Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI “S” DENGAN

MENINGO ENSEFALOKEL DI RUANG BAYI


RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:
1. Dwi Hapsari Amd, kep
2. Febrianti Adi P, Amd. Kep
3. Jamilatul Komari, Skep. Ns
4. Mariska Ayu P, Amd Kep
5. Nirmawati, Amd. Kep
6. Ninik Faizah, Amd. Kep
7. Supatmi, Skep. Ns
8. Tatik Mediawati, Amd. Kep
9. Ulin Shara, Amd. Kep

PELATIHAN KEPERAWATAN NEONATOLOGI (LEVEL II,III)


ANGKATAN XXVI
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Tinjauan Pustaka Penyakit 3
2.1.1. Definisi 3
2.1.2. Epidemiologi 4
2.1.3. Etiologi 5
2.1.4. Klasifikasi 6
2.1.5. Manifestasi Klinis 7
2.1.6. Diagnosis 8
2.1.7. Komplikasi 8
2.1.8. Patofisiologi 9
2.1.9. Penatalaksanaan 11
2.1.10. Pengobatan 13
2.2 Tinjauan Pustaka Asuhan Keperawatan 14
2.2.1. Pengkajian 14
2.2.2. Diagnosa Keperawatan 15
2.2.3. Intervensi 15
2.2.4. Implementasi 19
2.2.5. Evaluasi 19
2.2.6. WOC 20
BAB III TINJAUAN KASUS PADA ATRESIA ESOFAGUS
3.1. Pengkajian
3.2. Pemeriksaan Fisik
3.3. Pemeriksaan Penunjang
3.4. Program Terapi
3.5. Analisa Data

i
3.6. Diagnosa Keperawatan
3.7. Intervensi
3.8. Implementasi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
4.2. Diagnosa Keperawatan
4.3. Intervensi
4.4. Implementasi
4.5. Evaluasi
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak semua persalinan membuahkan hasil sesuai dengan yang
diinginkan, adakalanya bayi lahir dengan kelainan bawaan, yaitu kelainan
yang diperoleh sejak bayi di dalam kandungan. Kelainan bawaan atau
kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kematian bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan bawaan yang cukup
berat. (Cordero JF, 2012).
Proses penutupan atau pembentukan tuba neutral disebut neurulasi
primer. Neurulasi merupakan bagian dari organogenesis yg di mulai pada hari
ke 18. Neurulasi primer dimulai pada hari ke 22 sampai hari ke 27 setelah
pembuahan. Neurulasi primer dari penutupan 1 daerah servikal yang meluas
ke atas dan bawah. Penutupan ke 2 dari batas proensefalon-mesensefalon,
penutupan ke 3 dimulai dari stomodeum (ujung kranial neutral tube).
Penutupan k3 4 dimulai dari rombensefalon berjalan ke arah kranial bertemu
dengan penutupan ke 2.
Defek tuba neuralis menyebabkan kebanyakan kongenital anomaly
pada susunan system saraf akibat kegagalan tube neuralis menutup secara
spontan antara minggu ke 3 dan minggu ke 4 dalam perkembangan uterus.
Meskipun penyebab yang tepat pada defek tuba neuralis masih belum
diketahui, ada bukti bahwa banyak factor termasuk radiasi, obat-obatan,
malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetic yang dapat mempengaruhi
perkembangan abnormal pada susunan saraf. Defek tuba neuralis utama
meliputi spina bifida okulta, meningokel, mielomeningokel, ensefalokel,
anensefali, sinus dermal, siringomielia, diastematomiela, dan lipoma pada
konus medularis.
Meningo ensefalocel (Meningo encephalocele) atau disebut juga
ensefalokele (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba
neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina

1
2

bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang cranium disebut
karanium bifidum.
Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan (kongenital).
Meskipun angka ini termasuk rendah, akan tetapi kelainan ini dapat
mengakibatkan angka kematian dan angka kesakitan yang tinggi. Di negara
maju, 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri
dari penderita kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya. Sepuluh
persen kematian periode perinatal dan 40% kematian periode satu tahun
pertama disebabkan oleh kelainan bawaan. (Seashore MR, dkk,2016).
Di Indonesia, fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada
bayi baru lahir yaitu ensefalus, anensefali dan meningoensefalokel, sebanyak
65% bayi baru lahir terkena meningoensefalokel. Sementara itu fakta lain
mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita kelainan
yang sama atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang
terjadi, termasuk hidrosephalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami
dysplasia dan masuk ke dalam kantung meningo ensefalokele. Jika hanya
mengandung meningens saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang
normal. Meningo ensefalokele sering disertai dengan kelainan kranium farsial
atau kelainan otak lainnya, seperti hidrosefalus atau kelainan otak lainnya
(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy Walker).
Hampir semua meningo ensefalokele memerlukan intervensi bedah
saraf, kecuali massanya yang terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang
jelas. Bila mungkin, tindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari
infeksi, apalagi bila ditemui kulit yang tidak utuh dan perlukaan di
kepala.Maka dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam
menangani yang terkait dengan meningokel misalnya saja dalam memberikan
asuhan keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan
komplikasi yang terjadi akibat meningokel.
3

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan pada bayi
dengan kelainan bawaan meningoencefalokel.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Meningo encephalocele
b. Mengetahui etiologi/penyebab bayi Meningo encephalocele
c. Mengetahui patofisiologi bayi Meningo encephalocele
d. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada bayi
Meningo encephalocele
e. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan bayi
dengan Meningo encephalocele berdasarkan prioritas masalah
f. Dapat menentukan intervensi, melakukan tindakan dan evaluasi pada
bayi dengan Meningo encephalocele
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Penyakit


2.1.1 DefinisiMeningoensefalokel
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga
ensefalokel(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba
neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan
spina bifida dan di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang
kranium disebut kranium bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio
pada minggu ke III sampai dengan minggu ke IV; tidak menutupnya tuba
neuralis pada ujung kranial dapat menimbulkan herniasi jaringan saraf
pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi di seluruh bagian tengkorak,
tetapi yang paling sering terjadi di regio occipital, kecuali pada orang
Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal.

Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan


serebrospinal saja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi
meningen, cairan serebrospinal dan jaringan/parenkhim otak disebut
Meningoensefalokel. Secara umum herniasi melalui defek kranium
disebut meningoensefalokel, walaupun sebenarnya berbeda patologi,
pengobatan dan prognosisnya. Kira-kira 75% meningoensefalokel
didapatkan di regio oksipital, dapat terlihat sebagai kantong kecil
bertangkai atau struktur seperti kista besar, dapat lebih besar daripada
cranium, tertutup oleh kulit seluruhnya, kadang-kadang di tempat-tempat
tertentu hanya dilapisi oleh membran tipis seperti kertas perkamen.
Sebanyak 15% dari ensefalokel terletak di frontal.

3
4

Gambar 1.Meningoensefalokel pada regio occipital

Gambar 2.Meningoensefalokel pada regio frontonasal

Isi meningoensefalokel dapat diketahui dengan transiluminasi dan


USG.Pada pemeriksaan mikroskopis, biasanya akan didapatkan jaringan
otak abnormal/displasia. Insiden meningoensefalokel 1-5 per 10000 bayi
lahir hidup; paling kecil dari seluruh penyakit defek tuba neuralis (8% -
19%). Di Eropa dan Amerika hampir 80% - 90% meningoensefalokel
terdapat di regio oksipital, meningoensefalokel di daerah anterior
(frontal, nasofrontal, nasofaringeal) lebih sering di Asia Tenggara.
5

2.1.2 Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkan oleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam
uterus seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya
infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen
(terpapar bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang
terotegenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang
kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang-kadang juga
dibagian nasal, frontal, atau parietal.
Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum
diketahui, beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi,
bahan-bahan kimia dan faktor genetik terbukti mempengaruhi
perkembangan susunan saraf pusat sejak konsepsi. Penulis lain
berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil muda juga
merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data terakhir
menyebutkan bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar
konsepsi akan mencegah defek tuba neuralis.
2.1.3 Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi meningoensefalokel menurut
Suwanwel:
1. Ensefalomeningokel oksipital
2. Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
a. Interfrontal
b. Fontanel anterior
c. Interparietal
d. Fontanel posterior
e. Temporal
3. Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
a. Nasofrontal
b. Naso-ethmoidal
c. Naso-orbital
6

4. Ensefalomeningokel basal
a. Transethmoidal
b. Sfeno-ethmoidal
c. Transsfenoidal
d. Frontosfenoidal atau sfeno-orbital
5. Kranioskhisis
a. Kranial, fasial atas bercelah
b. Basal, fasial bawah bercelah
c. Oksipitoservikal bercelah
d. Akrania dan anensefali.
Meningoensefalokel oksipital merupakan 70% sefalokel (pada
geografis). Dibagi ke dalam subkelompok sesuai hubungannya dengan
protuberansia oksipital eksterna (EOP) : sefalokel oksipitalis superior,
dimana terletak di atas EOP,dan sefalokel oksipitalis inferior,
yang terletak dibawahEOP. Penonjolan lobus oksipital tampak
di sefalokel superior, dimana serebelum menonjol dalam sefalokel
inferior. Bila defek tulang meluas turun keforamen magnum, keadaan ini
disebut sefalokel oksipitalis magna. Hubungan sefalokel
ini dengan spinabifida servikalism disebut sefalokel oksipitoservikalis (
iniensefali).

Meningoensefalokelanterior lebih jarang terjadi dibandingkanmeni


ngoensefalokel posterior. Yang pertama biasanya dibagi ke dalam
duakelompok : meningoensefalokel sinsipital (tampak) dan meningoense
falokel basal(tak tampak). Mungkin juga dibagi kedalam empat
kelompok:

1. meningo ensefalokel frontal,


2. meningo ensefalokel frontonasal,
3. meningo ensefalokel fronto-ethmoid, dan
4. meningo ensefalokel nasofaringeal.

Sambungan tulang frontal dan kartilago nasal adalah


tempat tersering dari sefalokel : hubungan ini menjadi titik lemah karena
7

pertumbuhan yang berbeda tulang frontal dan kartilago nasal. Suwanwela


menyebut sefalokel diregio ini sebagai meningoensefalokel fronto-
ethmoid dan dikelompokkan kedalam tiga subkelompok:

1. Jenis nasofrontal: menonjol pada sambungan tulang frontal dan


tulang nasal.
2. Jenis nasoethmoid: menonjol pada tulang nasal atau kartilago nasal.
3. Jenis naso-orbital: menonjol dari bagian anterior tulang ethmoid dari
bagian anterior orbit.

Meningoensefalokel basal dapat dibagi kedalam lima kelompok:

1. Meningoensefalokel transethmoidal (intranasal) : herniasi ke dalam


kavum nasal melalui lamina kribrosa.
2. Meningoensefalokel sfeno-ethmoid (intranasal posterior) : herniasi
ke bagian posterior kavum nasal melalui tulang sfenoid.
3. Meningoensefalokel transsfenoid (sfenofaringeal): herniasi
ke nasofaring melalui tulang sfenoid.
4. Meningoensefalokel sfeno-orbital: herniasi keruang orbit melalui
fissura orbital superior.
5. Meningo ensefalokel sfenomaksillari : herniasi kerongga orbit
melalui fissura pterigoid, kemudian kefossa pterigoid melalui fissura
intra orbital.

2.1.4 Gejala Klinis


Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral
yang terjadi, termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang
mengalami displasia dan masuk ke dalam kantung
meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meningen saja,
prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang normal. Gejala-gejala
sehubungan dengan malformasi otak adalah mental retardasi, ataxia
spastik, kejang, buta dan gangguan gerakan bola mata. Sebenarnya
diagnosis perinatal dapat ditegakkan dengan pemeriksaan USG, alfa feto
protein cairan amnion dan serum ibu.
8

Ukuran dari meningo ensefalokel mempengaruhi ukuran dari


tengkoran dan otak tergantung dari besarnya protrusi pada tengkorak.
Bila protrusi besar, maka tengkorak akan tampak seperti mikrosefali,
karena banyak jaringan otak yang sudah keluar. Menigoensefalokel
jarang berhubungan dengan malformasi serebri saja dan biasanya
berhubungan dengan abnormalitas dari hemisper serebri, serebelli dan
otak tengah.

Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal,


tetapi beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial,
gangguan penglihatan, dan kelemahan motorik fokal.

Meningo ensefalokel anterior sering bersamaan dengan anomali


muka, seperti bibir dan langit-langit bercelah. Empat anomali yaitu
meningoensefalokel oksipital, hidrosefalus, deformitas Klippel-Feil, dan
langit-langit bercelah sering terjadi sebagai tetrad. Kelainan
jantung kongenital dan ekstremitas yang displastik adalah anomali yang
berhubungan yang terletak dibagian lain dari badan.

Hidrosefalus mungkin terjadi sebelum diperbaikinya sefalokel,


atau mungkin terbentuk setelah operasi. Insidens hidrosefalus yang
menyertai pada meningo ensefalokel oksipital adalah 25 persen pada
meningokel dan 66 persen pada meningo ensefalokel. Hidrosefalus yang
bersamaan pada meningo ensefalokel anterior jarang. Seperti pada
spina bifida, insidens hidrosefalus lebih tinggi pada sefalokel yang
mengandung jaringan otak. Insidens hidrosefalus yang menyertai pada
meningo ensefalokel oksipital adalah hampir sama dengan pada
mielomeningokel.

Ensefalokel fronto ethmoidal muncul dengan massa di wajah


sedangkan Ensefalokel basal tidak tampak dari luar. Ensefalokel
nasofrontal muncul di pangkal hidung di atas tulang hidung. Ensefalokel
nasoethmoidal terletak di bawah tulang hidung dan naso-orbital
ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme, proptosis dan mendesak bola
mata.
9

2.1.5 Patofisiologi
Meningo ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang
ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak
yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang
tengkorak. Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan
tabung saraf selama perkembangan janin.

Ada dua bentuk disrafisme utama yang mempengaruhi tulang


kranial, dan menghasilkan protrusi jaringan melalui defek linea mediana
tulang yang disebut kranium bifidum. Mielomeningokel kranium terdiri
dari kantong meninges yang terisi hanya cairan serebrospinal dan
meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks serebri,
serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling lazim pada
daerah oksipital pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi
frontal atau nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari
defek penutupan tuba neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini
dianggap sama dengan etiologi anensefali dan mielomeningokel.

Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk


terjadinya hirdosefalus karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari,
atau sindrom Dandy-Walker. Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung
kecil dengan batang bertangkai atau struktur seperti kista besar yang
dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat tertutup total dengan kulit,
namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin) dapat terjadi dan
memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung dapat
menampakkan adanya jaringan saraf.

2.1.6 Diagnostik
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis
sefalokel: daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau
tidaknya anomali SSP, dan dinamika CSS.

Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah


dikenal pada foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah
10

defek tulang, perluasan defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat
diketahui. Ada atau tidaknya otak yang vital dikantung dapat ditentukan
dengan ventrikulografi dan angiografi serebral, namun CT
scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung namun semua kelainan
intrakranial yang bersamaan.

Meningoensefalokel oksipitalharus didiferensiasi darikasus garis


tengah lainnya, seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus
perikrani sangat lebih kompresibel dibanding meningo ensefalokel. CT
scanmemperlihatkan displasia serebral sebagai tambahan atas kantung
dorsal pada holoprosensefali. Angiografi serebral mungkin perlu untuk
membedakan meningo ensefalokel oksipital dari kantung dorsal
holoprosensefali : holoprosensefali didiagnosis oleh adanya arteria
serebral anterior azigos.

Untuk memeriksa lubang dari defek tulang pada meningo


ensefalokel anterior, tomografi fossa anterior dan CT scandi perlukan.
Meningoensefalokel anterior harus didiferensiasi dari polip nasal,
teratoma orbitofronal, gliomaektopik( nasal), dankeadaan serupa.
Teratoma orbito frontal mungkin menampakkan kalsifikasi pada foto
polos dan meluas kedalam ruang intrakranial.Tumor ini menjadi maligna
dengan pertambahan usia. Glioma nasal adalah tumor neurogenik
kongenital yang jarang yaitu massa heterotopik non neoplastik dari
jaringan neuroglial. Tapi mungkin tumbuh seperti neoplasma sejati,
menginfiltrasi jaringan sekitarnya, serta metastasis ke nodus limfe
regional.
MRI kranial dapat memberi gambaran yang pasti dari kandungan
dalam meningi ensefalokel. Meskipun terletak pada garis tengah,isi dari
protrusi biasanya dari salah satu hemisfer yang lebih kecil.

2.1.7 Komplikasi
Meningoensefalokel sering disertai dengan kelainan kranium fasial
atau kelainan otak lainnya, seperti hidrochephalus atau kelainan
kongenital lainnya(Syndrome Meckel, Syndrome Dandy-Walker).
11

Kelainan kepala lainnya yang dapat dideteksi dengan USG adalah kista
otak, miensefalus (fusi tulang occiput vertebrata sehingga janin dalam
sikap hiperekstensi), huloprokensefalus (hanya berbentuk sebuah rongga
ventrikel yang berdilatasi), hindranensefalus (destruksi total jaringan otak
sehingga kepala hanya berisi cairan), kelainan bentuk kepala
(dulikochephaluskh, branchi chpalusk) dan sebagainya.

Berikut adalah beberapa komplikasi dari meningoensefalokel, yaitu:

a. Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadri plegia spastik)


b. Gangguan perkembangan
c. Mikrosefalus
d. Hidrosefalus
e. Gangguan penglihatan
f. Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
g. Ataksia
h. Kejang

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luasd
arianomali.Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak
mengandung jaringansaraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik.
Tetapi pada meningoensefalokelyang berisi jaringan otak biasanya
diakhiri dengan kematian dari anak.
Hampir semuameningoensefalokelmemerlukanintervensibedah
saraf,kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang
jelas.Bila mungkintindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari
infeksi, apalagi bila ditemuikulit yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningo
ensefalokele/tidak terjadi kebocoran cairan serebrospinal, operasi segera
dilakukan.Padameningoensefalokelyang ditutupi kulit kepala yang baik,
operasi dapat ditundasampai keadaan anak stabil.Tujuan operasi adalah
menutup defek (watertight dural closure), eksisi masa otak yang herniasi
serta memelihara fungsi otak.
12

Defek tulang yang cukup besar dapat diperbaiki denganwire


mesh, plastik atau tulang, tetapi jarang diperlukan. Hasil akhir operasi
sukar dipastikan olehkarena bervariasinya kasus. Pada tindakan bedah
terhadap 40 penderita didapati
15orang(38%)meninggaldandari25orangyanghidup14 orang (56%)inteleg
ensianya normal meskipun sering dijumpai gangguan motorik dan pada
11orang (44%) dijumpai gangguan intelektual dan motorik.
1. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah yang terpakai harus dikenakan
kasa steril yangdirendam salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang
terpapar harus ditutupi kasasteril yang tidak melekat untuk mencegah
jaringan saraf yang terpaparmenjadikering.
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus
pada saatmempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan
cepat. Pada beberapa pusattubuh bayi ditempatkan dalam kantong
plastik untuk mencegah kehilangan panasyang dapat terjadi akibat
permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito
frontaliskepaladiukurdandibuatgrafiknya.Diperlukan pemeriksaan X-
Ray kepalaAP/LAT dan diambil photografi dari lesi.
2. Perawatan pasca bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah
pembedahan.Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa
setiap jam untuk menjamintidak adanya belitan atau tekukan pada
saluran dan terjaganya tekanan negatif danwadah. Lingkar kepala
diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.Sering kali
terdapat peningkatan awal dalampengukuran setelah penutupan
cacatspinaldanjikapeningkataniniberlanjut dan terjadi perkembanganh
idrochephalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.

2.1.9 Pencegahan
1. Untuk ibu yang berencana untuk hamil, ada baiknya untuk
mempersiapkan jauh-jauh hari. Misalnya, mengkonsumsi makanan
13

bergizi dan suplemen yang mengandung asam folat ditambahkan. Hal


ini dilakukan untuk mencegah terjadinya beberapa kelainan yang
dapat menyerang bayi. Salah satunya, encephalocele atau ensefalokel.
2. Selama kehamilannya, ibu juga harus rajin diperiksa kehamilannya
sehingga lebih dapat mendeteksi dini jika ada perbedaan dan dapat
memperbaiki jika Anda dapat segera karena jika deviasi baru bisa
diketahui setelah usia kandungan lebih dari empat minggu itu akan
perbaikan sulit.

2.2 Tinjauan PustakaAsuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan
pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu:
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk
memecahkan masalah yang sistematis dalam memberikan pelayanan
keperawatan serta dapat menghasilkan rencana keperawatan yang
menerangkan kebutuhan setiap pasien seperti yang disebutkan diatas
yaitu melalui lima tahapan (Doenges, 2012).

2.2.1 Pengkajian
Data Subyektif
1. Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat.
b. Identitas orangtua berupa nama, umur, alamat, pendidikan,
agama, pekerjaan, dan nomor telpon
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah adanya benjolan pada oksipital.
b. Riwayat Antenatal
Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat misalnya sayuran, buah – buahan (jeruk,
14

alpukat), susu, daging dan hati. Ibu mengonsumsi klomifen dan


asam valfroat dan hipertermia, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat
tertentu.
c. Riwayat Natal
Dilakukan SC untuk mencegah terjadinya ruptur/pecahnya
meningokel berdasarkan USG
d. Riwayat Post Natal
Bayi baru lahir mengalami benjolan pada oksipital.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah yang menderita penyakit sejenis, kaji kehamilan
sebelumnya (angka kejadian semakin meningkat jika pada
kehamilan dua sebelumnya menderita meningomielokel atau
anencefali).
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum
Pada keadaan meningoencefalokel umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran.
b. TTV :
Suhu : < 36,5 C atau > 37,5 C
Nadi : < 50x/menit atau > 220x/menit.
Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar
hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
RR : > 60x/ menit atau apnea, pernapasan dangkal, penurunan
bunyi napas, nafas pendek.Perubahan pada system pernafasan
berhubungan dengan inaktivitas yang berat. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaan fisik ini didapatkan tidak ada
kelainan
c. Berat badan : normalnya 2.500 – 3.000 gram.
15

Akan terjadi penurunan berat badan secara fisiologis antara 5%-


10% karena bayi mengalami empat penyesuaian utama yang
dilakukan sebelum dapat memperoleh kemajuan dalam
perkembangan.
d. Panjang badan : normal panjang badan waktu lahir sekitar 48-50
cm.
e. Lingkar kepala, terjadi peningkatan lingkar kepala
SOB : normalnya 32 cm
FO : normalnya 34 cm
MO : normalnya 35 cm
f. Diameter kepala
Diameter biparietalis : ± 9 cm
Diameter bitemporalis : ± 8 cm

2. Pemeriksaan Fisik
1. Kulit
a) Warna kulit : pink/ikterus
b) Cyanosis : ada/tidak ada
c) Kemerahan (RASH) : ada/tidak ada
d) Tanda lahir : ada/tidak ada
e) Turgor kulit : elastis/tidak
f) Akral : hangat /dingin
g) Suhu : 36,5 – 37,5°C

2. Kepala/Leher
Terdapat benjolan di frontal/oksipital
3. Dada/Paru
a) Bentuk : simetris
b) Suara nafas : kanan kiri sama, ada/tidak suara nafas
tambahan
c) Respirasi : spontan dengan alat bantu O2
4. Jantung
16

a) CRT : < 3 detik


b) Denyut jantung : normal, kuat/lemah, teratur,
c) Suara jantung : S1/S2 tunggal, terdengar murmur/tidak
d) Nadi : normal 120 – 160 x/menit
5. Abdomen
a) Lingkar abdomen : tegang/kembung/distensi/supel
b) Peristaltik Usus : ada/tidak
c) Tali Pusat : kering/basah
6. Genetalia
Laki-laki
a) Testis sudah/belum turun, rugae jelas/tidak
b) Alat genetalia bersih/kotor
c) Frekuensi, warna, dan produksi urine

7. Ekstremitas
a) Gerakan : Bebas/terbatas
b) Ekstremitas atas : ada/tidak ada kelainan
c) Ekstremitas bawah : ada/tidak ada kelainan
d) Spina/Tulang belakang : ada/tidak ada kelainan
8. Refkel
a) Rooting reflek : positif/negatif
b) Menggenggam : positif/negatif
c) Menghisap : positif/negatif
d) Babinski : positif/negatif
9. Tonus/Aktifitas
a) Aktifitas : kuat/lemah
b) Menangis : kuat/lemah/keras

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Analisa data
17

Analisa data merupakan proses intelektual meliputi kegiatan


menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingkan dengan
standar, menginterprestasikan dan membuat kesimpulan. Hasil analisa
data adalah pernyataan masalah keperawatan (Doenges, 2000).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang menguraikan respon
insani (status kesehatan atau perubahan pola interaksi aktual potensial)
individu atau kelompok yang perawat dapat membuat intervensi yang
pasti demi kelestarian status kesehatan atau mengurangi,
menghilangkan atau mencegah perubahan-perubahan (Carpenito,
2009).
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada bayi
dengan meningoensefalokel adalah:
Pre op:
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
orgnisme patogan lingkungan
2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
fisik
Post op:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan decomp cordis
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan Hb
4. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan efek
samping tindakan operasi
5. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan reflek hisap menurun

2.2.3 Intervensi
Intervensi adalah acuan tertulis yang direncanakan agar dapat
mengatasi diagnosa keperawatan sehingga pasien dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (Doenges, 2005).
18

1. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan orgnisme patogan


lingkungan
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Resikoinfeksi 1. Lakukan five moment saat 1. Memutus rantai penyebaran
berhubungan dengan perawatan bayi. infeksi.
peningkatan paparan 2. Beri asupan nutrisi sesuai 2. Dengan nutrisi yang adekuat
organisme patogen kebutuhan bayi. akan meningkatkan sistem
lingkungan imun bayi.
Tujuan: 3. Untuk mengetahui kondisi
Tidak terjadi infeksi 3. Observasi tanda-tanda bayi.
selama perawatan vital. 4. Menghindari terjadinya
Kriteria Hasil: 4. Penggunaan peralatan infeksi silang.
- Keadaan umum bayi secara individu. 5. Mencegah terjadinya infeksi
membaik 5. Jaga kebersihan bayi dan dari bayi dan lingkungan.
- TTV dalam batas lingkungan. 6. Menghentikan terjadinya
normal (suhu 36,5- penularan atau perpindahan
o
37,5 C 6. Lakukan perawatan kuman.
RR 40-60 x/mnt dengan tekhnik septik dan
HR 140-160 x/mnt) aseptik. 7. Pemberian antibiotik akan
- Luka post op kering, menghambat
tidak ada tanda-tanda 7. Kolaborasi dengan tim mikroorganisme
infeksi. medis dalam pemberian berkembang.
- Hasil penunjang antibiotik. 8. Untuk menentukan
dalam batas normal pemberian terapi selanjutya.
(leukosit 9000- 8. Pantau hasil laboratorium
12.000/mm3 (DL, CRP dan Kultur
- Dalam pemeriksaan darah).
Kultur darah tidak
pertumbuhan kuman).

2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik


No Diagnosa Intervensi Rasional
2. Risiko integritas kulit 1. Menempatkan anak pada 1. untuk mengurangi tekanan
berhubungan dengan permukaan pengurang tekanan pada lutut dan pergelangan
19

imobilisasi fisik 2. Memijat kulit dengan perlahan kaki selama posisi


Tujuan: selama pembersihan dan telungkup.
Gangguan integritas pemberian lotion 2. untuk meningkatkan
kulit tidak terjadi 3. Memberikan terapi stimulan sirkulasi
Kriteria Hasil: pada bayi 3. untuk memberikan
- Kulit tetap bersih 4. Mengubah posisi bayi minimal kelancaran eliminasi
dan kering tanpa setiap 2 jam dan masase pada 4. untuk menghindari
bukti – bukti titik penekanan kerusakan kulit
iritasi

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan


No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak efektif 1. Jelaskan tujuan dan 1. Untuk meminimalkan resiko
berhubungan dengan prosedur stabilisasi jalan complain pada keluarga
depresi pusat pernafasan nafas pada keluarga
2. Observasi vital sign dan
Tujuan: kesimetrisan pergerakan 2. Untuk mengevaluasi
Pola nafas efektif dada keberhasilan pemasangan
Kriteria Hasil: 3. Posisikan pasien sedikit endotracheal (selang ETT)
 Vital sign normal. ekstensi 3. Memberikan posisi yang
HR 120-160x/menit 4. Kolaborasi dalam nyaman untuk pasien
RR 40-60x/menit pemberian terapi oksigen 4. Menjaga kestabilan
SH 36,5-37,5°C 5. Kolaborasi dalam pernafasan pasien
SpO₂ 88-92% pemeriksaan laborat dan 5. Untuk evaluasi kebutuhan
foto thorak oksigen yang diterima pasien

4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan decomp cordis


No Diagnosa Intervensi Rasional
4. Penurunan curah jantung 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui keadaan umum
berhubungan dengan 2. Monitor intake cairan dan standart untuk

decomp cordis 3. Monitor output cairan mementukan intervensi

Tujuan: 4. Monitor elektrolit selanjutnya


5. Ajarkan orang tua 2. Mengetahui tanda syok
Curah jantung meningkat
20

Kriteria Hasil: mengenali tanda syok 3. Mengetahui tanda syok


- Nadi Normal (akral dingin, bayi 4. Mengetahui tanda syok
- CRT <3 detik tampak biru) 5. Mengajarkan orang tua

- Tidak sianosis 6. Kolaborasi dengan tim mengenai tanda dini syok


medis terkait 6. Mempertahankan intake
- Saturasi normal
pemberian cairan yg cairan
adekuat

5. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan Hb


No Diagnosa Intervensi Rasional
5. Perfusi perifer tidak 1. Jelaskan tanda tanda 1. Memberikan edukasi
efektif berhubungan perdarahan orang tua untuk
dengan penurunan 2. Observasi vital sign penambahan darah yang
Hb 3. Observasi intake dan output dibutuhkan
Tujuan: cairan 2. Untuk melihat tanda-tanda
Sirkulasi darah ke 4. Pertahankan akses IV
ketidakstabilan pasien
perifer meningkat 5. Kolaborasi dengan tim dalam
3. Menjaga keseimbangan
Kriteria Hasil: pemberian cairan
cairan
- CRT < 3 detik 6. Kolaborasi dengan tim dalam
4. Untuk akses cairan/transfuse
- Akral hangat pemberian transfusi 5. Menjaga kebutuhan cairan
- Tidak sianosis pasien
- Nadi normal 6. Penangan dan pencegahan
- Saturasi nomal perdarahan berulang

6. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan efek samping


tindakan operasi
No Diagnosa Intervensi Rasional
6. Resiko perfusi serebral 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
tidak efektif berhubungan peningkatan TIK potensial peningkatan TIK

dengan efek samping 2. Monitor tanda vital 2. Mengetahui tanda


3. Monitor tanda-tanda ketidakstabilan pasien
tindakan operasi
infeksi 3. Mencegah terjadinya
21

Tujuan: 4. Jelaskan tentang infeksi


Tidak terjadi gangguan program pengobatan 4. Memberi pemahaman
perfusi serebral 5. Jelaskan tentang kepada orang tua tentang

Kriteria Hasil: prosedur tindakan pengobatan yang akan

- Nadi Normal 6. Kolaborasi dalam dilakukan kepada bayinya


pemberian obat 5. Memberi pemahaman
- CRT <3 detik
kepada orang tua tentang
- Tidak sianosis
pengobatan yang akan
- Saturasi normal
dilakukan kepada bayinya
6. Sebagai terapi

7. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan reflek hisap menurun


No Diagnosa Intervensi Rasional
7. Resiko defisit nutrisi 1. Monitor BB setiap hari 7. Mengetahui adanya
berhubungan dengan 2. Monitor tanda vital setiap hari peningkatan atau
reflek hisap 3. Jelaskan kepada orang tua penurunan BB setiap hari
Tujuan: tentang pemberian nutrisi bayi 8. Mengetahui keadaan
Tidak terjadi defisit 4. Jelaskan kepada orang tua umum dan standart untuk
nutrisi tentang pemberian ASI ekslusif mementukan intervensi
Kriteria hasil: 5. Kolaborasi dengan tim medis selanjutnya
- Terjadi tentang pemberian cairan 9. Mengajari orang tua dalam
peningkatan pemberian nutrisi sejak
berat bedan dini
- Bising usus 10. Melatih orang tua dalam
normal menberikan ASI secara
- Reflek hisap ekslusif kepada bayi
kuat 11. Mempertahankan intake
- Membran pasien
mukosa lembab
- Albumin normal

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan
22

disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien


mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2001).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau dalam melakukan evaluasi perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz Alimul,2011).
WOC Kurangnya asupan asam folat, infeksi
TORCH, mutasi gen, hepertermi
selama masa kehamilan

Pertumbuhan tidak normal dari korda spinalis

Defek kongenital

Meningoencefaloke
l

Pre op Post op

Tidak ada barier pembedahan


kulit

B1 Luka eksisi Perdarahan


Efek anastesi
Pecah/tidak imobilitas
Pola nafas
Depresi pusat Hb menurun
tidak efektif Post de entry kuman
Post de entry Kepala tertekan lama pernafasan

Kuman masuk Gangguan integritas kulit Respirasi menurun Resiko infeksi

B6
Resiko infeksi Pertukaran O2 & CO2 menurun

B2 Kerja jantung meningkat


23
Suplai O2 ke otak berkurang Suplai O2 ke jaringan berkurang
Decomcordis Hipoksia Perfusi perifer tidak efektif Suplai O2 ke jaringan turun

B2
Penurunan curah jantung Resiko perfusi serebral tidak Terjadi metabolisme anaerob
efektif
B2
B3 Peningkatan asam laktat

Bayi kurang aktif/lemah

Reflek hisap menurun

Resiko Defisit Nutrisi

B5

24
BAB III
TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
Tanggal : 27 Februari 2019
Pukul : 08.30 WIB
No.Register : 12.73.xx.xx
MRS : 18 Februari 2019 jam : 10.10 WIB
Diagnosa : NA + Meningoencephalocele post op cele ocepital pecah

Nama : By. NY. S


Tanggal lahir : 18Februari 2019 jam 17.00 WIB
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 9 hari
Biodata orang tua

Nama Ibu : Ny. S Nama Ayah : Tn A


Usia : 25 tahun Umur : 27 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ngrojo Alamat : Ngrojo

1. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama / keadaan saat ini : -
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi lahir SC pada tanggal 18Februari 2019 di OK GBPT atas
indikasi BSC + janin kelainan kongenital, usia kehamilan 38 –
39minggu. Bayi lahir langsung menangis, tonus otot baik, dilakukan
perawatan rutin, bayi dihangatkan, dibersihkan, isap lendir dari mulut
dan hidung, dikeringkan, diposisikan kembali,evaluasi. Bayi menangis

25
kuat, kulit kemerahan HR > 100 x/menit SPO2 : 92 %, AS : 7 – 8,
ketuban jernih, terdapat kelainan meningoencephalokel, kemudian bayi
di pindah ke NICU GBPT. BBL : 3129 gram, PB : 49 cm, LK : 26 cm.
BBS : 2938 gram.
Pada tanggal 25 Februari 2019 dilakukan operasieksisi cele dan
pada tanggal 26 Febuari 2019 dari Nicu IGD bayi di pindah ke Ruang
Infeksi (Bayi). Pada pengkajian tanggal 27 Februari 2019, bayi mendapat
terapi Infus TPN354 cc/24 jam, injeksi Amikasin1 x 20 mg, injeksi
Meronem 3 x 60 mg, injeksi Metamizole 3 x 28 mg, minum ASI/sufor 12
x 7 cc.
3. Riwayat Antenatal
Usia ibu saat hamil 25 tahun. Sebelumnya ibu memakai
kontrasepsi suntik hormone setiap 3 bulan sekali. Ibu hamil G2 P1I0A0H0
dengan usia kehamilan 38 – 39minggu. Ibu rutin kontrol tiap bulan ke
bidan dan rumah sakit. Selama kehamilan ibu sering mengalami
hipertermi.
4. Riwayat Natal
Bayi lahir SC dengan indikasi BSC + janin kelainan
kongenitaldiagnose ibu G2 P1I0A0H038-39 minggu, ketuban jernih,
perdarahan tidak terkaji. Bayi tidak dilakukan IMD.
5. Riwayat Post natal
Bayi lahir dengan apgar score 7 – 8, bayi tidak mendapat
resusitasi saat lahir. Bayi lahir langsung menangis, tonus otot baik.
Terdapat kelainan bawaan meningoencephalokel.
6. Riwayat Penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti :
hepatitis, TBC, HIV dan tidak mempunyai penyakit keturunan seperti :
DM, Hipertensi.
7. Pemenuhan Kebutuhan Sehari – hari
Nutrisi : Bayi mendapatkan minum ASI/sufor
12 x 7 cc, Infus TPN 14,63 cc/jam
Istirahat tidur : Bayi banyak tidur

26
Eliminasi : BAK warna kuning± 30 cc, BAB
warna kuning
Personal Hygiene : Bayi diganti popok setiap selesei
diseka dan basah
Aktifitas : Bayi lemah

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Diperiksa tanggal : 27-02-2019 Jam : 08.30WIB
Berat badan sekarang : 2938 gram BBL : 3129 gram
Panjang badan : 49 cm
Lingkar kepala : 26 cm
Kulit
a. Warna kulit : pucat
b. Cyanosis : tidak ada
c. Kemerahan (RASH) : tidak ada
d. Tanda lahir : tidak ada
e. Turgor kulit :kembali >3 detik
f. Suhu kulit : 36,7oC
Kepala/Leher
a) Terdapat luka post operasi meningoencephalokel terbungkus kasi
dengan panjang ± 10 cm.
b) Frontanela anterior : Lunak
c) Sutura sagitalis : Tepat
d) Gambaran wajah : Simetris
e) Caput succedanum : tidak ada
f) Cepal hematom : tidak ada
g) Telinga : Normal
h) Hidung : simetris, tidak ada napas cuping hidung,
tidak ada secret, frekuensi nafas 40 x/menit
i) Mata : tidak ada secret, sclera mata tidak ikterik
j) Mulut : bibir kering, mukosa mulut lembab, tidak
ada stomatitis, terpasang OGT

27
Dada dan Paru
a) Bentuk : Simetris
b) Suara nafas : vesikuler kanan kiri sama, bersih, tidak
ada suara nafas tambahan
c) Respirasi : frekuensi nafas 40 x/menit
Jantung
e) CRT : 3> detik
f) Denyut jantung : 140x/mnt, kuat, teratur
g) Suara jantung : S1/S2 tunggal, tidak terdengar murmur
Abdomen
d) Lingkar abdomen : 29 cm, abdomen supel, tidak distended
e) Bising Usus : ada
f) Peristaltik Usus : 15 x/menit
g) Tali Pusat : kering
Genetalia
Laki – laki
d) Testis sudah turun
e) Skrotum rugae jelas
f) Alat genetalia bersih
g) Produksi urine 1-2 ml/kgBB
Ekstremitas
e) Gerakan : Bebas
f) Ekstremitas atas : Terpasang infus TPN kec 14,63 cc/jam
g) Ekstremitas bawah : Normal, tidak ada odema pada ekstrimitas
h) Kelainan tulang : Tidak ada
i) Spina/Tulang belakang : Normal
Reflek
e) Rooting reflek : lemah
f) Menggenggam : kuat
g) Menghisap : lemah
h) Babinski : ada

28
Tonus/Aktifitas
c) Aktifitas : aktif
d) Menangis : keras

3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tanggal 25 Februari 2019
Jenis Normal Tanggal
hematologi 27-01-2019
WBC 3,6-11x103 13,8
HGB 11,7-15,5 8,8
HCT 35-47% 27,8
PLT 150-400x103 586.000
Alb 3,4-5,0 3,3
Natrium 135 – 145 137
Kalium 3,6 – 5,0 5
Chloride 101 – 111 103
Calsium 2,12 – 2,62 8,5
CRP <5 14,9

Hasil kultur darah tanggal 21 Febuari 2019 : Tidak ada pertumbuhan kuman
Hasil kultur swab tanggal 25 Febuari 2019 : Pseudomonas Aeruginosa
Hasi foto babygram tanggal 18 Febuari 2019 : Tidak tampak kelainan
Hasil foto CT scan tanggal 20 Febuari 2019 :
Gambaran Meningo ensefalokele disertai IVH didalamnya melalui defek
ukuran ± 2,06 x 2,54 cm pada os calvaria regio occipital

29
3.4 PROGRAM THERAPI
1. Nutrisi : ASI / Sufor 12 x 7 ml
Cairan dan nutrisi ~351 ml/kg/hr
D12,5% 340 ml Ca Gluc 10% 3 ml
Nacl 15 % 2 ml Vitalipid 8 ml
Kcl 7,4 % 1 ml
2. Injeksi : Meropenem3 x 60 mg iv
Amikasin 1 x 20 mg iv
Metamizole 3 x 28 mg iv

3.5 ANALISA DATA


No/ DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS= - Efek anastesi Perfusi perifer tidak
DO: efektif
- Suhu : 36,8°C Depresi pusat pernafasan
- SpO2 : 94%
- HR : 140 x/menit Respirasi menurun
- RR : 40 x/menit
- Pucat Pertukaran O2 dan CO 2
- Hb 8,8 menurun
- CRT < 3dtk

Suplai O2 ke perifer
berkurang

Perfusi perifer tidak


efektif

2. DS : - Meningo ensefalokele Resiko infeksi


DO :
- Luka post op tertutup pembedahan

kassa (eksisi cele)

- RR 70 x/mnt, SpO2 98 %

30
HR. 156 x/mnt, Post de entry kuman
Suhu37,2oC
- Hasil lab tgl 27/02/2019 Resiko infeksi
Wbc 13,8 CRP 14,9
Hb 8,8 Plt 586
- Hasil kultur swab tgl
25/02/2019
Pseudomonas
Aeruginosa

3.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan Hb


2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan orgnisme
patogan lingkungan

31
Data Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Keperawatan
DS : - Perfusi perifer Tujuan: Tanggal 27-02-2019 Pukul 13.00
DO: tidak efektif Tidak terjadi perdarahan  08.00 Memonitor vital S:
- Suhu : 36,8°C dalam waktu 3x24jam sign. Suhu: 36,8 derajat C. O:
SpO2: 94%. HR: 140 KU lemah, tidak muntah, suhu:
- SpO2 : 94%
Kriteria hasil: x/menit. RR: 40 x/menit. 36,8C, SpO2: 94%, HR: 140
- HR : 140 x/menit - Vital sign normal  09.00 Memberikan terapi x/menit, RR: 40 x/menit,
- Kemerahan antibiotika, injeksi Kemerahan, CRT < 3 dtk
- RR : 40 x/menit
- Tidak ada meropenem 60 A:
- BB : 2938 gram perdarahan mgmenggunakan syringe Masalah teratasi sebagian
- Intake dan output pump P:
- Terdapat luka post
balance  10.00Memonitor tanda- Lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
operasi - Tidak muntah tanda perdarahan
meningoencephalokel
- HB > 12 mg/dl  11.00 Mengambil sample
- CRT < 3 dtk laborat untuk evaluasi, DL
terbungkus kassa dan CRP
dengan panjang ± 10  12.00 Memberikan minum
Intervensi Rasional: perspeen, tidak muntah
cm 1. Jelaskan tanda-tanda  12.15 Memberikan
perdarahan tranfusi PRC 30 cc
- Bayi tampak pucat
2. Monitor vital sign Tanggal 28-02-2019 Pukul 13.00
- CRT < 3 dtk 3. Monitor tanda
 08.00 Memonitori vital S: -
perdarahan O:
- Hasil lab tgl sign. Suhu: 37,1 C, SpO2:
4. Pertahankan akses IV KU lemah, tidak pucat, tidak ada
96%, HR: 166 x/menit
25/02/2019 5. Kolaborasi dalam
 09.00 Memberikan injeksi muntah. Suhu: 37,1 C, SpO2:
pemberian terapi 93%, HR: 160 x/menit.
HB 8,8 mg/dl meropenem 60
cairan dan transfusi A:
mgmenggunakan syringe
darah Masalah teratasi sebagian, hasil
pump
 10.00 Memonitor tanda- lab tgl 27/02/2019 HB 11,2 mg/dl

32
tanda perdarahan P:
 12.00 Memberikan minum Lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
perspeen, tidak muntah
Tanggal 01-03-2019 Pukul 13.00
 08.00 Memonitor vital sign. S: -
Suhu: 37,2 C, SpO2: 95%, O:
HR: 161 x/menit. KU lemah, tidak kejang, Suhu:
 10.00 Memonitor tanda- 37,1 C, SpO2: 93%, HR: 160
tanda perdarahan x/menitC.
 09.00 Memberikan terapi A:
antibiotika, injeksi Masalah teratasi
meropenem 60 mg P:
menggunakan syringe pump Lanjutkan intervensi no 1 s/d 5
 12.00 Memberikan minum
perspeen, tidak muntah
DS: - Resiko infeksi Tujuan: Tanggal 27-02-2019 Pukul 13.00
DO: - Infeksi dapat teratasi  08.00 Memonitor vital sign S:
- Luka post op selama 3 x 24 jam dan tanda-tanda O: Suhu: 36,8 C, SpO2: 91%, HR:
infeksiSuhu: 36,5 C, SpO2: 146 x/menit
tertutup kassa
Kriteria Hasil: 94%, HR: 151 x/menit A:
- Luka bersih - KU baik  09.00Memberikan terapi Masalah teratasi sebagian
- Vital sign dalam injeksi meropenem 60 mg P:
- Tidak ada pus
batas normal, Hasil melalui syring pump Lanjutkan intervensi 1 s/d 5
- RR 70 x/mnt, SpO2 lab (DL, CRP, SE,  10.00 Merawat luka dengan
FH, GDA dan kultur Teknik aseptic dengan
98 % HR. 156
darah normal). dokter NS, keadaan luka
x/mnt, Suhu37,2oC bersih tidak ada pus
- Hasil lab tgl
Intervensi:  11.00 Mengambil sample
1. Jelasakan tentang laborat untuk evaluasi, DL
kondisi bayi kepada dan CRP

33
25/02/2019 keluarga  12.00 Memberikan support
2. Monitor vital sign orangtua untuk dapat
- Wbc 13,8 CRP
tiap 3 jam meneteki bayinya
14,9Hb 8,8Plt 586 3. Lakukan tindakan Tanggal 28-02-2019 Pukul 13.00
- Hasil kultur swab tgl
aseptic  08.00 Memonitor vital sign S:
4. Anjurkan ibu untuk dan tanda-tanda O: Suhu: 36,7 C, SpO2: 95%, HR:
25/02/2019
memberikan ASI infeksiSuhu: 35,9 C, SpO2: 155 x/menit
Pseudomonas
5. Kolaborasi dengan 89%, HR: 131 x/menit A: hipotermi teratasi
Aeruginosa
tim medis dalam Membedong bayi P:
pemberianantibiotic Memberi ekstra lampu Lanjutkan intervensi1 s/d 5
6. Kolaborasi dengan  09.00Memberikan terapi
tim medis dalam injeksi meropenem 60 mg
pemeriksaan laborat melalui syring pump
 12.00 Memberikan support
orangtua untuk dapat
meneteki bayinya
Tanggal 01-03-2019 Pukul 13.00
 16.00Memonitor vital sign S:
dan tanda-tanda O: Suhu: 37 C, SpO2: 95%, HR:
infeksiSuhu: 37 C, SpO2: 167 x/menit
95%, HR: 167 x/menit A:
 17.00 Memberikan terapi Masalah teratasi sebagian
injeksi meropenem 60 mg P:
dan amikasin20 mg Lanjutkan intervensi 1 s/d 5
menggunakan syringe pump
 20.00 Memberikan minum
ASI sesuai advis dokter

34
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan asuhan keperawatan pada By.Ny S di ruang NICU


RKL RSUD Dr Soetomo Surabaya yang dilakukan dengan melaksanakan
penerapan askep dikaitkan dengan teori yang digunakan sebagai landasan didalam
melaksanakan manajemen keperawatan. Dari hasil tersebut dapat diambil adanya
kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan.
Dalam pengkajian kami mengangkat diagnosa keperawatan gangguan
perfusi jaringan, hal ini dikarenakan penderita meningoencephalokel post operasi
bisa atau mudah terpapar kuman jika penanganan yang dilakukan tidak menjaga
teknik septik dan aseptik, sehingga kebersihan bayi harus dijaga agar kondisi bayi
tidak semakin buruk, salah satu tindakan yang dilakukan dengan cara pemberian
antibiotik yang mana fungsi antibiotik dapat membunuh kuman.
Adanya proses tindakan pembedahan, kelompok mengangkat diagnosa
keperawatan yaitu resiko infeksi. Dimana tindakan yang harus dilakukan agar
infeksi tidak terjadi dengan menjaga teknik septik aseptik dan mengobservasi
tanda – tanda infeksi, selain itu juga dilakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian antibiotik.
Dalam kasus ini kelompok juga mengangkat resiko gangguan integritas
kulit, yang dimana pasca operasi pasien memiliki bekas luka yang tertutup dengan
kassa streril di bagian belakang kepala. Sehingga dapat mengganggu mobilisasi
pasien dan setiap harinya.

35
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga
ensefalokel (encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba
neuralis. Defek tuba neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina
bifida di daerah kranial akan menyebabkan defek tulang kranium disebut
kranium bifidum. Hal ini dimulai pada masa embrio pada minggu ke III
sampai dengan
minggukeIV;tidakmenutupnyatubaneuralispadaujungkranial dapat
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat. Meningoensefalokel dapat terjadi
diseluruhbagiantengkorak,tetapiyangpalingseringterjadidi regio occipital,kecu
ali pada orang Asia, yang lebih sering terjadi pada regio frontal.
Herniasi atau benjolan ini dapat berisi meningen dan cairan
serebrospinalsaja disebut Meningokel Kranial, dapat juga berisi meningen,
cairanserebrospinaldanjaringan/parenkhim otak disebut
Meningoensefalokel.Secara umum herniasi melalui defek kranium disebut
meningoensefalokel,
walaupunsebenarnyaberbedapatologi,pengobatandan prognosisnya.
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung sar
af selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini
disebabkanoleh gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus
seperti kurangnya asupan asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada
saat kehamilan terutama infeksi TORCH, mutasi gen (terpapar
bahan radiologi), obat – obatan yang mengandung bahan yang terotegenik.
Meningoensefalokel juga disebabkanoleh defek tulang kepala, biasanya
terjadi dibagian occipitalis, kadang-kadang juga dibagian nasal, frontal, atau
parietal
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah
berdasarkan tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian
merupakan tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua informasi baik

36
dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya. Lakukan pengkajian
bayi baru lahir. Observasi manifestasi meningoencephalokel.

5.2. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca.
Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih
baik

37

Anda mungkin juga menyukai