Medikolegal
Dian Novitasari1, Aretha Sarah Aribowo2, Ria Nata Sia3, Thurain Leo4, Villycia Lovely Titah5
1
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
2,3,4,5
Universitas Tarumanagara
Korespondensi kepada:
1
dr.diannovitasari@unissula.ac.id
2
arethasarah17@gmail.com
3
rianatasia44@gmail.com
4
thurain.work@gmail.com
5
titahvillycia@gmail.com
Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil dilihat dari Aspek
Medikolegal
Dian Novitasari, Aretha Sarah Aribowo, Ria Nata Sia, Thurain Leo, Villycia Lovely Titah
Abstrak
Latar belakang: Kekerasan dalam rumah tangga yang merupakan permasalahan kesehatan
masyarakat, prevalensi kasusnya terus meningkat sepanjang tahun di Indonesia dan dunia.
Kesadaran akan pentingnya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil harus
diperhatikan karena dapat berdampak buruk terhadap kesehatan ibu dan anak secara fisikal
maupun psikis. Melalui artikel ini yang bertujuan untuk menginformasikan kekerasan dalam
rumah tangga yang dilihat dari aspek medikolegal dapat memberikan informasi penting
mengenai hal tersebut.
Metode: Metode yang dilakukan adalah melalui ulasan literatur yang dicari menggunakan
sumber berbasis data dan diulas satupersatu, kemudian dirangkum menjadi satu bagian.
Hasil: Hasil kesimpulan dari berbagai literatur dikumpulkan menjadi informasi terkait
kekerasan dalam rumah tangga, jenis kekerasan yang terjadi, hasil epidemiologi, faktor yang
mempengaruhi, dampak kekerasan terhadap ibu dan anak, upaya pemulihan, dan aspek
hukum yang terkait.
Kesimpulan: Kekerasan yang terjadi terhadap ibu hamil masih sering kali terjadi. Diharapkan
kasus kekerasan dalam rumah tangga khususnya pada ibu hamil di Indonesia dapat menurun
dengan kerja sama oleh semua pihak yang terlibat, dan dapat meningkatkan kesadaran kita
terhadap kekerasan dalam rumah tangga yang marak terjadi di masyarakat luas.
(KDRT) atau biasa juga disebut sebagai sebesar 75% atau sebanyak 11.105 kasus.
merupakan suatu masalah yang sangat yang didapatkan Simfoni PPA pada
tangga yang terjadi pada semua lapisan berjumlah sebanyak 3456 kasus.2,4
ataupun seorang anak perempuan. Menurut Rumah Tangga, jenis kekerasan yang
tangga (PKDRT), KDRT merupakan setiap merupakan kekerasan fisik yang dapat
dilihat, misalnya perkelahian, pukulan, seksual secara konsisten masih menjadi
mendorong, menjambak, bahkan sampai terbanyak pertama dan kedua yang
membunuh; 2) Kekerasan psikis (covert) dilaporkan.2
yang siftnya tersembunyi karena tidak Menurut hasil SPHPN Tahun 2016
menyisakan luka fisik melainkan mengungkapkan terdapat 4 faktor
menggangu kesehatan mental korban; 3) penyebab terjadinya kekerasan dalam
Kekerasan seksual yang dilakukan untuk rumah tangga terhadap perempuan yang
memuaskan hasrat seks berupa fisik seperti dilakukan oleh pasangan yaitu faktor
meraba, menyentuh organ seks, mencium individu, faktor pasangan, faktor sosial
paksa, memaksa berhubungan seks atau budaya, dan faktor ekonomi.5
berhubungan intim tanpa sepertujuan 1. Faktor Individu
korban ataupun verbal seperti membuat Perempuan yang menikah secara siri,
komentar, julukan atau gurauan porno kontrak, dan lainnya berpotensi 1,42 kali
yang sifatnya mengejek, juga membuat lebih besar mengalami kekerasan fisik
ekspresi wajah, gerakan tubuh, ataupun dan/atau seksual dibandingkan perempuan
perbuatan seksual lainnya; 4) Kekerasan yang menikah secara resmi diakui negara
penelatanran rumah tangga yang dibagi melalui catatan sipil atau KUA.
menjadi dua bagian yaitu tindakan Perempuan yang sering bertengkar dengan
seseroang yang menelantarkan orang lain suami beresiko 3,95 kali lebih tinggi
dalam lingku rumah tangganya seperti mengalami kekerasan, dibandingkan yang
orang tua dan anak, dan bagian lainya yaitu jarang bertengkar dengan suami.
kekerasan finansial atau kekerasan yang Perempuan yang sering menyerang suami
dilakukan dalam bentuk eksploitasi, terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih
memanipulasi dan mengendalikan korban besar mengalami kekerasan dibandingkan
dengan tujuan finansial.3 yang tidak pernah menyerang suami lebih
Menurut catatan komisi Nasional dahulu.
Perempuan tahun 2020, dari 11.105 kasus 2. Faktor Pasangan
KDRT yang terjadi pada tahun 2019, Perempuan yang suaminya memiliki
bentuk kekerasan terbanyak adalah fisik pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih
sebanyak 4783 kasus (43%), disusul besar mengalami KDRT, perempuan yang
dengan seksual sebanyak 2807 kasus suaminya berselingkuh dengan perempuan
(25%), psikis sebanyak 2056 kasus (19%), lain cenderung mengalami kekerasan 2,48
dan ekonomi sejumlah 1459 kasus (13%). kali lebih besar dibandingkan yang tidak
Pola ini sama seperti pola tahun-tahun berselingkuh.
sebelumnya, di mana kekerasan fisik dan
Suami menggangur beresiko 1,36 kali tindakan kekerasan suami. Pada mmasa
lebih besar melakukan KDRT. Faktor kehamilan, kondisi istri secara fisik
suami yang pernah minum miras, maupun psikologis serta seksual dalam
cenderung 1,56 kali dan suami suka mabuk keadaan lemah sehingga tidak mampu
minimal seminggu sekali, beresiko 2,25 memenuhi kebutuhan suami secara
kali lebih besar mengalami KDRT maksimal.6 Faktor risiko utama yang
dibandingkan yang tidak pernah mabuk. tampaknya meningkatkan prevalensi
Perempuan yang memiliki suami KDRT dalam kehamilan adalah riwayat
pengguna narkotika tercatat 45,1% kekerasan wanita yang termasuk dalam
mengalami kekerasan fisik, 35,6% kelompok minoritas terutama tingkat
mengalami kekerasan seksual, 54,7% pendidikan yang rendah dan kombinasi
mengalami kekerasan fisikdan/seksual, dengan tingkat sosial ekonomi yang
59,3% mengalami kekerasan ekonomi, rendah, penyalahgunaan zat dan usia
61,3% mengalami kekerasan remaja.7
emosional/psikis, dan yang paling tinggi Ditinjau dari ciri-ciri utama pelaku
yaitu 74,8%. adapun faktor risiko yang meningkatkan
3. Faktor Ekonomi kejadian kekerasan dalam kehamilan;
Perempuan yang berasal dari kekuasaan dan kontrol dan
rumahtangga pada kelompok 25% penyalahgunaan zat. Faktor yang terkait
termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih dengan peningkatan kekerasan dalam
besar mengalami KDRT dibandingkan kehamilan terkait dengan keadaan dan
kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi kondisi kehamilan. Kehamilan yang tidak
merupakan aspek yang lebih dominan diinginkan dan kehamilan yang idak
menjadi faktor kekerasan pada perempuan direncanakan merupakan faktor
dibandingkan dengan aspek pendidikan. terpenting.7
4. Faktor Sosial-Budaya kekerasan dalam rumah tangga
Perempuan yang tinggal di daerah pada masa kehamilan dapat berdampak
perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih buruk pada ibu maupun anak. Efek dari
besar mengalami kekerasan fisik dan/atau kekerasan pada masa kehamilan dapat
seksual oleh pasangan dibandingkan memberi efek jangka pendek dan jangka
mereka yang tinggal di daerah perdesaan.5 panjang pada ibu yang menjadi korban.
Selain itu pada ibu hamil akibat Secara umum dibagi menjadi fisik dan
tidak terpenuhinya kebutuhan suami mental atau pskis. Efek ini dapat
semasa istri hamil dan nifas merupakan ditemukan secara langsung (seperti luka
penyebab utama yang mempengaruhi tau cedera yag menetap dan kekerasan
fisikal) atau yang terjadi melalui jalur tidak terbelakangan mental, cacat fisik atau bayi
langsung (seperti masalah kesehatan lahir mati.10
kronik karena stress berkepanjangan). Banyaknya kasus kekerasan,
Gangguan kesehatan mental seperti tingkat terutama kekerasan dalam rumah tangga
depresi yang meningkat dan pikiran bunuh merupakan salah satu pertimbangan
diri dan upaya bunuh diri. Dampak ini diundangkannya Undang- Undang No. 23
dapat menetap hingga tahunan, meskipun Tahun 2004 Tentang Penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga sudah Kekerasan dalam Rumah Tangga. Undang-
dihentikan.8 undang ini, selain mengatur perihal
Bayi yang dalam kandungan dapat pencegahan dan perlindungan serta
mengalami keguguran jika menerima stress pemulihan terhadap korban kekerasan
yang berlebihan dari luar. Pada penelitian dalam rumah tangga, juga serta-merta
yang telah dilakukan didapatkan bahwa mengatur secara spesifik kekerasan yang
pada kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-
dilakukan pada trimester tiga dapat unsur tindak pidana yang berbeda dengan
menyebabkan anak lahir dengan berat tindak pidana penganiayaan yang diatur
badan lahir rendah, skor APGAR yang dalam KUHP.3
rendah, dan kelahiran prematur.9 Upaya pemulihan korban Peraturan
Sebelum dibuatkan rekam medis Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang
atau Visum et Repertum oleh dokter, Penyelenggaraan dan Kerjasama
korban (wanita) akan dilakukan Pemulihan Korban Kekerasan dalam
pemeriksaan luar serta psikologis. Pada Rumah Tangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah
pemeriksaan luar kebanyakan akan segala upaya untuk penguatan korban
didapatkan luka hasil dari kekerasan fisik kekerasan dalam rumah tangga agar lebih
yang dilakukan oleh terdakwa. Pada berdaya baik secara fisik maupun psikis.11
pemeriksaan psikologis, korban terlihat Pemulihan korban berdasarkan
cemas, takut, stress. Selain itu, ia juga kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004
biasanya mengalami gangguan makan dan tentang Penghapusan Kekerasan dalam
gangguan tidur. Jika KDRT ini terjadi pada Rumah Tangga pasal 39, untuk
ibu hamil, dapat terjadi keguguran / kepentingan pemulihan, korban dapat
abortus, persalinan imatur ataupun bayi memperoleh pelayanan dari:3
meninggal kandungan. Serta pada saat a. Tenaga kesehatan;
persalinan, ia akan mengalami penyulit b. Pekerja sosial;
seperti persalinan lama, dan bayi yang c. Relawan pendamping; dan/atau
dilahirkan dapat mengalami BBLR, d. Pembimbing rohani.
UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 403 hidung, ditemukan pembengkakan disertai
1. Tenaga kesehatan wajib memeriksa dengan abrasi. Sejumlah memar dan
korban sesuai dengan standar profesinya laserasi ditemukan di bagian belakang
2. Dalam hal korban memerlukan torso, abdomen, dan ekstremitas.12
perawatan, tenaga kesehatan wajib
memulihkan dan merehabilitasi kesehatan
korban.
A B
Diskusi
Artikel ini bertujuan untuk
mengulas kekerasan dalam rumah tangga
yang terjadi pada ibu hamil secara
medikolegal. Seperti kasus yang terjadi
pada seorang wanita berusia 34 tahun
dengan usia kehamilan 28 minggu dipukul
oleh suaminya yang dalam keadaan mabuk
dengan kabel listrik yang mengakibatkan
ia mengalami trauma yaitu beberapa luka,
fraktur, perdarahan serta pembengkakan
pada tubuhnya. Suami istri ini telah
menikah selama lima tahu. Wanita ini juga
mengakui jika ia telah memakai
metamfetamin. Sang suami mulai
memukulnya dari 11 bulan sebelumnya
saat mulai kecanduan amfetamin.
Suaminya memukul istrinya yang sedang
hamil karena ia percaya kehamilannya
bukan milik dia. Sehingga dokter
melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui
secara rinci trauma yg dialami olehnya.12
Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik, didapatkan pendarahan di kedua mata
dan hematoma di telinga kiri sampai
membentuk deformasi aurikula. Pada
Gambar 1. A) Memar dan laserasi pada Kekerasan dalam rumah tangga
bagian belakang torso. B) Memar dan
pada ibu hamil merupakan masalah serius
laserasi pada abdomen.
yang terjadi pada masyarakat karena
Tanda-tanda vital dan hasil
menimbulkan risiko yang membahayakan
laboratorium menunjukan hasil yang
ibu dan janin yang dikandungnya. Faktor
normal. Hasil Sonography menunjukan
yang terkait dengan peningkatan kekerasan
janin sehat yang normal. Setelah perawatan
dalam kehamilan terkait dengan keadaan
istri memutuskan untuk bercerai.12
dan kondisi kehamilan. Kehamilan yang
Ilustrasi kasus diatas menunjukan
tidak diinginkan dan kehamilan yang tidak
jikalau penggunaan zat-zat narkotika dapat
direncanakan. Selain itu factor perempuan
menjadi faktor risiko terjadinya kekerasan
dengan tingkat pendidikan, social
dalam rumah tangga. Walaupun dampak
ekonomi, dan usia remaja. Faktor
terhadap anak belum dirasakan, namun
penyalahgunaan zat, dan rasa ingin
kekerasan fisik yang telah dilakukan
berkuasa oleh pelaku merupakan hal yang
menimbulkan bekas luka terhadap korban.
mencetuskan terjadinya KDRT pada ibu
Kesimpulan hamil.
terhadap seseorang terutama perempuan, tangga pada masa kehamilan yaitu luka
yang berkaitan timbulnya kesengsaraan atau cedera yang menetap dan gangguan
atau penderitaan secara fisik, seksual, Kesehatan mental seperti depresi bahkan
psikologis, dan atau penelantaran rumah bunuh diri pada sang ibu. Bayi dalam
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau akibat stress berlebihan dari luar, saat lahir
perampasan kemerdekaan secara melawan bisa mengalami berat badan lahir rendah,
hukum dalam lingkup rumah tangga. skor APGAR yang rendah, terbelakangan
Angka kejadian KDRT yang masih tinggi mental, cacat fisik, kelahiran prematur atau
yaitu kekerasan yang dapat dilihat tangga telah diatur dalam Undang- Undang
faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan korban kekerasan dalam rumah tangga,