Disusun oleh :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. bahwa penyusun telah
menyelesaikan Tugas Case Analized Method dengan membahas “Asuhan
Keperawatan anak II dengan penyakit “Malformasi Anorektal” dalam bentuk
makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-
rekan kami, sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi. Penyusunan
makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
Tugas Case Analized Method di Stikes „Aisyiyah Bandung.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penyusunan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penyusun. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Aamin Yaa Robbal „Alamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini
menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi. ( Wong, 2009)
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini
lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami
malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh
puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem
organ lainnya. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal
sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan
yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin
untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih
baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal
dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen,
akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini akan diuraikan dalam bab
pembahasan. Rumusan masalah makalah ini terdiri dari
1. Bagaimana Anatomi fisiologi sistem pencernaan?
2. Apa yang dimaksud dengan Malformasi Anorektal?
3. Bagaimana etiologi dari Malformasi Anorektal?
4. Bagaimana klasifikasi Malformasi Anorektal?
5. Jelaskan patofisiologi Malformasi Anorektal ?
6. Apa saja manifestasi klinis dari Malformasi Anorektal?
1
2
PEMBAHASAN
3
4
secara tidak sadar dan tidak dapat dikontrol. Fungsi dari sfingter anal interlan
adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat buang air besar agar feses tidak
kembali masuk ke usus.
Sfingter Anal Eksternal
Sfingter Anal Eksternal merupakan jaringan otot rangka (lurik) berbentuk
elips yang melekat pada dinding anus. Panjangnya sekitar 8 – 10 cm. Fungsi dari
sfingter anal eksternal adalah untuk membuka dan menutup kanalis anal. Karena
disusun oleh otot rangka (lurik) maka kerja dari sfingter ini adalah secara sadar.
Otot inilah yang membuat kita bisa menahan proses defekasi (Buang Air Besar)
untuk sementara.
Pectinate Line
Pectinate Line merupakan garis yang berfungsi sebagai garis pembagi antara
dua pertiga (atas) dengan bagian sepertiga (bawah) anus. Fungsi dari Pectinate
line termasuk penting karena bagian yang dipisahkan olehnya membuanya
struktur dan fungsi yang berbeda.
Kolom Anal
Kolom Anal atau yang juga sering disebut dengan Kolom Morgagni adalah
beberapa lipatan membran mukosa dan serat otot. Nama Morgagni‟s diambil dari
penemunya yaitu Giovanni Battista Morgagni. Fungsi dari kolom anal adalah
sebagai pembatas dinding anus.
5
B. Definisi
Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini
menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi ( Wong, 2009).
C. Etiologi
Menurut Price, Sylvia 2005 penyebab kasus anus imperforate jarang tanpa
adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan
malformasi. namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di
sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
6
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai.
Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua
orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25% -
30% dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
D. Klasifikasi
Menurut wong, 2009 terdapat klasifikasi mengenai malformasi anorektal yaitu
sebagai berikut.
1. Tipe Bawah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puboorektalis.
Terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinaius.
2. Tipe Intermediet
Rectum berada pada atau dibawah tingkat otot puborektalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Tipe tinggi
Ujung rectum diatas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengfan fistula genitourinarius rektouretal (pria)
atau rektovaginal (wanita).
Keterangan:
Laki-laki:
a. Fistula perineum (kutaneus) adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis
kelamin, mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari
titik pusat atau vulva pada perempuan. Penderita laki-laki sering perineumnya
terdapat malformasi jenis “pegangan ember (buckethandle)” atau struktur
7
jenis “pita hitam”, yang menggambarkan fistula subepitel yag terisi dengan
mekonium. Penderita ini biasanya mempunyai sacrum normal, linea mediana
nyata, dan lesung anus jelas. Frekuensi cacat terkait yang mengenai organ lain
kurang dari 10%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan inspeksi sederhana
perianal tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, dan cacat ini dapat
diperbaiki tanpa kolostomi protektif.
b. Fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra
bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat). Mekanisme sfingter biasanya
memuaskan; beberapa penderita mempunyai otot perianal yang jelek dan
perineumnya terlihat datar. Sacrum dapat mengalami berbagai tingkat
kelambatan perkembagan, terutama pada kasus fistula rektrouretra prostatika.
Kebanyakan penderita ini mempunyai bentuk lekukan garis tengah perineum
dan lesung anus yang baik. Mereka yang mempunyai fistula rektoprostatika
mengalami perkembangan sacrum yang jelek dan sering periuneumnya datar.
Penderita ini membutuhkan kolostomi protetktif selama masa nenonatus.
Operasi perbaikan total dilakukan di kemudian hari. Fistula rektrouretra
merupakan cacat anorektum yang paling sering pada penderita laki-laki.
c. Fistula rektovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing pada
setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme sfingter sering berkembang sangat
jelek. Sakrum sering tidak terbentuk atau seringkali tidak ada. Perineum
tampak datar. Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita laki-laki dengan
cacat ini. Prognosis fungsi usus biasanya jelek. Kolostomi diharuskan selama
masa neonatus yang disertai dengan operasi perbaikan korektif di kemudian
hari.
d. Anus imperforata tanpa fistula mempunyai karakteristik sama pada kedua
jenis kelamin. Rektum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira
2 cm di atas kulit perineum. Sakrum dan mekanisme sfingter biasanya
berkembang baik. Prognosis fungsional biasanya baik dan amat serupa
dengan prognosis penderita laki-laki dengan fistula bulbar rektrouretra.
Kolostomi terindikasi selama masa neonatus. Cacat ini sering berkaitan
dengan sindrom down.
8
e. Atresia rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomali
anorektum. Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis
kelamin. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai
kanal anus dan anus yang normal. Cacat ini sering ditemukan ketika
mengukur suhu rektum. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit.
Penderita ini membutuhkan kolostomi protektif. Prognosis fungsional sangat
baik karena mereka mempunyai mekanisme sfingter yang normal (dan sensasi
normal) yang terletak di kanal anus.
Perempuan:
a. Fistula vestibular adalah cacat yang paing sering ditemukan pada perempuan.
Rektum bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar
selaput dara. Penderita sering dikelirukan dengan penderita “fistula
rektovagina”. Prognosis fungsionalnya sangat baik. Sakrum biasanya normal,
dan perineum menunjukkan lekukan garis tengah yang nyata dan lesung anus
kelihatan jelas; semua ini menandakan bahwa mekanisme sfingter utuh.
Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi koreksi, walaupun
kolostomi ini tidak perlu dilakukan sebagai suatu tindakan darurat karena
fistulanya sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna.
b. Kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kecing bertemu dan menyatu
dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak
sedikit di belakang klitoris. Panjang saluran bersama tersebut bervariasi
sekitar 1-10 cm; hal ini mempunyai implikasi prognosis dan teknis yang
penting. Penderita dengan saluran bersama yang pendek (<3cm) biasanya
mempunyai perekembangan sakrum dan sfingter yang baik. Saluran bersama
yang lebih dari 3 cm biasanya memberi kesan bahwa penderita tersebut
mempunyai cacat lebih kompleks dan sering mempunyai mekanisme sfingter
yang jelek dan sakrum yang jelek. Kebanyakan penderita dengan kloaka
mempunyai vagina abnormal besar dan terisi degan sekresi mukus
(hidrokolpos). Ada juga berbagai tingkat penyekatan vagina dan uterus.
Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita yang
menderita kloaka mengalami keadaan gawat darurat urologi karena sekitar
9
F. Manifestasi klinis
Menurut Lokananta, I. 2016 Terdapat manifestasi klinis pada malformasi
anorektal, yaitu sebagai berikut.
10
H. Penatalaksanaan
Menurut Lokananta, I. 2016 jalan terbaik untuk klien dengan atresia ani
adalah dengan dilakukan pembedahan:
1. Kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir.
2. Transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum)
3. Sigmoidostomi (kolostomi di kolon sigmoid)
4. Bentuk yang aman adalah daoudle barret atau laran ganda.
12
1. Tahap 1: kolostomi. Pada tahap ini, kolon sigmoid dibagi utuh menjadi 2
bagian distal untuk mukosa fistula.
2. Tahap 2: prosedur pull through. Prosedur ini dilakukan 3-6 bulan setelah
kolostomi. Dilakukan penarikan kantung rektal yang paling ujung ke posisi
normal. PSARP (posteriosagital rektoanoplasti) merupakan prosedur yang
paling sering digunakan. PSARP membelah otot sfingter eksternus, kompleks
otot, dan os. koksigeus.
3. Tahap 3: penutupan kolostomi dan businasi. Dilatasi anus (businasi) dimulai
2 minggu setelah tahap 2 sampai ukuran businasi sudah tercapai sesuai usia
baru dilakukan penutupan kolostomi.
Perawatan kolostomi
Menurut Smeltzer dan Brenda, 2001 Perawatan Kolostomi fungsi kolostomi
akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6 pascaoperatif. Perawat
menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan ini.
Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimanamenerapkan
drainase kantung dan melaksanakan irigasi. ada beberapa yang harus diperhatikan
dalam menangani kolostomi, antara lain;
1. Perawatan Kulit
Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan
sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan melindungi kulit peristoma
dengan sering mencuci area tersebut menggunakan sabun ringan,
memberikan barrier kulit, protektif di sekitar stoma, dan
mengamankannya dengan meletakan kantung drainase. Kulit dibersihkan
dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta
lembut. Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun bertindak
sebagai agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan
fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk menutupi
stoma.
2. Memasang Kantung stoma
Diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung
harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan terlebih
14
Perawatan PSARP
Menurut wong, 2009 PSARP adalah metode yang ideal dalam
penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi
definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontraindikasi dari PSARP adalah
tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi
atau laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal.
Demikian juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3
cm.
Perawatan Pasca Operasi PSARP
1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
2. minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator
yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta
tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan
indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
15
harus dijelaskan.Kompresi trakea dan brokus dari tumor mungkin disebabkan oleh
posisi.
Tes: foto toraks, supine-duduk/ volume loops (berguna untuk evaluasi
lokasi dan tandatandaobstruksi jalan nafas). AGD, pulse oxymetri, jika
simptomatis, CT/MRI dada.
b. Kardiovaskuler
Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 kali per
menit.Hipoksiamenimbulkan bradikardi, karena parasimpatis yang lebih dominan.
Gangguan massa mediastinum mungkin termasuk sindroma vena kava
superior. Gejalalain mungkin termasuk sinkop dan sakit kepala (TTIK) menjadi
lebih buruk pada posisiterlentang. Tes: ekokardiografi, EKG, jika simptomatis.
c. Premedikasi
Manfaat dan kegunaan premedikasi masih menjadi perdebatan di antara
para ahli.Ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak tidak diperlukan
karenamenimbulkan trauma yang akan dibawa sampai dewasa. Terlepas perlu
atau tidaknyapremedikasi pada anak, maksud dan tujuan premedikasi yang
terpenting adalah :
1. untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut, cemas, dan gelisah,
sehingga anakmenjadi tenang ketika masuk kamar operasi.
2. memudahkan dan melancarkan induksi anestesi.
3. mencegah terjadinya perubahan psikologis atau perilaku pasca
anestesi/bedah.
4. mengurang sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.
5. sebagai vagolitik. Mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat anestesi,
rangsanganfisik, atau manipulasi pembedahan.
I. Komplikasi
Menurut Lokananta, I. 2016 terdapat komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita atresia ani, antara lain:
1. Asidosis hiperkloremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
17
ANALISA KASUS
A. Kasus
An.S, usia 20 bulan, laki-laki, klien dibawa oleh orangtua untuk
pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya.
Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual ada muntah tidak ada, produksi
stoma lancar, kembung ada. Operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum
pengkajian. Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari
lubang uretra. Klien lalu dirujuk ke RSHS dan terdiagnosis Atresia ani fistel
retrovestibuler. Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada usia 3 tahun. Klien lahir pada
usia kehamilan 38 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 2700 gr, PBL 48
cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B
1000 cc +KCl 25 meq, Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan
Penunjang : DPL: Hb: 9,8 gr/dl; Ht 27,9 %; LED 30 mm.
Pengkajian fisik : Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan
produksi feses lancar, terdapat kemerahan pada area kulit stoma, Paska operasi
tampak luka jahitan di anus, pasien dilakukan perawatan luka. Rencana akan
dilakukan businasi. BB 6,8 kg, TB 64 cm, klien tampak lemah, menolak ketika
akan dilakukan tindakan. Pasca operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala
nyeri (FLACC Scale) 8. Makan bubur/tim habis ¼ porsi. Kondisi gigi kotor, dan
lidah kotor. Ibu mengatakan klien tidak mau gosok gigi karena sakit. Pasca
operasi minum bertahap. Hari ini baru minum 200 cc. Kesadaran compos mentis,
suhu 37,70C, frekuensi nadi 115 x/mnt, RR 40 x/mnt, tampak batuk, suara nafas
ronchi. mukosa bibir agak kering, turgor kulit elastis, bising usus normal, akral
hangat, CRT <2 dtk, suara napas bersih. Ibu mengarakan klien mudah sekali
terbangun karena nyeri yang dirasakannya. Keluarga mengeluh cemas dengan
kondisi yang dialami oleh klien.
19
20
B. Asuhan Keperawatan
FORMAT PENGKAJIAN ANAK
DATA UMUM
Nomor RM : 1234567 Sumber Informasi
Nama : An. S Nama : Ny. I
Tanggal lahir :29 April 2018 Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Karyawan
Tanggal pengkajian : 25 November Alamat : Jl.
Jam : 09.00 surakarta
Bila ada, bisa tempel stiker identitas Hubungan dengan anak: Ibu
pasien kandung
A. RIWAYAT KESEHATAN
I. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri
V. Pengkajian Fisiologis
1. OKSIGENASI
Perilaku
Ventilasi Frekuensi : □Teratur □Tidak teratur
□ Trakeostomi □ penggunaan Oksigen ……..x/mnt
□ Sekret :
Respirasi □ sesak Nafas □ Nafas Cuping hidung □ Retraksi
dada
□ Vesikuler □ Ronchi □ Wheezing □ Krakles
□ Batuk □ lain-lain…..
Pertukaran Gas AGD tgl ….. pH : PaO2: PCO2:
HCO3 BE : Sat O2:
Transport Gas Nadi: 115x/mnt □ regular □ ireguler TD :
Akral : □ hangat □ dingin □ anemis □ pucat
□ cianosis □ clubbing finger □ pusing
22
Jika terjadi
gangguan pada
kulit / luka /
stoma, berikan
tanda silang (X)
Pengkajian Nyeri
4. SENSASI
PERILAKU
Penglihatan □ Adekuat □ Menurun [R L]
□ Buta [R L] □ Katarak [R L]
Mata □ Kotoran mata [R L]
Pupil □ Simetris □ Tidak Simetris : R < L atau L < R
□ Reaktif □ Non Reaktif [R L]
Pengecapan □ Baik □ Tidak baik
Kondisi gigi □ Baik □ Terjadi gangguan □
Jelek
Gusi □ Pink □ Pucat □
Inflamasi
□ Perdarahan □ Kering □ Lembab
Penciuman □ Baik □ Tidak baik
Hidung □ Berdarah □ Drainage □ Tidak
ditemukan masalah
Pendengaran □ Adekuat □ Menurun [R L] □
Tuli [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
Telinga □ Bersih [R L] □ Kotor [R L] □
Discharge [R L]
□ Dengan alat bantu pendengaran [R L]
24
Gangguan
neuromuscular
Mobilisasi
Jumalh jam Tidur siang : jam tidur malam : jam
tidur
Kebiasaan □ tidak ada □ ada, sebutkan…..
sebelum tidur
Kesulitan tidur □ ada □ tidak ada
Tidur dengan □ ya □ tidak
bantuan obat
8. NEUROLOGI
PERILAKU
Kesadaran E;……….. M:…….. V:……….. □ CM □ apatis □
somnolen □ koma
Status mental □ terorientasi □ disorientasi □ gelisah □
halusinasi
Pupil □ isokor □ anisokor
9. ENDOKRIN
PERILAKU
Masalah genital □ Discharge □ Hipo/epispadia
Hyperactive
Hypoactive
4. Aktivitas / Sebelum sakit Selama sakit
istirahat
Lama tidur Siang (<2-3 jam; >3 jam) Siang (<2-3 jam; >3 jam)
Malam(<6-7 jam; >7 jam) Malam(<6-7 jam; >7 jam)
Kebiasaan .................................................. ..........................................
sebelum .................................................. ........
tidur ..........................................
........
Kesulitan Mudah sekali terbangun
tidur karena nyeri yang
dirasakan
Alat bantu
27
aktifitas
Kesulitan .................................................. ..........................................
pergerakan .................................................. ........
..........................................
........
5. Cairan & Sebelum sakit Selama sakit
elektrolit
Frekuensi
minum
Cara
pemenuhan
PEMERIKSAAN KECEMASAN
tonus otot.
8 Somatis panas dan dingin,
(sensori) perasaan lemah,
merasakan sensasi
menusuk-nusuk
9 Kardiovaskul Takikardia, palpitasi,
er nyeri di dada, berdenyut
kapal, perasaan mau
pingsan
1 Pernapasan Mengeluh dada tertekan
0 atau penyempitan di
dada, perasaan tersedak,
dyspnea.
1 Gastroistensti Kesulitan dalam
1 nal menelan, sakit perut,
sensasi terbakar,
kepenuhan perut, mual,
muntah, kehilangan
berat badan, sembelit.
1 Perkemihan Frekuensi berkemih
2 sering, urgensi
berkemih, amenore,
1 Tanda Mulut kering,
3 autonomi kemerahan, pucat,
kecenderungan untuk
berkeringat, pusing,
ketegangan
sakit kepala,
1 Sikap pada Gelisah, gelisah atau
4 saat mondar-mandir, tremor
diwawancara tangan, mengerutkan
alis,
Wajah tegang,
mendesah atau
X. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Jenis Hasil NIlai Interpretasi
pemeriksaan normal
Hb 9,8 g/dl 12 g/dl Rendah
Ht 27,9% 36-40% Rendah
LED 30 mm 0-10 mm Tinggi
USG
Rontgen
XII. TERAPI
muncul biasanya
mual, muntah,
berkeringat, gatal-
gatal, gatal, kesulitan
bernapas,
pembengkakan wajah,
bibir, lidah, atau
tenggorokan, atau
merasa seperti Anda
akan pingsan
Analisa Data
Data Fokus Masalah Keperawatan
DS : Nyeri akut b.d trauma jaringan
Ibu mengatakan klien
mudah sekali
terbangun karena
nyeri yang
dirasakannya
DO :
Abdomen sebelah kiri
terdapat kolostomi
dengan produksi
feses lancar
Terdapat kemerahan
pada area kulit stoma
Tampak luka jahitan
di anus
32
DO :
Suhu 37,70C, frekuensi
nadi 115 x/mnt
Hb: 9,8 g/Dl
Ht: 27,9%
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d trauma jaringan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d respon fisiologis
3. Kerusakan integritas kulit b.d pasca bedah
4. Ansietas b.d ancaman pada status terkini
5. Defisit perawatan diri b.d nyeri
6. Resiko infeksi
35
Diagnosa
NO Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat nyeri klien mulai dari 1. Untuk mengetahui
trauma jaringan keperawatan selama 3x24 jam skala, lokasi dan durasi kondisi klien dan
(post operasi) nyeri akut teratasi dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari menentukan intervensi
kriteria hasil: ketidaknyamanan klien selanjutnya
3. Bantu klien dan keluarga untuk 2. Untuk mengetahui
1. Klien tampak nyaman dan
mencari dan menemukan dukungan bagian mana yang nyeri
tenang
4. Kontrol lingkungan yang dapat 3. Dengan dukungan
2. Nyeri berkurang dari skala 8
memengaruhi nyeri orang tua disekitar
-5
5. Berikan teknik non-farmokologi klien bisa mengurangi
dengan distraksi seperti terapi nyeri
bermain di tempat tidur 4. Lingkungan yang
6. Kolaborasi dengan dokter terkait nyaman dapat
pemberian analgesik. mengurangi rasa nyeri
5. Untuk mengalihkan
nyeri klien tanpa
aktivitas yang
36
berlebihan
6. Analgesik dapat
mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji freskuensi atau kedalaman 1. Takipneu, pernapasan
n bersihan jalan keperawatan selama 3 x 24 jam pernapasan dan pergerakan dada dangkal, dan gerakan
nafas b.d ketidakefektifan bersihan jalan 2. Auskultasi area paru, catat area dada yang tidak simetris
respon nafas dapat teratasi dengan penurunan aliran udara dan bunyi sering terjadi karena
fisiologis kriteria hasil: napas adventisius misalnya ronchi ketidaknyamanan
1. Klien tidak batuk 3. Berikan cairan sesuai kebutuhan gerakan dinding dada.
2. RR: 20-30x/menit perhari kecuali jika terdapat kontra 2. Penurunan aliran udara
3. Suara nafas regular indikasi denganmenawarkan air terjadi pada area
4. Jalan nafas bersih hangat. konsolidasi dengan
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai cairan. Rochi terdengar
indikasi: obat bisolvon pada inspirasi dan
5. Ajarkan teknik batuk efektif bagi ekspirasi pada respon
klien terhadap pengumpulan
cairan sekret kental dan
spasme jalan napas atau
obstruksi
37
3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. monitor kulit akan adanya 1. untuk mengetahui
integritas kulit keperawatan selama 3x24 jam kemerahan adanya tanda kerusakan
b.d pasca Kerusakan integritas kulit dapat 2. hindari kerutan pada tempat tidur jaringan kulit
bedah teratasi dengan kriteria hasil: 3. jaga kebersihan kulit agar tetap 2. untuk mencegah
bersih perlukaan pada kulit
1. perfusi jaringan baik
4. oleskan locition/ baby oil pada 3. untuk menjaga
2. area luka bisa
daerah luka ketahanan kulit
diperhatikan dan
5. pertahankan teknik balutan steril 4. untuk menjaga
terhindar dari infeksi
ketika melakukan perawatan luka kelembaban kulit
dengan tepat 5. untuk mencegah resiko
6. monitor status nutrisi klien infeksi dan memudahkan
perawatan luka
6. untuk menjaga
keadekuatan nutrisi guna
penyembuhan luka
4. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. kaji status mental dan tingkat 1. Derajat ansietas akan
penyakit dan keperawatan selama 3x24 jam ansietas dari klien dan keluarga dipengaruhi bagaimana
prosedur ansietas dapat teratasi dengan 2. dengarkan dengan penuh perhatian informasi tersebut
perawatan perasaan klien dan keluarga diterima
39
3. Lingkungan yang
nyaman dapat
meningkatkan aktivitas
klien
6. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Untuk mengetahui tanda
keperawatan selama 1x24 jam sistemik dan lokal infeksi lebih dini
diharapkan klien bebas dari 2. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah 2. Untuk mengetahui
tanda-tanda infeksi dengan 3. Batasi pengunjung klien kebersihan luka dan
kriteria hasil: 4. Pertahankan teknik cairan asepsis tanda infeksi
1. Klien bebas dari tanda dan pada klien yang beresiko 3. Untuk menghindari
gejala infeksi 5. Ajarkan keluarga klien tentang kontaminasi dari
2. Suhu dalam rentang tanda dan gejala infeksi pengunjung
normal 36,5 – 37,5oC 6. Laporkan kecurigaan infeksi 4. Untuk mencegah
penyebab infeksi
5. Agar gejala infeksi dapat
di deteksi lebih dini
6. Agar gejala infeksi dapat
segera teratasi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malformasi anorektal adalah kelainan kongenital yang tidak memiliki lubang
anus, lubang anus tidak pada tempatnya, sampai bersatunya lubang anus dan
saluran kemih, atau saluran genital sehingga proses pengeluaran feses terhambat
atau terganggu.
Penyebab kasus anus imperforate jarang tanpa adanya riwayat keluarga,
tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi. namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : a. Karena
kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik; b. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus;
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan; d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai.
B. Saran
41
DAFTAR PUSTAKA