PENDAHULUAN
Anggota keluarga yang sering menjadi korban adalah kaum wanita dan
anak-anak. Kaburnya definisi KDRT sendiri menjadi masalah di negara ini.
Adanya delik pengaduan yang merupakan syarat diusutnya KDRT merupakan
masalah berikutnya yang belum ditangani. Delik yang belum tentu diajukan
oleh pihak keluarga merupakan alasan mengapa angka KDRT di Indonesia
disebut fenomena gunung es. Adapun alasan keengganan keluarga untuk
mengajukan delik bisa beragam, antara lain karena masih ada budaya maupun
anggapan bahwa KDRT merupakan permasalahan rumah tangga yang bersifat
domestik dan menjadi rahasia rumah tangga masing-masing.1,2
Penanganan kasus yang termasuk dalam tindak pidana ini belum tuntas
karena adanya kerancuan penggunaan dasar hukum yang mengaturnya.
Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam
tumah tangga, selanjutnya disebut UU PKDRT yang telah disahkan seharusnya
menjadi dasar hukum namun pada kenyataannya penanganan kasus KDRT
seringkali masih menggunakan KUHP sebagai dasar pemberian sanksi kepada
pelaku tindak KDRT. Sanksi yang diberikan kepada pelaku juga lebih ringan
karena masih menggunakan KUHP, bukan berdasarkan UU PKDR T.1,2
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk budaya
dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu
dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan
perilaku sehat dapat lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga
mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai unit
pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada
akhirnya juga akan mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang
ada disekitarnya. Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai
dengan perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga
menurut beberapa ahli dalam (Jhonson R, 2010):
1. Raisner
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau
lebih masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang
terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek.
2. Duval
3
Satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan
emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan
tugas.
4. Departemen Kesehatan RI
4
atau barang orang lain. Rumah tangga adalah yang berkenaan
dengan urusan kehidupan dalam rumah atau berkenaan dengan
keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.3
Berdasarkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) No. 23 tahun 2004 seperti yang
tertuang dalam pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan kekerasan
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga.1
Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga tidak
hanya yang terjadi di dalam rumah tangga, bisa saja kejadiannya di
luar rumah. Yang terpenting adalah baik pelaku maupun korbannya
adalah berada dalam ikatan rumah tangga atau anggota rumah
tangga.2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Data yang diperoleh dari Catatan Tahunan
Komnas Perempuan, menunjukkan bahwa ada 259.150 kasus kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2016,
yang terdiri dari 245.548 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang
ditangani oleh 359 Pengadilan Agama, serta 13.602 kasus yang ditangani
5
oleh 233 lembaga mitra pengada layanan, tersebar di 34 Provinsi. Tahun
2017 Komnas Perempuan mengirimkan 674 lembar formulir kepada
lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia dengan tingkat
respon pengembalian mencapai 34%, yaitu 233 formulir. Data Pengadilan
Agama sejumlah 245.548 adalah kekerasan terhadap istri yang
berujung pada perceraian. Sementara dari 13.602 kasus yang masuk dari
lembaga mitra pengaduan layanan, kekerasan yang terjadi di ranah personal
tercatat 75% atau 10.205 kasus. Data pengaduan langsung ke Komnas
Perempuan lewat juga menunjukkan tren yang sama, KDRT lain menempati
posisi kasus yang paling banyak diadukan yaitu sebanyak 903 kasus (88%)
dari total 1.022 kasus yang masuk. Untuk kekerasan di ranah rumah tangga.4
6
j. kekerasan seksual; atau
k. penelantaran rumah tangga.
7
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
Penelantaran yang dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dan 2 yaitu jika orang
yang menurut hukum atau karena perjanjian atau persetujuan menelantarkan
kewajibannya untuk memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang-orang dalam lingkup rumah tangga atau orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga
korban berada di bawah kendali orang terebut.2,6 Tindak pidana kekerasan
fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual merupakan delik aduan.2
8
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah
sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
2. Ketergantungan ekonomi
9
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan
dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai
pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak
dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan
dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak
melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika
perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia
menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering
menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem
rumah tangganya.
4. Persaingan
5. Frustrasi
10
lain yang berujung pada pelampiasan terhadap istrinya dengan
memarahinya, memukulnya, membentaknya dan tindakan lain
yang semacamnya.
11
10. Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasinya pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang diperlukan istri dan anak-anaknya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kekerasan tersebut juga
dapat berdampak pada anak-anak. Adapun dampak-dampak itu dapat
berupa efek yang secara langsung dirasakan oleh anak, sehubungan
dengan kekerasan yang ia lihat terjadi pada ibunya, maupun secara
tidak langsung. Bahkan, sebagian dari anak yang hidup di tengah
keluarga seperti ini juga diperlakukan secara keras dan kasar karena
kehadiran anak terkadang bukan meredam sikap suami tetapi malah
sebaliknya.
12
14. Menggunakan paksaan fisik untuk mendapatkan sesuatu yang
diinginkan adalah wajar dan baik-baik saja.
15. Harus pindah rumah dan sekolah jika ibunya harus pindah rumah
karena menghindari kekerasan.
16. Tidak bisa berteman atau mempertahankan teman karena sikap ayah
yang membuat anak terkucil.
17. Merasa disia-siakan oleh orang tua. Kebanyakan anak yang tumbuh
dalam rumah tangga yang penuh kekerasan akan tumbuh menjadi
anak yang kejam. Penelitian membuktikan bahwa 50% - 80% laki-
laki yang memukuli istrinya atau anak-anaknya, dulunya dibesarkan
dalam rumah tangga yang bapaknya sering melakukan kekerasan
terhadap istri dan anaknya. Mereka tumbuh dewasa dengan mental
yang rusak dan hilangnya rasa iba serta anggapan bahwa melakukan
kekerasan terhadap istri adalah bisa diterima.
13
Perempuan, Undang- Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban, dan peraturan perundangan lainnya yang memberikan
tugas dan fungsi kepada lembaga-lembaga yang terkoordinasi
memberikan perlindungan hukum terhadap kasus KDRT dan termasuk
lembaga-lembaga sosial yang bergerak dalam perlindungan terhadap
perempuan. Bahkan dalam rencana pembentukan peraturan perundang-
undangan tersebut tidak terlepas dari peran lembaga sosial.6
o. Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai UU
PKDRT diundangkan tanggal 22 September 2004 dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 95. Fokus UU PKDRT ini
ialah kepada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban
kekerasan dalam rumah tangga.
UU PKDRT Pasal 1 menyebutkan Penghapusan Kekerasaasan
Dalam Rumah Tangga dilaksanakan berdasarkan:
1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
14
4. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan
rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga,
advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
pengadilan.
15
Pembahasan pasal 2 undang-undang nomor 23 tahun 2004
disebutkan bahwa lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini
meliputi : suami, isteri, dan anak. Suami adalah seorang pelaku
dalam pernikahan yang berjenis kelamin pria yang berikrar, berucap
janji untuk memperistri wanitanya. Seorang pria biasanya menikah
dengan seorang wanita dalam suatu upacara pernikahan sebelum
diresmikan statusnya sebagai seorang suami dan pasangannya sebgai
seorang istri. Istri adalah seorang pelaku pernikahan yang berjenis
kelamin wanita seorang wanita biasanya menikah dengan seorang
pria dalam suatu upacara pernikahan. Dan yang dimaksud anak
adalah seorang laki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas. Dan menurut psikologi adalah periode
perkembangan merentang dari masa bayi sampai usia 6 tahun. Yang
termasuk dalam ruang lingkup keluarga adanya hubungan darah,
perkawinan laki dan perempuan, persusuan, pengasuhan ( seperti
pembantu rumah tangga), perwalian dan seseorang yang menetap
dalam rumah tangga tersebut. Atau orang yang bekerja dalam
membantu rumah tangga tersebut dan orang itu menetap dalam
rumah tangga tersebut.
• Nondiskriminasi
• Perlindungan korban.
16
setaraan gender; c. non diskriminasi; dan d. perlindungan korban.Di awal
telah disebutkan bahwa kaum perempuan mempunyai hak asasi yang
sama dengan hak asasi kaum laki-laki. Adapun yang dimaksudkan den-
gan “kesetaraan gender” adalah suatu keadaan dimana perempuan dan
laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki kondisi yang sama
untuk mewujudkan secara penuh hak-hak asasi manusia dan potensinya
bagi keutuhan dan kelangsungan rumah tangga secara proporsional.
17
3. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat.
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
d. Pembimbing rohani.
18
UU PKDRT Pasal 42 menyebutkan tentang Pemulihan Korban dalam
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dilaksanakan
berdasarkan:
19
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau
kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
20
menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya
janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda
paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
21
Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (2) merupakan delik aduan.
p. Tenaga kesehatan;
q. Pekerja sosial;
s. Pembimbing rohani.
22
Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan,
pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat
melakukan kerja sama.
23
• PP PKPKDRT Pasal 4 menyebutkan Penyelenggaraan kegiatan
pemulihan korban meliputi:10
c. Pelayanan kesehatan
d. Pendampingan korban
e. Konseling
f. Bimbingan rohani
g. Resosialisasi
24
Pada pemeriksaan kasus perlukaan atau korban yang mengalami
kekerasan fisik , maka dokter akan menentukan jenis luka yang ada
pada tubuh korban, dan dari jenis luka tersebut maka dokter kemudian
dapat mengetahui jenis kekerasan yang menyebabkan luka atau alat
apa yang digunakan oleh pelaku.
3. Mengakibatkan kematian.
12
bahan bukti.
25
bahwa terdakwa telah terbukti bersalah. Alat bukti yang sah dalam ka-
sus pembuktian kekerasan seksual adalah keterangan dari terdakwa.
Hal ini diterapkan karena melihat bahwa pembuktian mengenai kek-
erasan dalam rumah tangga ini dapat dikatakan sulit karena kasus
tersebut terjadi di dalam lingkup rumah tangga dan biasanya para
tetangga enggan untuk ikut campur.
26
Melalui hasil pemeriksaan Dokter terhadap Korban yang di-
tuangkan dalam bentuk Visum et Repertum sebagai pengganti barang
bukti, maka Penuntut Umum dapat lebih mempertajam tuntutannya
serta menerapkan Pasal-Pasal dari KUHP atau undang-undang lainnya
terutama dalam peristiwa pidana yang dilakukan dengan kekerasan
bahkan Jaksa selaku Penuntut Umum maupun Hakim setelah mem-
pelajari isi dari Visum et Repertum dapat membayangkan bagaimana
keadaan barang bukti pada saat terjadinya peristiwa pidana.
27
menerima hasil kesimpulan dari Visum et Repertum sebagai alat bukti
surat dan mengambil alih kesimpulan tersebut yang didukung oleh pal-
ing sedikit satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan Hakim
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan bahwa Terdakwalah yang
bersalah.
28
Banyak wanita menganggap kekerasan dalam rumah tangga
sebagai suatu hal yang tabu. Itulah mengapa mereka cenderung
menutupi penderitaan fisik dan psikologis yang dilakukan
pasangannya. Adanya sikap posesif terhadap korban ataupun perilaku
mengisolasi korban dari dunia luar dapat dilihat sebagai tanda awal
KDRT. Korban biasanya tampak depresi, sangat takut pada
pengunjung/pasien lainnya dan yang merawatnya, termasuk pegawai
rumah sakit. Perhatikan perubahan sikap korban. Mereka akan
cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya. Mereka umumnya
tak ingin orang sekitarnya melihat tanda-tanda kekerasan pada diri
mereka. Kontak mata biasanya buruk. Korban menjadi pendiam.
Korban harus diperiksa secara menyeluruh untuk memeriksa dengan
teliti tanda-tanda kekerasan yang pada umumnya tersembunyi. Sebagai
contoh, kulit kepala dapat menunjukkan tanda tanda kekerasan.
Korban juga akan mencoba untuk menyembunyikan atau menutupi
luka-lukanya dengan memakai riasan wajah tebal, leher baju yang
tinggi, rambut palsu atau perhiasan.
3) Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau
bekas tali yang terbakar.
29
4) Luka lecet, luka gores minimal, bilur.
4. Bentuk-Bentuk Luka
1) Kekerasan Tumpul
2) Memar
30
kepadatan vaskularisasi jaringan, kerapuhan pembuluh darah, dan
jumlah darah yang keluar ke dalam jaringan sekitar. Luka memar
yang digunakan untuk identifikasi umur dan penyebab luka, tidak
selalu menunjukkan kesamaan warna pada tiap orang dan tidak
dapat berubah dalam waktu yang sama antara satu orang dengan
orang lain. Beberapa petunjuk dasar tentang penampakan luka
memar sebagai berikut:
a. Waktu merah, biru, ungu, atau hitam dapat terjadi kapan saja
dalam waktu 1 jam setelah trauma sebagai resolusi dari memar.
Gambaran warna merah tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan umur memar.
3) Bekas Gigitan
4) Bekas Kuku
Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi, bisa tunggal
atau kombinasi, yaitu sebagai berikut:
a) Impression marks
31
Bentukan ini merupakan akibat patahnya kuku pada kulit.
Bentuknya seperti koma atau setengah lingkaran.
b) Scratch marks
c) Claw marks
5) Strangulasi
32
sisanya. Hampir 50% dari para korban mengalami perubahan
suara dari disfonia sampai afonia.
33
biasanya horizontal pada level yang sama dengan leher, dan
tanda penjeratan biasanya di bawah kartilago thyroid dan sering
tulang hyoid patah. Pada penggantungan, penekanan cenderung
vertical dan berbentuk seperti air mata, di atas kartilago
thyroid, dengan simpul pada daerah tengkuk, di bawah dagu,
atau langsung di depan telinga. Tulang hyoid biasanya masih
utuh.
5. Distribusi Luka
4) Lebih dari 50% luka disebabkan karena kekerasan pada kepala dan
leher. Pelaku laki-laki menghindari untuk menyerang wajah, tetapi
kemudian memukul kepala bagian belakang.
34
Luka karena perlawanan, misalnya patah tulang, dislokasi sendi,
keseleo, dan atau luka memar dari pergelangan tangan atau lengan
bawah dapat mendukung adanya tanda dari korban untuk menangkis
pukulan pada wajah atau dada. Termasuk luka pada bagian ulnar dari
tangan dan telapak tangan (yang mungkin digunakan untuk menahan
serangan). Luka lain yang umum ada termasuk luka memar pada
punggung, tungkai bawah, bokong, dan kepala bagian belakang (yang
disebabkan karena korban membungkuk untuk melindungi diri). Luka
lecet yang banyak atau luka memar pada tempat yang berbeda sering
terjadi memperkuat kecurigaan adanya domestic violence. Peta tubuh
dapat membantu penemuan fisik adanya kekerasan termasuk dengan
memperhatikan kemungkinan tanda-tanda kekerasan pada daerah-
daerah yang tersembunyi. Terdapatnya luka yang banyak dengan tahap
penyembuhan yang bervariasi memperkuat dugaan adanya KDRT
yang berulang.
35
Membantu penyidik: dugaan saat & lokasi persetubuhan serta
dugaan jatidiri pria pemerkosa.
Membuat & serahkan visum et repertum korban.
Memeriksa pria tersangka pelaku kekerasan atau perkosaan
Memberikan keterangan atau kesaksian di pengadilan (sebagai
saksi ahli) atau forum lain dalam rangka penegakan keadilan.
7. Anamnesa
Pengantar
“Banyak diantara pasien kami mengalami ketegangan dalam
hubungannya dengan suami, ...dst”
Tak Langsung
“Gejala yang ibu alami mungkin akibat stress. Apakah ibu dan suami
sedang bertengkar?”
Langsung
a. “Apakah suami pernah menyakiti?”
b. “Apa yang terjadi apabila terjadi ketidaksepakatan antara anda
dengan suami?”
c. “Apakah anda merasa aman dan tentram bila di rumah?”
d. “Pernakah anda ke dokter karena luka akibat kekerasan?”
e. “Pernakah anda takut bahwa anda akan disakiti orang dekat
anda?”
8. Pemeriksaan Fisik
Menyeluruh
Pemeriksaan status generalis
Pemeriksaan status lokalis
Pemeriksaan Ginekologis
Pemeriksaan penunjang : Radiologi, USG, dll
Luka Spesifik
- Nilai derajat keparahan, lokasi, jumlah, bentuk yang khas
- Marginal hematom
36
- Jejak ikatan, Jerat, Cekikan
- Luka tusuk, bacok, tembak
- Luka bakar : rokok, setrika
- Patah tulang
Kulit dan Rambut
1) Cedera : Memar, lecet, luka terbuka, dll
2) Jaringan parut
3) Alopecia
Wajah
- Hematom, edem, krepitasi
- Fraktur tulangwajah
Mata
Perdarahan, kelainan korena, visus, lapang pandang, dll
Telinga
Luka, membran timpani robek
Hidung
Fraktur, perdarahan
Mulut
Perdarahan, luka lama, keutuhan gigi
37
- Dysuri, gangguan menstruasi, perdarahan pervaginam, masalah
seks, nyeri dubur
- Cedera dibagian luar: pubis, V/V, perieum, anus
38
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
39
kejaksaan yang sulit untuk bekerjasama menjadi adalah alasan-alasan
eksternal yang menghambat lembaga sosial untuk mewujudkan tercapainya
tujuan penghapusan KDRT Untuk mengatasi kendala yang dihadapi
lembaga sosial baik internal maupun eksternal, lembaga sosial melakukan
beberapa tindakan untuk mengatasinya. Upaya-upaya mengatasi kendala
tersebut lebih bersifat kondisional, maksudnya berdasarkan kasus yang
terjadi. Untuk mengatasi kendala yang berasal dari dalam lembaga ialah
memperluas jaringan kerjasama dengan lembaga donor atau lembaga sosial
lainnya, menanamkan visi perjuangan kaum feminis kepada aktivis-aktivis
muda dan menantang untuk berkorban demi kepentingan korban.
3.2 SARAN
40
yang terjadi di lingkungan sekitar, melalui penyuluhan warga. Masyarakat
dapat membantu korban untuk melaporkan kepada ketua RT dan polisi.
41
DAFTAR PUSTAKA
42