Anda di halaman 1dari 8

ABSTRAK

Kekerasan dalam rumah tangga masih banyak terjadi di Indonesia bahkan dari tahun ketahun
semakin meningkat. kekerasan yang digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang
terbuka (secara terang - terangan ), atau tertutup ( terselubung ), baik yang bersifat menyerang
( ofensif ) atau awal bertahan ( defensif ) yang disertai dengan penggunaan kekuatan untuk
orang lain. Negara mengakui bahwa segala bentuk kekerasan yang terjadi merupakan
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi, Demikian juga kekerasan yang terjadi di
dalam sebuah rumah tangga yang sering disebut dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT). Kementrian Pemberdayaan perempuan dan anak memaparkan bahwa terdapat
beberapa factor yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga salah
satunya factor ekonomi yang menjadi factor kekerasan dalam rumah tangga terbesar di
Indonesia.

Kata kunci : KDRT , Kekerasan , Perempuan

PENDAHULUAN
Kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tersebut, Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 2 adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga 1. Ini artinya, KDRT tidak hanya identik dengan
kekerasan secara fisik, tetapi juga bentuk-bentuk pelecehan lainnya yang merugikan korban.
Adapun korban dan pelakunya bisa siapapun, yaitu suami, istri, anak, atau orang-orang yang
mempunyai hubungan dengan orang tersebut di dalam rumah yang sama,

Tidak bisa dipungkiri kehidupan berkeluarga memang tidak hanya tentang kasih sayang dan
kebahagian. Sepasang suami istri bahkan sebuah keluarga juga dapat menghadirkan konflik
yang pelik akibat kesalah pahaman atau ketidak sesuai antara satu sama lain diantara anggota
keluarga. Umumnya, KDRT dilakukan oleh pelaku dengan satu tujuan, yaitu mendominasi dan
mengontrol korban. Seorang pelaku kekerasan menggunakan rasa takut, bersalah, malu, dan
intimidasi untuk membuat korban tetap berada di bawah kontrolnya dan agar sulit lepas dari
jerat hubungan abusive tersebut. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) periode 2020
sampai dengan 2021 terjadi dominan karena faktor ekonomi. Berdasarkan data Sistem
Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) Kementerian PPPA
mencatat 1.411 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 1 Januari 2022 sampai 21 Februari
2022. Tahun sebelumnya, tahun 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 10.247
1
Mohammad ’Azzam Manan, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Sosiologis,” Jurnal Legislasi
Indonesia 5, no. 3 (2008): 9–34.
dengan jumlah korban 10.368 orang 2. kenaikan angka laporan itu juga menunjukkan bahwa
masyarakat sudah lebih sadar atau aware dan berani bicara terkait isu KDRT.Tapi, masih banyak
juga korban yang tidak mau melapor dikarenakan takut akan ancaman yang diterima dan
merasa bahwa KDRT adalah aib keluarga yang tidak perlu diketahui oleh lingkungan sekitar,
Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat adalah
faktor ekonomi. Karena desakan ekonomi, menyebabkan kebutuhan hidup semakin hari
semakin besar, maka pelaku yang merupakan kepala rumah tangga menjadi hilang akal dan
melampiaskannya dengan melakukan kekerasan terhadap orang-orang yang berada dalam
lingkungan rumah tangganya, selain factor ekonomi terdapat beberapa factor lain yang menjadi
penyebab isu kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Kajian penulisan ini menggunakan studi literatur. Menurut Burhan Bungin “Metode litaratur
adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metode penelitian sosial
untuk menelusuri data histories”. Artinya bahwa studi literatur merupakan sebuah studi yang
pengumpulan data melalui penelusuran/pengkajian buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian, dalam hal ini studi literatur difokuskan pada pengkajian buku-buku sosial yang
relevan. Adapun metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitis.
Metode deskriptif analitis adalah suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data,
kemudian diusahakan adanya analisis dan penafsiran data. Dengan kata lain metode deskriptif
analitis memusatkan perhatian kepada permasalahan penelitian, sehingga hasil penelitian
kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya 3

PEMBAHASAN

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin mengkhawatirkan jika dilihat dari Jumlah
data kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia yang kian meningkat pada masa pandemic,
data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
menunjukkan, KDRT menjadi kasus kekerasan yang paling banyak dilaporkan. KDRT sendiri
dapat berupa kekerasan fisik (physical violence), kekerasan psikologis atau emosional
(emotional violence), kekerasan seksual (sexual violence), dan kekerasan ekonomi (economic
violence)4.

2
Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, Data Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 2022,
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan.
3
Burhan Bungin, “Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Dan Ilmu Sosial Lainnya / Burhan
Bungin” (n.d.), https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=17304.
4
Sali Susiana, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Masa Pandemi Covid-19,” Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI XII, no. 24 (2020): 13–18, http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info Singkat-XII-24-II-P3DI-
Desember-2020-177.pdf.
Menurut survey yang dilakukan oleh Komnas perempuan, selama masa pandemik ini kekerasan
terhadap perempuan mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena adanya banyak waktu
berkumpul di rumah dan budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai
penanggungjawab rumah tangga, juga dampak pandemik terhadap ekonomi yang mana banyak
pekerja laki-laki yang dihentikan dari pekerjaannya sehingga mengalami krisis maskulinitas, dan
mobilitas isteri dan anak perempuan terbatas sehingga kesulitan mengakses lembaga layanan
offline maupun online. Walaupun korban kekerasan dalam rumah tangga ini bukan hanya
perempuan namun pada umumnya korban KDRT menimpa kaum perempuan yang dianggap
sebagai makhluk yang lemah. Sejak dahulu banyak mitos2 yang menjadi penyebab
ketidakadilan gender, salah satunya adalah laki-laki dianggap bertindak berdasarkan rasional,
sedangkan perempuan selalu mendahulukan perasaan.

Menurut UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
menyebutkan terdapat empat macam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yaitu sebagai
berikut:

a) Kekerasan fisik

Yang dimaksud dengan kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit atau luka berat.

b) Kekerasan psikis

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa


percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
c) Kekerasan seksual

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu.

d) Penelantaran rumah tangga

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap
orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada
di bawah kendali orang tersebut5.

1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Lingkup rumah tangga yang dipandang sebagai lingkungan yang sarat akan kedamaian
dan kasih sayang ternyata juga menyisakan sekelumit kisah yang memilukan dan
menimbulkan kepedihan. Lingkup yang dianggap sebagai tempat untuk meraih
kebahagiaan bagi perempuan justru menjadi tempat penyiksaaan bagi mereka yang
mengalami tindak kekerasan oleh suaminya, Tentunya tidak ada akibat jika tidak ada
sebab yang melatarbelakangi. Begitu juga dengan tindak kekerasan yang terjadi dalam
lingkup rumah tangga berikut adalah faktor penyebab yang melatarbelakangi seseorang
melakukan kekerasan, diantaranya adalah:

a) Perselingkuhan

Dalam hal ini perselingkuhan yang dimaksud adalah perselingkuhan yang dilakukan oleh
suami dengan perempuan lain ataupun suami menikah atau mempunyai istri lagi.
Perselingkuhan ini juga menjadi salah satu faktor seseorang melakukan tindak
kekerasan dalam rumah tangga.

b) Masalah ekonomi

Kepala keluarga (suami) mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan


rumah tangganya. Nafkah merupakan suatu hak yang dimiliki seorang istri atau anak
kepada ayahnya. Namun bila hal itu tidak diindahkan (dilakukan) oleh seorang ayah
maka dapat menjadi suatu bentuk kekerasan ekonomi, dimana hal ini dapat menjadi
5
Evi Tri Jayanthi, “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Survivor Yang
Ditangani Oleh Lembaga Sahabat Perempuan Magelang,” Dimensia 3, no. 2 (2009): 33–50,
https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3417.
penyebab terjadinya konflik (ketidakharmonisan) dalam keluarga. Ketika ekonomi
mereka sangat terhimpit ditambah juga mereka harus menghidupi anaknya. Keterbatasan
yang demikian tidak mendorong suami untuk bekerja lebih keras guna kelangsungan
hidup keluarga. Oleh karenanya, perempuan (istri) mengambil alih peran suami dengan
cara berperan ganda, yaitu sebagai pencari nafkah dan juga sebagai ibu rumah tangga.
Beban kerja ganda yang harus dipikul perempuan (istri) tersebut merupakan salah satu
bentuk manifestasi ketidakadilan gender yang terjadi dalam keluarga.

c) Budaya patriarkhi

Menurut Bhasin, secara harfiah patriarkhi berarti sistem yang menempatkan ayah
sebagai penguasa keluarga. Istilah ini kemudian digunakan untuk menjelaskan suatu
masyarakat, tempat kaum laki-laki berkuasa atas kaum perempuan dan anak-anak. Hal
senada juga dikatakan oleh Usman bahwa perjanjian sosial yang mengatur peranan laki-
laki dan perempuan dibingkai oleh sebuah sistem patriarchal, yang lebih banyak
menempatkan laki-laki pada posisi kunci atau pada peranan yang lebih dominan. Sistem
tersebut kemudian menempatkan status dan peranan perempuan di bawah perwalian
laki-laki. Dalam masyarakat patriarkhi, relasi gender cenderung lebih memberi tempat
yang utama pada laki-laki, sehingga bila dicermati secara teliti maka dalam banyak
bidang kehidupan menempatkan perempuan pada posisi subordinasi. Laki-laki dianggap
lebih berkuasa dan di atas segalanya dari seorang perempuan. Dalam lingkup domestik,
anggapan ini menimbulkan sikap adanya ketergatungan perempuan (istri) kepada suami
serta perempuan merasa dirinya lemah dan tidak berdaya. Keadaan demikian membuat
perempuan selalu berlindung di bawah ketiak suami, dianggap sebagai bawahan dan
warga kelas dua.

2. Dampak Psikologis Perempuan Korban KDRT

Setiap perilaku individu dapat menghasilkan dampak bagi diri sendiri, individu lain,
bahkan kelompok. KDRT merupakan sebuah perilaku yang memberikan dampak yang
sangat kompleks terhadap perempuan korban KDRT. Seperti yang sudah dijelaskan
dibagian sebelumnya, bahwa terdapat beberapa bentuk kekerasan, seperti kekerasan
fisik, seksual, psikis, dan ekonomi. Tindak kekerasan tersebut menghasilkan dampak
psikologis terhadap perempuan korban KDRT, misalnya korban merasa cemas,
ketakutan, depresi, selalu waspada, terus terbayang bila melihat kasus yang mirip,
sering melamun, murung, mudah menangis, sulit tidur, hingga mimpi buruk. Korban
kehilangan rasa percaya diri untuk bertindak karena merasa tidak berdaya, kehilangan
minat untuk merawat diri sehingga tidak teraturnya pola hidup yang dijalani, dan
kehilangan keberanian dalam berpendapat dan bertindak. Namun terkadang ada di
antara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran,
sehingga paraahli psikologi, yaitu pikiran, perasan, kehendak dan gejala campuran
seperti integensi, kelelahanmaupun sugesti6.

3. Upaya Penanganan Terhadap Perempuan Korban KDRT

Salah satu upaya penanganan yaitu adanya pemenuhan hak terhadap perempuan
korban KDRT. Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2004 merupakan
Undang-undang yang telah mengatur pemenuhan hak korban KDRT. Pada Bab IV pasal
10 tentang hak-hak korban terdapat lima hal yaitu:

a) Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaaan, advokat, lembaga sosial, atau
pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan
dari pengadilan
b) Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c) Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahsiaan korban
d) Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
e) Pelayanan bimbingan rohani.

Selain adanya pasal yang mengatur mengenai pemenuhan hak korban KDRT, pemerintah
dan masyarakat juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap korban
KDRT dan sudah ditetapkan pada Bab dan Pasal selanjutnya, seharusnya pemerintah dan
lembaga-lembaga anti kekerasan terhadap perempuan dapat bergerak lebih luwes lagi
untuk membantu dan melindungi perempuan korban kekerasan. Pemerintah dan aparatur
negara seharusnya mulai mempercayai korban yang sudah berani melaporkan diri, bukan
mempertanyakannya bahwa seakan-akan hal tersebut tidak dapat dipercaya. Pendidikan
terhadap masyarakat mengenai kekerasan, perlindungan terhadap korban, dan budaya
kesetaran harus lebih diupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat ikut andil dalam
mengurangi tingkat kekerasan terhadap perempuan.

6
Rosma Alimi and Nunung Nurwati, “Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM),” Faktor
Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan 2, no. 1 (2021): 20–27.
KESIMPULAN

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin mengkhawatirkan jika dilihat dari
Jumlah data kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia yang kian meningkat pada masa
pandemic, data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) menunjukkan, KDRT menjadi kasus kekerasan yang paling banyak dilaporkan.
Hal ini terjadi karena adanya banyak waktu berkumpul di rumah dan budaya patriarki yang
menempatkan perempuan sebagai penanggungjawab rumah tangga, juga dampak
pandemik terhadap ekonomi yang mana banyak pekerja laki-laki yang dihentikan dari
pekerjaannya sehingga mengalami krisis maskulinitas, dan mobilitas isteri dan anak
perempuan terbatas sehingga kesulitan mengakses lembaga layanan offline maupun online.
Walaupun korban kekerasan dalam rumah tangga ini bukan hanya perempuan namun pada
umumnya korban KDRT menimpa kaum perempuan yang dianggap sebagai makhluk yang
lemah. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
menyebutkan terdapat empat macam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yaitu sebagai
berikut: Kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, penelantaran rumah tangga.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Lingkup diantaranya
adalah: Perselingkuhan, masalah ekonomi, budaya patriarkhi.

Selain adanya pasal yang mengatur mengenai pemenuhan hak korban KDRT, pemerintah
dan masyarakat juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap korban
KDRT dan sudah ditetapkan pada Bab dan Pasal selanjutnya, seharusnya pemerintah dan
lembaga-lembaga anti kekerasan terhadap perempuan dapat bergerak lebih luwes lagi
untuk membantu dan melindungi perempuan korban kekerasan.
Daftar Pustaka
Alimi, Rosma, and Nunung Nurwati. “Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM).”
Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan 2, no. 1 (2021):
20–27.
Burhan Bungin. “Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik Dan Ilmu Sosial Lainnya /
Burhan Bungin” (n.d.). https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=17304.
Jayanthi, Evi Tri. “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Survivor
Yang Ditangani Oleh Lembaga Sahabat Perempuan Magelang.” Dimensia 3, no. 2 (2009): 33–50.
https://journal.uny.ac.id/index.php/dimensia/article/view/3417.
Manan, Mohammad ’Azzam. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Sosiologis.” Jurnal
Legislasi Indonesia 5, no. 3 (2008): 9–34.
Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak. Data Kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, 2022. https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan.
Susiana, Sali. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Masa Pandemi Covid-19.” Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI XII, no. 24 (2020): 13–18. http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info
Singkat-XII-24-II-P3DI-Desember-2020-177.pdf.

Anda mungkin juga menyukai