Disusun Oleh:
1. Dwi Hapsari Amd, kep
2. Febrianti Adi P, Amd. Kep
3. Jamilatul Komari, Skep. Ns
4. Mariska Ayu P, Amd Kep
5. Nirmawati, Amd. Kep
6. Ninik Faizah, Amd. Kep
7. Supatmi, Skep. Ns
8. Tatik Mediawati, Amd. Kep
9. Ulin Shara, Amd. Kep
Halaman Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Tinjauan Pustaka Penyakit 3
2.1.1. Definisi 3
2.1.2. Epidemiologi 4
2.1.3. Etiologi 5
2.1.4. Klasifikasi 6
2.1.5. Manifestasi Klinis 7
2.1.6. Diagnosis 8
2.1.7. Komplikasi 8
2.1.8. Patofisiologi 9
2.1.9. Penatalaksanaan 11
2.1.10. Pengobatan 13
2.2 Tinjauan Pustaka Asuhan Keperawatan 14
2.2.1. Pengkajian 14
2.2.2. Diagnosa Keperawatan 15
2.2.3. Intervensi 15
2.2.4. Implementasi 19
2.2.5. Evaluasi 19
2.2.6. WOC 20
BAB III TINJAUAN KASUS PADA ATRESIA ESOFAGUS
3.1. Pengkajian
3.2. Pemeriksaan Fisik
3.3. Pemeriksaan Penunjang
3.4. Program Terapi
3.5. Analisa Data
i
3.6. Diagnosa Keperawatan
3.7. Intervensi
3.8. Implementasi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
4.2. Diagnosa Keperawatan
4.3. Intervensi
4.4. Implementasi
4.5. Evaluasi
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang cranium disebut
karanium bifidum.
Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan (kongenital).
Meskipun angka ini termasuk rendah, akan tetapi kelainan ini dapat
mengakibatkan angka kematian dan angka kesakitan yang tinggi. Di negara
maju, 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri
dari penderita kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya. Sepuluh
persen kematian periode perinatal dan 40% kematian periode satu tahun
pertama disebabkan oleh kelainan bawaan. (Seashore MR, dkk,2016).
Di Indonesia, fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada
bayi baru lahir yaitu ensefalus, anensefali dan meningoensefalokel, sebanyak
65% bayi baru lahir terkena meningoensefalokel. Sementara itu fakta lain
mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita kelainan
yang sama atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang
terjadi, termasuk hidrosephalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami
dysplasia dan masuk ke dalam kantung meningo ensefalokele. Jika hanya
mengandung meningens saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang
normal. Meningo ensefalokele sering disertai dengan kelainan kranium farsial
atau kelainan otak lainnya, seperti hidrosefalus atau kelainan otak lainnya
(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy Walker).
Hampir semua meningo ensefalokele memerlukan intervensi bedah
saraf, kecuali massanya yang terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang
jelas. Bila mungkin, tindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari
infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di
kepala.Maka dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam
menangani yang terkait dengan meningokel misalnya saja dalam memberikan
asuhan keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan
komplikasi yang terjadi akibat meningokel.
3
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan pada bayi
dengan kelainan bawaan meningoencefalokel.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Meningo encephalocele
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi Meningo encephalocele
c. Mengetahui patofisiologi bayi Meningo encephalocele
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi
Meningo encephalocele
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi
dengan Meningo encephalocele berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada
bayi dengan Meningo encephalocele
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
2.1.2 Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam
uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya
infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen
(terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang
terotegenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang
kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang-kadang juga
dibagian nasal, frontal, atau parietal.
Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum
diketahui, beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi,
bahan-bahan kimia dan faktor genetik terbukti mempengaruhi
perkembangan susunan saraf pusat sejak konsepsi. Penulis lain
berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil muda juga
merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data terakhir
menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar
konsepsi akan mencegah defek tuba neuralis.
2.1.3 Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut
Suwanwel:
1. Ensefalomeningokel oksipital
2. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
a. Interfrontal
b. Fontanel anterior
c. Interparietal
d. Fontanel posterior
e. Temporal
3. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
a. Nasofrontal
b. Naso-ethmoidal
c. Naso-orbital
6
4. Ensefalomeningokel basal
a. Transethmoidal
b. Sfeno-ethmoidal
c. Transsfenoidal
d. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
5. Kranioskhisis
a. Kranial, fasial atas bercelah
b. Basal, fasial bawah bercelah
c. Oksipitoservikal bercelah
d. Akrania dan anensefali.
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada
geografis). Dibagi ke dalam subkelompok sesuai hubungannya dengan
protuberansia oksipital eksterna (EOP) : sefalokel oksipitalis superior,
dimana terletak di atas EOP,dan sefalokel oksipitalis inferior,
yang terletak dibawahEOP. Penonjolan lobus oksipital tampak
di sefalokel superior, dimana serebelum menonjol dalam sefalokel
inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen magnum, keadaan ini
disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel
ini dengan spinabifida servikalism disebut sefalokel oksipitoservikalis (
iniensefali).
2.1.5 Patofisiologi
Meningo ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang
ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak
yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan
tabung saraf selama perkembangan janin.
2.1.6 Diagnostik
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis
sefalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau
tidaknya anomali SSP, dan dinamika CSS.
defek tulang, perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat
diketahui. Ada atau tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan
dengan ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT
scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung namun semua kelainan
intrakranial yang bersamaan.
2.1.7 Komplikasi
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial
atau kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan
kongenital lainnya(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy-Walker).
11
Kelainan kepala lainnya yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista
otak, miensefalus (fusi tulang occiput vertebrata sehingga janin dalam
sikap hiperekstensi), huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga
ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus (destruksi total jaringan otak
sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala
(dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luasd
arianomali.Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak
mengandung jaringansaraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik.
Tetapi pada meningoensefalokelyang berisi jaringan otak biasanya
diakhiri dengan kematian dari anak.
Hampir semuameningoensefalokelmemerlukanintervensibedah
saraf,kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang
jelas.Bila mungkintindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari
infeksi, apalagi bila ditemuikulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningo
ensefalokele/tidak terjadi kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera
dilakukan.Padameningoensefalokelyang ditutupi kulit kepala yang baik,
operasi dapat ditundasampai keadaan anak stabil.Tujuan operasi adalah
menutup defek (watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi
serta memelihara fungsi otak.
12
2.1.9 Pencegahan
1. Untuk ibu yang berencana untuk hamil, ada baiknya untuk
mempersiapkan jauh-jauh hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan
13
2.2.1 Pengkajian
Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat.
b. Identitas orangtua berupa nama, umur, alamat, pendidikan,
agama, pekerjaan, dan nomor telpon
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah adanya benjolan pada oksipital.
b. Riwayat Antenatal
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat misalnya sayuran, buah – buahan (jeruk,
14
2. Pemeriksaan Fisik
1. Kulit
a) Warna kulit : pink/ikterus
b) Cyanosis : ada/tidak ada
c) Kemerahan (RASH) : ada/tidak ada
d) Tanda lahir : ada/tidak ada
e) Turgor kulit : elastis/tidak
f) Akral : hangat /dingin
g) Suhu : 36,5 – 37,5°C
2. Kepala/Leher
Terdapat benjolan di frontal/oksipital
3. Dada/Paru
a) Bentuk : simetris
b) Suara nafas : kanan kiri sama, ada/tidak suara nafas
tambahan
c) Respirasi : spontan dengan alat bantu O2
4. Jantung
16
7. Ekstremitas
a) Gerakan : Bebas/terbatas
b) Ekstremitas atas : ada/tidak ada kelainan
c) Ekstremitas bawah : ada/tidak ada kelainan
d) Spina/Tulang belakang : ada/tidak ada kelainan
8. Refkel
a) Rooting reflek : positif/negatif
b) Menggenggam : positif/negatif
c) Menghisap : positif/negatif
d) Babinski : positif/negatif
9. Tonus/Aktifitas
a) Aktifitas : kuat/lemah
b) Menangis : kuat/lemah/keras
2.2.3 Intervensi
Intervensi adalah acuan tertulis yang direncanakan agar dapat
mengatasi diagnosa keperawatan sehingga pasien dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (Doenges, 2005).
18
2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan
22
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau dalam melakukan evaluasi perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz Alimul,2011).
WOC Kurangnya asupan asam folat, infeksi
TORCH, mutasi gen, hepertermi
selama masa kehamilan
Defek kongenital
Meningoencefaloke
l
Pre op Post op
B6
Resiko infeksi Pertukaran O2 & CO2 menurun
B2
Penurunan curah jantung Resiko perfusi serebral tidak Terjadi metabolisme anaerob
efektif
B2
B3 Peningkatan asam laktat
B5
24
BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Tanggal : 27 Februari 2019
Pukul : 08.30 WIB
No.Register : 12.73.xx.xx
MRS : 18 Februari 2019 jam : 10.10 WIB
Diagnosa : NA + Meningoencephalocele post op cele ocepital pecah
1. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama / keadaan saat ini : -
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi lahir SC pada tanggal 18Februari 2019 di OK GBPT atas
indikasi BSC + janin kelainan kongenital, usia kehamilan 38 –
39minggu. Bayi lahir langsung menangis, tonus otot baik, dilakukan
perawatan rutin, bayi dihangatkan, dibersihkan, isap lendir dari mulut
dan hidung, dikeringkan, diposisikan kembali,evaluasi. Bayi menangis
25
kuat, kulit kemerahan HR > 100 x/menit SPO2 : 92 %, AS : 7 – 8,
ketuban jernih, terdapat kelainan meningoencephalokel, kemudian bayi
di pindah ke NICU GBPT. BBL : 3129 gram, PB : 49 cm, LK : 26 cm.
BBS : 2938 gram.
Pada tanggal 25 Februari 2019 dilakukan operasieksisi cele dan
pada tanggal 26 Febuari 2019 dari Nicu IGD bayi di pindah ke Ruang
Infeksi (Bayi). Pada pengkajian tanggal 27 Februari 2019, bayi mendapat
terapi Infus TPN354 cc/24 jam, injeksi Amikasin1 x 20 mg, injeksi
Meronem 3 x 60 mg, injeksi Metamizole 3 x 28 mg, minum ASI/sufor 12
x 7 cc.
3. Riwayat Antenatal
Usia ibu saat hamil 25 tahun. Sebelumnya ibu memakai
kontrasepsi suntik hormone setiap 3 bulan sekali. Ibu hamil G2 P1I0A0H0
dengan usia kehamilan 38 – 39minggu. Ibu rutin kontrol tiap bulan ke
bidan dan rumah sakit. Selama kehamilan ibu sering mengalami
hipertermi.
4. Riwayat Natal
Bayi lahir SC dengan indikasi BSC + janin kelainan
kongenitaldiagnose ibu G2 P1I0A0H038-39 minggu, ketuban jernih,
perdarahan tidak terkaji. Bayi tidak dilakukan IMD.
5. Riwayat Post natal
Bayi lahir dengan apgar score 7 – 8, bayi tidak mendapat
resusitasi saat lahir. Bayi lahir langsung menangis, tonus otot baik.
Terdapat kelainan bawaan meningoencephalokel.
6. Riwayat Penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti :
hepatitis, TBC, HIV dan tidak mempunyai penyakit keturunan seperti :
DM, Hipertensi.
7. Pemenuhan Kebutuhan Sehari – hari
Nutrisi : Bayi mendapatkan minum ASI/sufor
12 x 7 cc, Infus TPN 14,63 cc/jam
Istirahat tidur : Bayi banyak tidur
26
Eliminasi : BAK warna kuning± 30 cc, BAB
warna kuning
Personal Hygiene : Bayi diganti popok setiap selesei
diseka dan basah
Aktifitas : Bayi lemah
27
Dada dan Paru
a) Bentuk : Simetris
b) Suara nafas : vesikuler kanan kiri sama, bersih, tidak
ada suara nafas tambahan
c) Respirasi : frekuensi nafas 40 x/menit
Jantung
e) CRT : 3> detik
f) Denyut jantung : 140x/mnt, kuat, teratur
g) Suara jantung : S1/S2 tunggal, tidak terdengar murmur
Abdomen
d) Lingkar abdomen : 29 cm, abdomen supel, tidak distended
e) Bising Usus : ada
f) Peristaltik Usus : 15 x/menit
g) Tali Pusat : kering
Genetalia
Laki – laki
d) Testis sudah turun
e) Skrotum rugae jelas
f) Alat genetalia bersih
g) Produksi urine 1-2 ml/kgBB
Ekstremitas
e) Gerakan : Bebas
f) Ekstremitas atas : Terpasang infus TPN kec 14,63 cc/jam
g) Ekstremitas bawah : Normal, tidak ada odema pada ekstrimitas
h) Kelainan tulang : Tidak ada
i) Spina/Tulang belakang : Normal
Reflek
e) Rooting reflek : lemah
f) Menggenggam : kuat
g) Menghisap : lemah
h) Babinski : ada
28
Tonus/Aktifitas
c) Aktifitas : aktif
d) Menangis : keras
Hasil kultur darah tanggal 21 Febuari 2019 : Tidak ada pertumbuhan kuman
Hasil kultur swab tanggal 25 Febuari 2019 : Pseudomonas Aeruginosa
Hasi foto babygram tanggal 18 Febuari 2019 : Tidak tampak kelainan
Hasil foto CT scan tanggal 20 Febuari 2019 :
Gambaran Meningo ensefalokele disertai IVH didalamnya melalui defek
ukuran ± 2,06 x 2,54 cm pada os calvaria regio occipital
29
3.4 PROGRAM THERAPI
1. Nutrisi : ASI / Sufor 12 x 7 ml
Cairan dan nutrisi ~351 ml/kg/hr
D12,5% 340 ml Ca Gluc 10% 3 ml
Nacl 15 % 2 ml Vitalipid 8 ml
Kcl 7,4 % 1 ml
2. Injeksi : Meropenem3 x 60 mg iv
Amikasin 1 x 20 mg iv
Metamizole 3 x 28 mg iv
Suplai O2 ke perifer
berkurang
- RR 70 x/mnt, SpO2 98 %
30
HR. 156 x/mnt, Post de entry kuman
Suhu37,2oC
- Hasil lab tgl 27/02/2019 Resiko infeksi
Wbc 13,8 CRP 14,9
Hb 8,8 Plt 586
- Hasil kultur swab tgl
25/02/2019
Pseudomonas
Aeruginosa
31
Data Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Keperawatan
DS : - Perfusi perifer Tujuan: Tanggal 27-02-2019 Pukul 13.00
DO: tidak efektif Tidak terjadi perdarahan 08.00 Memonitor vital S:
- Suhu : 36,8°C dalam waktu 3x24jam sign. Suhu: 36,8 derajat C. O:
SpO2: 94%. HR: 140 KU lemah, tidak muntah, suhu:
- SpO2 : 94%
Kriteria hasil: x/menit. RR: 40 x/menit. 36,8C, SpO2: 94%, HR: 140
- HR : 140 x/menit - Vital sign normal 09.00 Memberikan terapi x/menit, RR: 40 x/menit,
- Kemerahan antibiotika, injeksi Kemerahan, CRT < 3 dtk
- RR : 40 x/menit
- Tidak ada meropenem 60 A:
- BB : 2938 gram perdarahan mgmenggunakan syringe Masalah teratasi sebagian
- Intake dan output pump P:
- Terdapat luka post
balance 10.00Memonitor tanda- Lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
operasi - Tidak muntah tanda perdarahan
meningoencephalokel
- HB > 12 mg/dl 11.00 Mengambil sample
- CRT < 3 dtk laborat untuk evaluasi, DL
terbungkus kassa dan CRP
dengan panjang ± 10 12.00 Memberikan minum
Intervensi Rasional: perspeen, tidak muntah
cm 1. Jelaskan tanda-tanda 12.15 Memberikan
perdarahan tranfusi PRC 30 cc
- Bayi tampak pucat
2. Monitor vital sign Tanggal 28-02-2019 Pukul 13.00
- CRT < 3 dtk 3. Monitor tanda
08.00 Memonitori vital S: -
perdarahan O:
- Hasil lab tgl sign. Suhu: 37,1 C, SpO2:
4. Pertahankan akses IV KU lemah, tidak pucat, tidak ada
96%, HR: 166 x/menit
25/02/2019 5. Kolaborasi dalam
09.00 Memberikan injeksi muntah. Suhu: 37,1 C, SpO2:
pemberian terapi 93%, HR: 160 x/menit.
HB 8,8 mg/dl meropenem 60
cairan dan transfusi A:
mgmenggunakan syringe
darah Masalah teratasi sebagian, hasil
pump
10.00 Memonitor tanda- lab tgl 27/02/2019 HB 11,2 mg/dl
32
tanda perdarahan P:
12.00 Memberikan minum Lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
perspeen, tidak muntah
Tanggal 01-03-2019 Pukul 13.00
08.00 Memonitor vital sign. S: -
Suhu: 37,2 C, SpO2: 95%, O:
HR: 161 x/menit. KU lemah, tidak kejang, Suhu:
10.00 Memonitor tanda- 37,1 C, SpO2: 93%, HR: 160
tanda perdarahan x/menitC.
09.00 Memberikan terapi A:
antibiotika, injeksi Masalah teratasi
meropenem 60 mg P:
menggunakan syringe pump Lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
12.00 Memberikan minum
perspeen, tidak muntah
DS: - Resiko infeksi Tujuan: Tanggal 27-02-2019 Pukul 13.00
DO: - Infeksi dapat teratasi 08.00 Memonitor vital sign S:
- Luka post op selama 3 x 24 jam dan tanda-tanda O: Suhu: 36,8 C, SpO2: 91%, HR:
infeksiSuhu: 36,5 C, SpO2: 146 x/menit
tertutup kassa
Kriteria Hasil: 94%, HR: 151 x/menit A:
- Luka bersih - KU baik 09.00Memberikan terapi Masalah teratasi sebagian
- Vital sign dalam injeksi meropenem 60 mg P:
- Tidak ada pus
batas normal, Hasil melalui syring pump Lanjutkan intervensi 1 s/d 5
- RR 70 x/mnt, SpO2 lab (DL, CRP, SE, 10.00 Merawat luka dengan
FH, GDA dan kultur Teknik aseptic dengan
98 % HR. 156
darah normal). dokter NS, keadaan luka
x/mnt, Suhu37,2oC bersih tidak ada pus
- Hasil lab tgl
Intervensi: 11.00 Mengambil sample
1. Jelasakan tentang laborat untuk evaluasi, DL
kondisi bayi kepada dan CRP
33
25/02/2019 keluarga 12.00 Memberikan support
2. Monitor vital sign orangtua untuk dapat
- Wbc 13,8 CRP
tiap 3 jam meneteki bayinya
14,9Hb 8,8Plt 586 3. Lakukan tindakan Tanggal 28-02-2019 Pukul 13.00
- Hasil kultur swab tgl
aseptic 08.00 Memonitor vital sign S:
4. Anjurkan ibu untuk dan tanda-tanda O: Suhu: 36,7 C, SpO2: 95%, HR:
25/02/2019
memberikan ASI infeksiSuhu: 35,9 C, SpO2: 155 x/menit
Pseudomonas
5. Kolaborasi dengan 89%, HR: 131 x/menit A: hipotermi teratasi
Aeruginosa
tim medis dalam Membedong bayi P:
pemberianantibiotic Memberi ekstra lampu Lanjutkan intervensi1 s/d 5
6. Kolaborasi dengan 09.00Memberikan terapi
tim medis dalam injeksi meropenem 60 mg
pemeriksaan laborat melalui syring pump
12.00 Memberikan support
orangtua untuk dapat
meneteki bayinya
Tanggal 01-03-2019 Pukul 13.00
16.00Memonitor vital sign S:
dan tanda-tanda O: Suhu: 37 C, SpO2: 95%, HR:
infeksiSuhu: 37 C, SpO2: 167 x/menit
95%, HR: 167 x/menit A:
17.00 Memberikan terapi Masalah teratasi sebagian
injeksi meropenem 60 mg P:
dan amikasin20 mg Lanjutkan intervensi 1 s/d 5
menggunakan syringe pump
20.00 Memberikan minum
ASI sesuai advis dokter
34
BAB IV
PEMBAHASAN
35
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga
ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba
neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina
bifida di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut
kranium bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III
sampai dengan
minggukeIV;tidakmenutupnyatubaneuralispadaujungkranial dapat
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi
diseluruhbagiantengkorak,tetapiyangpalingseringterjadidi regio occipital,kecu
ali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal.
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan
serebrospinalsaja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen,
cairanserebrospinaldanjaringan/parenkhim otak disebut
Meningoensefalokel.Secara umum herniasi melalui defek kranium disebut
meningoensefalokel,
walaupunsebenarnyaberbedapatologi,pengobatandan prognosisnya.
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung sar
af selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkanoleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus
seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada
saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar
bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Meningoensefalokel juga disebabkanoleh defek tulang kepala, biasanya
terjadi dibagian occipitalis, kadang-kadang juga dibagian nasal, frontal, atau
parietal
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah
berdasarkan tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian
merupakan tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua informasi baik
36
dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya. Lakukan pengkajian
bayi baru lahir. Observasi manifestasi meningoencephalokel.
5.2. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih
baik
37