Anda di halaman 1dari 10

SISTEM HUKUM INDONESIA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

Dosen Pengampu :
Aziwarti, S.H., M.Hum.

Disusun oleh Kelompok 10 :


Maulidhea Vasa (1910831001)
Windy Primadia (1910831007)
Wardah Putri Maghfirah (1910832006)
Putri Kumala Sari (1910831018)
Isma Abdillah (1910831029)
Rori Aprian Gemuruh Putra (1910833020)
Asrul Ramanda (1910831031)

JURUSAN ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
Pendahuluan

Kekerasan telah menjadi fenomena sosial yang terjadi dimana-mana, baik dalam
masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Bahkan, kekerasan terhadap sesama manusia seakan
tidak mengenal batas ruang dan waktu, yang terjadi bukan saja dalam ruang publik, tetapi juga
terjadi dalam ruang domestik (rumah tangga). Dari berbagai kekerasan yang terjadi, ternyata
yang paling menonjol saat ini adalah kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence), yang
dapat digolongkan kepada tindakan kejahatan seperti pemukulan dan serangan fisik dalam rumah
tangga.

Sebagaimana akhlr-akhir ini, banyak terdengar berbagai berita tentang kekerasan dalam
rumah tangga di berbagai media masa. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah
kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga, korbannya tidak hanya dari kalangan
perempuan atau isteri saja tapi bisa terjadi pada suami, bahkan juga dialami oleh anak-anak.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi dalam bentuk fisik seperti pemukulan, kekerasan
seksual dan perkosaan terhadap anak perempuan serta eksploitasl. Meskipun demikian, pada
kenyataannya sebagian besar KDRT dilakukan oleh suami terhadap isterinya yang secara fisik
memang jauh lebih lemah.

Secara umum kasus KDRT di lndonesia masih tinggi, bahkan cenderung mengalami
peningkatan. Tingginya kasus KDRT ditengarai karena masih lemahnya posisi perempuan dan
juga taraf pendidikannya yang masih rendah. Dengan kata lain, kekerasan dalam rumah tangga
terjadi karena isteri tidak bersikap independen dan terlalu bergantung kepada suami, akibatnya
mereka jarang melaporkan apabila ada tindak kekerasan di dalam rumah tangganya. Padahal
dengan kemandirian kaum perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, diharapkan angka
KDRT terhadap perempuan dapat ditekan. Perempuan yang berdaya (woman in power) akan
menimbulkan rasa percaya diri dan ini tentunya akan menaikkan harga dirinya, sehingga bisa
menghindarkan dirinya dari tindak kekerasan.

Apabila kita menelaah Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang


Perkawinan disebutkan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Penjelasan Umum UU No. 1/1974 tujuan
perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu
saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejahteraan spritull dan material. Kemudian dalam Pasal 33 UU No.
1/1974 Tentang Perkawinan dapat kita lihat dengan adanya yang menentukan hak dan kewajiban
suami isteri, yaitu'wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir
batin yang satu kepada yang lain.

Dari pasal-pasal di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya dalam rumah tangga
tidak diperbolehkan adanya kekerasan, khususnya kekerasan oleh suami terhadap isterinya.
Masyarakat lndonesia memandang suatu Lembaga Perkawinan sebagai lembaga yang sakral,
yang seyogyanya melalui perkawinan diharapkan dapat menciptakan suatu kehidupan rumah
tangga yang harmonis, penuh kebahagiaan cinta kasih. Oleh karena keluarga seharusnya
merupakan tempat tinggal yang memberi keteduhan, ketenangan, aman dan tenteram bagi suami
isteri beserta anak-anak maupun anggota keluarga lainnya. Sehingga, keutuhan dan kerukunan
rumah tangga yang bahagia, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam
berumah tangga. Dengan kata lain, bahwa setiap keluarga pastinya menghendaki dapat
membangun keluarga bahagia yang harmonis atau dalam istilah islami disebut keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah.

Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, tentram, dan
damai, sangat tergantung pada individu dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas
perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangganya. Oleh karena dalam
menjalani kehidupan berumah tangga sudah pasti akan banyak menemui persoalan-persoalan
keluarga yang dapat mengurangi keharmonisan dan ketentraman hidup suami isteri.
Permasalahan-permasalahan rumah tangga dari hal-hal yang sangat kecil/sepele sampai ke
persoalan yang sulit dicari solusinya, kesemuanya seringkali bermuara kearah percecokkan dan
perselisihan pendapat yang pada akhirnya akan dapat memicu terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga. Apalagi apabila permasalahan keluarga mulai diwarnai dengan adanya perselingkuhan,
seringkali berakibat terjadi kekerasan yang di alami oleh isteri yang dilakukan oleh suaminya.
Pembahasan

1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Hak Asasi Manusia
(HAM)

Pengertian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menurut Pasal I Undang-Undang


Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT)
dijabarkan sebagai berikut : "kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang beraklbat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pamaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
laingkup rumah tangga".

Kekerasan terhadap perempuan, apakah itu terjadl di ruang publik atau di ruang privat
(rumah tangga) atau yang sering disebut dengan domestic violance merupakan tindakan
pelanggaran hak-hak asasi yang kejam terhadap perempuan. Perempuan sebagai manusia ciptaan
Tuhan adalah sama dengan laki-laki, dimana setiap manusia memiliki hak-hak dasar yang
disebut dengan hak asasl manusia yang perlu dilindungi tanpa harus dibedakan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 28A UUD 1945 yang menentukan bahwa: "Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya".

Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 berbunyi: "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah"; dan Pasal 2BG ayat (1) UUD 1945
menyebutkan bahwa: "setiap orang bebas atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasinya".

Tindakan-tindakan kekerasan yang menimpa perempuan tidak hanya terjadi pada


masyarakat luas, tetapi seringkali menlmpa keluarga sendiri sebagai "kekerasan dalam rumah
tangga", yang dilakukan oleh orang yang seharusnya menjadi pelindung keluarga, yaitu
kekerasan yang dilakukan suami kepada istrinya. Perlakuan yang menimbulkan kekerasan
terhadap perempuan ini disebabkan oleh budaya yang mendiskriminasi perempuan dengan
anggapan bahwa setelah menikah perempuan berada dibawah kekuasaan lakilaki sehingga laki-
laki dianggap bisa berbuat sekehendak hatinya terhadap perempuan. Budaya tersebut
mempengaruhi perilaku masyarakat termasuk produk hukum.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (UU-PKDRT) dan Implementasinya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga, yang selanjutnya dlsingkat UU-PKDRT, diharapkan dapat dijadikan sebagai perangkat
hukum yang memadai, yang didalamnya antara lain mengatur mengenai pencegahan
perlindungan terhadap korban, dan penindakan terhadap pelaku KDRT. dengan tetap menjaga
keutuhan demi keharmonisan keluarga. Dengan demikian, hal ikhwal KDRT bukan lagi menjadi
sesuatu yang dianggap privat tetapi sudah menjadi isu publik, maka dalam penanganannya pun
diharapkan dapat dilakukan secara proporsional sebagaimana upaya perlindungan terhadap
korban dan penanganan terhadap pelaku. Hal ini pun sudah dijamin perlindungannya dalam
konstitusi kita, yakni, Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945.

Undang-Undang KDRT ini, selain mengatur ihwal pencegahan dan perlindungan serta
pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, juga mengatur secara spesifik
kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana penganiayaan
yang diatur dalam KUHP. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur ihwal kewajiban bagi
aparat penegak hukum, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau pembimbing
rohani untuk melindungi korban agar mereka lebih sensltif dan responsif terhadap kepentingan
rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan kerukunan rumah tangga.

Dengan lahirnya undang-undang tersebut telah mendorong pilar dimana terdapat hukum
privat dan hukum publik. Dengan undang-undang ini dapat memberikan penerangan luas
mengenai jaminan hak asasi manusia yang paling dasar, yaitu dengan rasa aman, bebas dari
kekerasan dan ketakutan di rumah sendiri. Dalam Pasal 1 UU-PKDRT disebutkan pengertian
"kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
danlatau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pamaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam laingkup rumah tangga".

Apabila suatu tindakan kekerasan dilakukan oleh orang lain selain anggota keluarga pada
salah satu anggota keluarga, maka dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan yang serius dan
mendapatkan ancaman pldana yang berat. Hal ini tidak berarti bahwa tindakan kekerasan yang
dilakukan di dalam rumah tangga tidak dapat diancam dengan pidana, tetapi gejala yang ada
dalam masyarakat menyatakan bahwa kasus-kasus yang terjadi dalam rumah tangga dianggap
sebagai kasus intern yang hanya perlu diselesaikan secara kekeluargaan. Gejala ini membawa
dampak yang buruk pada peranan hukum di negara ini.

Setiap warga negara Indonesia yang mengalami tindak kekerasan memiliki hak untuk
melaporkan tindakan tersebut yang untuk kemudian diproses lebih lanjut menurut hukum yang
berlaku. Tetapi berbagai bentuk tindakan kekerasan dalam rumah tangga belum mendapatkan
perhatian khusus baik dari masyarakat sendiri, orang yang menjadi korban kekerasan, maupun
pemerintah yang berupa perlindungan. Larangan kekerasan dalam rumah langga secara jelas
dimuat dalam Bab lll UU Penghapusan Kekerasan Dalam-Rumah rangga (UU-PKDRT), Pasal 5
UU-PKDRT menyebutkan bahwa : “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah
tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. kekerasan seksual atau
d. penelantaran rumah tangga

3. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kasus-kasus KDRT masih didominasi pada konflik suami-isteri dan korban lebih banyak
tertuju pada diri perempuan/isteri. Perlu ada upaya untuk menemukan indikasi-indikasi yang
berkaitan dengan kekerasan terhadap isteri oleh suami. Dengan demikian ditemukan indikasi-
indikasi tersebut, akan dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan
terhadap istri, sehingga akan dapat dilakukan pencegahan, penanganan serta penanggulangannya.
Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suami terhadap
istri, meliputi banyak hal, diantaranya adalah:
- Masalah keuangan

Uang seringkali dapat menjadi pemicu timbulnya perselisihan di antara suami dan istri. Gaji
yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap bulan, sering menimbulkan
pertengkaran apalagi kalau pencari nafkah yang utama adalah suami. Ditambah lagi adanya
tuntutan biaya hidup yang tinggi memicu pertengkaran yang seringkali berakibat terjadinya
tindak kekerasan.
- Cemburu

Pada tahun 1992 di Jakarta seorang suami tega membunuh dan memutilasi terhadap tubuh
istrinya karena cemburu atas penyelewengan sang istri.
- Masalah anak

Salah satu pemicu terjadinya perselisihan antara suami dan istri adalah masalah anak.
Perselisihan dapat semakin meruncing kalau terdapat perbedaan pola pendidikan terhadap anak
antara suami dan anak.
- Masalah orang tua

Orang tua baik pihak suami maupun istri dapat menjadi pemicu pertengkaran yang
menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga. Bagi orang tua yang selalu ikut campur dalam
rumah tangga anaknya ataupun dipicu karena adanya perbedaan sikap terhadap masing-masing
orang tua.

- Masalah saudara

Saudara yang tinggal satu atap dapat memicu keretakan hubungan suami istri yang
menyebabkan terjadinya kekerasan. Campur tangan dari saudara dalam kehidupan rumah
tangga, perselingkuhan antara suami dengan saudara istri. hal ini menimbulkan jarak antara
suami dan istri. kalau keadaan ini dibiarkan tanpa adanya jalan keluar akhirnya timbul
ketegangan dan pertengkaran. Apalagi kalau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan atau
menjelekkan keluarga masing-masing. Hal ini menyebabkan kekerasan psikis.

- Masalah sopan santun

Sopan santun harus dipelihara meskipun suami dan istri sudah menikah bertahun-tahun. Suami
dan istri berasal dari keluarga dengan latar belakang berbeda. Untuk itu perlu adanya upaya
untuk saling menyesuaikan diri, terutama dengan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa dari
keluarga masing-masing antara suami dan istri harus sating menghormati. Kalau hat ini
diabaikan akibatnya timbul kesalahpahaman yang menyebabkan kekerasan psikis yang berakhir
pada kekerasan fisik.
- Masalah masa lalu

Sebelum melangsungkan pernikahan antara calon suami dan istri harus terbuka, masing-masing
menceritakan masa lalunya. Keterbukaan ini merupakan upaya untuk mencegah salah satu
pihak mengetahui riwayat masa lalu pasangan dari orang lain. Pada kenyataannya cerita yang
diperoleh dari pihak ketiga sudah tidak realistis. Pertengkaran terjadi dan berpotensi pada
kekerasan.
- Masalah salah paham

Suami dan istri ibarat dua kutub yang berbeda. Oleh karena itu usaha penyesuaian diri serta
saling menghormati pendapat masing-masing pihak perlu dipelihara. Karena kalau tidak akan
timbul kesalahpahaman. Kondisi ini sering dipicu hal-hal sepele yang bila dibiarkan tidak akan
diperoleh titik temu. Kesalahpahaman yang tidak ada jalan keluar menimbulkan pertengkaran
bahkan kekerasan.
- Masalah tidak memasak

Sebagian suami meningikan agar istri dapat memasak makanan untuk suami. Istri yang tidak
bisa memasak atau karena kesibukan dalam bekerja sehingga tidak mempunyai waktu untuk
memasak maka sang istri akan melawan. Akibatnya timbul pertengkaran mulut yang diakhiri
dengan kekerasan.
- Suami mau menang sendiri

Ada suami yang berpikiran bahwa suami memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari istri,
sehingga apapun yang menjadi keinginan suami harus dituruti oleh istri dan seisi rumah.
Dengan demikian jika istri melawan maka timbul percekcokan yang berakhir pada kekerasan.
Penutup
Secara umum kasus KDRT di lndonesia masih tinggi, bahkan cenderung mengalami
peningkatan. Tingginya kasus KDRT ditengarai karena masih lemahnya posisi perempuan dan
juga taraf pendidikannya yang masih rendah. Dengan kata lain, kekerasan dalam rumah tangga
terjadi karena isteri tidak bersikap independen dan terlalu bergantung kepada suami, akibatnya
mereka jarang melaporkan apabila ada tindak kekerasan di dalam rumah tangganya. Padahal
dengan kemandirian kaum perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, diharapkan angka
KDRT terhadap perempuan dapat ditekan. Perempuan yang berdaya (woman in power) akan
menimbulkan rasa percaya diri dan ini tentunya akan menaikkan harga dirinya, sehingga bisa
menghindarkan dirinya dari tindak kekerasan.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan


perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Penjelasan Umum UU No. 1/1974 tujuan perkawinan yaitu
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan
melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan
mencapai kesejahteraan spritull dan material. Kemudian dalam Pasal 33 UU No. 1/1974 Tentang
Perkawinan dapat kita lihat dengan adanya yang menentukan hak dan kewajiban suami isteri,
yaitu wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang
satu kepada yang lain.

Dari pasal-pasal di atas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya dalam rumah tangga
tidak diperbolehkan adanya kekerasan, khususnya kekerasan oleh suami terhadap isterinya.
Masyarakat lndonesia memandang suatu Lembaga Perkawinan sebagai lembaga yang sakral,
yang seyogyanya melalui perkawinan diharapkan dapat menciptakan suatu kehidupan rumah
tangga yang harmonis, penuh kebahagiaan cinta kasih. Oleh karena keluarga seharusnya
merupakan tempat tinggal yang memberi keteduhan, ketenangan, aman dan tenteram bagi suami
isteri beserta anak-anak maupun anggota keluarga lainnya. Sehingga, keutuhan dan kerukunan
rumah tangga yang bahagia, tenteram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam
berumah tangga. Dengan kata lain, bahwa setiap keluarga pastinya menghendaki dapat
membangun keluarga bahagia yang harmonis atau dalam istilah islami disebut keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah.

Daftar Pustaka

Bawole, Grace Y. 2011. Upaya Penanganan Kasus Kdrt Berdasarkan Kitasb KUHP
Dan Pasca Berlakunya UU. No 23 Tahun 2004. Karya Ilmiah. Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi.

Rais, Nurlaila Suci Rahayu. 2013. Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
Upaya Pencegahan dan Perlindungan Hukum Korban (Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga). Jurnal Neonatus. Vol. 3 No. 1. ISSN : 2088-429X.

Anda mungkin juga menyukai