Anda di halaman 1dari 10

RESUME HUKUM PIDANA DILUAR KUHP

PEMBERANTASAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Dosen Pengampu :
Nanda Ivan Natsir, SH.,MH.

Disusun oleh :
MUHAMMAD HENDRI GUNAWAN
(D1A022058)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr…wb…
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan bagi penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas resume Hukum Pidana diluar KUHP
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan resume ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya diakhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan tugas resume Hukum Pidana diluar KUHP ini dengan judul
“Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan sarannya supaya resume ini menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
PENDAHULUAN
Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salah satu bentuk
kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan
sebagai jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan. Namun demikian, tidak semua
kejahatan megandung unsur-unsur kekerasan, dan tidak semua tindakan kekerasan dapat
dikatakan sebagai kompenen kejahatan. Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya
bukan suatu hal yang baru. Berbagi pendapat, persepsi, dan definisi mengenai kekerasan
dalam rumah tangga berkembang dalam masyarakat. Pada umumnya orang berpendapat
bahwa KDRT adalah urusan intern keluarga dan rumah tangga. Berbagai kasus
berakibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami terhadap istrinya,
majikan terhadap rumah tangga, terkuak dalam surat kabar dan media massa Kekerasan
dalam rumah tangga sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Namun, selama ini
selalu dirahasikan atau ditutup-tutupi oleh keluarga, maupun oleh korban sendiri atau
keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu permasalahan dalam
keluarga.Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa menimpa siapa saja termasuk,
suami, istri, dan anak. Dalam skripsi ini hanya akan membahas secara umum pengertian
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dipersempit mengenai penganiayaan
oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa dimengerti karena kebanyakan korban dalam
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah istri. Bila kita lihat lebih jauh banyak
sekali keluarga yang tidak bahagia, rumah tangga yang selalu ditiup oleh badai
pertengkaran dan percekcokan. Dengan keadaan yang semacam ini istri manapun tidak
akan nyaman dalam menjalani kehidupannya. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kebanyakan adalah
perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusian.
Apabila dalam suatu rumah tangga tidak dapat dijaga dengan baik, hal tersebut
akan menyebabkan suatu keretakan/kehancuran didalam rumah tangga baik itu
hubungan antara suami istri ataupun anak, maka dari itu dalam rumah tangga harus
menjaga suatu keharmonisan didalam rumah tangga untuk menciptakan suatu keluarga
yang harmonis. Keretakan.
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki beberapa bentuk sebagaimana diatur
dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga yaitu “kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan
kekerasan penelantaran rumah tangga”, kekerasan ini merupakan pelanggaran hak asasi
manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang
harus dihapus melalui Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kemudian sebagaimana diatur dalam pasal 28G Undang-Undang Dasar Tahun 1945
mengatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi. Dalam Pasal 12 UU KDRT Pemerintah mempunyai
kewajiban dalam untuk yaitu:
a) Merumuskan kebijakan penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
b) Menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang Kekerasan
Dalam Rumah Tangga;
c) Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga; dan
d) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender, dan isu Kekerasan
Dalam Rumah Tangga serta menetapkan standard dan akreditasi pelayanan yang
sensitif Gender.
Selain pemerintah mempunyai kewajiban penanggulangan kekerasan dalam rumah
tangga, juga masyarakat mempunyai peran dan kewajiban dalam penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 UU KDRT,
dimana bagi setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya:
a) Mencegah kekerasan dalam rumah tangga;
b) Memberikan perlindungan kepada korban;
c) Memberikan pertolongan darurat; dan
d) Mengajukan proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan seksual yang terjadi di
dalam relasi antar suami-istri, maka yang berlaku adalah delik aduan. Maksudnya
adalah korban sendiri yang melaporkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya
kepada pihak kepolisian, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Perlindungan hukum pada perempuan dari tindak kekerasan, khususnya kekerasan
telah diatur dalam berbagai instrumen hukum nasional. Substansi hukum yang terkait
dengan kekerasan terhadap perempuan dapat dilihat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat beberapa Pasal
yang terkait secara langsung dan dapat dikualifikasikan sebagai tindak kekerasan fisik
terhadap perempuan yaitu, Pasal 285, 286, 288, 294, dan 351 sampai dengan Pasal 356
Kitab Undang- undang Hukum Pidana. Perbuatan yang memenuhi unsur delik dalam
pasal-pasal tersebut pelakunya dapat dikategorikan melakukan tindak kekerasan ini
sebagian bersifat umum. Selain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
memberikan perlindungan hukum terhadap korban perempuan dari kekerasan fisik juga
diatur dalam Pasal 6, Pasal 16 mengenal perlindungan dan Pasal 44 mengenal sanksi
pidananya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga.
Adapun mengenai perlindungan hukum ini akan menyebabkan adanya sanksi pidana
dalam pelanggaran Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 s/d pasal
53. Khusus untuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga di bidang seksual, berlaku pidana
minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara atau 20 tahun penjara atau
denda antara 12 juta s/d 300 juta rupiah atau antara 25 juta s/d 500 juta rupiah. Pasal 47
dan 48 Undang -Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pada
umumnya Undang- Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, bukan hanya melulu ditujukan kepada seorang suami, tapi juga
juga bisa ditujukan kepada seorang isteri yang melakukan kekerasan terhadap suaminya,
anak-anaknya, keluarganya atau pembantunya yang menetap tinggal dalam satu rumah
tangga tersebut.
PEMBAHASAN
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga ini merupakan jaminan yang diberikan negara untuk mencegah
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah
tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Faktor utama penyebab
kejadiannya kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak di sebabkan karena faktor
ekonomi dan faktor kontrol emosi, dan faktor sosial. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
terdiri dari beberapa faktor pertama rasa malu, faktor kedua aib bagi keluarga, faktor
ketiga tidak adanya kesetaraan gender, faktor keempat rasa takut, faktor kelima
kurangnya pemahaman dan pendidikan. Hal ini yang menyebabkan sehingga
masyarakat lebih cenderung memilih hukum adat sebagai pilihan penyelesaian kasus
kekerasan dalam rumah tangga, daripada memilih penyelesaian secara hukum nasional
berdasarkan aturan perundang- undangan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga tidak bertujuan untuk mendorong perceraian. Undang- undang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini bertujuan untuk memelihara keutuhan
rumah tangga yang (benar-benar) harmonis dan sejahtera dengan mencegah segala
bentuk kekerasan sekaligus melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam
rumah tangga. Perjuangan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga berangkat dari
fakta banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi dengan korban
mayoritas perempuan dan anak- anak. Hal ini berdasarkan sejumlah temuan Komisi
Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dari berbagai
organisasi penyedia layanan korban kekerasan.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan psikis,
bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensifitas emosi seseorang
sangat bervariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya
suasana kasih sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosionalnya, hal ini penting
untuk perkembangan jiwa seseorang, identifikasi yang timbul pada kekerasan psikis
lebih sulit diukur daripada kekerasan fisik. Kekerasan fisik, bila didapati perlakukan
bukan karena kecelakaan pada perempuan. Berkaitan dengan pengaturan tentang tindak
pidana kekerasan dalam rumah tangga khususnya kekerasan seksual dalam sistem
hukum pidana di Indonesia. Keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 menjadi suatu bagian aturan yang tidak dapat
dipisahkan, dimana dalam konsep hukum pidana dikenal sebagai aturan khusus dan
aturan umum. Dalam konsepnya, dalam hal penggunaan hukumnya dikenal dengan
asas: “aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan yang umum” atau dikenal
dengan asas Lex specialis derogate lex generalis. Oleh karena itu dapat ditarik
gambaran bahwa dalam konsep pengaturan kekerasan seksual tersebut khususnya dalam
hal ini yaitu kekerasan seksual di dalam rumah tangga.
Upaya Penanggulangan Terhadap Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Terhadap Keluarga dan Masyarakat Sekitar, Upaya untuk menanggulangi tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga dengan melibatkan berbagai pihak, mengingat
kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindak pidana yang sering terjadi dengan
berbagai bentuk dan motif.
Upaya penanggulangan itu dibagi menjadi dua yaitu:
1. Adapun upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga secara preventif adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan untuk
mencegah sebelum terjadi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di
tengah-tengah masyarakat karena mencegah lebih baik daripada mendidik
pelaku kekerasan. Upaya tersebut dapat ditempuh antara lain:
a. Kegiatan pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakatKegiatan ini
dimaksudkan untuk menjelaskan pentingnya memelihara keutuhan rumah
tangga yang harmonis dan sejahtera. Selain itu mereka yang berada dalam
lingkup rumah tangga merupakan manusia yang memiliki harkat dan
martabat sesuai dengan hak asasi yang dimilki sehingga kekerasan
dalam rumah tanggatidak boleh terjadi diantara mereka. Mengingat masih
banyaknya masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan rendah maka
melalui penyuluhan dan pembinaan ini diharapkan agar mereka mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dalam menjaga keutuhan keluarga.
b. Sosialisasi peraturan perundang-undanganPemerintah daerah sebaiknya harus
mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tentang penghapusan kekerasan
dalam rumah tangga, menyelenggarakan komunikasi, informasi dan
edukasi tentang pentingnya penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Pemerintah harus bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan
dalam rumah tangga dengan cara menyelenggarakan advokasi dan
sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan yang membahas
tentang kekerasan dalam rumah tangga. Dengan mengadakan penyuluhan
dan penyebarluasan perundang-undangan diharapkan pengetahuan hukum
masyarakat makin meningkat, semua warga masyarakat mengetahui
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tindak kekerasan
dalam rumah tangga tidak akan terjadi.
c. Penghentian tindak kekerasan dalam rumah tanggaDengan sering terjadinya
tindak kekerasan dalam rumah tangga berakibat pada timbulnya masalah-
masalah sosial seperti banyaknya kasus perceraian, anak-anak menjadi
terlantar karena perceraian, oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban menurut
undang-undang bahwa setiap orang yang mendengar, melihat atau
mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib berupaya
mencegah berlangsungnya tindak pidana kekerasan dan memberikan
perlindungan terhadap korban.
2. Upaya penanggulangan tindak pidana dalam rumah tangga secara represif
adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan untuk menanggulangi atau
memperbaiki setelah terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
Upaya ini antara lain:
a. Pembentukan tim koordinasi penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga, misalnya dibentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi-
organisasi wanita atau organisasi yang peduli terhadap penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh
masyarakat.
b. Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku kekerasan. Dalam hal ini
polisi berwenang menindak langsung pelaku kekerasan dalam rumah
tangga setelah mendapat laporan atau menangkap tangan pelaku kekerasan.
c. Penjatuhan pidana melalui putusan hakim. Penjatuhan pidana akan
membuat pelaku tindak pidana takut dan jera mengulangi perbuatannya.
Penjatuhan pidan oleh hakim berupa pidana penjara dan denda. Selain
itu terdapat sanksi berupa sanksi pidana tambahan yaitu pembatasan gerak
pelaku baik yang bertujuan menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan
waktu tertentu, pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku serta dapat
berupa penetapan pelaku mengikuti program konseling dibawah
pengawasan lembaga tertentu.
Hal yang penting dalam upaya menanggulangi tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga menurut penulis adalah pemberdayaan lembaga adat di masing-
masing wilayah masyarakat dengan mencoba menghidupkan kembali atau menyusun
aturan-aturan tersendiri berdasarkan adat setempat berupa awig-awig tentang upaya
penciptaan keluarga yang harmonis dalam rumah tangga mengingat bahwa
pendekatan untuk menanggulangi tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
tidak dapat dilakukan dari sudut pandang ilmu hukum saja tetapi harus didukung
pendekatan yang diantaranya pendekatan sosiologis dari masyarakat, misalnya
menyusun awig-awig. Dari upaya penanggulangan yang telah diuraikan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa penanggulangan yang paling efektif adalah
penanggulangan kejahatan dengan pendekatan liberal yaitu dengan mengadak
reformasi hokum dan tatanan social, membangun masyarakat agar memahami hukum
sehingga tidak melakukan tindakan hukum sendiri (main hakim sendiri).
KESIMPULAN
Faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga adalah karena factor
ekonomi, para istri yang hidupnya tidak berkecukupan dalam memenuhi
kebutuhannya selalu banyak menuntut kepada para suami sementara penghasilan suami
tidak mencukupi. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga. Rasa cemburu yang berlebihan baik dari istri maupun suami, emosi
yang berlebihan atau sifat keras dari suami yang dapat menimbulkan pemukulan
oleh suami terhadap istri. Sulit mengubah perilaku masyarakat yang berpandangan
bahwa laki-laki lebih tinggi derajatnya daipada perempuan dan yang terpenting adalah
kurangnya pengetahuan terhadap hukum atau perundang-undangan yang berlaku
sehingga mereka atau korban tidak mengetahui bahwa korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga itu merupakan perbuatan yang melanggar ketentuan
perundang-undangan.
Serta untuk membrantas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah
pemberdayaan lembaga adat di masing-masing wilayah masyarakat dengan mencoba
menghidupkan kembali atau menyusun aturan-aturan tersendiri berdasarkan adat
setempat berupa awig-awig tentang upaya penciptaan keluarga yang harmonis
dalam rumah tangga mengingat bahwa pendekatan untuk menanggulangi tindak
pidana kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat dilakukan dari sudut pandang
ilmu hukum saja tetapi harus didukung pendekatan yang diantaranya pendekatan
sosiologis dari masyarakat, seperti menyusun awig-awig.

Anda mungkin juga menyukai