Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi Tugas Case Analized Method


“ MALFORMASI ANOREKTAL (MAR) ”
Dosen Pembimbing Eli Lusiani., S.Kep Ners M.Kep

Disusun oleh :

Nurasyifa Anugrah F 302017053

Lulu Lutfiah 302017043

Zainab Zakiyah Zahrotul F 302017086

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN 'AISYIYAH BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. bahwa penyusun telah
menyelesaikan Tugas Case Analized Method dengan membahas “Asuhan
Keperawatan anak II dengan penyakit “Malformasi Anorektal” dalam bentuk
makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-
rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi. Penyusunan
makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
Tugas Case Analized Method di Stikes „Aisyiyah Bandung.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Aamin Yaa Robbal „Alamiin.

Bandung, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. D. Tujuan Khusus ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Anatomi Fisiologi sistem pencernaan .......................................................... 3
B. Definisi ........................................................................................................ 5
C. Etiologi ........................................................................................................ 5
D. Klasifikasi .................................................................................................... 6
E. Pathway ........................................................................................................ 9
F. Manifestasi klinis ......................................................................................... 9
G. Pemeriksaan penunjang.............................................................................. 10
H. Penatalaksanaan ......................................................................................... 11
I. Komplikasi ................................................................................................. 16
J. Hosptalisasi ................................................................................................ 17
BAB III ANALISA KASUS ............................................................................... 19
A. Kasus ............................................................................................................ 19
B. Asuhan Keperawatan .................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 41
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 41
B. Saran ................................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini
menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi. ( Wong, 2009)
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini
lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami
malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh
puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem
organ lainnya. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal
sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan
yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin
untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih
baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal
dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen,
akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini akan diuraikan dalam bab
pembahasan. Rumusan masalah makalah ini terdiri dari
1. Bagaimana Anatomi fisiologi sistem pencernaan?
2. Apa yang dimaksud dengan Malformasi Anorektal?
3. Bagaimana etiologi dari Malformasi Anorektal?
4. Bagaimana klasifikasi Malformasi Anorektal?
5. Jelaskan patofisiologi Malformasi Anorektal ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Malformasi Anorektal?

1
2

7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Malformasi Anorektal?


8. Apa saja Penatalaksanaan dari Malformasi Anorektal?
9. Apa saja komplikasi dari Malformasi Anorektal?
10. Bagaimana akibat hospitalisasi pada anak
C. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit dari Malformasi Anorektal (MAR)
dan asuhan keperawatan pada penyakit dari Malformasi Anorektal (MAR).
D. Tujuan Khusus
Tujuan pembuatan makalah ini dapat disebut juga jawaban dalam setiap
rumusan masalah. Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pencernaan
2. Untuk mengetahui definisi Malformasi Anorektal
3. Untuk mengetahui etiologi dari Malformasi Anorektal
4. Untuk mengetahui klasifikasi Malformasi Anorektal
5. Untuk mengetahui patofisiologi Malformasi Anorektal
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Malformasi Anorektal
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Malformasi Anorektal
8. Untuk mnegetahui penatalaksanaan dari Malformasi Anorektal
9. Untuk mengetahui komplikasi dari Malformasi Anorektal
10. Untuk mengetahui bagaimana akibat hospitalisasi pada anak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi sistem pencernaan


Menurut Dwi, Ari. 2018 terdapat anatomi fisiologi sistem pencernaan (anal-
rektum) yaitu sebagai berikut.
1. Struktur Anus
Kulit di sekitar anus merupakan kulit berkeratin, yang dilapisi oleh epitel
skuamos stratified dan memiliki komponen kulit rambut halus, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea, dan nervus somatik (sensitif terhadap nyeri), tanpa komponen
kulit tersebut maka kulitnya terlihat seperti dilapisa sel epitel kuboid. Saluran anal
mempunyai panjang sekitar 2 – 4,5 cm, dikelilingi oleh otot berbentuk seperti
cincin yang disebut sfingter anal internal dan sfingter anal eksternal. Saluran ini
juga dilapisi oleh membran mukosa, bagian atas saluran ini memiliki sel yang
menghasilkan sekret untuk mempermudah feses keluar dari tubuh.
2. Bagian – Bagian Anus dan Fungsinya
 Anal Canal
Anal Canal (Kanalis Anal) merupakan sebuah saluran dengan panjang sekitar
4 cm yang dikelilingi oleh sfingter anus. Bagian atasnya dilapisi oleh mukosa
glandular rektal. Fungsi Kanal ini merupakan sebagai penghubung antara rektum
dengan bagian luar tubuh.
 Rektum
Rektum sebenarnya merupakan organ yang berbeda dengan anus. Rektum
merupakan ruangan dengan panjang sekitar 12 – 15 cm yang terletak setelah
kolon (usus besar). Fungsi rektum adalah untuk menampung feses sementara,
ketika rektum sudah penuh, maka dinding rektum akan memberikan impuls
(rangsangan) ke otak sehingga timbul keinginan untuk buang air besar (defekasi)
 Sfingter Anal Internal
Sfingter anal internal merupakan jaringan otot polos yang mengelilingi 2,5 cm
bagian kalis anal. Sfingter anal internal mempunyai ketebalan sekitar 5 mm,
karena disusun oleh serat otot polos, maka kerja dari sfingter ini berlangsung

3
4

secara tidak sadar dan tidak dapat dikontrol. Fungsi dari sfingter anal interlan
adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat buang air besar agar feses tidak
kembali masuk ke usus.
 Sfingter Anal Eksternal
Sfingter Anal Eksternal merupakan jaringan otot rangka (lurik) berbentuk
elips yang melekat pada dinding anus. Panjangnya sekitar 8 – 10 cm. Fungsi dari
sfingter anal eksternal adalah untuk membuka dan menutup kanalis anal. Karena
disusun oleh otot rangka (lurik) maka kerja dari sfingter ini adalah secara sadar.
Otot inilah yang membuat kita bisa menahan proses defekasi (Buang Air Besar)
untuk sementara.
 Pectinate Line
Pectinate Line merupakan garis yang berfungsi sebagai garis pembagi antara
dua pertiga (atas) dengan bagian sepertiga (bawah) anus. Fungsi dari Pectinate
line termasuk penting karena bagian yang dipisahkan olehnya membuanya
struktur dan fungsi yang berbeda.
 Kolom Anal
Kolom Anal atau yang juga sering disebut dengan Kolom Morgagni adalah
beberapa lipatan membran mukosa dan serat otot. Nama Morgagni‟s diambil dari
penemunya yaitu Giovanni Battista Morgagni. Fungsi dari kolom anal adalah
sebagai pembatas dinding anus.
5

B. Definisi
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini
menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi ( Wong, 2009).

Malformasi Anorektal adalah kelainan-kelainan kongenital yang ditemukan


pada saluran cerna bagian anus dan rektum. Kelainan yang terjadi dapat berupa
tidak terbentuknya lubang anus, lubang anus terletak tidak pada tempatnya,
sampai bersatunya lubang anus dan saluran kemih, atau saluran genital (karyanti,
2014).

Dapat disimpulkan bahwa malformasi anorektal adalah kelainan kongenital


yang tidak memiliki lubang anus, lubang anus tidak pada tempatnya, sampai
bersatunya lubang anus dan saluran kemih, atau saluran genital sehingga proses
pengeluaran feses terhambat atau terganggu.

C. Etiologi
Menurut Price, Sylvia 2005 penyebab kasus anus imperforate jarang tanpa
adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan
malformasi. namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di
sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
6

d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25% -
30% dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani

D. Klasifikasi
Menurut wong, 2009 terdapat klasifikasi mengenai malformasi anorektal yaitu
sebagai berikut.

1. Tipe Bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis.
Terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.
2. Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria)
atau rektovaginal (wanita).
Keterangan:
Laki-laki:
a. Fistula perineum (kutaneus) adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis
kelamin, mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari
titik pusat atau vulva pada perempuan. Penderita laki-laki sering perineumnya
terdapat malformasi jenis “pegangan ember (buckethandle)” atau struktur
7

jenis “pita hitam”, yang menggambarkan fistula subepitel yag terisi dengan
mekonium. Penderita ini biasanya mempunyai sacrum normal, linea mediana
nyata, dan lesung anus jelas. Frekuensi cacat terkait yang mengenai organ lain
kurang dari 10%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan inspeksi sederhana
perianal tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, dan cacat ini dapat
diperbaiki tanpa kolostomi protektif.
b. Fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra
bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat). Mekanisme sfingter biasanya
memuaskan; beberapa penderita mempunyai otot perianal yang jelek dan
perineumnya terlihat datar. Sacrum dapat mengalami berbagai tingkat
kelambatan perkembagan, terutama pada kasus fistula rektrouretra prostatika.
Kebanyakan penderita ini mempunyai bentuk lekukan garis tengah perineum
dan lesung anus yang baik. Mereka yang mempunyai fistula rektoprostatika
mengalami perkembangan sacrum yang jelek dan sering periuneumnya datar.
Penderita ini membutuhkan kolostomi protetktif selama masa nenonatus.
Operasi perbaikan total dilakukan di kemudian hari. Fistula rektrouretra
merupakan cacat anorektum yang paling sering pada penderita laki-laki.
c. Fistula rektovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing pada
setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme sfingter sering berkembang sangat
jelek. Sakrum sering tidak terbentuk atau seringkali tidak ada. Perineum
tampak datar. Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita laki-laki dengan
cacat ini. Prognosis fungsi usus biasanya jelek. Kolostomi diharuskan selama
masa neonatus yang disertai dengan operasi perbaikan korektif di kemudian
hari.
d. Anus imperforata tanpa fistula mempunyai karakteristik sama pada kedua
jenis kelamin. Rektum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira
2 cm di atas kulit perineum. Sakrum dan mekanisme sfingter biasanya
berkembang baik. Prognosis fungsional biasanya baik dan amat serupa
dengan prognosis penderita laki-laki dengan fistula bulbar rektrouretra.
Kolostomi terindikasi selama masa neonatus. Cacat ini sering berkaitan
dengan sindrom down.
8

e. Atresia rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomali
anorektum. Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis
kelamin. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai
kanal anus dan anus yang normal. Cacat ini sering ditemukan ketika
mengukur suhu rektum. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit.
Penderita ini membutuhkan kolostomi protektif. Prognosis fungsional sangat
baik karena mereka mempunyai mekanisme sfingter yang normal (dan sensasi
normal) yang terletak di kanal anus.
Perempuan:
a. Fistula vestibular adalah cacat yang paing sering ditemukan pada perempuan.
Rektum bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar
selaput dara. Penderita sering dikelirukan dengan penderita “fistula
rektovagina”. Prognosis fungsionalnya sangat baik. Sakrum biasanya normal,
dan perineum menunjukkan lekukan garis tengah yang nyata dan lesung anus
kelihatan jelas; semua ini menandakan bahwa mekanisme sfingter utuh.
Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi koreksi, walaupun
kolostomi ini tidak perlu dilakukan sebagai suatu tindakan darurat karena
fistulanya sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna.
b. Kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kecing bertemu dan menyatu
dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak
sedikit di belakang klitoris. Panjang saluran bersama tersebut bervariasi
sekitar 1-10 cm; hal ini mempunyai implikasi prognosis dan teknis yang
penting. Penderita dengan saluran bersama yang pendek (<3cm) biasanya
mempunyai perekembangan sakrum dan sfingter yang baik. Saluran bersama
yang lebih dari 3 cm biasanya memberi kesan bahwa penderita tersebut
mempunyai cacat lebih kompleks dan sering mempunyai mekanisme sfingter
yang jelek dan sakrum yang jelek. Kebanyakan penderita dengan kloaka
mempunyai vagina abnormal besar dan terisi degan sekresi mukus
(hidrokolpos). Ada juga berbagai tingkat penyekatan vagina dan uterus.
Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita yang
menderita kloaka mengalami keadaan gawat darurat urologi karena sekitar
9

90% disertai dengan cacat urologi. Sebelum kolostomi, diagnosis urologi


harus ditegakkan untuk mengososngkan saluran kencing, jika perlu saat
bersamaan dilakukan kolostomi.
E. Pathway

F. Manifestasi klinis
Menurut Lokananta, I. 2016 Terdapat manifestasi klinis pada malformasi
anorektal, yaitu sebagai berikut.
10

a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran


b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang terletak tidak
pada tempatnya
d. Perut kembung
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir
harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan
sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking
yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari
tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih
tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa
perut kembung, muntah berwarna hijau.
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Lokananta, I. 2016 Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang
untuk mendiagnosis malformasi anorektal, seperti:
e. Prone cross-table lateral view
Bayi ditempatkan dengan posisi yang rawan, pinggul tertekuk dan
ditinggikan sampai 45 derajat. Pusat radiografi ditempatkan sekitar trokanter
lebih besar. Sebuah penanda radiologis secara rutin ditempatkan di daerah
perineum dimana harus ada dimpling dubur.
f. USG (Ultrasonography)
Pemeriksaan malformasi anorektal dengan menggunakan USG merupakan
pemeriksaan yang cukup sederhana di rumah sakit. Dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan antara anal dan rektum yang buntu.
g. Invertogram (knee chest position)
Pemeriksaan invertogram digunakan untuk menentukan hubungan antara
ujung distal rektum dengan perineum. Pasien dibiarkan dalam posisi knee-
chest selama 5-10 menit, kemudian dilakukan foto lateral. Apabila jarak
rectum dan kulit 1 cm disebut lesi letak tinggi. Sewaktu foto diambil, bayi
diletakan terbalik (kepala dibawah) atau tidur telungkup, dengan sinar
11

horizontal diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari


ujung udara yang ada diujung distal rektum ke tanda logam di perineum.
h. MRI atau CT-scan
Pemeriksaan dengan menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
atau CT-scan (Computed Tomography) untuk mengevaluasi kompleks otot
pelvis dan panggul.
i. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dilakukan pada anak laki-laki untuk mengetahui
fistel urin (mekoneum keluar melalui saluran kemih). Pada anak perempuan
untuk tipe kloaka (saluran kemih, vagina dan rektum bermuara pada satu
lubang di daerah kemaluan).
j. Pemeriksaan lain
Dilakukan pemeriksaan lain karena anak dengan malformasi anorektal
memiliki asosiasi dengan kelainan lainnya. Asosiasi VACTERL (vertebral,
anal, cardiac, tracheal-esophageal, renal, limb) harus diselidiki pada setiap
pasien dengan malformasi anorektal.

H. Penatalaksanaan
Menurut Lokananta, I. 2016 jalan terbaik untuk klien dengan atresia ani
adalah dengan dilakukan pembedahan:
1. Kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir.
2. Transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum)
3. Sigmoidostomi (kolostomi di kolon sigmoid)
4. Bentuk yang aman adalah daoudle barret atau laran ganda.
12

Pasien dengan kasus malformasi anorektal dirujuk ke spesialis bedah anak


untuk mendapatkan tata laksana defenitif. Tata laksana operatif pada bayi laki-laki
dan perempuan berbeda bergantung kepada jenis dan atau letak lesi.
 Bayi laki-laki
1) Apabila pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi letak rendah (fistula
perineum, bucket handle, stenosis anal, anal membran, dan fistula midline
raphe), kolostomi tidak diperlukan. Anak hanya memerlukan tindakan
PSARP (Posterior Sagittal Anorectoplasty) minimal. Pada tindakan ini
dilaukan pemisahan rectum dan hanya otot sfingter eksternus yang di
belah.
2) Apabila didapatkan pasien dengan flat bottom atau ada mekonium di
dalam urin atau udara pada kandung kemih, kolostomi diperlukan sebelum
operasi defenitif. Empat sampai delapan minggu setelahnya, PSARP dapat
dikerjakan. Apabila dari pemeriksaan klinis masih meragukan,
invertogram dikerjakan. Apabila jarak kulit dan usus >1 cm, kolostomi
perlu dilakukan sebelum PSARP.
 Bayi perempuan
1) Adanya kloaka pada bayi perempuan merupakan kondisi yang sangat
serius dan diperlukan tindakan segera. Kolostomi, vesikostomi, dan
vaginostomi mungkin dikerjakan. Apabila bayi tumbuh dengan keadaan
baik, PSARVUP (Posterior Anorectoplasty & Vaginal-urethroplasty) akan
dikerjakan enam bulan kemudian.
2) Pasien dengan fistula vagina/vestibular akan menjalani kolostomi diikuti
dengan PSARP 4-8 minggu kemudian.
3) Pasien dengan fistula kutaneus/perineum menjalani minimal PSARP tanpa
kolostomi pada masa nenonatus sebagai terapi.
4) Pasien tanpa fistula yang tidak terhubung dengan genital atau perineum
memerlukan invertogram.
Pada kasus letak sedang dan tinggi, diperlukan rekonstruksi yag terdiri dari tiga
tahap:
13

1. Tahap 1: kolostomi. Pada tahap ini, kolon sigmoid dibagi utuh menjadi 2
bagian distal untuk mukosa fistula.
2. Tahap 2: prosedur pull through. Prosedur ini dilakukan 3-6 bulan setelah
kolostomi. Dilakukan penarikan kantung rektal yang paling ujung ke posisi
normal. PSARP (posteriosagital rektoanoplasti) merupakan prosedur yang
paling sering digunakan. PSARP membelah otot sfingter eksternus, kompleks
otot, dan os. koksigeus.
3. Tahap 3: penutupan kolostomi dan businasi. Dilatasi anus (businasi) dimulai
2 minggu setelah tahap 2 sampai ukuran businasi sudah tercapai sesuai usia
baru dilakukan penutupan kolostomi.
Perawatan kolostomi
Menurut Smeltzer dan Brenda, 2001 Perawatan Kolostomi fungsi kolostomi
akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6 pascaoperatif. Perawat
menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan ini.
Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimanamenerapkan
drainase kantung dan melaksanakan irigasi. ada beberapa yang harus diperhatikan
dalam menangani kolostomi, antara lain;
1. Perawatan Kulit
Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan
sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma
dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan,
memberikan barrier kulit, protektif di sekitar stoma, dan
mengamankannya dengan meletakan kantung drainase. Kulit dibersihkan
dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta
lembut. Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun bertindak
sebagai agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan
fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutupi
stoma.
2. Memasang Kantung stoma
Diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung
harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan terlebih
14

dahulu. Barier kulit peristoma dipasang. Kemudian kantung dipasang


dengan cara membuka kertas perekat dan menekanya di atas stoma.
Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak stomahesive sebelum
kantung dilekatkan.
3. Mengangkat Alat Drainase
Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai
seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung
lepas dari diskus perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat memilih
posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan
mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik
kantung ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah
kulit dari trauma dan mencegah adanya isi fekal yang tercecer keluar

Perawatan PSARP
Menurut wong, 2009 PSARP adalah metode yang ideal dalam
penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi
definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontraindikasi dari PSARP adalah
tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi
atau laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal.
Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3
cm.
Perawatan Pasca Operasi PSARP
1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
2. minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator
yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
15

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7


hari.Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14
hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan
saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan
antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan
oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas
kesehatan ataupun keluarga.Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai
ukuran yang diinginkan.Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator
dapat lewat dengan mudah.Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama
sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu
dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.Setelah
ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena
kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya.Salep tipikal
yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan
untuk mengobati eritema popok ini.

Anestesi Pada Anak dengan Malformasi Anorektal


Menurut wong, 2009 Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan anestesi
pada orang dewasa. Permasalahan yang perlu diperhatikan pada anestesi pediatrik
antara lain:
1. Pre operatif
a. Respirasi
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibandingkan dengan
orang dewasa.Tipe pernafasan pada pada bayi adalah abdominal, lewat hidung,
sehingga gangguanpada kedua bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan
pernafasan.
Gangguan respirasi (contoh: dispnea, batuk, stridor, wheezing) bermanfaat
sebagai studi tambahan. Kemampuan posisi terlentang tanpa gangguan respirasi
16

harus dijelaskan.Kompresi trakea dan brokus dari tumor mungkin disebabkan oleh
posisi.
Tes: foto toraks, supine-duduk/ volume loops (berguna untuk evaluasi
lokasi dan tandatandaobstruksi jalan nafas). AGD, pulse oxymetri, jika
simptomatis, CT/MRI dada.
b. Kardiovaskuler
Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 kali per
menit.Hipoksiamenimbulkan bradikardi, karena parasimpatis yang lebih dominan.
Gangguan massa mediastinum mungkin termasuk sindroma vena kava
superior. Gejalalain mungkin termasuk sinkop dan sakit kepala (TTIK) menjadi
lebih buruk pada posisiterlentang. Tes: ekokardiografi, EKG, jika simptomatis.
c. Premedikasi
Manfaat dan kegunaan premedikasi masih menjadi perdebatan di antara
para ahli.Ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak tidak diperlukan
karenamenimbulkan trauma yang akan dibawa sampai dewasa. Terlepas perlu
atau tidaknyapremedikasi pada anak, maksud dan tujuan premedikasi yang
terpenting adalah :
1. untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut, cemas, dan gelisah,
sehingga anakmenjadi tenang ketika masuk kamar operasi.
2. memudahkan dan melancarkan induksi anestesi.
3. mencegah terjadinya perubahan psikologis atau perilaku pasca
anestesi/bedah.
4. mengurang sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.
5. sebagai vagolitik. Mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat anestesi,
rangsanganfisik, atau manipulasi pembedahan.
I. Komplikasi
Menurut Lokananta, I. 2016 terdapat komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita atresia ani, antara lain:
1. Asidosis hiperkloremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
17

4. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat


konstriksi jaringan perut dianastomosis).
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).
J. Hosptalisasi
Menurut Kaluas, I., Ismanto, A. Y., & Kundre, R. M. 2015 Anak
merupakan bagian dari keluarga dan masyarakat. Anak yang sakit dapat
menimbulkan suatu stres bagi anak itu sendiri maupun keluarga (Setiawan et al,
2014). Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 5 juta anak menjalani
hospitalisasi karena prosedur pembedahan dan lebih dari 50% dari jumlah
tersebut, anak mengalami kecemasan dan stres. Diperkirakan juga lebih dari 1,6
juta anak dan anak usia antara 2-6 tahun menjalani hospitalisasi disebakan karena
injury dan berbagai penyebab lainnya (Disease Control, National Hospital
Discharge Survey (NHDS), 2004 Anak yang dirawat di rumah sakit akan
berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi.
Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang
direncanakan atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai anak dapat dipulangkan kembali kerumah.
Selama proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai kejadian berupa
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres
Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah
laku. Baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang menyimpang, atau
yang terganggu, kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan
dari pertahanan terhadap kecemasan itu. Bagi anak, sakit dan dirawat di rumah
sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Anak akan mengalami stres
akibat perubahan terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam
kebiasaan sehari-hari dan anak juga mempunyai sejumlah keterbatasan dalam
18

mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang


bersifat menekan.
Anak usia prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal, yaitu berada
pada usia 3-6 tahun, namun disebutkan usia prasekolah adalah anak yang beerusia
3 – 5 tahun. Terapi bermain diharapkan mampu menghilangkan batasan,
hambatan dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan
tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang
diharapkan dan anak yang sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah
diajak kerjasama selama masa perawatan
Bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak untuk dapat
mengembangkan potensi kreativitas dari anak-anak itu sendiri. Untuk mengurangi
kecemasan pada anak yang menjalani hospitalisasi dapat dilakukan diantaranya
dengan relaksasi, terapi musik, aktivitas fisik, terapi seni dan terapi bermain.
Selain itu ada juga dengan terapi bemain puzzle dan bercerita terhadap dampak
hospitalisasi pada anak usia parsekolah. jenis permainan yang cocok untuk anak
usia prasekolah (3-5 tahun) diantaranya bermain bahasa (bercerita) dan permainan
yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan
koordinasi motorik kasar dan halus dalam mengontrol emosi (puzzle).
BAB III

ANALISA KASUS

A. Kasus
An.S, usia 20 bulan, laki-laki, klien dibawa oleh orangtua untuk
pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya.
Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual ada muntah tidak ada, produksi
stoma lancar, kembung ada. Operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum
pengkajian. Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari
lubang uretra. Klien lalu dirujuk ke RSHS dan terdiagnosis Atresia ani fistel
retrovestibuler. Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada usia 3 tahun. Klien lahir pada
usia kehamilan 38 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 2700 gr, PBL 48
cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B
1000 cc +KCl 25 meq, Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan
Penunjang : DPL: Hb: 9,8 gr/dl; Ht 27,9 %; LED 30 mm.
Pengkajian fisik : Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan
produksi feses lancar, terdapat kemerahan pada area kulit stoma, Paska operasi
tampak luka jahitan di anus, pasien dilakukan perawatan luka. Rencana akan
dilakukan businasi. BB 6,8 kg, TB 64 cm, klien tampak lemah, menolak ketika
akan dilakukan tindakan. Pasca operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala
nyeri (FLACC Scale) 8. Makan bubur/tim habis ¼ porsi. Kondisi gigi kotor, dan
lidah kotor. Ibu mengatakan klien tidak mau gosok gigi karena sakit. Pasca
operasi minum bertahap. Hari ini baru minum 200 cc. Kesadaran compos mentis,
suhu 37,70C, frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 40 x/mnt, tampak batuk, suara nafas
ronchi. mukosa bibir agak kering, turgor kulit elastis, bising usus normal, akral
hangat, CRT <2 dtk, suara napas bersih. Ibu mengarakan klien mudah sekali
terbangun karena nyeri yang dirasakannya. Keluarga mengeluh cemas dengan
kondisi yang dialami oleh klien.

19
20

B. Asuhan Keperawatan
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
DATA UMUM
Nomor RM : 1234567 Sumber Informasi
Nama : An. S Nama : Ny. I
Tanggal lahir :29 April 2018 Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Karyawan
Tanggal pengkajian : 25 November Alamat : Jl.
Jam : 09.00 surakarta
Bila ada, bisa tempel stiker identitas Hubungan dengan anak: Ibu
pasien kandung

A. RIWAYAT KESEHATAN
I. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri

II. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus sesuai dengan
instruksi dokter.
Klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri (FLACC Scale) 8, ibu klien
mengatakan klien tidak mau gosok gigi karena sakit, dan klien mudah sekali
terbangun karena nyeri yang dirasakan

III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Prenatal
Konsumsi obat selama  Tidak  Ya, ............................
kehamilan
Adakah ibu jatuh selama  Tidak  Ya, ............................
hamil
2. Natal
Cara melahirkan  Spontan  SC  Dengan alat
bantu
Penolong persalinan  Dokter  Bidan  Bukan tenaga
kesehatan
3. Postnatal
Kondisi kesehatan bayi BBL (2700)gram; PB (48)cm
Kelainan kongenital  Tidak  Ya, .............................
Pengeluaran BAB pertama  <24jam  >24 jam
4. Penyakit terdahulu  Tidak  Ya
Jika Ya, bagaimana gejala BAB spontan sejak lahir namun tidak dari
dan penanganannya? lubang anus melainkan dari lubang uretra.
Penanganannya dilakukan kolostomi sigmoid
Pernah dioperasi  Tidak  Ya
Jika Ya, sebutkan waktu Tidak terkaji
21

dan berapa hari dirawat?


5. Pernah dirawat di RS  Tidak  Ya
Jika Ya, sebutkan Atresia Ani Fistel Retrovestibular
penyakitnya dan respon
emosional saat dirawat?
6. Riwayat penggunaan  Tidak  Ya
obat
Jika Ya, sebutkan nama .........................................................................
dan respon anak terhadap..............
pemakaian obat? .........................................................................
..............
7. Riwayat alergi  Tidak  Ya
Jika Ya, apakah jenis .........................................................................
alerginya dan bagaimana ..............
penanganannya? .........................................................................
..............
8. Riwayat kecelakaan  Tidak  Ya
Jika Ya, jelaskan .........................................................................
..............
.........................................................................
..............
9. Riwayat immunisasi  Hepatitis  BCG  Polio  DPT
 Campak
 Lain-lain :

IV. Riwayat Keluarga


1. Riwayat penyakit keturunan  Tidak  Ya, ......................
2. Riwayat penyakit menular  Tidak  Ya, ........................

V. Pengkajian Fisiologis
1. OKSIGENASI
Perilaku
Ventilasi Frekuensi : □Teratur □Tidak teratur
□ Trakeostomi □ penggunaan Oksigen ……..x/mnt
□ Sekret :
Respirasi □ sesak Nafas □ Nafas Cuping hidung □ Retraksi
dada
□ Vesikuler □ Ronchi □ Wheezing □ Krakles
□ Batuk □ lain-lain…..
Pertukaran Gas AGD tgl ….. pH : PaO2: PCO2:
HCO3 BE : Sat O2:
Transport Gas Nadi: 115x/mnt □ regular □ ireguler TD :
Akral : □ hangat □ dingin □ anemis □ pucat
□ cianosis □ clubbing finger □ pusing
22

Bunyi Jantung □ BJ I/II Normal □ murmur □ Gallop


Hasil Tgl 22 Nov 2019
Laboratorium
Thorax
Ct Scan
2. NUTRISI
PERILAKU
BB saat ini BB (6,8)kg PB/TB (64)cm LLA :……….
Status Nutrisi □ Lebih □ Baik □ kurang □
Buruk
Diet □ ASI □ susu formula □ bubur □ nasi tim
Puasa □ Ya □ tidak Frekuensi makan : Posi
makan:
Cara Makan □ oral □ OGT □ NGT □ Gastrostomi □
parenteral
Kualitas Makan □ kurang □ cukup □ baik
Lidah □ bersih □ Kotor stomatitis : □ ya □
tidak
Mulut Caries : □ ya □ tidak lain-lain:
Abdomen □ supel □ kembung □ tegang □ terdapat massa
(stoma) lokasi: abdomen sebelah kiri
Hepar □ tidak teraba □ hepatomegali □ lien □
splenomegali
Bising Usus ……..x/mnt
3. PROTEKSI
PERILAKU
Gangguan □ Tidak ada □ Pucat □
Warna Kulit Jaundice
□ Menjadi merah □ Sianosis □ …………..
Suhu □ suhu : □ Hangat □ Teraba panas
□Teraba dingin
Turgor □ Baik □ Jelek
Gangguan pada □ Tidak ada □ Lesi □ Erupsi □ Eritema
kulit □ Lainnya, ……………
Luka □ Tidak ada □ Ada
Stoma □ Tidak ada □ Ada
Drainase □ Tidak Ada □ Ada
23

Jika terjadi
gangguan pada
kulit / luka /
stoma, berikan
tanda silang (X)

Pengkajian Nyeri

4. SENSASI
PERILAKU
Penglihatan □ Adekuat □ Menurun [R L]
□ Buta [R L] □ Katarak [R L]
Mata □ Kotoran mata [R L]
Pupil □ Simetris □ Tidak Simetris : R < L atau L < R
□ Reaktif □ Non Reaktif [R L]
Pengecapan □ Baik □ Tidak baik
Kondisi gigi □ Baik □ Terjadi gangguan □
Jelek
Gusi □ Pink □ Pucat □
Inflamasi
□ Perdarahan □ Kering □ Lembab
Penciuman □ Baik □ Tidak baik
Hidung □ Berdarah □ Drainage □ Tidak
ditemukan masalah
Pendengaran □ Adekuat □ Menurun [R L] □
Tuli [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Telinga □ Bersih [R L] □ Kotor [R L] □
Discharge [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
24

5. CAIRAN DAN ELEKTROLIT


PERILAKU
Minum 200 cc/hari jenis: air putih
Ubun-ubun □ rata □ Cekung
Mata □ cekung □ tidak Air mata: □ ada □ tidak
Mukosa mulut □ lembab □ kering
Turgor □ elastic □ tidak elastic
Edema □ ada □ tidak □ ektremitas □ anasarka □ asites
lingkar perut:
Muntah □ ada □ tidak frekuensi: ……x/hr
Diare □ ada □ tidak frekuensi: ……x/hr
Perdarahan □ ada □ tidak □ ptekie □ purpura □ ekimosis
Cairan infuse □ ada □ tidak Jenis: KaEN3B 1000 cc
Balance cairan ………cc dieresis: …….
Hasil Lab
6. ELIMINASI
PERILAKU
Buang air kecil Frekuensi :…..x/hr □ oliguri □ disuria
□anuria
□incontinensia □
retensi
Eliminasi urin □ spontan □ dower kateter □ cistostomi
□nefrostomi
Nyeri saat □ ada □ tidak
berkemih
Warna urin □ kuning jernih □ kuning pekat □ merah
buang air besar Frekuensi :……..x/mnt □ normal □ diare □
konstipasi
Warna feses □ kuning □ hijau □ merah
Karakteristik □ lembek □ cair □ padat □ berlendir
feses
Anus □ ada lubang □ tidak berlubang
Hasil
laboratorium
7. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
PERILAKU
Postur tubuh □ normal □ tidak normal
Berjalan □ normal □ tidak normal
Aktivitas anak □ hiperaktif □ aktif □ pasif □ leterbatasan □
pembatasan
Gerakan □ aktif □ tidak aktif
Paralise □ ada □ tidak □ tangan kanan/kiri/keduanya
□ kaki kanan/kiri/ keduanya
Tonus otot □ normal □ atrofi □ hipertrofi
Mobilisasi □ bedrest total □ ditempat tidur
25

Gangguan
neuromuscular
Mobilisasi
Jumalh jam Tidur siang : jam tidur malam : jam
tidur
Kebiasaan □ tidak ada □ ada, sebutkan…..
sebelum tidur
Kesulitan tidur □ ada □ tidak ada
Tidur dengan □ ya □ tidak
bantuan obat
8. NEUROLOGI
PERILAKU
Kesadaran E;……….. M:…….. V:……….. □ CM □ apatis □
somnolen □ koma
Status mental □ terorientasi □ disorientasi □ gelisah □
halusinasi
Pupil □ isokor □ anisokor
9. ENDOKRIN
PERILAKU
Masalah genital □ Discharge □ Hipo/epispadia

VI. KONSEP DIRI


Pembawaan anak  Periang  Pemalu  Pendiam  tidak
terkaji
Reaksi terhadap  Baik
hospitalisasi?  Buruk
Adanya stress/  Ya  Tidak
cemas?
Persepsi keluarga  Baik
terhadap penyakit?  Buruk
Reaksi keluarga  Baik
terhadap penyakit?  Buruk
Persepsi keluarga  Baik
terhadap  Buruk
pengobatan?

VII. FUNGSI PERAN


Pengasuh  Ayah  Ibu  Nenek  Orang lain
Dukungan sibling  Ada  Tidak ada
Dukungan keluarga  Ada  Tidak ada
lain
26

VIII. INTERDEPENDENSI (KETERGANTUNGAN)


1. Imunitas Sebelum sakit Selama sakit
Respon Tidak terkaji Tidak terkaji
peradangan
(merah/pana
s)
Sensitifitas Tidak terkaji Nyeri skala 8, Suhu 37,7◦
(nyeri/suhu) C
2. Neurologi
Pernah  Tidak  Ya
alami kejang
Jika Ya, ................................................................................................
waktu & ........
terjadinya ................................................................................................
kejang? ...........
3. Eliminasi Sebelum sakit Selama sakit
(BAB/BAK)
Frekuensi
(waktu)
Konsistensi
Kesulitan/ny
eri
Pemakaian
obat
Bowel status
Bowel LUQ RUQ LLQ RLQ
sounds :
Present
Absent

Hyperactive

Hypoactive
4. Aktivitas / Sebelum sakit Selama sakit
istirahat
Lama tidur Siang (<2-3 jam; >3 jam) Siang (<2-3 jam; >3 jam)
Malam(<6-7 jam; >7 jam) Malam(<6-7 jam; >7 jam)
Kebiasaan .................................................. ..........................................
sebelum .................................................. ........
tidur ..........................................
........
Kesulitan Mudah sekali terbangun
tidur karena nyeri yang
dirasakan
Alat bantu
27

aktifitas
Kesulitan .................................................. ..........................................
pergerakan .................................................. ........
..........................................
........
5. Cairan & Sebelum sakit Selama sakit
elektrolit
Frekuensi
minum
Cara
pemenuhan

PEMERIKSAAN KECEMASAN

N Item yg Penilaian Skoring


o dinilai 0 1 2 3 4
1 Perasaan Kekhawatiran yang
berlebihan
2 Ketegangan Perasaan tegang,
kelelahan, , gemetar,
perasaan gelisah,
ketidakmampuan untuk
bersantai.
3 Ketakutan Gelap, orang asing, dari
ditinggal sendirian,
hewan, lalu lintas, dari
orang banyak.
4 Insomnia Sulit tidur, tidur tidak √
memuaskan dan
kelelahan
pada bangun, mimpi,
mimpi buruk.
5 Intelektul Kesulitan dalam
konsentrasi, memori
yang buruk.
6 Perasaan Hilangnya minat,
tertekan kurangnya kesenangan
dalam hobi, depresi

7 Somatis Rasa sakit dan nyeri,


(muskular) kekakuan, peningkatan
28

tonus otot.
8 Somatis panas dan dingin,
(sensori) perasaan lemah,
merasakan sensasi
menusuk-nusuk
9 Kardiovaskul Takikardia, palpitasi,
er nyeri di dada, berdenyut
kapal, perasaan mau
pingsan
1 Pernapasan Mengeluh dada tertekan
0 atau penyempitan di
dada, perasaan tersedak,
dyspnea.
1 Gastroistensti Kesulitan dalam
1 nal menelan, sakit perut,
sensasi terbakar,
kepenuhan perut, mual,
muntah, kehilangan
berat badan, sembelit.
1 Perkemihan Frekuensi berkemih
2 sering, urgensi
berkemih, amenore,
1 Tanda Mulut kering,
3 autonomi kemerahan, pucat,
kecenderungan untuk
berkeringat, pusing,
ketegangan
sakit kepala,
1 Sikap pada Gelisah, gelisah atau
4 saat mondar-mandir, tremor
diwawancara tangan, mengerutkan
alis,
Wajah tegang,
mendesah atau

0 = Tidak ada, 1 = ringan , 2 = Sedang, 3 = berat , 4 = Sangat berat

IX. PEMERIKSAAN PERKEMBANGAN


Umur sosial Motorik halus Motorik kasar
2  senyum  mengikuti gerak  mengangkat kepala
bulan 45 dari perut
4  senyum  menggenggam  membalikan badan
bulan
6  menggapai  memindahkan duduk
bulan mainan benda dari tangan
29

satu ke tangan lain


9  bermain ciluk ba  mengambil benda  berdiri
bulan dengan ibu jari dan
telunjuk
12  minum dgn  menjumput benda  berjalan
bulan cangkir dengan 5 jari
18  menggunakan  mencoret-coret  naik tangga
bulan sendok kertas
2  melepaskan  membuat garis  berdiri dgn satu
tahun pakaian kaki

3  bermain  meniru membuat  mengayuh sepeda


tahun interaktif garis
4  memasang  menggambar  melompat dengan
tahun kancing baju satu kaki
5  memaka baju  meniru gambar  menangkap bola
tahun tanpa pengawasan

X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Jenis Hasil NIlai Interpretasi
pemeriksaan normal
Hb 9,8 g/dl 12 g/dl Rendah
Ht 27,9% 36-40% Rendah
LED 30 mm 0-10 mm Tinggi
USG

Rontgen

XI. PENATALAKSANAAN MEDIS/KEPERAWATAN


IVFD KaEN3B 1000 cc + KCL 25 mEq
Ventolin:Bisolvon:NaCl = 1:1:1 2 x 1 cc

XII. TERAPI

NO NAMA OBAT DOSIS RUTE INDIKASI


1. Paracetamol 3x150 mg untuk menurunkan
demam pada segala
usia dan untuk
meredakan sakit
30

kepala, sakit gigi dan


nyeri ringan lainnya.
2. Cefotaxime 2x500 mg IV obat antibiotik yang
digunakan untuk
mengobati berbagai
macam infeksi bakteri.
3. KaEN3B 1000 cc IV untuk mengobati atau
mencegah
hipokalemia, alias
kekurangan kalium
dalam darah.
4. Ventolin 2x1 cc Inhaler untuk mengobati
penyakit pada saluran
pernapasan seperti
asma dan penyakit
paru obstruktif
(PPOK).
5. Bisolvon 2 x 1 cc inhaler membantu
mengeluarkan dahak
pada penderita batuk
berdahak dan untuk
mengobati radang
pada bronkus akut
maupun kronis, seperti
emfisema, bronkitis,
dan bronkitis asmati
6. Nacl 2x1 cc Inhaler obat yang digunakan
sebagai pengganti
cairan tubuh.
7. KCL 25 meq IV Efek samping yang
31

muncul biasanya
mual, muntah,
berkeringat, gatal-
gatal, gatal, kesulitan
bernapas,
pembengkakan wajah,
bibir, lidah, atau
tenggorokan, atau
merasa seperti Anda
akan pingsan

Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan
DS : Nyeri akut b.d trauma jaringan
 Ibu mengatakan klien
mudah sekali
terbangun karena
nyeri yang
dirasakannya

DO :
 Abdomen sebelah kiri
terdapat kolostomi
dengan produksi
feses lancar
 Terdapat kemerahan
pada area kulit stoma
 Tampak luka jahitan
di anus
32

 Klien tampak lemah


 Pasca operasi anak
menjadi rewel dan
gelisah
 Skala nyeri (FLACC
Scale) 8.
 Kesadaran compos
mentis, suhu 37,70C,
frekuensi nadi 115
x/mnt, RR 40 x/mnt
DS : Ketidakefektifan pola nafas
 tidak terkaji, kaji
respon klien terhadap
apa yang dirasakaan
klien
DO :
 RR 40 x/mnt
 tampak batuk
 suara nafas ronchi
 LED : 30 mm

DS: - Kerusakan integritas kulit b.d pasca bedah


DO :
 Abdomen sebelah kiri
terdapat kolostomi
 Terdapat kemerahan
pada area kulit stoma
 Tampak luka jahitan
di anus
33

DO : - Ansietas b.d ancaman pada status terkini


DS :
 Ibu mengatakan klien
mudah sekali
terbangun karena
nyeri yang
dirasakannya.
 Keluarga mengeluh
cemas dengan
kondisi yang dialami
oleh klien.

DS : Defisit perawatan diri b.d nyeri


 ibu mengatakan klien
tidak mau gosok gigi
karena sakit
DO :
 Kondisi gigi kotor
 Kondisi lidah kotor
 Mukosa bibir agak
kering
DS : Resiko infeksi
 Ibu mengatakan klien
mudah sekali
terbangun karena
nyeri yang
dirasakannya
34

DO :
 Suhu 37,70C, frekuensi
nadi 115 x/mnt
 Hb: 9,8 g/Dl
 Ht: 27,9%

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d trauma jaringan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d respon fisiologis
3. Kerusakan integritas kulit b.d pasca bedah
4. Ansietas b.d ancaman pada status terkini
5. Defisit perawatan diri b.d nyeri
6. Resiko infeksi
35

Perencanaan Keperawatan (Nursing Care Plan)

Diagnosa
NO Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri klien mulai dari 1. Untuk mengetahui
trauma jaringan keperawatan selama 3x24 jam skala, lokasi dan durasi kondisi klien dan
(post operasi) nyeri akut teratasi dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari menentukan intervensi
kriteria hasil: ketidaknyamanan klien selanjutnya
3. Bantu klien dan keluarga untuk 2. Untuk mengetahui
1. Klien tampak nyaman dan
mencari dan menemukan dukungan bagian mana yang nyeri
tenang
4. Kontrol lingkungan yang dapat 3. Dengan dukungan
2. Nyeri berkurang dari skala 8
memengaruhi nyeri orang tua disekitar
-5
5. Berikan teknik non-farmokologi klien bisa mengurangi
dengan distraksi seperti terapi nyeri
bermain di tempat tidur 4. Lingkungan yang
6. Kolaborasi dengan dokter terkait nyaman dapat
pemberian analgesik. mengurangi rasa nyeri
5. Untuk mengalihkan
nyeri klien tanpa
aktivitas yang
36

berlebihan
6. Analgesik dapat
mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji freskuensi atau kedalaman 1. Takipneu, pernapasan
n bersihan jalan keperawatan selama 3 x 24 jam pernapasan dan pergerakan dada dangkal, dan gerakan
nafas b.d ketidakefektifan bersihan jalan 2. Auskultasi area paru, catat area dada yang tidak simetris
respon nafas dapat teratasi dengan penurunan aliran udara dan bunyi sering terjadi karena
fisiologis kriteria hasil: napas adventisius misalnya ronchi ketidaknyamanan
1. Klien tidak batuk 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan gerakan dinding dada.
2. RR: 20-30x/menit perhari kecuali jika terdapat kontra 2. Penurunan aliran udara
3. Suara nafas regular indikasi denganmenawarkan air terjadi pada area
4. Jalan nafas bersih hangat. konsolidasi dengan
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai cairan. Rochi terdengar
indikasi: obat bisolvon pada inspirasi dan
5. Ajarkan teknik batuk efektif bagi ekspirasi pada respon
klien terhadap pengumpulan
cairan sekret kental dan
spasme jalan napas atau
obstruksi
37

3. Cairan khususnya air


hangat dapat
memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
4. Obat diberikan untuk
memperbaiki batuk
dengan menurunkan
ketidaknyamanan tapi
harus digunakan secara
hati-hati karena dapat
menurunkan upaya atau
menekan pernapasan
5. Teknik ini membantu
dalam mengeluarkan
sekret pada klien
38

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. monitor kulit akan adanya 1. untuk mengetahui
integritas kulit keperawatan selama 3x24 jam kemerahan adanya tanda kerusakan
b.d pasca Kerusakan integritas kulit dapat 2. hindari kerutan pada tempat tidur jaringan kulit
bedah teratasi dengan kriteria hasil: 3. jaga kebersihan kulit agar tetap 2. untuk mencegah
bersih perlukaan pada kulit
1. perfusi jaringan baik
4. oleskan locition/ baby oil pada 3. untuk menjaga
2. area luka bisa
daerah luka ketahanan kulit
diperhatikan dan
5. pertahankan teknik balutan steril 4. untuk menjaga
terhindar dari infeksi
ketika melakukan perawatan luka kelembaban kulit
dengan tepat 5. untuk mencegah resiko
6. monitor status nutrisi klien infeksi dan memudahkan
perawatan luka
6. untuk menjaga
keadekuatan nutrisi guna
penyembuhan luka
4. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. kaji status mental dan tingkat 1. Derajat ansietas akan
penyakit dan keperawatan selama 3x24 jam ansietas dari klien dan keluarga dipengaruhi bagaimana
prosedur ansietas dapat teratasi dengan 2. dengarkan dengan penuh perhatian informasi tersebut
perawatan perasaan klien dan keluarga diterima
39

kriteria hasil: 3. jelaskan dan persiapkan untuk 2. Menjadi pendengar yang


tindakan prosedur sebelum baik dapat mengurangi
1. cemas berkurang
dilakukan operasi rasa cemas orang tua
2. klien dan keluarga tidak
4. Beri kesempatan klien untuk 3. Membuat orang tua lebih
gelisah
mengungkapkan isi pikiran dan mengerti keadaan
bertanya anaknya
5. Ciptakan lingkungan yang tenang 4. Dapat meringankan
dan nyaman ansietas terutama ketika
tindakan operasi tersebut
dilakukan
5. Lingkungan nyaman
dapat mengurangi cemas
5. Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan barang pribadi yang 1. Agar klien tertarik dan
keperawatan selama 2 x 24 jam diinginkan klien (sikat gigi warna- mau membersihkan diri
defisit perawatan diri dapat warni dan berkarakter) dengan tepat
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Ajak keluarga untuk berpartisipasi 2. Agar klien dapat
1. Kondisi gigi bersih dalam melakukan perawatan diri terbantu dalam
2. Kondisi lidah bersih 3. Sediakan lingkungan yang nyaman melakukan perawatan
3. Mukosa bibir lembab (air hangat/dingin, suasana dirinya
40

3. Lingkungan yang
nyaman dapat
meningkatkan aktivitas
klien
6. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Untuk mengetahui tanda
keperawatan selama 1x24 jam sistemik dan lokal infeksi lebih dini
diharapkan klien bebas dari 2. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah 2. Untuk mengetahui
tanda-tanda infeksi dengan 3. Batasi pengunjung klien kebersihan luka dan
kriteria hasil: 4. Pertahankan teknik cairan asepsis tanda infeksi
1. Klien bebas dari tanda dan pada klien yang beresiko 3. Untuk menghindari
gejala infeksi 5. Ajarkan keluarga klien tentang kontaminasi dari
2. Suhu dalam rentang tanda dan gejala infeksi pengunjung
normal 36,5 – 37,5oC 6. Laporkan kecurigaan infeksi 4. Untuk mencegah
penyebab infeksi
5. Agar gejala infeksi dapat
di deteksi lebih dini
6. Agar gejala infeksi dapat
segera teratasi
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang tidak memiliki lubang
anus, lubang anus tidak pada tempatnya, sampai bersatunya lubang anus dan
saluran kemih, atau saluran genital sehingga proses pengeluaran feses terhambat
atau terganggu.
Penyebab kasus anus imperforate jarang tanpa adanya riwayat keluarga,
tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi. namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : a. Karena
kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik; b. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus;
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan; d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai.

B. Saran

Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah


keilmuan bagi yang membacanya. Akan tetapi, makalah yang kami buat ini belum
sempurna sepenuhnya sehingga kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun agar dikemudian hari dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi dari sekarang.

41
DAFTAR PUSTAKA

Dwi, Ari. 2018. Anatomi fisiologi anal-rektum. Tersedia [online]:


https://www.scribd.com/document/370197530/Anatomi-Dan-Fisiologi-
Anal-Rektum
Kaluas, I., Ismanto, A. Y., & Kundre, R. M. (2015). Perbedaan Terapi Bermain
Puzzle Dan Bercerita Terhadap Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-5
Tahun) Selama Hospitalisasi Di Ruang Anak RS TK. III. Rw Mongisidi
Manado. Jurnal Keperawatan, 3(2).
Lokananta, I. 2016. Malformasi Anorektal. Jurnal Kedokteran Meditek.
Price, Sylvia 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Smeltzer dan Brenda, 2001. Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Wong, D, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai