Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah (Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga) ini dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan
kepada kita selaku umatnya.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah Sosiologi yang berjudul Makalah (Kekerasan dalam Rumah
Tangga) ini. Dan saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan Makalah (Kekerasan dalam Rumah Tangga) ini sehingga saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan
kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah (Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..4
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………4
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………….5
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………...………6
2.1 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga………………………………………….6
2.2 Bentuk bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga………………………………………7
2.3 Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga……………………………………………8
2.4 Ketentuan Penutup………………………………………………………………………….9
Bab III Penutup………………………………………………………………………………...10
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………….10
3.2 Saran………………………………………………………………………………………..11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...12
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Masalah kekerasan (khususnya dalam rumah tangga) merupakan salah satu
bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut
dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan hukum kemanusiaan. Namun demikian,
tidak semua kejahatan megandung unsur-unsur kekerasan, dan tidak semua tindakan
kekerasan dapat dikatakan sebagai kompenen kejahatan.1 Tindak kekerasan dalam
masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Berbagi pendapat, persepsi, dan
definisi mengenai kekerasan dalam rumah tangga berkembang dalam masyarakat. Pada
umumnya orang berpendapat bahwa KDRT adalah urusan intern keluarga dan rumah
tangga. Berbagai kasus berakibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya,
suami terhadap istrinya, majikan terhadap rumah tangga, terkuak dalam surat kabar dan
media massa. Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukan merupakan hal yang
baru. Namun, selama ini selalu dirahasikan atau ditutup-tutupi oleh keluarga, maupun
oleh korban sendiri atau keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
mengandung sesuatu yang spesifik atau khusus. Kekhususan tersebut terletak pada
hubungan antara pelaku dan korban, yaitu hubungan kekeluargaan atau hubungan
pekerjaan (majikan-pembantu rumah tangga). Kekerasan dalam rumah tangga
merupakan suatu permasalahan dalam keluarga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) bisa menimpa siapa saja termasuk, suami, istri, dan anak. Dalam skripsi ini
hanya akan membahas secara umum pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) yang dipersempit mengenai penganiayaan oleh suami terhadap istri. Hal ini bisa
dimengerti karena kebanyakan korban dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
adalah istri. Bila kita lihat lebih jauh banyak sekali keluarga yang tidak bahagia, rumah
tangga yang selalu ditiup oleh badai pertengkaran dan percekcokan. Dengan keadaan
yang semacam ini istri manapun tidak akan nyaman dalam menjalani kehidupannya.
Dalam Undang-undang RI No.23 Tahun 2004 mengenai Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan
dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau
ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat kemanusian. Kekerasan Dalam Rumah Tangga khususnya penganiayaan
terhadap istri, merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai
penemuan penelitian masyarakat bahwa penganiayaan istri tidak berhenti pada
penderitaan seorang istri atau anaknya saja, rentetan penderitaan itu akan menular ke
luar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat kita.
4
Menurut Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, atau penelantaran
rumah tangga termasuk juga hal-hal yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak percaya, atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Undang-undang ini juga tidak bertujuan untuk
mendorong perceraian, sebagaimana sering dituduhkan orang. Undang-undang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini justru bertujuan untuk memelihara
keutuhan rumah tangga yang (benar-benar) harmonis dan sejahtera dengan mencegah
segala bentuk kekerasan sekaligus melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan
dalam rumah tangga
5
BAB II
PEMBAHASAN
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan
damai merupakan Terjadinya hubungan seksual di mana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.ambaan setiap orang. Dengan
demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan
kewajiban harus didasari oleh agama. Hal itu perlu terus ditumbuhkembangkan dalam
rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan
kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga,
terutama kadar kwalitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup
rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumahtangga dapat terganggu jika
kwalitas pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi
kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakaman atau ketidakadilan
terhadap orang yang berbeda dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah,
melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, Negara dan
masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku
sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Untuk itulah Pemerintah menetapkan
UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
agar setiap warga negaranya terlindungi
6
dihapus. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah
perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari negara dan/atau masyarakat
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau
perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
dibentuk undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Tindak
kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sebenarnya merupakan unsur yang berat
dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum
pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: “barang siapa yang
melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, istri atau anak diancam hukuman pidana”.
7
Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. Pemaksaan hubungan seksual
tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki. Pemaksaan
hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan prostitusi dan atau tujuan
tertentu. Terjadinya hubungan seksual di mana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. Tindakan seksual dengan
kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka, atau
cedera.
Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar
verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti
ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian
seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
Melakukan repetisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis
kekerasan seksual berat.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh
dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang
istri. Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian
lewat sarana ekonomi berupa:
Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitasi termasuk pelacuran. Melarang korban
bekerja tetapi menelantarkannya. Mengambi l tanpa sepengetahuan dan tanpa
persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban. Kekerasan
ekonomi ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban
tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
8
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Pasal 7
Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Pasal 8
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Pasal 9
(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian
ia wajib memberikankehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Juga berlaku bagi setiap orang
yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada
di bawah kendali orang tersebut.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti
membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara
menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Di dalam
sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga
tidak ada keharmonisan dan kerukunan di antara kedua belah pihak, itu juga bisa
menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami
dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat
mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan.Seorang suami atau istri
harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing. Seperti halnya
dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling
percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga halnya dalam
rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling
percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa
kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa
curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti
itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena
mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. Jika sudah begitu kegiatan
seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah
dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi.
Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kejadian seperti itu. Sifat rasa cemburu
bisa menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.Maka dari itu, di dalam sebuah
rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik
yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di
dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang
lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri
kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-
masing.
10
3.2. Saran
Demikian yang dapat kami jelaskan semoga bermanfaat bagi pembaca dan
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami
senantiasa menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://referensi.elsam.or.id/2014/10/uu-nomor-23-tahun-2004-tentang-penghapusan-
kekerasan-dalam-rumah-tangga/
https://www.studocu.com/id/document/universitas-riau/hukum-internasional/makalah-
kekerasan-dalam-rumah-tangga/38778634
12