PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam hubungan suami istri diharapkan dapat membina rumah tangga yang harmonis.
Rumah tangga merapakan unit terkecil dalam masyarakat yang dibangun oleh keluarga.
Rumah tangga yang harmonis dibangun dengan kenyamanan, kecocokan antar keluarga,
adanya tujuan yang sama serta kepercayaan satu sama lain. Begitupun sebaliknya, apabila
keluarga tidak saling percaya, sering terjadi selisih paham maka keluarga akan tidak
harmonis. Konflik dalam kehidupan berumah tangga pasti akan terjadi dan tidak bisa
dipungkiri. Terdapat keluarga yang bisa mengatasi masalah dengan baik, namun tedapat
juga keluarga yang berakhir dengan perceraian atau tindak kekerasan.
Kekerasan merupakan suatu tindakan yang membuat orang lain (musuh) tidak berdaya.
Tindak kekerasan dalam rumang tangga (KDRT) bukanlah hal baru yang di dengar.
Kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi di kalangan masyarakat manapun dan
kapanpun. Kekerasan ini biasanya dialami dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan
atau suami terhadap istrinya. KDRT dapat dikaitkan dengan kekerasan terhadap pasangan
(spouse abuse) yang mana kekerasan dapat terjadi baik pasangan yang sudah menikah
maupun yang tidak menikah. Menurut Lisa Fredman dalam Elmina Martha (2015) KDRT
merupakan kekerasan yang berikatan dengan hubungan antar suami dan istri, dimana
salah satunya menjadi korban dan pelaku. Namun, di kalangan masyarakat sering terjadi
perempuan yang menjadi korban kekerasan. Kekerasan ini mengakibatkan timbulnya
kesengsaraan dan penderitaan bagi korban baik secara psikis, fisik maupun psikologis
serta adanya pengambilan hak secara paksa dalam rumah tangga. Menurtu penelitian dari
Roberts, dkk (1988) mengatakan bahwa perempuan yang menjadi korban KDRT akan
mengalami psikiatrik seperti anxiety, distimia, depresi, phobia maupun ketergantungan
alcohol dan obat-obat terlarang. Adapun empat jenis kekerasan dalam rumah tangga yaitu:
a. Kekerasan fisik, kekerasan fisik yang berkaitan dengan anggota tubuh dan
dapat menyebabkan lumpuh maupun kematian
b. Kekerasan psikologis, yaitu kekerasan yang berasal dari perbuatan dan
perkataan yang mengakibatkan ketakutan, trauma, kehilangan rasa percaya diri
dan hilangnya rasa berdaya
c. Kekerasan seksual, yaitu kekerasan yang mencaku pelecehan seksual sampai
adanya pemaksaan seseorang untuk melakukan hubungane seksual tanpa
persetujuan dua pihak
d. Kekerasan ekonomi, yaitu perbuatan yang membatasi perempuan untuk
bekerja (mandiri) dan menghasilkan uang atau membiarkan korban bekerja
untuk dieskploitasi
Kekerasan dalam rumah tangga biasanya terjadi karena bias gender. Gender
merupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara
sosial. Banyak ketidakadilan yang terjadi pada kaum perempuan seperti merginalisasi
kaum perempuan, stereotipe terhadap jenis kelamin tertentu serta perempuan
menanggung beban kerja domestik lebih banyak. Namun pada kenyataannya, perempuan
lebih memilih untuk diam dan memendam apa yang terjadi dan mempertahankan rumah
tangganya. Kekerasan ini disebut dengan kejahatan yang tersembunyi (hidden crime). Hal
ini dikarenakan korban maupun pelaku berusaha menyembunyikan masalah dari
lingkungan masyarakat. Perempuan yang menjadi korban tidak melaporkan kekerasan
yang dialaminya, bahkan cenderung menutupi masalahnya karena takut adanya cercaan
dari masyarakat maupun keluarga. Budaya masyarakat yang beranggapan bahwa
permasalahan rumah tangga orang lain merupakan masalah keluarga sehingga orang lain
tidak berhak untuk mengetahui dan ikut campur.
Tindakan kekerasan yang dialami oleh perempuan ataupun istri terdapat beragam
macam kekerasan dan berdampak pada kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian yang
telah dipaparkan, maka peneliti mengambil fokus tentang kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga yang mempertahankan ikatan pernikahan sehingga menjadi keluarga
yang harmonis kembali.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah yaitu
“Bagaimana cara untuk mempertahankan pernikahan dan membangun keluarga yang
harmonis kembali?”
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui strategi cara untuk
mempertahankan pernikahan dan membangun keluarga yang harmonis kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik dalam keluarga atau lingkungan sekitar yang seringkali kita temui salah
satunya ialah kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT khususnya dialami oleh perempuan.
Kekerasan dalam rumah tangga yang kerap terjadi diakibatkan oleh beberapa faktor.
Dalam pembahasan kali ini dapat dijabarkan menggunakan 2 dari 9 alat bantu Analisis
Konflik dalam buku “Mengelola Konflik” oleh Simon Fisher, yaitu :
a. Penahapan Konflik
Dalam Penahapan Konflik ini, adanya siklus peningkatan dan penurunan konflik yang
dijabarkan menjadi Prakonflik, Konfrontasi, Krisis, Akibat dan Pascakonflik.
- Prakonflik
Menurut Rochmad Wahab ada banyak sekali faktor penyebab KDRT dapat
terjadi. Diantaranya ada dua yaitu Pertama, faktor internal akibat melemahnya
kemampuan akibat melemahnya kemampuan adaptasi setiap anggota keluarga
diantara sesama. Sehingga cenderung bertindak diskriminatif dan eksploitatif terhadap
anggota keluarga yang lemah. Kedua, faktor eksternal akibat dari intervensi
lingkungan di luar keluarga yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi
sikap anggota keluarga yang lain yang terwujud dalam sikap eksploitatif terhadap
anggota keluarga lain terlebih pada perempuan (istri) dan anak. KDRT juga dapat
terjadi akibat dari kurangnya control emosi yang dapat dikuasai oleh pelaku sehingga
hanya kekerasan yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan pertikaian yang terjadi di
dalam rumah tangga.
- Konfrontasi
Hubungan suatu keluarga yang mengalami KDRT cenderung akan lebih
renggang dibandingkan sebelum terjadinya kejadian tersebut. Korban akan enggan
bertemu dengan pelaku atau merasa takut apabila sewaktu-waktu akan mendapatkan
perlakuan yang sama Kembali.
- Krisis dan akibat yang akan terjadi
KDRT akan sedikit banyak memberikan pengaruh bagi korban. KDRT dimana
merupakan sutu kejahatan pidana yang dapat mengancam keselematan korban, akan
membuat korban memiliki pandangan yang berbeda dari sebelumnya kepada pelaku.
Biasanya, dalam kasus KDRT seperti ini, saat mengalami krisis dan pelaku meminta
maaf kepada korban maka konflik akan menurun. Pelaku akan menyadari bahwa apa
yang telah dilakukan salah dan mencoba memperbaiki keadaan. Korban memiliki dua
pilihan antara mempertahankan pernikahan atau sanksi pidana kepada pelaku. Dalam
banyak kasus mempertahankan pernikahan akan menjadi pilihan terbaik apabila
memang pelaku benar-benar menyesali perbuatannya.
- Pascakonflik
Berdasarkan uraian yang tertera sebelumnya, pasca konflik dapat dijadikan
sebuah refleksi dari kejadian sebelumnya. Apa yang harus diperbaiki dalam hubungan
rumah tangga dimana nantinya tidak menimbulkan kesalahpahaman dan dapat
menghindari KDRT. Komunikasi sangat diperlukan pada proses ini agar dapat
memperbaiki hubungan rumah tangga sehingga menciptakan keharmonisan di
dalamnya.
b. Analogi Pilar
Dalam analisis konflik melalui Analogi Pilar ini dapat diketahui faktor-faktor yang
menopang situasi tidak diinginkan tetap bertahan. Biasanya digunakan saat sebuah konflik
tidak mengalami kejelasan apa yang membuat situasi tidak stabil. Pada kasus KDRT, terlebih
apabila faktor eksternal menjadi faktor terkuat dalam kasus ini seperti yang telah disampaikan
sebelumnya, ini akan memberikan pertanyaan-pertanyaan bagi korban hal apa yang
menyebabkan ia diperlakukan seperti itu. Analogi Pilar berfungsi untuk mencari tahu faktor-
faktor penyebab KDRT yang terjadi sehingga yang bersangkutan dapat memahami dan
menyadari hal-hal yang perlu dilakukan sehingga kejadian tersebut tidak terulang kembali.
Seorang perempuan yang mengalami KDRT tidak sedikit lebih memilih memendam
peristiwa yang ia alami dibanding langsung melaporkan hal itu, dengan harapan semua tidak
akan terulang kembali. Hal ini yang terkadang membuat pelaku merasa aman dan berpikir
bahwa hal itu tidak salah sehingga mengakibatkan secara tidak sadar dapat dilakukan
kembali.
Dalam analogi pilar, keluarga harus dapat mengkomunikasikan hal-hal yang membuat
nyaman atau tidak nyaman sesama anggota keluarga. Sehingga apabila kasus KDRT terjadi,
keluarga dapat menemukan faktor-faktor yang menjadikan peristiwa tersebut berulang kali
terjadi.
Apabila faktor-faktor sudah ditemukan dan tersusun, maka komunikasikan hal itu
dengan anggota keluarga sehingga sedikit demi sedikit dapat mengurangi atau mengubah hal-
hal negative yang menjadi pemicu kasus KDRT yang terjadi. Hal ini juga harus diimbangi
dengan niat agar dapat merubah sifat dan perilaku yang mengikuti seperti lebih bisa
mengontrol emosi, mengurangi sifat tempramen yang dimiliki sehingga selanjutnya sebuah
permasalahan dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya kekerasan di dalamnya.