PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol yang Pada akhirnya dapat
1
perempuan dengan orang terdekat, dapat menggambarkan kekerasan yang
dan mantan pacar, kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga, dan
dalam Rumah Tangga diberlakukan sama antara suami dan istri. Sisi
sebagai korban kekerasan dalam situasi yang sulit hingga rentan mengalami
femicide. Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami istri terjadi setiap
Indonesia tidak terlepas dari banyak faktor. Faktor budaya, kehidupan sosial
dan ekonomi serta kondisi bangsa dan negara saat ini memberikan kontribusi
baik secara langsung maupun tidak pada meningkatnya angka kekerasan tadi.
traumatik yang jika tidak teratasi secara sehat akan menjadi gangguan trauma
2
psikologis. Namun sebaliknya, apabila diatasi secara sehat dan efektif, trauma
dampak buruk suatu bencana (resiliensi). Oleh sebab itu penting bagi korban
secara perdata melalui perceraian daripada menuntut pelaku kekerasan. Hal ini
merasa takut dengan laki-laki yang dianggap mempunyai hak atau kekuasaan
lebih dari perempuan dan Juga kebanyakan korban merasa malu dengan
3
lingkungan tempat mereka tinggal jika melaporkan kekerasan yang dialaminya
di Wamena masih banyak disalah artikan oleh kaum laki-laki dimana mereka
menggangap jika sudah membayar mas kawin atau mahar mereka berhak
pun sering dialami oleh perempuan serta penelantaran keluarga dengan tidak
Jayawijaya dari tahun 2016-2018 sebesar 119 kasus KDRT,dan meningkat dari
banyak terjadi tetapi kembali lagi kepada budaya dan juga Korban yang tidak
4
Jayawijaya khususnya distrik wamena kota dengan serius serta menegakkan
optimal,hal ini terbukti dari jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga yaitu
fisik,kekerasan seksual bahkan berlanjut sampai pada kekerasan psikis. Hal ini
menujukan bahwa jumlah kekerasan dalam rumah tangga dari tahun ke tahun
kabupaten Jayawijaya
1. Identifikasi Masalah
5
1) Masih tingginya tingkat kekerasan dalam rumah tangga di Distrik Wamena
2. Rumusan Masalah
C Tujuan Penelitian
rumah tangga.
6
3. Untuk mengkaji dan menganalisis upaya Pencegahan Kekerasan dalam
D Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis ;
dijadikan sebagai acuan guna penelitian pada masa yang akan datang.
2. Manfaat praktis ;
a) Bagi masyarakat
rumah tangga.
7
dalam rumah tangga, sehingga apabila terjadi kasus kekerasan dalam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Metode
No Judul Penelitian Nama Peneliti Kesimpulan
Penelitian
1 Implementasi Ahmad Suhari Penelitian Implementasi ketentuan pidana Undang-
Undang-Undang kualitatif. Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Nomor 23 Tahun Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
2004 Tentang Tangga belum sepenuhnya terlaksana
Penghapusan dengan baik, karena berdasarkan data
Kekerasan Dalam kekerasan dalam rumah tangga yang ada
Rumah Tangga, dapat disimpulkan bahwa kasus yang
masuk hanya didominasi jenis kekerasan
fisik saja yang ditangani oleh penyidik,
sedangkan untuk kasus jenis kekerasan
psikologis, seksual dan penelantaran dalam
rumah tangga penyidik seringkali
menyarankan korban untuk berdamai.
2 Perlindungan Agus Penelitian · Dari segi substansi hukum, antara lain
Hukum Terhadap Kurniawan Hukum kebijakan di bawah undang-undang masih
Isteri Yang Menjadi Normatif Dan jauh dari memadai sehingga mempersulit
Korban Kekerasan Penelitian penanganan yang sesuai dengan apa yang
Dalam Rumah Hukum Empiris. dimandatkan dalam Undang-Undang No.
Tangga Oleh Suami 23 Tahun 2004
· Dari segi struktur hukum, kendala utama
hadir dari petugas penegak hukum dimana
petugas penegak hukum kurang
memahami Undang-Undang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
3 Perlindungam Pratiwi Jenis Penelitian Kendala dalam pelaksanaan perlindungan
Hukum Terhadap Kridaningtyas Deskriptif hukum terhadap perempuan sebagai
Perempuan Sebagai korban KDRT yaitu: Faktor hukumnya
Korban KDRT sendiri, dimana kelemahan dari Undang-
Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga yaitu terletak pada delik aduan,
dimana meskipun sudah jelas-jelas
perbuatan yang dilakukan pelaku adalah
tindak pidana dan bertentangan dengan
Hak Asasi Manusia namun tanpa adanya
pengaduan dari korban maka pelaku tidak
dapat dituntut atas tindak pidana yang
dilakukan.
9
B. Landasan Teori
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu menyangkut masalah atau konflik
keputusan dan siapa yang memperoleh sesuatu dari kebijkan tersebut. Bahkan
10
Menurut pendapat Webster (2001:56) bahwa implementasi kebijakan
adalah mereka yang secara resmi diakui sebagai individu/ lembaga yang
prinsip dasar bagi implementasi kebijakan yang efektif, yaitu (1) Ketepatan
11
implementasi dan kinerja kebijakan publik, yaitu: (1) Standar dan Sasaran
Kebijakan; (2) Sumber daya; (3) Komunikasi Antar Badan Pelaksana; (4)
kebijakan pada prinspnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu
akan tetapi harus mencermati berbagai aspek yaitu politik,sosial dan ekonomi
apa yang timbul dari kebijakan tersebut. Disamping itu implementasi kebijakan
kebijakan tersebut.
12
Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari
bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam
seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-
menyangkut analisis kebijakan publik oleh karena itu diperlukan batasan atau
kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan
suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk memberikan suatu payung
13
hukum kepada masyarakat khususnya perempuan agar merasa
Tangga.
terjadi pada lingkup keluarganya sebagai persoalan pribadi yang tidak boleh
Kekerasan dalam rumah tangga yang dapat terjadi pada istri dan anak
serta mereka yang berada dalam lingkup rumah tangga merupakan masalah
keluarga itu adalah milik laki-laki dan masalah kekerasan dalam rumah
tangga adalah masalah pribadi yang tidak dapat dicampuri oleh orang
lain.Sementara itu sistem hukum dan sosial budaya yang ada saat itu belum
2004 terdiri dari 56 pasal dan sembilan Bab yang terdiri dari Ketentuan
14
Umum, Asas dan Tujuan, Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,Hak-
Ketentuan Penutup.
rumah tangga terdapat dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU No.23 Tahun
15
hukum dalam lingkup rumah tangga.Sedangkan penghapusan kekerasan
tangga, bisa saja kejadiannya di luar rumah tangga. Yang terpenting baik
pelaku maupun korbannya adalah berada dalam ikatan rumah tangga atau
a. Kekerasan fisik
luka berat.
b. Kekerasan Psikis
16
perbuatan yang mengakibatkan, hilangnya rasa percaya diri,
c. Kekerasan seksual
17
atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang
tersebut.
pidana penjara dan denda yang dapat diputuskan oleh Hakim, juga diatur
perkara KDRT.
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur dalam Bab VIII antara
44:
Pasal 44
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
18
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
Pasal 45:
Pasal 45
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
19
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 46-48:
Pasal 46
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp
Pasal 47
tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda
20
Pasal 48
atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling
49:
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
yang :
21
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2).
dipahami sebagai bentuk pelanggaran HAM, juga kekerasan dalam bentuk ini
diperlakukan dengan cara apa saja. Secara garis besar faktor-faktor yang
22
1. Budaya patriarkhi, yang mendudukan laki-laki sebagai mahluk superior
bolehmemukul istri dengan alasan mendidik atau istri tidak mau melayani
perempuan dan karena itu dia lebih mungkin untuk menganiaya istrinya
sendiri. Ini disebut sebagai “penularan kekerasan antar generasi” atau inter
23
Sedangkan faktor internal timbulnya kekerasan dalam rumah tangga
tua).
6. Teori Gender
1) Konsep Gender
sebagai pemberian dari Tuhan atau kodrat Ilahi, padahal gender tidak
24
(ed.), 1989: 3). Gender bisa juga dijadikan sebagai konsep analisis
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan
etimologis artinya sama sama dengan sex, yaitu jenis kelamin (John
25
Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan
2) Teori Gender
Cukup banyak teori yang dikembangkan oleh para ahli, terutama kaum
26
sebagai acuan dalam penelitian Kekerasan dalam Rumah Tangga
luar rumah. Dengan demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis
publik.
27
Hal ini terjadi adanya relasi yang tidak seimbang yaitu ada pihak yang
sulit pula untuk ditanggulangi secara tuntas. Hal ini dipengaruhi oleh
28
waktu lainnya serta dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan adat
dari pada itu, pekerjaan dan kegiatan perempuan kurang dihargai atau
bekerja tidak jarang dialah yang menjadi pencari nafkah utama dalam
keluarga.
29
Perempuan dituntut untuk melakukan berbagai kewajiban, namun
henti.
30
pengungsian, menggunakan zat kimia dan dalam keadaan
bahaya lainnya.
C. Kerangka Pikir
wilayah hukum yang sebelumnya termasuk ranah domestik kini menjadi ranah
terhadap perempuan, istri, dan anak-anak dipandang sebagai sesuatu yang wajar
kendala dan reaksi dari pelaku KDRT. Melihat pentingnya penghapusan KDRT,
31
Kerangka konsep Pikir dapat dilihat padaskema gambar 2.1 di bawah ini:
32
Kerangka berpikir dalam penelitian ini didasarkan Implementasi Kebijakan
Wamena Kota dan yang menjadi payung hukum bagi Penghapusan Kekerasan
tangga.Selain itu isi dari kerangka pikir menjelaskan upaya-upaya apa saja yang
No 23 tahun 2004 serta upaya penyelesaian Kasus KDRT yang akan dibahas
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Prespektif Penelitian
B. Fokus Penelitian
34
3. Upaya Pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga berdasarkan
Wamena Kota.
C. Lokasi Penelitian
KDRT yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dirasa masih cukup
D. Fenoma Pengamatan
meningkat .
35
c. Kurang Adanya Sarana dan Fasilitasi tentang Penghapusan KDRT kepada
masyarakat.
Jenis dan Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
tangga (KDRT).
F. Informan
36
b. Sem Beau Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya dan
Jayawijaya
G. Intrumen Penelitian
temuannya.
Wamena Kota.
c. Dokumen-dokumen pendukung.
37
Menurut Darlington dan Scotts (2002:2) secara umum menggolongkan
atau kelembagaan tidak hanya itu saja pengumpulan data berupa dokumen
haruslah memiliki relevansi dan informasi terbaru dari masalah yag diteliti.
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data.
38
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
Wamena Kota. dalam bentuk uraian singkat atau teks yang bersifat naratif.
3. Kesimpulan
39
BAB IV
2.Polres Jayawijaya,dan
adalah Ketika Korban Melakukan Visum untuk Penyelidikan lebih lanjut kasus
melibatkan ketiga Instansi ini dikarenakan Jika Korban melaporkan diri kepada
Polres Jayawijaya maka dari Pihak Kepolisian akan mengambil bukti Visum
Keluarga Berencana sebagai Instansi terkait yang turut serta menanggani kasus
KDRT.
40
B. Hasil Penelitian Implementasi UU No 23 Tahun 2004
belum sesuai dengan isi atau bunyi dari UU tersebut, dikarenakan sasaran
41
kekerasan yang terjadi kepada mereka bukanlah hal yang harus
dengan pihak kepolisian dan dinas kesehatan untuk menindak lanjuti kasus
tersebut”.
Seharusnya dalam hal ini Badan pelaksana baik itu Kepolisian maupun
hukum yang akan didapat oleh korban dengan Adanya implementasi dari
42
Kekerasan Dalam Rumah Tangga paling sering terjadi di Wamena Kota
sendiri adalah seringnya pelaku dalam hal ini laki-laki menghabiskan uang
atau gaji mereka di meja judi,Togel serta tempat prostitusi yang berujung
tinggal sehingga timbul rasa takut serta malu dari korban dan menahan
43
masyarakat agar lebih peka terhadap lingkungan tempat mereka tinggal jika
44
(Sumber :Kepolisian Kabupaten Jayawijaya)
45
Jenis Tindak KDRT Jumlah
No Jumlah Kasus
Fisik Psikis Penelantaran Seksual KDRT
1 2016 √ √ 11
√ 4
√ √ 3
Total 2016 18
2 2017 √ √ 4
√ 2
√ √ √ 4
√ 1
√ √ √ 1
√ 1
√ √ √ √ 1
√ √ 2
Total 2017 16
3 2018 √ 1
√ √ 14
√ √ 1
√ 2
Total 2018 18
Total Keselruhan 52
46
Jenis Tindak KDRT Jumlah
No Jumlah Kasus
Fisik Psikis Penelantaran Seksual KDRT
1 2016 √ √ 11
√ √ 3
Total 2016 14
2 2017 √ √ 4
√ 2
√ √ √ 4
√ √ √ 1
√ 1
√ √ √ √ 1
Total 2017 13
3 2018 √ 1
√ √ 14
Total 2018 15
Total Keseluruhan 42
(Sumber : Dinas Kesehatan Jayawijaya)
47
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa jumlah total korban yang
119 orang.Total Kasus ini berbeda-beda bentuk dan jenis kekerasan yang
dan lebih memilih untuk membiarkan serta diam terhadap kekerasan yang
terjadi padanya.
serta ekonomi yang membuat mereka takut untuk melaporkan kasus KDRT
yang dialaminya.
48
.Dasar penerapan penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga
Hal ini terlihat dari kasus yang masuk, untuk jenis kekerasan fisik selalu
menerapkan Pasal 44, untuk jenis kekerasan psikis Pasal 45, kekerasan
seksual Pasal 46, dan penelantaran rumah tangga Pasal 49 UU No.23 Tahun
yang diperoleh oleh korban mendapat luka serius, Sedangkan untuk kekerasan
49
yang lain seperti kekerasan fisik yang lukanya ringan, psikologis, seksual dan
penelantaran dalam rumah tangga tidak ada Implementasi proses hukum yang
5. Analisis Data
didalamnya ada ancaman penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka
Undang ini perlu adanya upaya strategis diluar diri korban guna mendukung
kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menjadi tanggung jawab negara,
korban.
50
Berdasarkan Tanel 4.4 di atas memberikan gambaran kepada penulis
Dalam Rumah Tangga di distrik wamena kota. Hal ini bisa saja terjadi
dialaminya lagi kepada pihak terkait karena dalam penyelesaian kasus akan
kasus KDRT yang dilaporkan baik itu kasus kekerasan baru maupun
yang mau dilanjutkan ke jalur hukum dikarenakan banyak dari korban yang
51
tertentu, yang pada akhirnya berujung pada perilaku kekerasan.Di keluarga
bahkan penguasa keluarga. Istri diposisikan seperti milik penuh suami, yang
saja dari istri dalam cara pandang suami, istri harus berhadapan dengan
mendidik istri dan mengembalikannya pada jalur yang benar, menurut cara
istri, bahkan perempuan korban itu sendiri, akan merasa malu jika aib
52
untuk bisa lepas dari siklus kekerasan yang menimpa dirinya. Ada banyak
dengan hasil pemeriksaan atau visum yang diambil dari Rumah sakit Umum
Jayawijaya sebagai alat bukti yang sah. Penyidik Polres sebelum melakukan
(visum). Selain dapat digunakan sebagai alat bukti, visum juga digunakan
53
2) UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, pasal tersebut merupakan delik biasa yang tidak harus diadukan
oleh korban sehingga dapat dilanjutkan oleh tim penyidik. Dan apabila
lukanya tidak begitu parah korban kekerasan dalam rumah tangga dalam hal
suami atau istri maka tersangka akan dijerat Pasal 44 ayat (4) dan pasal
menerangkan bahwa :
54
1. Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban
undang ini dianggap sebagai salah satu peraturan yang melakukan terobosan
bentuk perlindungan apa saja yang akan di dapat dari UU PKDRT tersebut
dan juga masih ada rasa takut serta malu untuk melaporkan kekerasan yang
55
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
rumah tangga. Tindak Kekerasan dalam rumah tangga ini bukan lagi
menjadi hal langka bagi masyarakat, bahkan sudah cukup familiar karena
hampir tiap hari ada saja pemberitaan tentang kekerasan dalam rumah
adalah kaum laki-laki, dalam hal ini adalah suami. Laki laki sebagai kepala
besar atau masalah sosial karena hal itu merupakan urusan rumah tangga
yang bersangkutan dan orang lain tidak perlu ikut campur tangan.Walaupun
56
Perlindungan hukum adalah setiap usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, bisa siapa saja misalnya
aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim), lembaga sosial dan lain
rumah tangga sering tidak dapat berbuat banyak atau dalam keadaan
binggung, karena tidak tahu harus mengadu ke mana, ke rumah asal belum
tentu diterima. Hal ini disebabkan oleh adanya budaya di mana perempuan
57
terdekat/extended family (orang tua/ suami/ istri). Tindakan seperti
setiap hari terjadi dan sudah dianggap sebagai hal biasa. Bahkan incest
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
dan bebas dari segala bentuk kekerasan; kekerasan dalam rumah tangga
lagi domain privat, tetapi menjadi domain publik. Kekerasan dalam rumah
tangga bukan lagi urusan rumah tangga yang bersangkutan, tetapi sudah
58
perempuan melalui bantuan hukum, lembaga swadaya masyarakat dan juga
penerimaan secara terbuka dan ramah dari lingkungan kepolisian pada saat
paham bagaimana dan kemana mereka harus melaporkan diri kepada pihak
yang terkait untuk menangani kasus KDRT yang mereka alami dan juga
Korban bahwa Kekerasan yang mereka alami bisa mendapat keadilan dari
hukum bagi isteri (sebagai yang termasuk dalm lingkup rumah tangga) yang
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No. 23 tahun 2004) antara lain
mencakup :
a. Pasal 10 :
59
1) Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
undangan dan
pemulihan korban KDRT menjadi salah satu hal yang tidak terpisahkan
rumah tangga.
pemulihan.
60
UU No. 23 Tahun 2004 merupakan satu-satunya Undang-undang yang
telah memberikan bentuk perlindungan hukum yang lebih jelas bagi korban
kekerasan dalam rumah tangga, khususnya bagi isteri yang menjadi korban
kekerasan suami.
melakukan kewajibannya.
melakukan pelanggaran.
61
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara
Pihak lainnya itu adalah setiap orang yang mendengar, melihat, atau
sebagai berikut :
62
rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban
kemitraan).
63
dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30
lembaga terkait.
64
7) Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan
Dalam hal ini sudah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah
dan penyedia layanan baik layanan medis, psikologis, hukum dan rumah
meskipun telah ada perkembangan yang baik dalam jumlah kebijakan dan
lembaga yang menangani korban dan koordinasi lintas instansi, tidak serta
korban KDRT atas kebenaran, keadilan dan pemulihan baik yang dialami
65
Berikut hambatan yang terkait dengan substansi hukum yang ada :
aduan.
penghukuman dari korban. Disatu sisi UU ini dapat menjadi alat untuk
bukan jalan yang utama bagi korban, khusus nya isteri, yang
mengalami KDRT. Ini pula yang menjadi alasan bagi korban untuk
4) Dari segi struktur hukum, kendala utama hadir dari lembaga Pengadilan
66
kasus perceraian sekalipun kekerasan disebutkan sebagai penyebab
pelaku
67
5) Sarana dan prasarana, khususnya berkaitan dengan ruang pelayanan,
1) Korban
yang menimpa dirinya merupakan hal yang tidak benar wajib melaporkan
kekerasan yang terjadi kepada pihak yang berwajib. Kanit PPA Brigpol
68
kasusnya karena beberapa alasan antara lain karena alasan ekonomi. Mereka
(misalnya ayah, ibu, atau saudara) dan masyarakat baik perorangan atau
lembaga”. Jadi dalam hal ini dukungan orang terdekat sangat dibutuhkan
beragam ada yang melawan dengan kekerasan, ada yang sebatas melawan
secara verbal dengan kata-kata kasar, ada yang meminta perceraian dan ada
juga yang diam saja menghadapi kekerasan yang menimpa dirinya. Sikap
hukum kasus kekerasan dalam rumah tangga karena korban cenderung tidak
tega melihat suaminya ditahan, tidak ada lagi pencari nafkah, menjaga nama
suaminya sendiri ke polisi. Kondisi yang tidak mendukung ini sering kali
69
Kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan terkadang membuat
c) Trauma fisik kehamilan yang beresiko pada ibu dan janin (abortus,
premature.
70
Secara umum kasus kekerasan terhadap perempuan (penganiayaan dan
yang negative terhadap laki laki atau terhadap seks, serta dapat pula
trauma bagi orang itu. Tetapi mungkin tidak bagi orang lain karena
2) Proses Pembuktian.
71
Lamanya jarak antara waktu pengaduan dengan kejadiannya
segera meminta visum dari rumah sakit setelah kejadian sehingga penyidik
saksi. Mencari saksi dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidaklah
adalah dari keluarga sendiri yang kebetulan sedang berada di tempat korban
dan mengerti kondisi korban. Seringkali pula keterangan saksi dari keluarga
juga sering memihak, apabila saksi dari keluarga korban maka cenderung
memihak korban dan apabila saksi dari pelaku maka cenderung mamihak
72
disarankan penyidik untuk berdamai selama kondisi korban tidak parah,
dilakukan oleh orang terhadap orang lain yang tidak mempunyai hubungan
suami istri karena diantara suami istri tersebut masih ada rasa sayang
(1) hukumnya sendiri, yang dalam hal ini hanya dibatasi pada
UndangUndang saja.
menerapkan hukum.
atau diterapkan.
(5) Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
73
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat, oleh karena merupakan
esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur bagi
berasal dari hukum itu sendiri yang dalam hal ini hanya dibatasi Undang-
diperintahkan demikian,
para penegak hukum. Dalam hal ini yang dimaksud penegak hukum hanya
sarana atau fasilitas. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup
74
dengan alat tajam yang mengakibatkan cacat pada tubuh korban tapi
biasanya baik dari pihak korban sendiri merasa malu dan lebih mendengar
kepolisian dalam hal ini penyidik PPA tidak dapat meneruskan kasusnya di
jalur hukum dan mengikuti apa yang diinginkan oleh korban serta
menyelesaikan masalah.
75
Kelompok kedua, yang ada di belakang layar, seperti halnya ketegangan,
menguntungkan suami. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri
ideology. Kekuasaan suami yang tinggi terhadap istri juga dipengaruhi oleh
mengurusi rumah tangga dan mengasuh anak, hal itu membuat masyarakat
karena itu Masyarakat sekitar tidak akan ikut campur dan menganggap ini
tindak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi masih rendah. Menurut
76
Ibu Yuli Massa petugas pelayanan Kasus KDRT “Masyarakat cenderung
kurang tepat”.
rumah tangga lebih tinggi. Jadi dalam hal ini kepedulian masyarakat
tangga dapat dirumuskan menjadi dua yaitu : faktor eksternal dan faktor
77
a. Budaya Patriarkhi yang menempatkan pada posisi laki laki dianggap
lebih unggul dari pada posisi perempuan dan berlaku tanpa perubahan
alasan untuk mendidik atau istri tidak mau melayani suami, maka
lemah ini dianggap sebagai pihak yang kalah dan dikalahkan.Hal ini
78
sesungguhnya merupakan kewajiban untuk mengatur, bertanggung
rakyat kecil.
itu perempuan menjadi komoditas yang dapat diberi gaji rendah atau
murah.
yaitu:
a) sakit mental,
b) pecandu alkohol,
d) kurangnya komunikasi,
79
e) penyelewengan seks,
g), frustasi,
1) Ekonomi
dalam rumah tangga di Distrik Wamena Kota. Menurut Ibu Yuli Massa
saat ini terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal
dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi
pendapatan yang kecil sementara pengeluaran yang besar seorang istri harus
80
mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga,
uang dan uang tersebut digunakan oleh suami untuk berjudi,bermain Togel
merasa laki-laki adalah kepala keluarga dan tidak mau menjatuhkan nama
81
2) Kondisi Psikologi
korban.
KDRT tersebut.
yang lain buat korban yang tidak mengerti dibiarkan begitu saja .
82
faktor-faktor yang dapat menyebabkan KDRT. Hal ini sebagaimana
pelaku yang sering minum minuman keras dan suka main perempuan
lebih penting.
hukuman yang sepantasnya agar ada efek jera dan tidak megulanginya
lagi jika tidak didalam psikologis pelaku merasa bahwa dirinyalah yang
maupun psikis sedangkan untuk pelaku bisa mendapat efek jera dan rasa
adalah milik laki-laki dan masalah kekerasan dalam rumah tangga adalah
83
masalah pribadi yang tidak dapat dicampuri oleh orang lain. Keadaan
atau keluarga terdekat untuk merespon apa yang terjadi, dapat menjadi
tekanan tersendiri bagi korban. Karena bisa saja korban beranggapan bahwa
apa yang dialaminya bukanlah hal yang penting karena tidak direspon
kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi kepada perempuan asli wamena
84
kenyataannya laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu tidak mempunyai
kembali lagi kepada budaya yang mengharuskan istri tunduk serta hormat
Kasus KDRT yang terjadi adalah jika istri tidak memberikan uang
dengan pemikiran bahwa mereka dibeli oleh laki-laki dan apapun yang
85
4. Upaya Pencegahan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Distrik
Wamena Kota
fungsi pelayanan. Artinya tidak semua institusi dan lembaga itu dapat
pemberian sanksi kepada pelaku. Perlindungan oleh institusi dan lembaga non-
rumah tangga.
86
4) Pasal 20, kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang : a.
memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti Ayat (2)
masyarakat.
6) Pasal 22, Ayat (1) dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus:
bagi korban
pengadilan
korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, atau lembaga sosial yang
membutuhkan
87
7) Pasal 23 dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat:
dialaminya.
korban.
9) Pasal 25, dalam hal ini memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat
wajib :
atau
88
c.Melakukan kordinasi dengan sesama penegak hukum, melawan
sebagaimana mestinya.
10) Pasal 26, (1) korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam
keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga
perkara.
11) Pasal 27, Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan
oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan yang
yang berlaku.
12) Pasal 28, Ketua pengadilan dalam tegangan waktu 7 (tujuh) hari sejak
perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada
13) Pasal 29, permohnan untuk memperoleh surat perintah yang dapat
diajukan oleh :
b.Teman korban
c.Kepolisian
d.Relawan pendamping
89
e.Pembimbing rohani
bentuk lisan atau tulisan. (2) dalam hal permohonan diajukan secara lisan,
15) Pasal 31, (1) atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapat
mempertimbangkan untuk:
perlindungan.
16) Pasal 32, (1) perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling
17) Pasal 33 (1), pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan
90
korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan
pembimbing rohani.
18) Pasal 34, (1) berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul,
pembimbing rohani.
19) Pasal 35, (1) Kepolisian dapat menangkap untuk selanjutnya melakukan
20) Pasal 36, (1) Untuk memberikan perlindungan kepada korban, kepolisian
dapat menangkap pelaku dengan bukti permulaan yang cukup karena telah
dimaksud pada ayat (1) dapat dilanjutkan dengan penahanan yang disertai
surat perintah penahanan dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat)
jam.
91
21) Pasal 37, (1) Korban, kepolisian atau relawan pendamping dapat
dalam waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam guna dilakukan
22) Pasal 38, (1) apabila pengadilan mengetahui bahwa pelaku telah
dalam ayat (1), pengadilan dapat menahan pelaku paling lama 30 hari. (3)
perintah penahanan.
dalam Rumah Tangga Pasal 15, yaitu “Setiap orang yang mendengar, melihat,
92
b. memberikan perlindungan kepada korban;
Jadi dalam hal ini peran serta masyarakat untuk mencegah dan setidaknya
untuk lebih peduli terhadap apa yang terjadi disekitarnya harus ditingkatkan.
93
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
tangga yang ada dapat disimpulkan bahwa kasus yang masuk hanya
didominasi jenis kekerasan fisik saja yang ditangani oleh pihak Kepolisian,
pelayanan KDRT selalu melihat dari parahnya kondisi korban dan apakah
kekerasan yang lain seperti kekerasan fisik yang lukanya ringan, psikologis,
kekeluargaan
Rumah Tangga di Distrik Wamena Kota adalah faktor korban yang enggan
94
melapor, kendala lainya adalah proses pembuktian, persepsi penegak
hukum yang dianggap kurang serius, terbatasnya sarana dan prasarana yang
tangga di distrik wamena kota adalah faktor ekonomi serta faktor budaya
agar saling peka terhadap satu sama lain dalam mencegah KDRT dan Pihak
B. Saran
1. Diharapkan bagi semua pihak baik itu pemeritah dalam hal ini Badan
95
2. Perlunya Adanya sosialisasi kepada masyarakat yang tidak memahami apa
itu kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan hukum dari undang-
sekitar yang memberi dampak baik untuk pelaku agar bisa berubah dan
merasa takut untuk melakukan tindak kekerasan didalam rumah tangga serta
untuk korban agar berani bersuara jika terjadi tindak kekerasan didalam
96
DAFTAR PUSTAKA
terhadapperempuan,Universitas Indonesia,Jakarta.
97
Edward III, George C (edited), 1990,Public Policy Implementing, Jai
Riau.
Puanri, Vol. 2 .
terhadap perempuan,Jakarta.
98
Luhulima, Achie Sudiarti, Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak
Bandung, 2000.
Sosial,Yogyakarta.
istri,Yogyakarta.
99
Saraswati, Rika. 2006. Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam
publik,CV.Alfabeta,Bandung.
100