Anda di halaman 1dari 26

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN JIWA

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

OLEH :

Nama : Sitti Rahmah

NIM : 14220180079

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
KDRT merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di
seluruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah menciptakan standar
hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap KDRT. Tindakan untuk
memukul perempuan, misalnya, telah dimasukan di dalam konvensi HAM internasional
maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat terhadap negara yang telah
meratifikasinya. Dokumen HAM Internasional tersebut meliputi, Universal Declaration
of Human Rights (ÒUDHRÓ), the International Covenant on Civil and Political
Rights(ÒICCPRÓ), dan the International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (ÒICESCRÓ) yang menjadi standar umum mengenai Hak Asasi Manusia, di mana
para korban dari KDRT dapat menggugat negaranya masing-masing.
Akhir-akhir ini, kasus kekerasan (termasuk pembunuhan) dalam rumah tangga di
Indonesia cenderung meningkat. Di dalam rumah tangga, ketegangan maupun konflik
merupakan hal yang biasa. Namun, apabila ketegangan itu berbuah kekerasan, seperti:
menampar, menendang, memaki, menganiaya dan lain sebagainya, ini adalah hal yang
tidak biasa. Hal itulah yang sering disebut dengan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah
Tangga). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dlm UU N0. 23/2004 pasal 1 adalah
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya penderitaan
fisik, seksual, psikologis, penelantaran rumah tangga, ancaman, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga. Pada tanggal 14
September 2004 telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56
pasal, yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam
rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Dengan menimbang :
1. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala
bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1
2. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga,
merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus di hapus.
3. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan,
harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan
terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau per lakuan yang
meren dahkan derajat dan mar tabat kemanusiaan.
4. Bahwa dalam kenyataannya kasus ke keras an dalam rumah tangga banyak terjadi,
sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlin dungan terhadap
korban kekerasan dalam rumah tangga.
5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Peng ha pus an
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
B. Tujuan
1. Menjelaskan definisi kekerasan dalam rumah tangga
2. Menjelaskan factor penyebab kekerasan dalam rumah tangga
3. Lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4. Klasifikasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
5. Menjelaskan Bentuk – Bentuk KDRT
6. Menjelaskan tanda dan gejala KDRT
7. Penatalaksanaan KDRT
8. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kekerasan dalam rumah tangga

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan,
pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti
binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial
yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang (Gunawan Wibisono, 2009).
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga (Pasal 1 ayat 1).
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun
fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan,
apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau
psikologis, penghinaan atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi
perempuan (Citra Dewi Saputra, 2009).
Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam
rumusan pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan (istri)
PBB dapat disarikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik
yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (Citra Dewi Saputra, 2009).

3
Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga terutama digunakan untuk mengontrol seksualitas perempuan dan peran
reproduksi mereka. Hal ini sebagaimana biasa terjadi dalam hubungan seksual antara
suami dan istri di mana suami adalah pihak yang membutuhkan dan harus dipenuhi
kebutuhannya, dan hal ini tidak terjadi sebaliknya. Lebih jauh lagi Maggi Humm
menjelaskan bahwa beberapa hal di bawah ini dapat dikategorikan sebagai unsur atau
indikasi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu:
1. Setiap tindakan kekerasan baik secara verbal maupun fisik, baik berupa tindakan atau
perbuatan, atau ancaman pada nyawa.
2. Tindakan tersebut diarahkan kepada korban karena ia perempuan. Di sini terlihat
pengabaian dan sikap merendahkan perempuan sehingga pelaku menganggap wajar
melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
3. Tindakan kekerasan itu dapat berbentuk hinaan, perampasan kebebasan, dll.
4. Tindakan kekerasan tersebut dapat merugikan fisik maupun psikologis perempuan.
5. Tindakan kekerasan tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga
(Gunawan Wibisono, 2009)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah pola perilaku yang penuh penyerangan dan
pemaksaan, termasuk penyerangan secara fisik, seksual, dan psikologis, demikian pula
pemaksaan secara ekonomi yang digunakan oleh orang dewasa atau remaja terhadap
pasangan intim mereka dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan kendali atas
diri mereka (Ichamor, 2009).
Perilaku kekerasan dalam keluarga lebih sering berbentuk kekerasan dalam
keluarga atau rumah tangga (KDRT). Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, kekerasan dalam rumah tangga adalah
segala bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual, maupun
ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang secara
kemudian memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau mengalami
penderitaan secara psikis.
Perilaku kekerasan dalam keluarga dapat terjadi pada semua orang yang tinggal
dalam keluarga, suami, istri, orang tua, anak, usia lanjut, ataupun pembantu, tanpa
membedakan gender ataupun posisi dalam keluarga.

4
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan
unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-
undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak
diancam hukuman pidana”
B. Faktor-faktor yang mendorong terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga
1. Menurut Hanik Endang Nihayati (keperawatan kesehatan jiwa)
a. Biologi
Perubahan sistem limbik otak dan neurotransmitter menyebabkan individu tidak
mampu mengendalikan perilaku agresifnya.
b. Psikologi
Kegagalan, frustasi, ketidakpuasan, pernah jadi korban, saksi, atau pelaku
kekerasan.
c. Sosial budaya
Adanya perilaku agresif yang dapat memenuhi kebutuhan akan cenderung
diulang dalam cara penyelesaian masalah. Adanya penerimaan masyarakat atas
perilaku kekerasan yang terjadi, tidak adanya pencegahan, dan kurang
berperannya aspek hukum akan menyuburkan perilaku kekerasan di dalam
keluarga dan masyarakat.
2. Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri telah diungkap dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Diana Ribka, juga oleh Istiadah yang dapat
diringkaskan sebagai berikut
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk
sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa
istri adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan
oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan
akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya. Jika sudah demikian
halnya maka ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri akan
selalu menjadi akar dari perilaku keras dalam rumah tangga

5
b. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri
untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan,
sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan
penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan
pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak
sewenang-wenang kepada istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah
tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan,
kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi
keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan
bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia
menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering
menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah
tangganya.
d. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam
rumah tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri.
Maka di sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal
pendidikan, pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak
masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka
tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau
kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
e. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa
frustai tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang a. Belum siap kawin b.
Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi

6
kebutuhan rumah tangga. c. Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih
menumpang pada orang t atau mertua
f. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum Pembicaraan
tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak terlepas
dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi
laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal
tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya
KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban,
karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses
sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan
kekerasan yang ia alami.
C. Lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga
1. Pertama: hubungan keturunan darah.
2. Kedua : hubungan suami istri.
3. Ketiga : hubungan bekerja di dalam keluarga.
D. Klasifikasi Kekerasan dalam Rumah Tangga
a. Kekerasan antarorang dewasa.
b. Kekerasan orang dewasa dengan anak.
c. Kekerasan orang dewasa dengan lansia.
E. Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
1) Secara fisik, yaitu menampar, memukul, menjambak rambut, menendang,
menyundut dengan rokok, melukai dengan senjata, dan sebagainya.
2) Secara psikologis, yaitu penghinaan, komentar-komentar yang merendahkan,
melarang istri mengunjungi saudara atau teman-temannya, mengancam akan
dikembalikan ke rumah orang tuanya, dan sebagainya.
3) Secara seksual (marital rape), yaitu kekerasan dalam bentuk pemaksaan dan
penuntutan hubungan seksual.
4) Secara ekonomi, yaitu tidak memberi nafkah istri, melarang istri bekerja, atau
membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
F. Tanda Dan Gejala Adanya Kdrt
1. Kekerasan Pada Istri

7
Gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas,
penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit
kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya,
kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda
membaca gejalagejaladi atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan
yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya
tidak pernah dapat dipastikan.
2. Kekerasan Pada Anak
1. Pengertian Kekerasan pada Anak
Kekerasan pada anak adalah suatu trauma, perlakuan, pembatasan dalam
mengemukakan berbagai alasan, menakut-nakuti, intimidasi, hukuman yang
berakibat melukai fisik dan/atau mental, serta perampasan hak individu termasuk
dalam penerimaan pelayanan baik dilakukan secara terpaksa untuk
mempertahankan fisik, mental, maupun psikososial. Selain itu, didefinisikan
sebagai suatu keadaan melecehkan, menelantarkan, atau tindakan yang
menempatkan seseorang dalam kondisi kacau dalam hal kesehatan, pribadi, hak
memutuskan, dan pendapatnya
Kekerasan pada anak perlu mendapat perhatian karena anak masih
bergantung pada orang dewasa, anak belum mampu bertahan dan menghindar,
serta daya tahan anak masih lemah dan perjalanan hidup seorang anak masih
panjang. Kekerasan yang pernah dialami seorang anak semasa hidupnya akan
memengaruhi proses tumbuh dan kembang dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan
perilaku.
2. Jenis Kekerasan
1. Aniaya fisik (physical abuse)
Contoh aniaya fisik adalah anak menjatuhkan gelas yang ada di meja, maka
dihukum dengan memukul tangan anak atau anak disiram air.

Tabel indicator anak yang mengalami kekerasan Secara Fisik


FISIK PERILAKU

8
Memar Takut kontak dengan orng dewasa

Luka bakar Prihatin jika ada anak menangis

Lecet dan Goresan Waspada/ketakutan

Kerusakan tulang (fraktur, serta luka Agresif/pasif/MD


dibibir, mulut, mata, dan perineal

2. Pengabaian (child neglect)


Pengabaian perawatan dan asuhan sehingga anak tidak mendapatkan
pemenuhan kebutuhan sesuai dengan tingkat perkembangannya dan
menurunkan kesejahteraan anak. Contohnya adalah gagal menciptakan
lingkungan belajar yang nyaman.
Tabel indicator anak yang mengalami pengabaian
Fisik Perilaku
Kelaparan Mengemis
Kebersihan diri kurang Berbuat jahat
Pakaian tidak terurus Mencuri
Tidak terurus dalam waktu lama Dating cepat, pulang lambat
Tidak pernah periksa kesehatan Pasif/ agresif/penuntut

3. Aniaya emosi (emotional maltreatment)


Perlakuan emosional yang salah dari orang tua dan berdampak pada
kerusakan emosi pada anak sepanjang masa. Contohnya adalah penolakan,
tidak peduli, menyalahkan dengan kata-kata yang menyakitkan (misal, bodoh,
anjing), mengisolasi anak, dan disiplin dengan peraturan yang tidak konsisten.

Tabel indicator anak yang mengalami penganiayaan emosi


Fisik Perilaku
Gagal dalam perkembangan Perilaku ekstrem, seperti pasif sampai
agresif
Pertumbuahn fisik terganggu Destruktif

9
Gangguan bicara neurotik
Percobaan bunuh diri

4. Aniaya seksual (sexual abuse)


Aktivitas seksual yang dilakukan orang dewasa kepada anak. Contohnya,
rangsangan seksual, eksploitasi kegiatan seksual, prostitusi, dan pornografi.

Tabel indicator anak yang mengalami aniaya seksual


Fisik Perilaku
Sukar jalan dan duduk Hargah diri renda
Pakaian dalam berdarah Tidak percaya pada orang lain
Genital gatal Disfungsi Kognitf dan motorik
Perineal memar/ berdarah Deficit kemampuan personal dan
sosial
Penyakit kelamin Penjahat
Ketergantungan obat Ketergantungan obat
Tumbuh kembang terlambat Ide bunuh diri dan depresi
Hamil usia remaja Melakukan aniaya seksual
psikotik

Masalah keperawatan akibat kekerasan pada anak


1. Sindroma trauma perkosaan.
2. Ketidak berdayaan.
3. Keputusasaan.
4. Ketakutan.
5. Ansietas.
6. Gangguan konsep diri, yaitu harga diri rendah.
7. Risiko isolasi sosial.
8. Risiko bunuh diri.

10
G. Penatalaksanaan
Pencegahan :
1. Pendidik
Institusi pendidikan dari jenjang SD sampai dengan SMA memiliki andil yang
penting dalam usaha pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
2. Penegak hukum dan keamanan
Pemerintah bersama penegak hukum juga memiliki peran yang lebih kuat melalui UU
No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, BAB II Pasal 2 yang menyatakan,
“Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar”. Selain itu, UU No. 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Oleh karenanya,
tidak ada alasan bagi siapapun untuk boleh melakukan kekerasan dalam rumah
tangga.
3. Media massa
Media massa sebaiknya menampilkan berita kekerasan yang diimbangi dengan artikel
pencegahan dan penanggulangan dampak kekerasan yang diterima korban jangka
panjang atau pendek, sehingga masyarakat tidak menjadikan berita kekerasan sebagai
inspirasi untuk melakukan kekerasan.
4. Pelayanan kesehatan
a. Prevensi primer, yaitu promosi orang tua dan keluarga sejahtera.
b. Prevensi sekunder, yaitu diagnosis dan tindakan bagi keluarga yang stres.
c. Prevensi tertier, yaitu edukasi ulang dan rehabilitasi keluarga.

11
BAB III
CONTOH KASUS
Kasus
Ny. C 36 tahun datang ke poli kebidanan dengan kakak kandungnya untuk memeriksakan
kehamilannya. Ny. C tampak memar pada pipi kiri, Ny C sering tampak melamun, pandangan
kosong, lebih sering dan hanya menjawab pertanyaan dengan singkat. Saat ditanya tentang
suaminya dia hanya diam dan meneteskan air mata. Menurut kakak Ny. C, Ny. C sedang hamil 4
minggu, suami Ny.C tidak bekerja, Ny.C bekerja sebagai karyawan di bank swasta. Tadi malam
Ny.C dan suaminya bertengkar karena Ny. C terlambat pulang karena rapat. Ny.C sudah
menjelaskan tentang alasan keterlambatan pulangnya, tetapi suaminya tidak percaya, karena
marah Ny.C didorong hingga jatuh dan pipinya terbentur kujung meja. Karena khawatir dengan
kondisi kandungannya kakak Ny.C membawa Ny.C ke poli kebidanan.
A. PENGKAJIAN
Data demografi :
Biodata klien :
Nama : Ny. C
Umur : 36 tahun
Agama : islam
Alamat : jl. Jati
Status perkawinan : kawin
B. PENGUMPULA DATA
1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri
2. Ny, C nampak sering melamun
3. Pandangan kosong
4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat
5. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata
6. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan
7. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja
8. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien
terlambat pulang

12
9. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipin klien terbentur ujung
meja
10. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga
klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan
11. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank

C. DATA FOKUS
DS :
1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan
2. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja
3. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena
klienterlambat pulang
4. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipi klien terbentur ujung
meja
5. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga
klien memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan
6. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank
DO:
1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri
2. Ny, C nampak sering melamun
3. Pandangan kosong
4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat
5. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata

D. Analisa Data
DATA MASALAH
DS : Kakak klien mengatakan karena Isolasi sosial yang berhubungan dengan
merasa khawatir dengan kandungannya kecemasan yang ekstrem, depresi
sehingga klien memeriksakan
kandungannya ke poli kebidanan
DO :

13
1. Ny, C nampak sering melamun
2. Pandangan kosong
3. Hanya menjawab pertanyaan
dengan singkat
4. Saat ditanyai tentang suaminya
klien hanya diam dan meneteskan
air mata
DS : Ketidakefektifan koping keluarga
1. Kakak Ny, C mengatakan (dengan prilaku merusak)
klien sedang hamil 4 bulan
2. Kakak klien mengatakan suami
klien tidak bekerja
3. Kakak klien mengatakan klien
bekerja sebagai karyawan di Bank
DO :
1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri

E. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi
2. Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak)
F. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
o Keperawatan hasil
1. Isolasi sosial Setelah diberikan 1. Bina rasa 1. Membangun
yang askep selama 5x percaya,tunjukkan hubungan
berhubungan 24 jam, penerimaan dan saling
dengan diharapkan klien penghargaan yang percaya
kecemasan mampu membina positif 2. membantu
yang ekstrem, hubungan saling 2. Melakukan korban
depresi percaya dengan konseling suportif penganiayaa

14
perawat dengan seperti memberikan n dalam
kriteria hasil penenangan dan membangun
a. Klien mampu penyuluhan dalam kembali rasa
Berinteraksi perawatan pengendalian
dengan orang 3. Mendengarkan terhadap
lain. dengan empati dan kehidupanny
b. Klien dapat memperlihatkan a dan merasa
merasa aman sikap menerima cukup aman
c. Klien mampu untuk hidup
mengungkapk normal
an kembali
perasaannya 3. Membantu
klien dalam
mengungkap
kan
perasaanya
dan
menciptakan
situasi/
kondisi
konseling
yang efektif

2. Ketidakefektifa Setelah diberikan 1. Menyediakan 1. Membantu


n koping askep selama 5x lingkungan Menciptakan
keluarga 24 jam, yang tenang situasi/
(dengan diharapkan klien dimana korban kondisi
prilaku mampu dapat konseling
merusak) melakukan koping mengungkapka yang efektif
adaptif dengan n perasaannya 2. perawat
kriteria hasil : 2. Mengkaji dan harus

15
1. Klien membantu klien megerti
mampu dalam melewati kondisi
mengungk situasi yang ambivalensi
apkan dihadapinya terutama
perasaanya 3. Perawat mampu wanita
2. Klien mengklarisifikasi terhadap
mampu kan pelaku
membuat kesalahpahaman penganiayaa
keputusan dan mendukung n, seorang
3. Klien kemampuan wanita tidak
mampu korban untuk akan
mengendal berubah, bertahan
ikan rasa membantu dalam situasi
marah. mengambil serta siklus
menjalani kekerasan
keptutusan, kecuali telah
mengklarifikasi mendapatka
nilai-nilai dan n ikatan
kepercayaannya yang kuat
4. Libatkan pelaku terhadap
dan korban untuk suami atau
menciptakan dan pasangannny
mempertahankan a
hubungan, 3. mampu
dengan meningkat
memberikan kan harga
terapi pasangan diri dan
mengekspl
orasi
keyakinan
diri yang

16
dapat
membuat
korban
terlepas
dari siklus
kekerasan
seperti
perasaan
bersalah,
putus asa
dan
menyalahk
an diri
sendiri
4. strategi
terapi
difokuskan
pada
pengendalia
n rasa
marah,
pelaku
penganiayaa
n,
penghentian
kekerasan
dan belajar
teknik tanpa
bertengkar
saat
mengatasi

17
konflik dan
membantu
memberikan
kesempatan
penggalian
dinamika
hubungan dan
peran

C. EVALUASI
Pemulihan dari trauma penganiayaan membutuhkan waktu yang lama, dengan periode
kambuh. Tanda-tanda kemajuan bisa berupa mencari keamanan, mengakui kebutuhan
akan pertolongan, dan mengekspresikan rasa takut. Wanita tersebut dapat
mengidentifikasi kekuatan yang ada pada dirinya dan sistem dukungan yang tersedia,
mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya, merasa patut dihargai, memahami dan
berusaha memperoleh hak-hak perlindungan hukum. Cedera fisik mendapatkan
perawatan segera. Ketika wanita dalam kondisi hamil, janin dan anak-anak lainya
dilindungi dari penganiayaan. Ia membuat pilihan dari berbagai alternatif yang tersedia
dan menjalani keputusan tersebut. Seiring dengan ia dapat melewati langkah ini, ia
membangun suatu rasa pengendalian terhadap kehidupannya danmerasa cukup aman
untuk hidup dengan normal

18
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan data focus yaitu data subyektif yang terdiri dari :
1. Kakak Ny, C mengatakan klien sedang hamil 4 bulan
2. Kakak klien mengatakan suami klien tidak bekerja
3. Kakak klien mengatakan semalam klien bertengkar dengan suaminya karena klien
terlambat pulang
4. Kakak klien mengatakan klien didorong suaminya sampai pipi klien terbentur ujung meja
5. Kakak klien mengatakan karena merasa khawatir dengan kandungannya sehingga klien
memeriksakan kandungannya ke poli kebidanan
6. Kakak klien mengatakan klien bekerja sebagai karyawan di Bank

Sedangkan data objektif yang didapatkan ialah :


1. Ny. C nampak memar pada pipi kiri
2. Ny, C nampak sering melamun
3. Pandangan kosong
4. Hanya menjawab pertanyaan dengan singkat
5. Saat ditanyai tentang suaminya klien hanya diam dan meneteskan air mata

Menurut teori pengkajian Wanita yang mengalami kekerasan dalm rumah tangga sering
sekali sulit untuk diidentifikasi karena merekaingin menyembunyikan masalah mereka. Wanita
yang beresiko mengalami pemukulan adalah sebagai berikut:
1. Memilki riwayat penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
2. Memiliki riwayat penganiayaan pada kanak-kanak
3. Mengalami penganiayaan oleh pasangan pada pernikahan sebelumnya

Sedangkan dalam kasus ini tidak ditemui data adanya riwayat penyalahgunaan alcohol, dan
dalam kasus ini keluarga belum mempunyai anak karena klien sementara ini sedang hamil.
Sebelumnya klien belum mengalami penganiayaan karena ini merupakan pernikahan
pertamanya.

19
Teori juga mengatakan pemukulan mungkin diduga terjadi pada wanita sebagai berikut
1. Tidak berdandan dan acuh terhadap penampilan
2. Mengalami depresi yang dimanifestasikan dengan keletihan dan ketidakberdayaan
3. Memiliki keluhan somatik berulang
4. Mengungkapkan ketidakberdayaan dan keputusan
5. Ketidakseimbangan kekuatan (prianya otoriter, wanitanya pasif dan patuh) dalam
hubungannya dengan pasangan
6. Isolasi sosial (tidak memiliki jaringan kerabat dan teman yang sering mereka temui
secara teratur dan memberi dukungan)

Didalam kasus tidak ditemukan adanya data yang menyatakan klien tidak berdandan atau
acuh terhadap penampilan. Karena klien adalah karyawan Bank sehingga untuk penampilan
sangat penting bagi klien. Klien juga tidak mengungkapkan ketidakberdayaannya sebab klien
banyak diam. Dalam kasus ini terjadi pula ketidakseimbangan kekuatan yaitu disini istri yang
lebih berperan dibuktikan dengan tidak bekerjanya suami. Ini menyebabkan emosional suami
yang labil untuk menerima keadaan ini.

Berdasarkan kasus ini kami mengangkat 3 diagnosa keperawatan berdasarkan data-data yang
ada. Diagnose keperawatan diantaranya ialah :
1. Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi
2. Risiko cedera yang berhuubungan dengan trauma fisik
3. Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak)

Sedangkan menurut teori Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai
berikut:
1. Trauma akibat penganiayaan yang berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga
2. Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku merusak)
3. Takut yang berhubungan dengan ancaman cedera atau kematian
4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan karakteristik personal dan interpersonal
5. Ketidakefektifann koping individu yang berhubungan dengan kekerasan oleh keluarga
6. Gangguan harga diri rendah yang berhubunga dengan dinamika yang bersifat abusive

20
7. Isolasi sosial yang berhubungan dengan kecemasan yang ekstrem, depresi atau paranoid
8. Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri)
9. Risiko cedera yang berhuubungan dengan trauma fisik

Diagnose yang tidak kami angkat ialah :


1. Takut yang berhubungan dengan ancaman cedera atau kematian
2. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan karakteristik personal dan interpersonal
3. Ketidakefektifann koping individu yang berhubungan dengan kekerasan oleh keluarga
4. Gangguan harga diri rendah yang berhubunga dengan dinamika yang bersifat abusive
5. Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri)
6. Trauma akibat penganiayaan yang berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga

Kami tidak mengangkat diagnose


1. Takut yang berhubungan dengan ancaman cedera atau kematian karena klien tidak
mengungkapkan rasa takutnya dan dari sikapnya pun tidak ada.
2. Diagnose ke 2. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan karakteristik personal dan
interpersonal. Kami tidak mengangkat diagnose ini dikarenakan yang terjadi di kasus ini
ialah suami klien tidak memukul akan tetapi mendorong sehingga menimbulkan cedera
yang mungkin tidak di sengaja. Dan hal ini terjadi dalam keadaan emosional serta terjadi
pula kesalahpahaman.
3. Diagnose ke 3 Ketidakefektifann koping individu yang berhubungan dengan kekerasan
oleh keluarga. Kami tidak mengangkat diagnose ini karena kami telah mengangkat
diagnose yang berhubungan yaitu Ketidakefektifan koping keluarga (dengan prilaku
merusak).
4. Diagnose ke 4 Gangguan harga diri rendah yang berhubunga dengan dinamika yang
bersifat abusive. Kami tidak mengangkat diagnose ini karena kami mengangkat diagnose
isolasi sosial. Karena yang harga diri rendah seharusnya ialah suaminya sebab dia tidak
bekerja sehingga istrinya yang menghidupi semua.
5. Diagnose ke 5 Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri). Kami tidak mengangkat
diagnose ini sebab tidak ditemukan pada data kasus. Dan
6. diagnose ke 6 Sindrom trauma perkosaan (perkosaan pada istri).

21
Kami tidak mengangkat diagnose ini sebab yang terjadi
pada klien ialah rasa khawatir pada kehamilannya, dan tidak ditemukan data adanya kejadian
kekerasan sebelumnya yang dapat menimbulkan trauma bagi klien.

INTERVENSI
Kami mengangkat intervensi berdasarkan diagnose yang ada yaitu secara teori intervensi
yang dapat dilakukan pada kekerasan rumah tangga ialah :
D. Intervensi yang dapat ditegakkan pada korban KDRT diantaranya :
1. Membangun hubungan terapeutik dengan korban KDRT
Rasional: membina hubungan saling percaya memberiakan ungkapan rasa takut,
memperlihatkan sikap empati tidak peduli seberapa menakutkan kejadiannya nanti,
membesarkan martabat
2. Melakukan konseling suportif seperti memberikan penenangan dan penyuluhan
dalam perawatan
Rasional : membantu korban penganiayaan dalam membangun kembali rasa
pengendalian terhadap kehidupannya dan merasa cukup aman untuk hidup normal
kembali
3. Mendengarkan dengan empati dan memperlihatkan sikap menerima
Rasional : Membantu klien dalam mengungkapkan perasaanya dan menciptakan
situasi/ kondisi konseling yang efektif
4. Menyediakan lingkungan yang tenang dimana korban dapat mengungkapkan
perasaannya
Rasional : Membantu menciptakan situasi/ kondisi konseling yang efektif
5. Mengkaji dan membantu klien dalam melewati situasi yang dihadapinya
Rasional : perawat harus megerti kondisi ambivalensi terutama wanita terhadap
pelaku penganiayaan, seorang wanita tidak akan bertahan dalam situasi siklus
kekerasan kecuali telah mendapatkan ikatan yang kuat terhadap suami atau
pasangannnya
6. Pearawat mampu mengklarisifikasikan kesalahpahaman dan mendukung kemampuan

22
korban untuk berubah, membantu mengambil serta menjalani keptutusan,
mengklarifikasi nilai-nilai dan kepercayaannya.
Rasional: mampu meningkatkan harga diri dan mengeksplorasi keyakinan diri yang
dapat membuat korban terlepas dari siklus kekerasan seperti perasaan bersalah, putus
asa dan menyalahkan diri sendiri.
7. Fasilitasi kemampuan korban dalam mengambil keputusan
8. Libatkan pelaku dan korban untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan,
dengan memberikan terapi pasangan
Rasional : strategi terapi difokuskan pada pengendalian rasa marah, pelaku
penganiayaan, penghentian kekerasan dan belajar teknik tanpa bertengkar saat
mengatasi konflik dan membantu memberikan kesempatan penggalian dinamika
hubungan dan peran

23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kekerasan dalam rumah tangga adalah segala bentuk, baik kekerasan secara fisik,
secara psikis, kekerasan seksual, maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan
penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak korban
menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis. Oleh karena itu
untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dibutuhkan pendidikan,
pendidikan memiliki andil penting dalam mencegah kdrt, penegak hukum dan
keamanan, media massa yang menayangkan kdrt agar dapat menyertakan
pencegahannya serta Pelayanan kesehatan seperti Prevensi primer, yaitu promosi
orang tua dan keluarga sejahtera. Prevensi sekunder, yaitu diagnosis dan tindakan
bagi keluarga yang stres. Prevensi tertier, yaitu edukasi ulang dan rehabilitasi
keluarga.
B. Saran
Dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar
tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Sebelum kita melihat kesalahan
orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada
diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang menimbulkan konflik

24
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan, fauzi, tala’a agustini dkk.2016.”Askep Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.


https://www.scribd.com/document/259604440/ASKEP-KDRT-KEL-2-docx. diakses 16
oktober 2018.

Yusuf,AH dan Fitryasari, Rizky. 2014” Buku Ajar Kesehatan Jiwa”.


https://www.ners.unair.ac.id/.../buku%20ajar%20keperawatan%20kesehatan%20jiwa.pd
f. Diakses 17 Oktober 2018

Wahab, Rochmat.2010. “Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Psikologis dan Edukatif”.
journal.uii.ac.id/Unisia/article/view/5488/4869. Diakses tanggal 17 Oktober 2018

25

Anda mungkin juga menyukai