia < 2 Bulan

PNEUMONIA BERAT BUKAN PNEUMONIA


 Kirim segera ke sarana rujukan  Beri nasihat cara perawatan di rumah
 Beri antibiotik satu dosis 1. Jaga agar bayi tidak kedinginan
2. Teruskan pemberian ASI dan berikan ASI lebih sering
3. Bersihkan hidung bila tersumbat
 Anjurkan ibu untuk kembali control, bila :
1. Keadaan bayi memburuk
2. Napas menjadi cepat
3. Bayi sulit bernapas
4. Bayi sulit untuk minum
Penalataksanaan ISPA
Usia 2 Bulan Sampai < 5 Tahun

PNEUMONIA BERAT PNEUMONIA BUKAN PNEUMONIA


 Rujuk segera ke sarana • Nasihati ibu untuk melakukan • Jika batuk berlangsung selama 30

kesehatan perawatan di rumah hari, rujuk untuk pemerikasaan


• Beri antibiotik selama 5 hari lanjutan
 Beri antibiotik satu dosis bila
• Anjurkan ibu untuk control setelah 2 • Obati penyakit lain bila ada
jarak sarana kesehatan jauh
hari atau lebih cepat bila keadaan • Nasihati ibu untuk melakukan
 Obati bila demam
anak memburuk perawatan di rumah
 Obati bila ada wheezing • Obati bila demam • Obati bila demam
• Obati bila ada wheezing • Obati bila ada wheezing
Program Pemberantasan ISPA

 Tujuan : Menurunkan morbiditas dan mortalitas pada balita akibat penyakit ISPA
 Kebijaksanaan : Menemukan dan mengobati ISPA secara dini dengan melibatkan lintas program, dan lintas sektor.
 Strategi
1. Menemukan dan mengobati ISPA sedini mungkin secara tepat.
2. Kerja sama lintas program dan lintas sektor yang melibatkan peran serta masyarakat terutama kader.
3. Dukungan pelayanan kesehatan yang memadai.
 Langkah-langkah :
1. Menemukan penderita ISPA secara lintas program dengan:
 Program gizi
 Program kesehatan ibu dan anak (KIA
 Pemberantasan penyakit menular (P2M)
 Imunisasi di posyandu
2. Merujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap
3. Member penyuluhan kesehatan (health promotion)
Program Pemberantasan Penyakit ISPA
(P2ISPA)

 Pemerintah Indonesia telah secara khusus mencanangkan Program Pemberantasan ISPA (P2ISPA) yang dimulai pada tahun
1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di tingkat global oleh WHO. Sejak tahun 2007 pengendalian
penyakit menular dan penyehatan lingkungan dilakukan secara terpadu, menyeluruh atau komprehensif berbasis wilayah
melalui peningkatan surveilans, advokasi dan kemitraann. Selain itu juga mengembangkan pendekatan MTBS (Manajemen
Terpadu Balita Sakit), vaksinasi dan strategi manajemen kasus.
 Dalam pelaksanaannya, program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) memerlukan dukungan dari semua pihak dan
peran aktif masyarakat, terutama pada keluarga. Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting, Hal ini perlu
mendapatkan perhatian serius, karena biasanya keluarga menganggap ISPA pada balita merupakan penyakit biasa yang
sering timbul dan tidak berbahaya serta bisa menghilang dengan sendirinya. Pemberdayaan keluarga dapat dipandang
sebagai suatu proses memandirikan klien dalam mengontrol status kesehatannya.
Asuhan Keperawatan Komunitas

 Asuhan Keperawatan komunitas adalah suatu kerangka kerja untuk memecahkan masalah kesehatan yang ada di
masyarakat secara sistematis dan rasional yang didasarkan pada kebutuhan dan masalah masyarakat.
 Model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses
keperawatan.
 Roda pengkajian komunitas terdiri dari : (1) inti komunitas (the community core), (2) subsistem komunitas (the
community subsystems), dan (3) persepsi (perception). Model ini lebih berfokus pada perawatan kesehatan
masyarakat yang merupakan praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh
dalam meningkatkan kesehatannya.
Pengkajian ISPA

 Data Inti (core)  8 subsistem yang mempengaruhi komunitas


1. Demografi 1. Perumahan,
2. Statistik Vital 2. Pendidikan
3. Karakteristik penduduk 3. Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal
4. Politik dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan
 Persepsi 5. Pelayanan kesehatan yang tersedia
6. Sistem komunikasi
7. Ekonomi
8. Rekreasi
Diagnosa

 Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi ISPA
 Risiko Infeksi berhubungan dengan risiko penularan ISPA
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus
pada tingkat pencegahan yaitu ; (Allender & Spradley,
2005).

 Pencegahan Primer
Pendidikan kesehatan dalam tahap pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan risiko yang dapat mengakibatkan. Contoh :
imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi, dan bimbingan dini dalam kesehatan keluarga.
 Pencegahan Sekunder
Yaitu bertujuan untuk mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan intervensi
keperawatan sejak awal penyakit. Contoh mengkaji keterbelakangan tumbuh kembang anak, memotivasi keluarga untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan seperti mata, gigi, telinga dll.
 Pencegahan Tersier
Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan yang bersifat readaptasi, pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi
terulang dan memelihara stabilitas kesehatan . Contoh : membantu keluarga yang mempunyai anak dengan risiko kekurangan
gizi untuk melakukan pemeriksaaan secara teratur ke Posyandu.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai