Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

GENDER DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP PEREMPUAN

Di Susun Oleh:
Achmad Husain Latif (50300121015)
Suriani (50300121031)

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji senantiasa kita curahkan atas rahmat yang tiada henti-hentinya kita terimaTanpa
kita minta dari sang pencipta alam semesta,yang atas berkat rahmat kesehatan fisik maupunPikiran
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Juga tak lupa shalawat serta salam selalu kita kirimkan kepada baginda Rasulullah
SAWYang menjadi teladan, panutan dan motivator terbaik sepanjang masa
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu dosen Dr.
NurSyamsiah, M.Pd.I selaku Dosen pada mata kuliah Gender dan Pengembangan Maysarakat
danJuga untuk menambah pengetahuan ataupun wawasan kami selaku penulis dan juga para
pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari segala kekurangan ataupun
kesalahan.Hal inidisebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami dalam menyusun makalah
ini. OlehKarenaitu, saya harap para pembaca utamanya Ibu Dosen Pengampu mata kuliah ini agar
dapatMemberikan saran dan kritikannya.

Samata, Kamis 9 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Gender dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan.......................................................3
B. Makna Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga ............................................................. 8
C. Penyebab Terjadinya Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga ..................................... 25
D. Pandangan Islam Mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga .......................... 30
E. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Diatur Dalam Pasal 1 Ayat (1) UURI No.23 ................. 38
F. Faktor-faktor Terjadinya Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga ............................... 38
G. Definisi Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) ............................................................................... 41
H. Dampak Psikologis Perempuan KDRT .................................................................................................. 41
I. Upaya penanganan Terhadap Perempuan KDRT....................................................................................41
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................................ 53
a. Kesimpulan.....................................................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................... 54

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari Segala bentuk
kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Segala bentuk Kekerasan, terutama kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga, Merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap
mar-Tabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. Korban Kekerasan
dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus Mendapat perlindungan
dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan, penyiksaan, atau Perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaan.

Pembahasan tentang kekerasan dalam rumah tangga, terutama kekerasan yang dilakukan
oleh suami terhadap isteri, merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Hal ini disebabkan
kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus yang paling banyak dijumpai
dibandingkan dengan kasus kekerasan lainnya. Kekerasan dalam rumah tangga juga
merupakan hal yang kompleks. Tidak seperti halnya kejahatan lainnya, dimana korban dan
pelaku berada dalam hubungan personal, legal, institusional serta berimplikasi sosial.1
perempuan yang dipukul oleh suaminya juga sama-sama membesarkan anak, mengerjakan
pekerjaan dalam rumah, membesarkan keluarga, menghasilkan uang serta terikat secara
emosional dengan pelaku kekerasan tersebut.

Realitas menunjukkan bahwa di Indonesia, kasus kekerasan dalam Rumah tangga


meningkat dari tahun ke tahun, dengan persentasi terbesar adalah kekerasan terhadap isteri.
Sebagaimana dilaporkan oleh Komnas Perempuan yang dikutip oleh Elsa R.M. Toule1,2
Di Tahun 2007, dari 25.522 Kasus kekerasan terhadap perempuan, sebanyak 17.722 kasus
atau 69,6 Persen adalah kekerasan terhadap isteri. Pada tahun 2008, angka ini me-Ningkat

1
Elsa R.M Toule

1
lagi menjadi hampir 86 persen yakni sebanyak 46.884 dari ke-Seluruhan kasus kekerasan
terhadap perempuan sebanyak 54.525. Data Tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah
kekerasan terhadap istri tahun 2009 adalah sebesar 96 persen dari seluruh jumlah KDRT,
yakni 131.375 Kasus hingga menurut catatan akhir tahun 2014, terdapat 293.220 kasus
kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2014. Sebanyak 68 persen Dari kasus
tersebut adalah kekerasan domestik dan rumah tangga (KDRT) Dengan mayoritas korban
ibu rumah tangga dan pelajar.3 Selain istri, anak perempuan juga menjadi korban terbanyak
dari KDRT. Pada kasus KDRT Dengan korban anak, terdapat kasus di mana pelakunya
adalah perempuan dalam status sebagai ibu. Dengan kata lain, perempuan dapat terlibat
dalam Lingkaran KDRT. Pada satu pihak, perempuan menjadi korban KDRT, tetapi di
pihak lain, perempuan yang sama melakukan KDRT terhadap anaknya.

Persoalan yang mengemukakan dalam konteks ini adalah bukan saja me-Ngapa perempuan
atau isteri menjadi korban yang paling dominan dalam KDRT, tetapi juga mengapa
kekerasan justru terjadi di tempat dimana Seharusnya anggota keluarga merasa aman.
Kenyataannya pula, sistem Hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap
korban ke-Kerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan pertimbangan tersebut tulisan ini
Hendak meneliti tiga masalah utama, yaitu pertama, apa maknanya Kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga? Kedua, apa saja pe-Nyebab terjadinya kekerasan
terhadap perempuan dalam rumah tangga? Ketiga, bagaimana pandangan Islam mengenai
kekerasan terhadap per-Empuan dalam rumah tangga?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gender Dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan

Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan
perempuan dan laki laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang
merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan.

Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini kita sering sekali mencampur adukkan ciri-
ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah, dengan ciri-ciri manusia yang bersifat
non kodrat yang sebenarnya bisa berubah atau diubah.

Pembedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang
pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada perempuan dan laki-laki.
Dengan mengenali perbedaan gender sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidakpermanen,
memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realita relasi perempuan dan laki-laki
yang dinamis yang lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

Dalam kajian feminisme, gender bermakna ciri atau sifat yang dihubungkan dengan jenis
kelamin tertentu, baik berupa kebiasa-An, budaya, maupun perilaku psikologis, bukan
perbedaan secara Biologis. Pegiat kesetaraan gender secara sederhana membedakan definisi
seks sebagai jenis kelamin biologis sejak lahir, yakni laki-Laki atau perempuan berdasar alat
kelamin yang dimiliki, sedangkan Gender adalah “jenis kelamin” sosial berupa atribut
maskulin atau feminim yang merupakan konstruksi sosial budaya. Menurut Mereka atribut
maskulin tidak harus dilekatkan pada jenis kelamin Laki-laki dan sifat feminim juga tidak
mesti untuk perempuan, Karena atribut-atribut tersebut bukan merupakan bawaan yang bersifat
kodrati, melainkan terbentuk secara sosio-historis yang Sifatnya tidak tetap dan bisa dipelajari,
sehingga bisa dipertukarkan Lintas seks. Pendefinisian semacam ini berbeda dengan makna
awal kata tersebut dalam bahasa aslinya, dan ketika diperkenalkan dalam bahasa lain juga
terjadi problem, karena sebelumnya Memang tidak ada bahasa dan kebudayaan yang
membedakan Antara jenis kelamin biologis dengan “jenis kelamin” sosial.

3
Sejarah munculnya terminologi gender tidak bisa dilepaskan dari kajian ilmu humaniora,
terutama psikologi dan juga terkait dengan tren transseksual. Dalam bahasa Inggris,
pembedaan makna antara sex dan gender pertama kali dikenalkan oleh para Psikiater Amerika
dan Inggris serta para petugas medis yang bekerja.

Jadi jelasnya mengapa gender perlu dipersoalkan? Perbedaan konsep gender secara sosial telah
melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum
adanya gender telah melahirkan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat
dimana manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara
pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen
dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologi yang dimiliki oleh perempuan dan
laki-laki.

Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. Yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak,
orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan alasan apapun dari akan berdampak pada
suasana keluarga. Suasana akan berdampak pada harmonisasi keluarga tersebut.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan


Kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang
bahagia, aman, tentram dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa istri mengalami semua jenis kekerasan dalam rumah
tangga yaitu kekerasan dalam bentuk fisik, psikis, seksual dan penelantaran ekonomi.
Penelitian ini juga menemukan bawa faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga oleh suami terhadap istri yaitu: Suami merasa berkuasa, sehingga istri
harus menuruti apapun yang dilakukan oleh suami; Istri di anggap tidak menjalankan fungsi
sesuai perannya sebagai istri dan ibu rumah tangga yan baik; Adanya faktor orang ketiga.

Kekerasan dalam rumah tangga (Studi Kasus Terkait Kekerasan Terhadap Istri) Al-wardah:
Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama Vol: 15 No: 1 Anggota keluarga tidak

4
mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi
peneyelesaian masalah dilakukan dengan amarah yang berlebi- lebihan, hentak- hentakkan
fisik sebagai pelempiasan kemarahan, teriakkan dan makian maupun ekspresi wajah
menyeramkan. Terkadang muncul prilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau
melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT) yang di artikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
Perempuan, yang akibatkan timbulnya kesangsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
Psikologi, dan penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.2

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan alasan apapun dari akan berdampak pada
suasana keluarga, Suasan keluarga akan berdampak pada harmonisasi Keluarga tersebut.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang penghapusan
Kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang
bahagia, aman, tentram dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga.

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri
tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tanggasehingga
timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah
tangga tersebut. Aparat kepolisian sebagai penegak hukum mempunyai tugas yang berat untuk
menangani suatu tindak pidana yang ada terutama kekerasan dalam rumah tanggadan tindakan
kekerasan yang terjadi di suatu wilayah terkait erat dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi,
politik dan budaya masyarakatnya (Yuarsi, 2003) Bertolak dari latar belakang diatas maka
peneliti mencoba mengangkat permasalahan ini pada sebuah tulisan yang berjudul(Kekerasan
dalam rumah tangga (Studi Kasus Terkait kekerasan terhadap Istri).3

Kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka,
cacat, sakit, atau penderitaan pada orang lain dengan unsur berupa paksaan atau ketidakrelaan
atau tidak adanya persetujuan dari pihak lain yang dilukai. Kekerasan menurut Mansour Fakih
adalah “serangan atau invasi terhadap fisik Maupun integritas keutuhan mental psikologi

2
Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama
3
Yuarsi, 2003

5
seseorang”. Pandangan Mansour Faqih Menunjuk pengertian kekerasan pada objek fisik
maupun psikologis.hanya saja titikTekannyapada bentuk penyerangan secara fisik seperti
melukai atau menimbulkan luka, cacat, atau ketidaknormalan pada fisik-fisik tertentu.4

Dengan hubungan seksual, misalnya pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan suami
terhadap isterinya. Hal ini tidak bisa dikatakan sebagai kejahatan, sebab belum ada satu pasal
pun yang mengatur mengenai pemaksaan hubungan seksual dilakukan oleh suami terhadap
isterinya. Menurut Handayani (dalam Syahrir, 2000), kekerasan adalah suatu serangan
terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang sehingga dapat merugikan salah
satu pihak yang lemah. Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun psikologis
seseorang sehingga akibatnya muncul tindak penindasan terhadap salah satu pihak yang
menyebabkan kerugian salah satu pihak berupa fisik atau psikis seseorang. Secara filosofis,
fenomena kekerasan merupakan sebuah gejala kemunduran hubungan antar pribadi, di mana
orang tidak bisa lagi duduk bersama memecahkan suatu kekerasan dalam rumah tangga sebagai
fenomena sosial adalah masalah serius. Kekerasan dalam rumah tangga dapat menghancurkan
keselarasan dalam serta keutuhan rumah tangga. Rumah tangga bukan lagi tempat berlindung
(sanctum; sanctuary) atau berteduh yang aman melainkan kejahatan kekerasan merupakan
persoalan yang dihadapi manusia dari waktu kewaktu, sebagai suatu kenyataan sosial masalah
kekerasan tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi dapat diupayakan seminimal mungkin
kualitas dan kuantitasnya. Kejahatan kekerasan akhir-akhir ini dirasakan meningkat media
massa hampir setiap hari menyajikan berita berkaitan dengan kejahatan kekerasan seperti
perkosaan,penganiayaan, perampokan dan sebagainya.kejahatan kekerasan sebagai suatu
fenomena yang ada dalam masyarakat merupakan kejahatan tradisional yang telah ada sejak
dahulu.5

Hanya saja sekarang telah mengalami perkembangan, baik dalam hal motif, sifat, bentuk dan
idensitas maupun modus operandi. Terlepas dari hal tersebut yang jelas kejahatan kekerasan
dewasa ini meresahkan masyarakat terlebih jika kekerasan itu terjadi terhadap perempuan
dalam lingkup rumah tangga.

4
Mansour Faqih
5
Handayani S

6
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tidak kekerasan secara fisik, psikis, seksual
dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat
hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Dalam lingkup rumah
tangga rasa aman, bebas dari segala bentuk kekerasan dan tidak adanya diskriminasi akan lahir
dari rumah tangga yang utuh dan rukun. Untuk mewujudkan kerukunan dan keutuhan sangat
tergantung pada setiap orang pada lingkup rumah tangga terutama kadar kualitas perilaku dan
pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Kebutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri
tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat tejadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
sehingga timbul ketidakamanan dan ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam rumah
tangga tersebut. Hal ini menjadi penting, oleh karena perkembangan dewasa ini menunjukkan
bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelataran rumah tangga pada
kenyataannya sering terjadi dan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga
kebanyakan adalah perempuan. Posisi perempuan sesungguhnya bukanlah posisi sub-ordinasi
dan kaum laki-laki tidak mengalahkan dan dikalahkan satu sama lainnya, karena
pertanggungjawaban secara hukum perempuan tidak jauh berbeda dengan laki-laki, dimana
jika terbukti atas pelanggaran, maka konsekuensinya dan sanksi harus pada perinsip persamaan
dan keadilan.

Realitas sosial memaparkan bahwa meski secara idealis perempuan haruslah terjaga
kehormatannya dan dihargai, namun kenyataannya perinsip kesamaan dan keadilan prinsip itu
masih terabaikan. Lebih jauh lagi terabaikannya banyak pemenuhan haknya ternyata
perempuan juga menjadi korban kesewenang-wenangan yang termanifestasi dalam bentuk
kekerasan. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum , namun kadang-kadang problem
yang dihadapi manusia sangat banyak dan menjadikan manusia sebagai mahluk yang
kehilangan arah dan tidak jarang menimbulkan masalah yang bertentangan Hukum dan
melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Secara empiris, Kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT) sudah lama berlangsung dalam
masyarakat hanya kuintas belum diketahui jumlahnya, kekerasan suami terhadap istri atau
suami terhadap pembantu Rumah tangga perempuan,bentuk kekerasan Pun beragam mulai dari
penganiayan,Pemerkosaan yang spesifik atau khusus, Terletak antara pelaku dan koban, yaitu

7
hubungan keluarga atau hubungan antara pekerjaan ( majikan dan pembantu rumah tangga)
yang ada dalam lingkup rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga KDRT) dengan alasan
apapun dari waktu ke waktu akan berdampak terhadap keutuhan keluarga, yang pada akhirnya
dapat membuat keluarga berantakan. Jika kondisinya demikian, maka paling banyak
mengalami kerugian adalah anak-anaknya, terlebih lagi bagi masa depannya. Karena itulah
perlu terus diupayakan mencari jalan terbaik untuk menyelamatkan institusi keluarga dengan
tetap memberikan perempuan perhatian yang memadai untuk menyelamatkan terutama
anggota keluarga,dan masyarakat pada umumnya.

Sebuah data faktual yang menyatakan adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap
perempuan yang terjadi di Kabupaten Takalar. Seorang perempuan telah dianiaya oleh
suaminya sehingga perempuan yang bernama daeng tenne mengalami luka Lebam dibagian
mata sebelah kiri hingga Nyaris buta. (Teribun Timur 9 mei 2014) yang melaporkan kisah
kekerasan dalam rumah.

B. Makna Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: perihal yang Bersifat, berciri
keras, perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang Menyebabkan cidera atau matinya
orang lain atau menyebabkan ke-Rusakan fisik atau barang orang lain serta paksaan.4
Sedangkan dalam Kamus Oxford kata kekerasan dipahami tidak hanya berkaitan dengan peng-
Gunaan fisik saja tetapi juga terkait dengan tekanan emosional dan psikis.5Melihat penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa kekerasan di sini Tidak hanya menggunakan fisik tetapi juga
kekerasan dengan verbal. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
ten-Tang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, bahwa kekerasan Dalam rumah
tangga (domestic violence) adalah setiap perbuatan terhadap Seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan Atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, Atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup Rumah
tangga.

Selain kekerasan fisik, dalam Undang-Undang Penghapusan Ke-Kerasan dalam Rumah


Tangga disebut juga kekerasan psikis sebagaimana Dapat dilihat pada Pasal 7 Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang berbunyi “Perbuatan yang mengakibatkan

8
ketakutan, Hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa Tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang”.

Menurut Mansur Faqih, kata “kekerasan” yang digunakan sebagai Padanan dari kata
“violence” dalam bahasa Inggris, diartikan sebagai suatu Serangan atau invasi (assault)
terhadap fisik maupun integritas mental Psikologis seseorang, inilah yang membedakandengan
yang dipahami Dalam bahasa Indonesia, dimana kekerasan hanya menyangkut serangan Fisik
belaka. Pandangan Mansur Faqih itu menunjukkan pengertian ke-Kerasan pada objek fisik
maupun psikologis. tangga yang dilakukan oleh suaminya sendiri.Tingginya kasus kekerasan
dalam rumah tangga karena masih lemahnya posisi perempuan dan juga taraf pendidikannya
yang masih rendah. Korban dari kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dalam kalangan
perempuan saja tetapi juga dialami oleh anak-anak.

Faktor penyebabnya karena ekonomi dan kurangnya kesadaran hukum sedangkan faktor
lainnya adalah budaya patriaki dimana sebagian masyarakat menganggap laki-laki lebih tinggi
derjatnya dibanding perempuan. Kementerian Hukum dan HAM terus berupaya menekan
bahkan menghapus tingkat kekerasan dalam rumah tangga dikalangan masyarakat melalui
sosialisasi itu, diharapkan pemahaman hukum dalam arti seluas-luasnya. Dengan adanya
sosialisasi diharapkan pemahaman hukum masyarakat lebih baik dan kekerasan dalam rumah
tangga secara perlahan bisa berkurang. Ternyata upaya penanggulangan kekerasan dalam
rumah tangga mendapatkan berbagai macam kendala .Sejumlah kendala yang umumnya
dihadapi adalah pertama kuatnya kultur budaya gender dan patriaki, kedua relasi dan kuasa
yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan dan kurangnya kesadaran dan pemahaman
korban untuk melapor ke aparat.

Menurut Nunuk.P.Murniati (2004:222) Kekerasan adalah: Perilaku atau perbuatan Yang


terjadi dalam relasi antara manusia,baik Individu atau kelompok ,yang dirasa oleh Salah satu
pihak sebagai situasi yang Membebani, membuat berat, tidak menyenangkan dan tidak bebas.6
Menurut Martin R.dan lewis Yablonsky (Ninik Widianti 1987:90-91) Mengemukakan ada

6
Nunuk.P.Murniati

9
empat kategori yang Mencakup pola-pola kekerasan yaitu :Kekerasan legal yaitu kekerasan
yang Didukung oleh hukum misalnya tentara Yang melakukan tugas dalam perang.7
a. Kekerasan yang secara sosial Memperoleh sanksi, misalnya tindakan
Kekerasan suamitentang perzinahan,akan Mendapat hukuman sosial.
b. Kekerasan Rasional beberapa kekersan Tidak legal akan tetapi tidak ada
sanksi Sosialadalah kejahatan yang dipandang Rasional dalam konteks
kejahatan Misalnya pembunuhan dalam rangka Kejahatan terorisme.
c. Kekerasan yang tidak beralasan dapat Digolongkan kedalam apa yang
Dinamakan RewViolence yang Merupakan ekspresi langsung dari Gangguan
psikis seseorang dalam saat Tertentu kehidupannya. Kekerasan adalah salah
satu problem Yang senantiasa muncul ditengah tengah Masyarakat,masalah
tersebut berkembang dan Membawa akibat tersendiri sepanjang masa Sesuai
kelompok masyarakat terbentuk.
Pengertian melakukan kekerasan adalah membuat orang lai pingsan atau tidak berdaya
atau lemah. Pinsang artinya tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya sehingga tidak ingat
atau tidak sadar akan dirinya sehingga tidak ingat lagi,tidak berdaya artinya tidak
mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan
perlawanan sama sedikit pun,mengikat pada tangan dan kaki mengurung dalam kamar dan
menyuntik sehingga orang itu menjadi lumpuh.

Menurut Nunuk Prasetyo (1998:24) Kekerasan yang bertentangan dengan hukum


adalah kekerasan yang dipergunakan sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan terjadinya
kerusakan fisik maupun psikis.Dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana (KUHP)
pengertian kekerasan tidak secara jelas,namun sebagai pegangan dalam Pasal 89 KUHP
disebutkan apa yang dimaksud dengan melakukan kekerasan membuat orang menjadi
pinsang atau tidak berdaya.8

Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 89 KUHP. Menurut Soesilo (1998:98)


memberikan penjelasan: melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau
kekuatan jasmani yang kecil secara tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau segala

7
Martin R.dan lewis Yablonsky
8
Nunuk Prasetyo (1998:24)

10
macam senjata,menyepak, menendang dan sebagainya. Yang dipersamakan dengan
melakukan kekerasan dengan pasal ini membuat orang artinya tidak menyatakan sadar
akan dirinya, umpamanya memberikan minuman racun kecubung atau lain-lain sehingga
orang tidak mengetahui apa terjadi atas dirinya, tidak berdaya artinya tidak mempunyai
kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan
sedikitpun,misalnya mengikat dengan tali kaki atau tangannya,mengurung dalam
kamar,memberi suntikan sehingga orang menjadi lumpuh.orang yang tidak berdaya itu
masih dapat mengetahui atas dirinya. Perlu dicatat disini bahwa mengancaqm orang akan
membuat pingsan atau tidak berdaya tidak dapat dipersamakan dengan mengancam dengan
kekerasan, sebab pasal ini hanya mengatakan tentang kekerasan atau ancaman kekerasan.

Selain itu adapun penjelasan mengenai teori-teori di atas yang mengatakan bahwa
orang cenderung bertindak dengan kekerasan adalah sebuah masalah psikolog. Ia tidak
mampu membawa diri secaranormal, mengelola konflik-konfliknya secara biasa ia sakit,
sakit jiwa, sakit hati, dan apabila dalam sebuah masyarakat instensitas kekerasan
bertambah, berarti masyarakat itu sakit (Yayah Kisbiyak dkk, 2000:8)9

Kata kekerasan mengingatkan pada Situasi kasar,menyakitkan dan menimbulkan


Dampak negatif. Namun kebanyakan orang Mengalami kekerasan sebagai suatu bentuk
Prilaku fisik yang kasar dan penuh Kekejaman, sehingga bentuk perilaku opresif
(menekan) lain yang bentuknya tidak berupa Perilku fisik,tidak termasuk bentuk
kekerasan.
• Definisi Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga

Definisi kekerasan cakupannya sangat Luas,berbeda dengan KUHP yang hanya


Meliputi kekerasan fisik saja. Memang dalam Definisi yang luas itu kekerasan bukan hanya
Memukul, melukai, menganiaya sampai Melukai sampai membunuh tetapi lebih luas Dari
pada itu. Kekerasanpun sering terjadi Dalam rumah tangga,sehingga pemerintah
Mengaturnya dalam suatu perundang-Undangan yakni undang-undang no 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ,yang merupakan jaminan Oleh
negara untuk mencegah terjadinya Kekerasan dalam rumah tangga.menindak Pelaku

9
Yayah Kisbiyak dkk

11
kekerasan dalam rumah tangga dan Melindungi korban kekerasan dalam rumah Jadi
berdasarkan pengertian kekerasan Dapat dikatakan bahwa kekerasan adalah Bentuk tindak
kejahatan,yang para pelakunya Selalu mempergunakan secara fisik untuk Mencapai
tujuannya secara tidak sah atau Bertentangan dengan hukum yang berlaku.Tangga. Elli
Nurhayati 2000:25).10
• Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Dalam Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga,istilah tindak pidana


Juga dipergunakan juga untuk menyebut Perbuatan yang melanggar larangan undang-
Undang tersebut,walaupun dalam ttataran Empirik istilah tindak pidana kekerasan dalam
Rumah tangga kurang dikenal karenna istilah Yang memasyarakat untuk menyebut
haltersebut adalahKekerasan dalalm Rumah Tangga (KDRT) hal ini terutama karena judul
Undang-undang Penghapus Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga tidak mencantumkan
Frasa “tindak Pidana” di depan “Kekerasan Dalam Rumah Tangga” , jadi terlihat undang-
Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga penekanannya pada Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga secara umum” bukan semata-mata Penghapusan pada
“Tindak Pidana KDRTnya”.

Indonesia sebagai negara hukum Mempunyai kewajiban untuk menegakkan Keadilan dan
mencegah terjadinya kejahatan Di masyarakat termasuk kekerasan terhadap Perempuan
khususnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang bersifat Tertutup. Sifat
ketertutupan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini yang Merupakan banyak
kasus yang tidak pernah Terungkap di dalam masyarakat. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) kerap Dianggap wajar oleh masyarakat, pandangan Ini disebabkan oleh
kebudayaan atau sistem Partiarkhi yang telah mengakar di masyarakat, Di mana laki-laki
sejak lahir telah di tanamkan Pemikiran bahwa mereka berkuasa atas istri-Istri mereka
karena kekuasaan yang mereka Miliki tidak mempunyai batasan dalam Lingkup rumah
tangga. Kekuasaan dalam Rumah tangga yang didapat kaum laki-laki Menjadikan
perempuan sebagai pelampiasan Kekuasaan mereka. Kekuasaan atau violence Dalam

10
Elli Nurhayati

12
pengertian umum adalah tindakan Agresi dan pelanggaran yang menyebabkan Penderitaan
atau menyakiti orang lain, Binatang dan harta benda

Menurut Ma’udi (zohra Andi Baso, 2002:5) kekerasan terhadap perempuan adalah Suatu
bentuk kekerasan gender atau suatu Konsekuensi dari adanya relasi yang timpang Antara
perempuan dengan laki-laki sebagai Bentuk dari norma-norma sosial. Dalam Prespektif
gender, kondisi ini dikaitkan Dengan adanya kultur patriarki yang sejak Awal sejarah
membentuk peradaban manusia Yaitu suatu kultur yang menganggap bahwa Laki-laki
adalah superior terhadap perempuan Dalam kehidupan pribadi, keluarga, Masyarakat dan
kehidupan bernegara.11

Menurut Arif Gosita (1993:296) bahwa, Yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga adalah berbagai macam Tindakan yang menimbulkan penderitaan Mental,fisik,dan
sosial para anggota keluarga Oleh sesama anggota keluarga (anak Menantu,ibu/istri,dan
ayah/suami).12

Apabila pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan korban tersebut
Dihubungkan dengan ketentuan Pasal 5 UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, maka kekerasan dalam rumah tangga Terwujud dalam empat jenis yakni :
i. Kekerasan fisik
ii. Kekerasan psikis
iii. Kekerasan seksual
iv. Pelantaran rumah tangga.

• Kekerasan fisik

Jenis Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang pertama melakukan Kekerasan
fisik yang diartikan sebagai Perbuatan yang mengakibatkan rasa Sakit,jatuh sakit,atau luka
berat (Pasal 6 PKDRT). Pengertian ini serupa tapi tidak Sama dengan pengertian
penganiayaan yang Tercantum dalam Pasal 351 KUHP.Perbedaannya nyata karena
kekerasan fisik Diberikan penafsiran otentik dalam Pasal 6 UU KDRT, sedangkan dalam
Pasal 351 KUHP tidak dijelaskan pengertian dari Penganiayaan tetapi hanya disebut

11
Ma’udi (zohra Andi Baso, 2002:5)
12
Arif Gosita (1993:296)

13
klasfikasi Deliknya yakni penganiayaan.Pengertian dasar dan kekerasan fisik Akibat
penganiayaan adalah bila alah Perempuan.Perlukaan itu dapat diakibatkan Oleh suatu
episode kekerasan yang tunggal Atau berulang-ulang dari ringan hingga yang Fatal.
Menurut Sitti Hawa Hanafic (1999:4) Dijelaskan sebagai berikut, Hukum fisik yang Paling
berat dilupakan adalah dalam bentuk Penganiyaan atau pemukulan. Pemukulan Sebagai
salah satu bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga selalu diterjemahkan sebagai Bentuk
pengajaran orang tua atau suami Terhadap anak gadisnya maupun istrinya Dalam rangka
pembinaan rumah tangga.13
• Kekerasan psikis

Jenis Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang kedua adalah Kekerasan
Psikis, dimana menurut Pasal 5 huruf b UU PKDRT dilarang setiap orang melakukan
Kekerasan psikis yakni melakukan perbuatan Yang mengakibatkan ketakutan,,hilangnya
Rasa percaya diri, hilangnya kemampuan Untuk bertindak,rasa tidak berdaya, dan /atau
Penderitaan psikis berat pada seseorang(Pasal 7 UU KDRT). Jenis tindak pidana Kekerasan
Psikis, Adalah tindak pidana yang benar-benar baru Baru karena tidak ada padananya
dalam KUHP, berbeda dengan tindak pidana KDRT Dalam bentuk lainnya ada padanannya
dalam KUHP,yakni kekerasan fisik (penganiayaan),Kekerasanseksual (kesusilaan), serta
Penelantaran rumah tangga (penelantaran Orang yang perlu diberi nafkah dan
Kehidupan).Bentuk tindakan ini sulit dibatasi Pengertiannya karena sensitivitas emosi
Seseorang sangat bervariasi.Dalam suatu Rumah tangga hal ini tidak diberikan kasih
Sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan Emosinya. Hal ini penting untuk
Perkembangan jiwa seseorang. Identifikasi Akibat yang timbul pada kekerasan psikis sulit
Diukur dan pada kekerasan fisik.
• Kekerasan Seksual

Jenis Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ketiga adalah Kekerasan
Seksual dimana menurut Pasal 5 huruf c UU KDRT dilarang setiap orang melakukan
Kekerasan seksual yakni meliputi

13
Sitti Hawa Hanafic (1999:4)

14
1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap
Dalamlingkup rumah tangga tersebut.
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap Salah seorang dalam lingkup rumah
Tangganya dengan orang lain untuk Tujuan komersial dan /atau tujuan
Tertentu.(Pasal 8).
Kekerasan seksual adalah setiap Penyerangan yang bersifat seksual terhadap
Perempuan,baik telah tejadi persetubuhan ataupun tidak,dan tanpa memperdulikan
Hubungan antara pelaku dengan korban. Dalam KUHP dikenal beberapa pasal yang
Mengatur kejahatan seksual. Pada dasarnya Kejahatan seksual (susila) dalam KUHP
Adalah setiap aktivitas seksual yang dilakukan Oleh orang lain terhadap seorang
perempuan Tanpa persetujuannya. Kejahatan yang sejenis dengan kekerasan seksualadalah
perkosaan Dalam KUHP. Di mana kekerasan atau Ancaman kekerasan memaksa
sedangkan Dalam UU KDRT hanya pemaksaan dan Memaksa saja. Dengan demikian
memaksa Menurut UU PKDRT terwujud dalam bentuk:
a. Pemaksaan hubungan seksual,diartikan Memaksa baik dengan cara
kekerasanMaupun ancaman kekerasan untuk Melakukan hubungan seksual.
b. Pemaksaan hubungan seksual dengan Cara tidak wajar dan/atau tidak
Disukai.Pemaksaan disini adalah bukan Saja untuk melakukan hubungan
seksual Tetapi lebih dari itu yakni melakukkan Hubungan seksual dengan
cara tidak Wajar
/tidak disukai.

• Kekerasan Ekonomi / Penelantaran Rumah Tangga.

Jenis tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ke empat adalah Kekerasan
ekonomi /penelantaran rumah Tangga, di mana menurut Pasal 5 huref d UU PKDRT
dilarang setiap orang melakukan Penelantaran rumah tangga, yakni sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 UU PKDRT. Bahwa :
a. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya,padahal menuruthukum yang berlaku baginya atau karena
inpersetujuan atau perjanjian wajib memberikan kehidupan
perawatan,ataupemeliharaan kepada orang tersebut.

15
b. Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat 1 juga berlaku bagi setiap
seorangyang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang lajak didalam atau
di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang
tersebut.
Pola penyelesaian kdrt melaui sarana penal dalam menanggulangi kejahatan criminal
policy) dapatlah diguakan sarana penal (hukum pidana) dan non penal (bukan hukum
pidana). Untuk itu sebelum mempergunakan penal, maka terlebih dahulu harus dikaji
mengenai masalah/tindakan yang dilaukan itu memenuhi kualifikasi: perbuatan apa yang
seharusnya dijadikan tidak pidana, dan penganalisaan terhadap dua masalah sentral ini,
menurut barda nawawi arief, tidak dapat dilepaskan dari konsep bahwa kebijakan kriminal
merupakan baian integral dari kebijakan sosial. Ini berarti pemecahan masalah-masalah
tersebut diatas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan
sosial yang telah ditetapkan. Dengan demikian kebijakan hukum pidana, termasuk pula
kebijakan dalam menangani dua masalah sentral diatas, harus pula dilakukan dengan
pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach).14

Kebijakan kriminalisasi diartikan sebagai proses untuk menjadikan suatu perbuatan


menjadi tindak pidana atau dapat pula diartikan sebagai suatau kebijakan untuk
menggunakan hukum pidana sebagai sarana untuk menanggulangi tindak pidana.

J. Andenaes15, “Apabila orang mendasarkan hukum pidana pada konsepsi perlindungan


masyarakat(sosial defence), maka tugas selanjutnya adalah mengembangkannya serasional
mungkin. Hasil-hasil maksimum harus dicapai dengan biaya yang minimum bagi
masyarakat dan minimum penderitaan bagi individu. Dalam tugas demikian, orang harus
mengandalkan pada hasil-hasil penelitian ilmiah mengenai sebab-sebab kejahatan dan
efektivitas dari bermacam-macam sanksi. Ted Honderich16, berpendapat bahwa suatu
pidana dapat disebut sebagai alat pencegah yang ekonomis (economical deterrents) apabila
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
• Pidana itu sungguh-sungguh mencegah;

14
Barda Nawawi Arief
15
J. Andenaes
16
Ted Honderich

16
• Pidana itu tidak menyebabkan timbulnya keadaan yang lebih berbahaya atau
merugikan dari pada yang akan terjadi apabila pidana itu tidak dikenakan;
• Tidak ada pidana lain yang dapat mencegah secara efektif dengan bahaya
atau kerugian yang lebih kecil.
Ditegaskan bahwa sanksi pidana harus sepadan dengan kebutuhan untuk melindungi dan
mempertahankan kepentingan-kepentingan ini. Pidana hanya dibenarkan apabila ada suatu
kebutuhan yang berguna bagi mayarakat, suatu pidana yang tidak diperlukan atau tidak
dibutuhkan tidak dapat dibenarkan dan berbahaya bagi masyarakat. Selain itu batas-batas
sansi pidana ditetapkan pula berdasar kepentingan-kepentingan ini dan nilai-nilai yang
mewujudkannya.

Berdasarkan pandangan yang demikian, maka disiplin hukum pidana bukan hanya
pragmatis tetapi juga suatu disiplin yang berdasar dan berorientasi pada nilai (not only
pragmatic but also value-based and valueoriented). Mengingat keterbatasan dan kelemahan
hukum pidana , maka dilihat dari sudut kebijakan, penggunaan atau intervensi “penal”
seyogianya dilakukan dengan lebih berhati-hati, cermat, hemat, selektif, dan limitatif.
Dengan kata lain sarana penal tidak selalu digunakan dalam setiap produk
legislatif.Keterbatasan hukum pidana juga dapat diihat dari berfungsinya/bekerjanya
hukum pidana. Secara fungsional, bekerjanya hukum pidana memerlukan sarana
pendukung yang lebih banyak, baik berupa perundang-undangan organiknya, instansi dan
aparat pelaksananya, sarana/prasarana maupun oprasionalisasi penegakan hukum pidana
di lapangan. Uraian diatas menyimpulkan sebab-sebab keterbatasan kemampuan hukum
pidana dalam menanggulangi kejahatan sebagai berikut:
a. Sebab-sebab kejahatan yang demikian Kompleks berada diluar jangkauan
Hukumpidana
b. Hukum pidana hanya merupakan bagian Kecil (sub-sistem) dari sarana
kontrol Sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahata sebagai
masalahKemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai
masalah sosio- Psikologis, sosio-politik, sosio-ekonomi, Sosio-kultural dan
sebagainya)

17
c. Penggunaan hukum pidana dalam Menanggulangi kejahatan hanya
Merupakan “kurieren am simptom”, oleh Karena itu hukum pidana hanya
Merupakan “pengobatan simptomatik” Dan bukan “pengobatan kausatif”;
d. Sanksi hukum pidana merupakan “remedium “ yang mengandung sifat
Kotradiktifatau paradoksal dan Mengandung unsur-unsur serta efek
Sampingnya yang negatif;
e. Sistem pemidanaan bersifat fragmentain Dan individual/personal, tidak
bersifat Strukturall/fungsional;
f. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan Sistem perumusan sanksi pidana yang
Bersifatkaku dan imperatif;
g. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana Memerlukan sarana pendukung
yang Lebih bervariasi dan lebih menuntut “biaya tinggi”
Dengan demikian yang dinamakan Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap Perbuatan
berupa melakukakan kekerasan Fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau
Penelantaran rumah tangga yang dilakukan Oleh, dalam terhadap orang dalam lingkup
Rumah tangga. Dalam satu kasus kekerasan Yang terjadi dilingkup rumah tangga yang
Dialami perempuan sebagai istri sering Dijumpai tidak hanya satu bentuk kekerasan Yang
dialami bahkan banyak penelitian yang Telah dilakukan oleh para pemerhati Perempuan
yang menemukakan korban yang Mengalami semua bentuk kekerasan selama
Pernikahan.Keadaan ini mendorong banyak Perempuan berjuang untuk membela hak-hak
Mereka selama pernikahan. Mereka ini Semakin berani membuat keputusan untuk Bercerai
denga suami mereka jika terjadi Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Perempuan
korban KDRT senantiasa Bertumpu pada Penggadilan Agama untuk Melepaskan diri dari
jeratan kekerasan yang Menimpanya.

Penyelesaian kasus kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) sebenarnya dapat Ditempuh
dengan jalur Pengadilan dan luar Pengadilan. Penyelesaian yang ditempuh oleh para pihak
akan berpengaruh kepada keutuhan Rumah tangga. Setiap penyelesaian yang ditempuh
mempunyai kelemahan danKelebihan. Dalam penyelesaian kasus di dalam Pengadilan baik
menggunakan proses pidana maupun persidangan perceraian mempunyai Kelebihan
adanya kepastian hukum bagi para Pihak akan tetapi disini keutuhan rumah Tangga rentan
dipertahankan.

18
• Pengertian Perempuan

Perempuan adalah sosok yang kerap Kali menjadi perbincangan yang tiada Habisnya.
Sesuatu yang menyangkut Perempuan akan terus mendapat perhatian Untuk dibicarakan.
Pada satu sisi,tidak sedikit Orang yang membenci perempuan. Mereka Menganggap
perempuan sebagai “makhluk Kelas dua”. Ia tidak berhak berpendapat Bahkan mengurus
dirinya sendiri namun Semuanya diatur oleh laki-laki. Disisi lain, ada Orang yang begitu
memuja perempuan. Seakan mati tanpanya dan segala yang Dilakukan hanya untuk
perempuan.Satu hal yang perlu direnungi bersama Adalah baik kelompok yang memuja
maupun Yang membencinya terkadang melakukan Tindakan eksploitasi atau dimuliakan.
Oleh Karena itu, setiap muslim perlu mengetahui Bagaiaman islam memperlakukan
Perempuan. Berdasarkan lembaran sejarah, kita Mengetahui bagaimana di dalam islam
Perempuan dapat memiliki dirinya sendiri dan Menyadari keberadaannya, tidak hanya
Sebagai saudara dari laki-laki, namun yang Terpenting adalah sebagai hamba dan khalifah
Allah SWT di muka bumi ini.

Dalam agama, perempuan bukanlah Musuh atau lawan kaum laki-laki. Sebaliknya,
Perempuan adalah bagian dari laki-laki, Demikian pula laki-laki adalah bagian dari
Perempuan dan keduanya bersifat resiprokal (saling membutuhkan). Islam telah
Menjadikan perempuan sebagai satu dari dua Sisi jiwa yang menyatu (nafs al-wahidah).
Perempuan bukanlah separuh laki-laki dari Segi asal penciptanya. Allah SWT berfirman,
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari Diri
yang satu (Adam), dan (Allah) Menciptakan pasangannya (Hawa) dari Dirinya..” (Q.S.An-
Nisa [4]:1).

Dalam islam juga tidak pernah diperbolehkan adanya pengurangan hak atau pendzaliman
terhadap perempuan demi kepentingan laki-laki, karena islam adalah syariat yang
diturunkan untuk melindungi semua jenis kelamin, laki-laki maupun perempuan. Akan
tetapi, ada pemikiran keliru tentang perempuan yang menyelusup kedalam benak-benak
“sekelompok umat islam”, sehingga mereka memiliki presepsi dan stigma negatif terhadap
perempuan. Sitgma negatif itu muncul karena adanya penafsiran Mereka terhadap adanya
pokok ajaran dalam Islam, Al-Qur’an dan Hadist. Bahkan islam Selalu membela kaum
perempuan. Coba kita Perhatikan Hadist Rasulullah SAW berikut ini

19
“Ingatlah aku berpesan kepada kaliam agar Berbuat baik kepada perempuan. Karena
Mereka sering menjadi sasaran pelecehan Diantara kalian. Padahal, sedikit pun kalian
Tidak berhak memperlakukan mereka, Kecuali untuk kebaikan itu.” (HR. At-Tirmidzi).

“Perempuan adalah tiang negara, jika baik Perempuannya baik pula negara itu tetapi Jika
rusak perempuannya maka rusak pula Negara itu.” (HR.Ahmad)

“Wahai keturunan Adam, mulailah Memuliakan perempuan, baik itu ibu, istri Saudara
perempuan, maupun anak Perempuan kalian. Karena demikian itu Allah menjanjikan
surga.” (HR.Thabrani).

“Surga itu di bawah telap kaki ibu (perempuan).” (HR. Muslim).

“Perempuan apabila shalat lima waktu, Puasa Bulan Ramadhan, memelihara


Kehormatannya, serta taat kepada Suaminya, masuklah dia dari pintu surga Mana saja yang
dia kehendaki.”: HR.Ibnu Hibban).

“Apabila seorang perempuan mengandung Janin dalam rahimnya, maka beristigfarlah Para
malaikat untuknya. Allah SWT Mencatatkan baginya setiap hari dengan 1000 kebaikan dan
menghapuskan darinya 1000 kejahatan.” (HR.Muslim)

“Apabila seorang perempuan melahirkan Anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti
Keadaan ibunya melahirkannya. Apabila Telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi Ibu itu
setiap satu tegukan dari susunya Diberi satu kebijakan.” (HR.Ahmad).

“Kami hanya menyuruh untuk tidak Berhubungan badan dengan istri-istri kalian Yang
sedang haid. Kami tidak menyuruh Kamu sekalian untuk mengeluarkan mereka
(perempuan) dari rumah seperti yang Dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah Dulu.”
(HR.Ibnu Majah).

Dengan membaca hadist-hadist tersebut Kita dapat menarik kesimpulan bahwa Islam
Adalah agama yang sangat memuliakan dan Mengistimewakan kaum perempuan. Dan
Islam, dengan tegas tidak mentolerir
• Jenis Kekerasan

20
Memahami kekerasan tidak cukup Dengan memahami defenisinya saja adalah hal Yang
penting untuk juga memahami apa saja Yang dikategorikan sebagai tindak kekerasan.
Berdasarkan hal ini, Galtung (2003) mencoba Menjawab dengan membagi tipologi
Kekerasan menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Kekerasan Langsung. Kekerasan lansung
Disebut juga sebagai sebuah peristiwa (event) dari terjadinya kekerasan. Kekerasan
langsung terwujud dalam Perilaku misalnya: pembunuhan, Permukulan, intimidasi,
penyiksaan. Kekerasan langsung merupakan Tanggungjawab individu yang
melakukan Tindakan kekerasan akan mendapat. Hukuman menurut ketentuan
hukum Pidana.
b. Kekerasan Struktural kekerasan yang
Melembaga), disebut juga sebuah proses Dan terjadi kekerasan. Kekerasan
Struktural terwujud dalam konteks,sistem Dan struktural misalnya diskriminasi
Dalam bentuk tanggungjawab Negara,dimana tanggungjawab adalah
Mengemplementasikan ketentuan Konvensi melalui upaya merumuskan
Kebijakan, melakukan tindakan Pengurusan administrasi, melakukan Pengaturan,
melakukan pengelolaan dan Melakukan pengawasan. Muaranya ada Pada hukum
pidana yang berlaku.
c. Kekerasan Kultural. Kekerasan kultural
Merupakan suatu bentuk kekerasan Permanen. Terwujud dalam Sikap,perasaan
nialai-nilai yang dianut Dalam masyarakat, misalnya kebencian,Ketakutan,
resisme, ketedaktoleranan,Aspek-aspek budaya, ranah simbolik yang Ditunjukkan
oleh agama dan idiologi,Bahasa dan seni serta ilmu pengetahuan.

Islamlah yang membebaskan Perempuan dari anggapan buruk dan terhina Karena memiliki
anak perempuan pada masa Jahiliyah. Kisah Umar Bin Khattab Menjelaskan bagaimana
budaya Arab Jahiliyah terhadap perempuan, dimana mereka Rela menguburkan anak
perempuannya agar Tidak mendapat malu. Pada saat itu, Perempuan menjadi harta warisan
bila Ayahnya wafat. Islam pulalah yang Mengajarkan kedua orang tua untuk merawat Dan
mendidik anak perempuannya bila Keduanya ingin masuk surga.

21
Bentuk kekerasan terhadap perempuan itu beragam. Mulai dari ke-Kerasan fisik,
psikologis, ekonomi, sampai kekerasan seksual. Jelasnya ke-Kerasan terhadap perempuan
(istri) sebagaimana yang tertuang dalam Rumusan Deklarasi PBB, yaitu tentang Deklarasi
Penghapusan Tindak Kekerasan terhadap Perempuan adalah segala tindakan berdasarkan
per-Bedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin kesengsaraan atau Penderitaan
perempuan secara fisik, seksual atau psikologis termasuk Ancaman tindakan, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara Sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum
atau dalam kehidupan Pribadi/keluarga.

Setiap pasangan suami istri tentunya Berharap untuk memiliki kehidupan keluarga Yang
penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Setiap keluarga pada awalnya selalu Mendambakan
kehidupan rumah tangga yang Aman, nyaman, dan membahagiakan (Rochmat 2006).
Namun tidak bisa dipungkiri kehidupan Berkeluarga memang tidak hanya tentang kasih
Sayang dan kebahagian. Sepasang suami istri Bahkan sebuah keluarga juga dapat
Menghadirkan konflik yang pelik akibat Kesalah pahaman atau ketidak sesuai antara Satu
sama lain diantara anggota keluarga. Konflik yang tidak kian usai dapat Menimbulkan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Perilaku kekerasan merupakan respons Terhadap stresor yang dihadapi seseorang yang
Ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan Kekerasan, baik pada diri sendiri, orang
lain Secara fisik maupun psikologis (Berkowits 2000 in Yosep 2011)17. Perilaku kekerasan
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang Melakukan tindakan yang dapat
Membahayakan secara fisik, baik pada dirinya Sendiri maupun orang lain, disertai dengan
Amuk dan aduh, gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati and Hartono 2011)18. Perilaku
Kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien Mengalami perilaku yang dapat
Membahayakan diri sendiri, lingkungan Termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis
and Maramis 2009)19. Perilaku Kekerasan atau suatu tindak kekerasan Merupakan
ungkapan perasaan dengan Melakukan tindakan yang keliru karena Hilangnya kontrol diri

17
Berkowits 2000 in Yosep 2011
18
Kusumawati and Hartono 2011
19
Maramis and Maramis 2009

22
akibat adanya stresor Yang menjadi permasalahan secara fisik Maupun psikologis yang
mengakibatkan Bahaya terhadap diri sendiri, individu lain Maupun lingkungan

Persentase kasus kekerasan yang Terdaftar dalam Simfoni Kementerian Perlindungan


Perempuan dan Anak Menyatakan bahwa hingga pada tahun 2021 Terdapat 20,4% kasus
kekerasan terjadi pada Laki-laki dan 79,6% kasus kekerasan terjadi Pada perempuan.
(Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak 2020). Kekerasan Terhadap perempuan
di ranah personal terjadi Dalam berbagai jenis, seperti kekerasan Terhadap istri (KTI),
kekerasan dalam pacarana (KdP), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan
yang dilakukan oleh mantan suami (KMS) dan kekerasan mantan pacar (KMP), kekerasan
yang terjadi pada pekerja rumah tangga, dan ranah personal lainnya (Komnas Perempuan
2021).

Kekerasan memang tidak memandang gender, namun terlihat sangat jelas dari data yang
disajikan di atas bahwa kekerasan terhadap perempuan sangatlah mengkhawatirkan. Selain
itu, Kemen PPA juga menyajikan data bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
merupakan kekerasan dengan tingkat paling tinggi saat ini (Kementrian Perlindungan
Perempuan dan Anak 2020). Bentuk KDRT tidak hanya kekerasan secara fisik, namun
masih ada bentuk lainnya dan lebih kompleks. Sehingga sangat dibutuhkan Undang-
Undang yang dapat melindungi korban KDRT, khususnya terhadap perempuan yang lebih
sering menjadi korban KDRT. Tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 tahun
2004 Tentang PKDRT mengenai setiap kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan
seksual atau penelantaran rumah tangga. Undang-Undang tersebut bertujuan untuk
memberikan perlindungan, penanganan secara khusus, pendampingan oleh pekerja sosial,
dan pelayanan bimbingan kerohanian terhadap korban KDRT.

Martin R. Haskell dan Lewis Yabslonswky sebagaimana dikutip oleh W. Kusumah


membagi kekerasan dalam empat kategori yang mencakup hampir semua pola-pola
kekerasan, yaitu20:

20
W. Kusumah

23
1. Kekerasan legal, kekerasan ini dapat berupa kekerasan yang didukung Oleh
hukum,misalnya kekerasan yang dibenarkan secara legal seperti Tentara
yang melakukan tugas dalam peperangan.
2. Kekerasan yang secara sosial memperoleh sangsi. Suatu faktor penting Dalam
menganalisa kekerasan adalah tingkat dukungan sangsi sosial Terhadapnya,
misal tindakan kekerasan oleh masyarakat atas penzina Akan memperoleh
dukungan sosial.
3. Kekerasan rasional. Beberapa tindakan kekerasan yang tidak legal akan Tetapi
tidakada sangsi sosialnya adalah kejahatan yang dipandang Rasional dalam
konteks kejahatan, misalnya pembunuhan dalam Kerangka suatu kejahatan
terorganisasi.
4. Kekerasan yang tidak berperasaan, “Irrational Violence” yang terjadi Tanpa
adanyaprovokasi terlebih dahulu, tanpa memperlihatkan moti-Vasi
tertentu dan padaumumnya korban tidak dikenal oleh pelakunya. Dapat
digolongkan ke dalamnya apa yang dinamakan “Raw Violence” Yang
merupakan ekspresi langsung dari gangguan psikis seseorang Dalam saat
tertentu kehidupan.
Menurut Harkristuti Harkrisnowo kekerasan terhadap perempuan ada-Lah setiap kekerasan
yang diarahkan kepada perempuan hanya karena Mereka perempuan. Pengertian yang
diberikan oleh Harkristuti Harkris-Nowo, melihat apa yang terjadi pada perempuan karena
identitas kelamin Nya21. Oleh karena itu, kekerasan terhadap perempuan dapat dibagi ke
dalam Beberapa bentuk kekerasan yang meliputi:
1. Kekerasan fisik (physical abuse) seperti tamparan, menendang, pukulan,
Menjambak, meludah, menusuk, mendorong, memukul dengan Senjata.
2. Kekerasan psikis/emosional (emotional abuse) seperti rasa cemburu atau Rasa
memiliki yang berlebihan, merusak barang-barang milik pribadi Mengancam
untukbunuh diri, melakukan pengawasan dan mani-Pulasi, mengisolasi dari
kawan- kawan dan keluarganya, dicaci maki, Mengancam kehidupan
pasangannya atau melukai orang yang di-Anggap dekat atau menganiaya
binatang peliharaannya, menanamkan perasan takut melalui intimidasi,
ingkar janji, merusak hubungan orang tua anak atau saudara dan
sebagainya.

21
Harkristuti Harkrisnowo

24
3. Kekerasan ekonomi (economic abuse) seperti membuat tergantung secara
Ekonomi, melakukan control terhadap penghasilan, pembelanjaan.
4. Kekerasan seksual (sexual abuse) seperti memaksa hubungan seks, Mendesak
hubunganseks setelah melakukan penganiayaan, meng-Aniaya saat
berhubungan seks, memaksa menjadi pelacur, meng-Gunakan binatang untuk
hubungan seks dansebagainya
Soedjono Dirdjosisworo mendefinisikan kejahatan (violence) ialah suatu Istilah yang
dipergunakan bagi terjadinya cidera mental atau fisik, kejahatan kekerasan sebenarnya
merupakan bagian dari proses kekerasan yang kadang-kadang diperbolehkan, sehingga
jarang disebut sebagai kekerasan22. Sedangkan Romli Atmasasmita berpendapat,
kejahatan kekerasan harus merujuk pada tingkah laku yang pertama-tama harus
bertentangan dengan undang-undang baik berupa ancaman saja maupun sudah
Merupakan tindakan nyata dan memiliki akibat-akibat kerusakan terhadap Benda dan
fisik atau mengakibatkan kematian seseorang23.

C. Penyebab Terjadinya Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga


a. Kajian Sosial Budaya Kajian Sosial Budaya Kajian Sosial Budaya
Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi secara spontanitas,
Namun memiliki sebab-sebab tertentu yang mendorong laki-laki
berbuat Kekerasanterhadap perempuan (istri) yang secara umum
penyebab ke-Kerasan tersebut dapat diidentifikasi karena faktor
gender dan patriarki, Relasi kuasayang timpang, dan role modeling
(perilaku hasil meniru).

Gender dan patriarki akan menimbulkan relasi kuasa yang tidak setara
Karena laki-laki dianggap lebih utama dari pada perempuan berakibat pada
Kedudukan suami pun dianggap mempunyai kekuasaan untuk mengatur
Rumah tangganya termasuk istri dan anak-anaknya. Anggapan bahwa istri
milik suami dan seorang suami mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi

22
Soedjono Dirdjosisworo
23
Romli Atmasasmita

25
Dari pada anggota keluarga yang lain menjadikan laki-laki berpeluang
melakukan kekerasan.
Budaya dan posisi subordinasi perempuan merupakan awal dari Munculnya
peluang tindakan kekerasan terhadap perempuan (istri). Domi-Nasi laki-
laki selalu dipertahankan karena kepentingan-kepentingan pribadi Sehingga
rnembatasi akses perempuan dalam bidang lainnya, yang selama Ini
menjadi lahan basah bagi kaum laki-laki seperti politik, ekonomi, sosial
Dan lain sebagainya, semua ini dilakukan karena laki-laki berada dalam
Keenakan status quo hegemoni laki-laki yang bagi mereka bisa berbuat apa
Saja terhadap perempuan.

Maggi Humm lebih tegas lagi mengatakan bahwa kekerasan terhadap


Perempuan terutama digunakan untuk mengontrol seksualitas perempuan
Dan peran reproduksi mereka, misalnya dalam ritual hubungan sosial, laki-
Laki sebagai pihak yang membutuhkan sementara perempuan sebagai
obyek yang harus menerima apa kemauan laki-laki tanpa memperhatikan
kondisi Istri, ketika suami menginginkan dan ini tidak bisa terjadi
sebaliknya24.

Banyak hal yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya


Kekerasan kepada perempuan/istri. Di antara sebab-sebab utamanya adalah
Masih timpangnya relasi antara laki-laki dan perempuan yang masih
Menganggap kaum laki-laki lebih dari kaum perempuan dalam segala hal,
Sehingga dengan demikian istri/perempuan hanya bertugas dalam urusan
Rumah tangga. Ketergantungan ekonomi istri terhadap suami juga sebagai
Salah satu pemicu timbulnya kekerasan tersebut. Sehingga suami me-
Lakukan kekerasan itu dengan maksud agar istri tidak lagi menolak ke-
Hendak suami, juga untuk menunjukan maskulinitas.

24
Maggi Humm

26
Pandangan serupa dikemukakan oleh William P College seperti di-Kutip
Kersti Yllo yang menegaskan bahwa penindasan tersebut juga Disebabkan
oleh pandangan subordinatif yang didukung oleh dinamika Sosial politik
yang berakar pada tataran hierarkis, submissive dan me-Ngesahkan
kekerasan sebagai mekanisme kontrol.25

Secara sosial budaya ada beberapa faktor yang menjadi penyebab Timbulnya
kekerasan dalam rumah tangga, antara lain:
a. Budaya patriarki yang mendukung laki-laki sebagai makhluk superior
Danperempuan sebagai makhluk inferior.
b. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga me-
Nempatkan laki-laki boleh menguasai perempuan.
c. Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayahnya yang suka me-
Lakukan kekerasan terhadap ibunya baik itu kekerasan fisik, psikis
Maupunseksual menjadi faktor turunan dimana anak laki-laki sejak
Kecil terbiasa melihat dan mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
d. Kondisi kehidupan suami atau keluarga yang hidup dalam kemiskinan.
e. Suami pemabuk, frustasi atau mempunyai kelainan jiwa.

Kekerasan yang sering dilakukan di dalam rumah tangga akan ber-Pengaruh pada
anak-anak karena sifat anak-anak yang suka meniru segala Sesuatu yang dilakukan
oleh orang-orang terdekatnya, dalam hal ini ayah Dan ibunya. Kekerasan yang
dilakukan oleh sang ayah dianggap sebagai Suatu kewajaran bagi anak sehingga
anak (laki-laki) yang tumbuh dalam Lingkungan yang ayahnya suka memukul
ibunya, akan cenderung meniru Pola yang sama ketika ia sudah memiliki pasangan
(istri).

Demikian juga sangat dikhawatirkan terjadi peniruan model kekerasan Kepada


anak dari cerita-cerita dan pemberitaan-pemberitaan yang penuh Dengan nuansa
kekerasan yang termuat di media massa, khususnya tayang-An televisi. Dari

25
William P College

27
informasi mengenai peristiwa-peristiwa kejahatan, apalagi Ditambah dengan
adegan kekerasan yang diperlihatkan oleh orang tuanya Yang seharusnya menjadi
tauladan, kondisi semacam ini sewaktu-waktu Dapat mendorong timbulnya crime
imitation model (peniruan model ke-Jahatan) termasuk delinquency imitation
model (peniruan model kenakalan Remaja). Apa yang mereka lihat atau dengar
semuanya tidak berlalu begitu Saja, sebagian kejadian itu tentu ada yang terekam
dengan baik dalam Ingatan, khususnya yang menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan dirinya.

b. Kajian Hukum dan Perundang Kajian Hukum dan Perundang Kajian Hukum dan
Perundang-Undangan Undangan Undangan
Pada dasarnya berbagai persoalan tersebut terjadi dikarenakan sistem Hukum yang
berlaku saat ini sama sekali tidak responsif terhadap kepentingan Perempuan.
Komponen hukum yang meliputi komponen substansial, struk-Tural dan budaya
hukum masyarakat tidak memihak kepada kepentingan Perempuan. Substansi
(materi) hukum ini misalnya, KUHP selain tidak me-Ngenai konsep “kekerasan
yang berbasis gender” juga tidak memadai lagi Untuk menampung realitas
kekerasan yang terjadi di masyarakat, demikian Juga sanksinya dinilai tidak sesuai
dengan tuntutan dan rasa keadilan Masyarakat. Atau dengan perkataan lain hukum
tidak mengakui adanya Kekerasan terhadap perempuan (pasal 285, 286, 287 dan
288 KUHP).

Penjelasan pasal 7 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak


memberikan penjelasan lebih jauh mengenai kondisi Seseorang yang mengalami kekerasan
psikis berat. Sementara itu, di dalam Usulan Perbaikan atas Rancangan Undang-Undang
Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga yang diusulkan oleh Badan Legislatif CPR tanggal
6 Mei 2003 penjelasan pasal 4 b tentang psikis berat adalah “Kondisi yang me-Nunjuk
pada terhambatnya kemampuan untuk menikmati hidup, me-Ngembangkan konsepsi
positif tentang diri dan orang lain, kegagalan men-Jalankan fungsi-fungsi manusiawi,
sampai pada dihayatinya masalah-masa-Lah psikis serius, misalnya depresi, gangguan
trauma, destruksi diri, bahkan Hilangnya kontak dengan realitas”.

28
Penjelasan ini penting karena untuk membuktikan kekerasan psikis Termasuk tidak mudah
dan tidak setiap orang dapat menilai bahwa Seseorang mengalami kekerasan psikis,
termasuk hakim. Untuk mengatasi Kesulitan pembuktian ini Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga memberikan terobosan dengan cara
mengajukan visum Psikiatrium yang dilakukan oleh mereka yang ahli di bidangnya.

Pembakuan peran Negara ini juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Perkawinan No.
1 Tahun 1974 Pasal 31 ayat 3 yang menegaskan Bahwa “suami adalah kepala keluarga dan
istri ibu rumah tangga”.20 Akibat-Nya nilai-nilai tersebut mempengaruhi akses perempuan
di semua sektor ke-Hidupan ekonomi, politik, sosial yang pada gilirannya
kekuasaan/keduduk-Annya pun menjadi tidak seimbang di hadapan suaminya maupun
masyarakat.

Sementara struktur hukum (aparat penegak hukum) kurang responsip dalam


menindaklanjuti laporan kasus kekerasan khususnya kekerasan dalam rumah tangga, baik
aparat di tingkat kepolisian, jaksa maupun hakim yang memang tidak memiliki sensitivitas
gender. Sikap aparat ini didukung oleh budaya masyarakat yang lebih menekankan pada
idiologi harmonisasi keluarga.

Menurut Musdah Mulia peluang kekerasan terhadap perempuan ini Terjadi juga karena
nilai budaya dan tafsir agama yang kemudian dibakukan Melalui hukum negara,
mendiskreditkan perempuan (istri) menjadi sub-Ordinate di hadapan laki-laki. Misalnya
surat an-Nisa: 34 yang dianggap Melegitimasi kekerasan terhadap perempuan (istri).
Terutama ketika istri dianggap tidak patuh (durhaka/nusyuz).26

Nilai-nilai tersebut akhirnya melahirkan anggapan-anggapan dalam Masyarakat bahwa


masalah rumah tangga adalah urusan pribadi, sehingga tidak seorang pun dapat
mencampurinya. Yang tidak kalah urgennya Adalah kurangnya kcsempatan hukum bagi
perempuan untuk mengadukan Urusannya di depan pengadilan, hal ini terjadi karena
ketidaktahuannya Masyarakat terhadap hukum, takut apabila berhadapan dengan aparat
Hukum seperti polisi dan adanya anggapan bahwa manakala seseorang berhubungan
dengan aparat hukum, maka harus siap menyediakan uang dengan jumlah besar.

26
Musdah Mulia

29
D. Pandangan Islam Mengenai Kekerasan terhadap Perempuan Dalam Rumah
Tangga
Sebagaimanan di jelaskan dalam ayat Al-Qur”an surah Al-Baqarah ayat 228
sebagai Berikut: Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Kenyataan yang terjadi Ternyata
ketentramaan yang didambakan tidak Ada yang terwujud karena pelanggaran hak
Asasi manusia. Tentunya dapat menimbulkan Masalah dalam kehidupan baik
dalam rumah Tangga, bertetangga, bermayarakat, berbangsa Dan bernegara.
Sehingga negara berpandangan Bahwa segala bentuk kekerasan harus diberi
Perhatian khusus guna mencapai persamaan Dan keadilan.
a. Superioritas Laki Superioritas Laki Superioritas Laki-Laki
Menurut Imam al-Qurthubi, seorang suami wajib melakukan Hubungan
sehari-hari dengan istrinya dengan cara yang terbaik demikian Pula
sebaliknya. Jadi membangun komunikasi yang baik dalam rumah Tangga
menuju keluarga sakinah dan mawaddah di samping kewajiban istri Juga
adalah kewajiban suami. Kedua belah pihak (suami maupun istri) Harus
melakukan sesuatu terhadap yang lain dengan cara yang terbaik.

Karakteristik yang menjadi dasar argumen bagi superioritas laki-laki


Bukanlah sesuatu yang tetap dan berlaku sepanjang masa, namun,
Merupakan produk dari sebuah proses sejarah, proses perkembangan yang
Terus bergerak maju dari ‫ )واة‬nomaden) menuju ‫)ة‬berkehidupan me-Netap,
modern), dari ketertutupan pada keterbukaan, kebudayaan tradisio-Nal pada
kebudayaan rasional, dan dari pemahaman tekstual pada pe-Mahaman
substansial.

Sebagaimana beberapa pendapat, ‫(ن‬qawwâmûn) secara keabsahan diartikan


sebagai pencari nafkah atau orang-Orang yang menyediakan sarana
pendukung atau sarana kehidupan, namun menurut Hassan, kenyataan al-

30
Qur’an menugaskan suami untuk Mencari nafkah tidak berarti bahwa
perempuan tidak dapat atau tidak boleh Menafkahi dirinya sendiri.27

Meskipun al-Qur’an menuntut suami untuk mencari nafkah, ia tidak


Menjadikannya sebagai seorang kepala rumah tangga. Pencitraan seperti itu
Bergantung pada definisi patriarki tradisional tentang ayah-sebagai suami
Dan suami sebagai ayah ketika berbicara tentang suami atau ayah.
Dalam tafsir Muhammad Thahire Ibn Asyur, dikemukakan bahwa tidak
digunakan oleh bahasa Arab, bahkan bahasa al-
Dalam tafsir Muhammad Thahire Ibn Asyur, dikemukakan bahwa

Kata al-rijal ‫ا‬tidak digunakan oleh bahasa Arab, bahkan bahasa al-Qur’an
dalam arti suami. Berbeda dengan al-nisa( ‫ا‬atau al-mar’( yang digunakan
untuk makna istri.28 Bahkan Syaltut di dalam M. Atho Mudzhar
melemparkan isu bahwa kesaksian perempuan sama deNgan kesaksian laki-
laki, karena baik perempuan maupun laki-laki adalah Manusia. Bagi Syaltut
hal ini berlaku juga pada kasus denda uang(di-Mana diyyat bagi seorang
perempuan adalah sama dengan ‫د‬bagi seorang Laki-laki

b. Pemukulan ( Pemukulan (Dharaba Dharaba) dan Pembangkangan


(Nusyuz)Sedangkan tema kedua, terkait dengan kata dharabu ((‫ب‬30
“(pe-Mukulan),menurut Asma Barlas, ayat ini harus dibaca “sebagai
larangan Berperilakukejam terhadap istri”.31 Al-Hibri dalam Lisa
Hajjar berpendapat Bahwa al-Qur’an menentukan terbatasnya
praktek pemukulan yang sudah Umum dilakukan dan
mentransformasikannya ke dalam tindakan simbolis:Memukul tidak
menjadi standar normatif bagi hubungan suami-isteri Namun
digunakan seminimal mungkin jika hal ini tidak dapat dihindari
Secara penuh. Dia mendukung bacaan ini dengan menggarisbawahi
per- Nyataan Nabi yang diperuntukkan kepada laki-laki: yang terbaik
di antara Kamu adalah mereka yang berlaku baik terhadap isteri
mereka.
27
Hassan

31
Sekalipun begitu, karena ada kata pemukulan dalam al-Qur’an, ahli Hukum
dan sarjana Islam bergelut dengan pertanyaan apakah hitting (memukul)
sama dengan sebuah pengakuan de jure dalam hukum syariah Ataukah
sebagai opsi de facto. Misalnya, beberapa ahli hukum mengusulkan Bahwa
laki-laki harus dilarang memukul perempuan di muka atau tidak Terlalu
keras untuk mengakibatkan rasa sakit.33 Meskipun hal ini bukanlah Satu-
satunya cara mengartikan dharaba dan sekalipun ditafsirkannya sebagai
Kebolehan untuk memukul istri, tetapi cukup beralasan bila kita mengarti-
Kannya sebagai bentuk pembatasan.

Gagasan bahwa pemukulan merupakan hak yang ada bagi laki-laki


Tentunya kontradiksi dengan cita-cita al-Qur’an tentang hubungan suami-
Isteri yang harusnya kompak dan saling mendukung. Hal ini juga ber-
Kebalikan dengan aturan al-Qur’an yang mana laki-laki dan perempuan
Boleh membubarkan pernikahan yang gagal, sehingga akan
mengesampingkan gagasan bahwa perempuan memiliki tugas dan
kewajiban untuk tun-Duk kepada kekerasan. Lebih lanjut, untuk
memperluas bahwa fungsi Syariah adalah sebagai “living law” (aturan
sehari-hari) sesuai dengan ke-Adaan yang selalu berubah-ubah (dengan
melalui ijtihad), meskipun perse-Tujuan secara eksplisit terhadap
pemukulan (tampar)36 isteri dapat dijelaskan Tidak hanya sebagai hak yang
kekal dan sempurna, namun lebih sebagai Cara terbatas untuk
mengekspresikan kemarahan dan frustrasi. Inilah yang Secara bertahap
harus dihilangkan.

Lalu bagaimana dikaitkan dengan fakta hukum Islam sendiri yang


Membolehkan seorang suami memukul istrinya yang (nusyuz) (mem-
Bangkang)? Dalam konteks nusyuz, ada beberapa hadis Nabi yang
dipahami Orang sebagai keharusan perempuan melayani keinginan seksual
suaminya Dalam kondisi apapun. Jika istri menolak akan dianggap nusyuz.

32
Namun Hak-hak tersebut dalam pengaplikasiannya seiring dengan suatu
kewajiban Yang diselaraskan dengan selera individual dengan masyarakat.
Menurut Husein Muhammad, hadis-hadis ini tidak dapat difahami apa
adanya, Senada dengan Husein, Wahbah al-Zuhaili misalnya mengatakan
bahwa Keharusan istri melayani suami itu dapat dibenarkan, kecuali dalam
ke-Adaan sedang mengerjakan kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan,
namun, Penolakan istri dapat dibenarkan apabila dia akan merasa dizalimi
oleh Suaminya

Pernyataan paling menggelisahkan perempuan tentang soal ini dike-


Mukakan oleh ahli tafsir terkemuka lainnya seperti Abu Hayyan al-
Andalusi Dalam tafsirnya al-Bahr al-Muhit. La mengatakan (dalam
menghadapi istri Yang nusyuz) suami pertama kali menasehatinya dengan
lembut, jika tidak Efektif boleh dengan kata-kata yang kasar, dan jika tidak
efektif membiar-Kannya sendiri tanpa digauli, kemudian jika tidak juga
efektif memukulnya dengan ringan atau dengan cara lain yang membuatnya
merasa tidak Berharga, dapat juga dengan cambuk atau sejenisnya yang
membuatnya jera Karena sakit asal tidak mematahkan tulang dan berdarah.
Jika cara-cara Dimaksud masih juga tidak efektif menghentikan ketidak-
taatannya, suami Boleh mengikat tangan istri dan memaksanya
berhubungan seksual, karena Itu hak suami

Al-Qur’an menggunakan prinsip kesamaan dan keserupaan karak-Teristik


manusia untuk mendefinisikan relasi suami-istri. Al-Qur’an juga me-
Mandang suami dan istri sebagai pihak yang setara; keduanya bukan saja
Memiliki karakteristik yang sama, tapi sama-sarna diwajibkan untuk men-
Cintai pada pasangannya, keduanya juga dibebani dengan standar perilaku
Etika yang sama, sekalipun mereka berada dalam kondisi penuh cobaan.

Menurut Husein Muhammad, persoalan signifikan ialah bagaimana


Mewujudkan prinsip agama dan kemanusiaan dan HAM dalam relasi ke-

33
Hidupan laki-laki dan perempuan. Khususnya term kesetaraan, kebebasan,
Saling menghargai, penegakan keadilan, kemaslahatan (kebaikan).
Memang, term-term ini memiliki arti yang relatif. Namun relativitas ini
Justru menjadi dasar bagi kita untuk bisa merumuskan secara bersama-sama
Persoalan-persoalannya secara tepat dalam konteks dan sosial kita masing-
Masing. Hal ini terlihat dengan jelas pada saat kita membaca ayat-ayat al-
Qur’an yang membicarakan relasi suami-istri atau lebih umum tentang
Hukum keluarga. Bahkan al-Qur’an hampir selalu menyebut kata-kata bi-
al Ma’ruf (QS:4;19)41; dan pergaulilah mereka (para istrimu) dengan cara
yang baik dan patut.28

Dengan demikian, hak-hak asasi manusia dalam Islam dapat diringkas


Sebagai berikut: perempuan dan laki-laki diciptakan dalam keadaan mer-
Deka dan egalitarian dalam kemuliaan dan keunggulan yang diberikan oleh
Tuhan. Oleh karenanya tidak ada diskriminasi terhadap perempuan semata-
Mata atas pertimbangan kelamin pada saat melakukan kehidupan sosial,
Kehidupan ekonomi dan kehidupan keluarga atas prinsip persamaan dan
Keadilan. Sebagai makhluk sosial, perempuan punya hak hidup merdeka
Dan memperoleh hak keamanan yang sama dengan laki-laki. Bahkan lebih
Jauh, Islam melarang berbagai bentuk penyiksaan, kekerasan dan member-
Lakukan perempuan yang tidak sesuai dengan kehormatannya. Bagai-
Manapun setiap perempuan pada dasarnya memiliki hak yang sama di
Depan syariat Islam.

E. Pengertian kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU
RI No.23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan


bahwa: “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
Terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan Secara

28
Husein Muhammad

34
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga Termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan Kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga

Selain di atas, Elli N. Hasbianto memberikan pendefinisian kekerasan dalam rumahTangga


senagai suatu bentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional/psikologis
yangMerupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan keluarga.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam rumah tanggaAdalah
kekerasan secara fisik yang dilakukan oleh seorang suami yang berakibat Kesengsaraan
dan penderitaan secara fisik, seksual, psikologis terhadap istri.

Dalam Pasal 28 G ayat 1 UUD 1945 Menentukan bahwa setiap orang berhak atas
Perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, Martabat dan harta benda yang dibawah
Kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman Dan perlindungan dari ancaman ketakutan
Untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu yang Merupakan hak asasi

Arah pembentukan UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga( UU PKDRT ) berangkat dari Asas bahwa setiap warga negara berhak
Mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala Bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah

Pancasila dan UUD 1945 Pandangan tersebut Didasarkan pada pasal 28 UUD 1945 beserta
Perubahannya. UU PKDRT merupakan Terobasan hukum yang positif dalam
Ketatanegaraan Indonesia.Dimana persoalan Pribadi telah masuk menjadi wilayah publik.
Pada masa sebelum UU PKDRT ada, kasus-Kasus KDRT sulit untuk diselesaikan secara
Hukum

Hukum Pidana Indonesia tidak Mengenal KDRT banyak kasus-kasus Pemukulan suami
terhadap istri atau orang tua Terhadap anak diselesaikan dengan Menggunakan pasal-pasal
KUHP tentang Penganiayaan, sehingga kasus yang diadukan Tidak lagi tindak lanjuti. Dan
untuk Mempertegas tentang larangan melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat
Dilihat dalam Pasal 5 UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Yaitu setiap orang dilarang Melakukan kekerasan rumah tangga terhadap
Orang dalam lingkup rumah tangganya dengan Cara;
1. Kekerasan fisik,

35
2. Kekerasan psikis ,
3. Kekerasan seksual atau
4. Penelantaran rumah Tangga

Perempuan sebagai korban kekerasan Selalu berada pada posisi yang lemah. Kerentanan
perempuan terhadap tindak Kekerasan lebih kompleks karena menyangkut Pola relasi
patriarki yang dianut dan Menyudutkan perempuan. Perempuan Diansumsikan sebagai
obyek yang patuh atas Panyaluran agresifitas. Masalah kekerasan Terhadap perempuan
adalah masalah hak asasi Manusia. Dan hak asasi manusia juga Termasuk hak asasi
perempuan. Perempuan Berhak untuk menikmati dan memperoleh hak Asasi yang sama
disegala bidang. Hak-hak
a. Kekerasan Terhadap Istri

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan khususnya terhadap


Perempuan oleh pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, terkadang
juga menjadi permasalahan yang tidak pernah diangkat ke permukaan.
Meskipun kesadaran terhadapPengalaman kekerasan terhadap wanita
berlangsung setiap saat, fenomena KDRT terhadap Perempuan diidentikkan
dengan sifat permasalahan ruang privat. Dari perspektif tersebut,Kekerasan
seperti terlihat sebagai suatu tanggung jawab pribadi dan perempuan diartikan
Sebagai orang yang bertanggung jawab baik itu untuk memperbaiki situasi yang
sebenarnya Didikte oleh norma-norma sosial atau mengembangkan metode
yang dapat diterima dari Penderitaan yang tak terlihat.

Pemahaman dasar terhadap KDRT sebagai isu pribadi telah membatasi


luasnyaSolusi hukum untuk secara aktif mengatasi masalah tersebut. Di
sebagian besar masyarakat,KDRT belum diterima sebagai suatu bentuk
kejahatan.

Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun2004


adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibatTimbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

36
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau Pe-rampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan


telahDiyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah
patriarkhi,Dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga
laki-laki dibenarkanUntuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini
menjadikan perempuanTersubordinasi. Di samping itu, terdapat interpretasi
yang keliru terhadap stereotipi jenderYang tersosialisasi amat lama dimana
perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki,Umumnya lebih kuat. Sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Sciortino dan Smyth, 1997;Suara APIK,1997,
bahwa menguasai atau memukul istri sebenarnya merupakan manifestasiDari
sifat superior laki-laki terhadap perempuan.

Kecenderungan tindak kekerasan dalam rumah tangga terjadinya karena


faktorDukungan sosial dan kultur (budaya) dimana istri di persepsikan orang
nomor dua dan bisaDiperlakukan dengan cara apa saja. Hal ini muncul karena
transformasi pengetahuan yangDiperoleh dari masa lalu, istri harus nurut kata
suami, bila istri mendebat suami, dipukul.Kultur di masyarakat suami lebih
dominan pada istri, ada tindak kekerasan dalam rumah Tangga dianggap
masalah privasi, masyarakat tidak boleh ikut

Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri


dalam Rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atauLuka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara
lain adalahMenampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak),
menendang, menyudutDengan rokok, memukul/melukai dengan senjata,
dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini Akan nampak seperti bilur-bilur,
muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional

37
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yangMengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
Bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada
seseorang.Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara
emosional adalah Penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau
merendahkan harga diri,Mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau
,menakut-nakuti sebagai sarana Memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhanBatinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak Memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal Menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib Memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari Kekerasan jenis ini
adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.

F. Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam


rumah tangga

Khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri telah diungkap dalam
suatu penelitianYang dilakukan oleh Diana Ribka, juga oleh Istiadah yang dapat
diringkaskan sebagai berikut:
a. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan
istri. Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah
terkonstruksedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur
masyarakat.Bahwa istriAdalah milik suami oleh karena harus
melaksanakan segalayang diinginkan olehYang memiliki. Hal ini
menyebabkan suami menjadimerasa berkuasa danAkhirnya bersikap
sewenang- wenang terhadapistrinya. Jika sudah demikian Halnya
maka ketimpangan hubungan

38
kekuasaan antara suami dan istri akan selalu Menjadi akar dari perilaku
keras dalam rumah tangga.
b. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri
untuk Menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita.
Bahkan, sekalipuntindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk
melaporkan Penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan
hidup dirinya dan Pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh
suami untuk bertindak Sewenang-wenang kepada istrinya.
c. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam
rumah Tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
Ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya
keinginan,Kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri
dapat memenuhi Keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini
didasari oleh anggapan Bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi Penurut. Anggapan di atas
membuktikan bahwa suami sering menggunakan Kelebihan fisiknya dalam
menyelesaikan problem rumah tangganya.
d. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam
rumah Tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan
istri. Maka di sisi
Lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan,
pergaulan, Penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih
kuliah, di lingkungan Kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka
tinggal, dapat menimbulkan Persaingan dan selanjutnya dapat
menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah Tangga. Bahwa di satu sisi
suami tidak mau kalah, sementara di sisi lain istri juga Tidak mau
terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi

39
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena
merasa Frustai tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi
tanggung jawabnya.Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang:
➢ Belum siap kawin
➢ Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
➢ Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih
menumpang pada orang tua atau mertua.
G. Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam Rumah Tangga Adalah setiap perbuatan terhadap seseorang Terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya Kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, Seksual,
psikologis, dan/ atau penelantaran Rumah tangga termasuk ancaman untuk Melakukan
perbuatan, pemaksaan, dan Perampasan kemerdekaan secara melawan Hukum dalam
lingkup rumah tangga (Pemerintah Indonesia 2004). Tingkat KDRT Yang setiap tahunnya
cenderung meningkat Menandakan bahwa korban mulai menyadari Bahwa tindak KDRT
bukanlah sesuatu yang Dapat dinormalisasi, sehingga korban memiliki Hak untuk
memperjuangkan hak hidup aman Dan lebih baik. Namun, dengan tingkat KDRT Yang
cenderung meningkat juga memberikan Tanda bahwa sangat dibutuhkannya peninjauan
Ulang terhadap perlindungan yang telah ada Dan dilakukan saat ini agar dapat lebih efisien
Dalam terhadap perlindungan korban KDRT.

Menurut Bonaparte (2012), ada Beberapa hambatan dalam penangan dan Perlindungan
korban KDRT, misalnya korban Mencabut pengaduan dengan berbagai alasan, Misalnya
demi keutuhan keluarga atau kondisi Psikologis anak, korban secara ekonomi Tergantung
pada pelaku, korban takut ancaman Dari pelaku/ suami, dan adanya campur tangan Pihak
keluarga atau alasan budaya/adat/norma Agama. Kurangnya bukti, yang disebabkan
Beberapa hal, misalnya menghindari anak Sebagai saksi, mengingat kondisi psikologis
Anak dan dampaknya; menjaga netralitas saksi Dalam lingkungan rumah tangga; korban

40
tidak Langsung melapor setelah kejadian sehingga Terjadi kesulitan ketika melakukan
visum; Penelantaran ekonomi karena pelaku tidak Mempunyai pekerjaan/ penghasilan.29

H. Dampak Psikologis Perempuan Korban KDRT

Setiap perilaku individu dapat Menghasilkan dampak bagi diri sendiri, Individu lain,
bahkan kelompok. KDRT Merupakan sebuah perilaku yang memberikan Dampak yang
sangat kompleks terhadap Perempuan korban KDRT. Seperti yang sudah Dijelaskan
dibagian sebelumnya, bahwa Terdapat beberapa bentuk kekerasan, seperti Kekerasan fisik,
seksual, psikis, dan ekonomi. Tindak kekerasan tersebut menghasilkan Dampak psikologis
terhadap perempuan korban KDRT, misalnya korban merasa cemas,Ketakutan, depresi,
selalu waspada, terus Terbayang bila melihat kasus yang mirip, sering Melamun, murung,
mudah menangis, sulit Tidur, hingga mimpi buruk. Korban kehilangan Rasa percaya diri
untuk bertindak karena Merasa tidak berdaya, kehilangan minat untuk Merawat diri
sehingga tidak teraturnya pola Hidup yang dijalani, dan kehilangan keberanian Dalam
berpendapat dan bertindak. Menurunnya Tingkat konsentrasi korban, sehingga sering
Melakukan perbuatan ceroboh. Selalu merasa Kebinggungan dan mudah lupa. Korban
merasa Rendah diri dan tidak yakin dengan Kemampuan yang dimilikinya. Korban
menjadi Pendiam, enggan untuk ngobrol, sering Mengurung diri di kamar. Korban sering
Menyakiti diri sendiri dan melakukan Percobaan bunuh diri. Berperilaku berlebihan Dan
tidak lazim cenderung sulit mengendalikan Diri. Agresif, menjadi karakter yang
Tempramen dan emosi kasar dalam berbicara Maupun bertindak. (Maisah and Yenti 2016).

I. Upaya Penanganan Terhadap Perempuan Korban KDRT

Salah satu upaya penanganan yaitu Adanya pemenuhan hak terhadap perempuan Korban
KDRT. Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2004 merupakan Undang-
undang yang telah mengatur Pemenuhan hak korban KDRT. Pada Bab IV Pasal 10 tentang
hak-hak korban terdapat lima Hal yaitu:

29
Bonaparte (2012)

41
a. Perlindungan dari pihak keluarga, Kepolisian, kejaksaaan, advokat,
Lembaga sosial, atau pihak lainnya baik Sementara maupun
berdasarkan Penetapan perintah perlindungan dari Pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan Kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan Dengan kerahsiaan korban;
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan Bantuan hukum pada setiap
tingkat Proses pemeriksaan sesuai dengan Ketentuan peraturan
perundang-Undangan; dan
e. Pelayanan bimbingan rohani.

Selain adanya pasal yang mengatur Mengenai pemenuhan hak korban KDRT, Pemerintah
dan masyarakat juga memiliki Kewajiban untuk memberikan perlindungan Terhadap
korban KDRT dan sudah ditetapkan Pada Bab dan Pasal selanjutnya. Pada Bab V Tentang
kewajiban pemerintah dan masyarakat Pada pasal 13 dan 14 sebagai berikut:

Pasal 13 berbunyi untuk Penyelenggaraan pelayanan terhadap korban,pemerintah dan


pemerintah daerah sesuai Dengan fungsi dan tugasnya masing-masing Dapat melakukan
upaya:
a. Penyediaan ruang pelayanan
b. Khusus di kantor kepolisian;
c. Penyediaan aparat, tenagaKesehatan, pekerja sosial, dan Pembimbing rohani
d. Pembuatan dan pengembangan Sistem dan mekanisme kerja sama Program
pelayanan yang Melibatkan pihak yang mudah di Akses oleh korban; dan
e. Memberikan perlindungan bagi Pendamping, saksi, kelurga, dan Teman
korban.

Pasal 14 berbunyi menyelenggarakan Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,


Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai Dengan fungsi dan tugas masing-masing, dapat
Melakukan kerja sama dengan masyarakat atau Lembaga sosial lainnya (Pemerintah
Indonesia 2004).ditetapkan, seharusnya pemerintah dan Lembaga-lembaga anti kekerasan
terhadap Perempuan dapat bergerak lebih luwes lagi Untuk membantu dan melindungi
perempuan Korban kekerasan. Pemerintah dan aparatur Negara seharusnya mulai
mempercayai korban Yang sudah berani melaporkan diri, bukan Mempertanyakannya
bahwa seakan-akan hal Tersebut tidak dapat dipercaya. Pendidikan Terhadap masyarakat

42
mengenai kekerasan, Perlindungan terhadap korban, dan budaya Kesetaran harus lebih
diupayakan agar semua Lapisan masyarakat dapat ikut andil dalam Mengurangi tingkat
kekerasan terhadap Perempuan.

Mengenal Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kata kekerasan dalam istilah KDRT se-
Ringkali dipahami masyarakat umum terbatas Kekerasan fisik. Padahal bentuk kekerasan
Dalam KDRT itu bermacam-macam sebagai-Mana tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Pasal 1 adalah
Sebagai berikut: Kekerasan dalam rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap sese-
Orang terutama perempuan, yang berakibat Timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau pe-nelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.

Berdasarkan undang-undang tersebut, maka Kekerasan dalam rumah tangga yang ada
Empat bentuk yaitu kekerasan fisik misalnya Memukul, menendang, melukai, hingga
Membunuh, kekerasan seksual mulai dari Pelecehan seksual misalnya menyentuh
Payudara, pantat, dan anggota tubuh lainnya Hingga pemerkosaan (termasuk kekerasan
Seksual dan pemerkosaan incest), kekerasan Psikologis misalnya perselingkuhan, dan
Kekerasan ekonomi yang dapat beruba Penelantaran rumah tangga. Keempat bentuk
Tersebut adalah pelanggaran yang dapat Diproses secara hukum. Kekerasan dalam Rumah
tangga juga bisa berupa kekerasan Verbal misalnya membentak dan menghina, Kekerasan
sosial misalnya larangan bertemu Saudara dan bergaul dengan tetangga,Kekerasan spiritual
misalnya larangan untuk Menjalankan ritual agama sesuai dengan Keyakinan atau
mdzhabnya.

KDRT hanya berlaku dalam perkawinan Atau rumah tangga hasil perkawinan yang Diakui
oleh negara. Oleh karena itu, sebuah Kekerasan hanya bisa diproses secara hukum Negara
jika perkawinannya pun sah menurut Negara, yakni sesuai dengan agama masing-Masing
dan dicatatkan dalam catatan negara Yang ditandai dengan adanya buku nikah Resmi
dengan nomer registrasi tercatat. Ada Pula istilah kekerasan yang meliputi namun Tidak
terbpeg pada KDRT, yaitu kekerasan Ranah personal (RP) yaitu kekerasan di mana

43
Pelakunya adalah orang yang memiliki hubu-Ngan darah (ayah, kakak, adik, paman,
kakek), Kekerabatan, perkawinan (suami), maupun Relasi intim (pacaran) dengan korban

KDRT kerap tidak terdeteksi oleh tetang-Ga dekat apalagi negara karena terjadinya di
Ruang tertutup. Hal ini menyebabkan jumlah Korban KDRT yang sesungguhnya sulit dida-
Patkan. Namun demikian, sejak lembaga-Lembaga yang melakukan layanan korban KDRT
berkembang dan payung hukum yang Melindungi hak korban disahkan, korban KDRT
mulai bisa mencari dan mendapatkan Pertolongan.

Meningkatnya kesadaran masyarakat yang Menjadi korban KDRT dapat pula ditunjukkan
Oleh data gugat cerai (cerai atas inisiatif istri) Yang memiliki kecenderungan meningkat
dan Jumlahnya lebih banyak daripada angka cerai Talak (cerai atas inisiatif suami). Dirjen
Bimas Islam Kemenag RI menyebutkan bahwa Ditjen Bimas Islam sudah mencatat jumlah
cerai Gugat yang hampir dua kali lipat dari cerai Talak yang terjadi sejak akhir 2006 hingga
Akhir 2007, yaitu total perceraian sebanyak 148.738 peristiwa. Berdasarkan data Balitbang
Kementerian Agama, bahwa dari angka Perceraian tersebut, lebih dari 70% merupakan
Cerai gugat atau pihak perempuanlah yang Menggugat cerai.5 Data Badan Peradilan
Agama (Badilag) juga menunjukkan bahwa Pada tahun 2012 angka cerai gugat dua kali
Lipat lebih dibandingkan dengan cerai talak, Yakni 107.780 kasus cerai talak dan 238.666
Cerai gugat

Keterkaitan meningkatnya kasus KDRT Yang terlapor di satu sisi, dan fenomena
Meningkatnya angka cerai gugat sehingga Menjadi lebih tinggi daripada angka cerai talak
Di berbagai tempat adalah sangat erat. Salah Satu hal yang bisa disimpulkan dari dua jenis
Data ini adalah bahwasanya KDRT membuat Rapuh tali perkawinan sehingga mudah putus
Dan menyebabkan rumah tangga rentan Berantakan. Oleh karena itu, selama institusi
Perkawinan dan keluarga dipandang penting Oleh sebuah masyarakat, maka penting pula
Kesadaran masyarakat untuk menolak dirinya menjadi pelaku maupun korban KDRT
untuk Ditumbuhkan sejak dini dan keasadaran ini Perlu disosialisasikan kepada masyarakat
Seluas-luasnya.

KDRT muncul akibat relasi yang tidak Setara antara pelaku dan korban dalam sebuah
Rumah tangga. Misalnya dalam relasi suami Dan istri, orang tua dan anak, juga pengguna
Jasa dan pekerja rumah tangga. Relasi ini Sebenarnya tidak tetap atau terus berubah Seiring

44
dengan perubahan yang selalu terjadi Di sepanjang usia sebuah rumah tangga. Namun pada
prinsipnya, relasi yang tidak Setara akan menyebabkan pihak yang lebih Kuat mempunyai
kecenderungan sebagai Pelaku dengan pihak yang lebih lemah sebagai Korban. Misalnya
dalam relasi suami-istri pada Umumnya pihak yang kuat secara fisik dan Ekonomi adalah
suami, maka pelaku kekera-San dalam relasi ini kecenderungan besarnya Adalah suami
dengan istri sebagai korban. Namun demikian, dalam konteks tertentu di Mana istri
mempunyai daya tawar yang lebih Tinggi daripada suami, misalnya istri lebih Kaya,
pendidikan lebih tinggi, dari keluarga Yang lebih terpandang, dan lain-lain, maka Istri
sangat mungkin berbalik menjadi pelaku Kekerasan dengan suami sebagai korban.
Demikian pula halnya ketika anak memasuki Usia dewasa, secara ekonomi semakin
mapan, Nama mulai terkenal sedangkan orang tuanya Berasal dari keluarga miskin, secara
fisik Semakin renta, maka anak bisa berbalik pula Mempunyai kecenderungan besar untuk
Melakukan kekerasan pada orang tua.

KDRT dipicu oleh banyak faktor seperti deologi atau pandangan dunia sebuah masyar-
Akat yang kemudian berpengaruh pada cara Pandang dan prilaku politik, ekonomi, sosial,
Budaya termasuk tafsir agama (bukan Agamanya itu sendiri). Salah satunya adalah
Ideologi patriarki yang kemudian memengaru-Hi cara pandang dan prilaku dalam
kehidupan Personal, rumah tangga, masyarakat, negara, Bahkan tatanan kehidupan global.
Ideologi Patriarki adalah sebuah cara pandang yang Menempatkan laki-laki sebagai pusat
kehidup-An sehingga mendudukkan laki-laki dalam Posisi yang lebih tinggi daripada
perempuan,

Bahkan satu-satunya yang tinggi. Ideologi ini Dapat ditemukan di berbagai masyarakat dan
Negara, baik pada masa lampau maupun pada Masa kini. Ideologi ini sebagai pandangan
Dunia bisa mempengaruhi berbagai sendi Kehidupan. Ia bisa menyelinap dalam struktur
Bahasa, ungkapan-ungkapan khas daerah, Maupun prilaku budaya lainnya. Misalnya
Ungkapan perempuan sebagai konco wingking(teman di belakang) bagi laki-laki yang
Dimiliki oleh masyarakat Jawa. Ideologi Patriarkhi melahirkan diskriminasi gender atau
Diskriminasi atas dasar penyikapan berbeda Pada laki-laki dan perempuan. Pengaruh
Ideologi ini pada kebijakan misalnya ditun-Jukkan oleh adanya 342 kebijakan yang

45
Mengandung diskriminasi gender sejak bergu-Lirnya kebijakan otonomi daerah pada tahun
1999 sampai dengan 18 Agustus 2013 yang Ditemukan oleh Komnas Perempuan

Ideologi patriarkhi juga bisa mempengaruhi Tafsir agama sehingga melahirkan tafsir
agama Yang bias gender yang kerap dijadikan pula Sebagai legitimasi atas prilaku
kekerasan Dalam rumah tangga atas nama Islam. Padahal Pada masa kehadirannya, spirit
penghapusan KDRT dalam Islam sesungguhnya sangat Kuat.

Salah satu sebab penting mengapa menem-Patkan perempuan di posisi yang sejajar Dengan
laki-laki itu sulit dan mengapa Membangun budaya kerjasama antara perem-Puan dan laki-
laki itu susah adalah kuatnya Budaya patriarkhi di tempat asal munculnya Islam yang
terjalin berkelindan dengan kuat-Nya budaya patriarkhi di tempat-tempat Islam Menyebar
di kemudian hari. Dampaknya Adalah meskipun spirit penghapusan KDRT Dalam Islam
begitu kuat, namun pergulatan Ajaran Islam dengan budaya patriarkhi di Berbagai tempat
khususnya setelah wafatnya Rasulullah Saw menyebabkan spirit Islam Dalam
penghapusan KDRT itu menjadi kabur, Bahkan tidak jarang ajaran Islam justru Dijadikan
legitimasi atas tindakan KDRT. Pemahaman atas Islam yang bias gender Menjadi lebih
kuat dan populer daripada Pemahaman atas Islam yang adil gender. Misalnya pemahaman
atas Islam sebagai Berikut:
1. Pemahaman atas Islam tentang bolehnya Poligami lebih kuat dan populer
daripadaKeharusan mewujudkan keadilan dalam Kehidupan perkawinan
dan dorongan untuk Monogami,
2. Pemahaman Islam tentang bolehnya pemu-Kulan istri lebih kuat dan populer
daripada Keharusan memperlakukan istri dengan Layak (musyarah bil-
ma’ruf),
3. Pemahaman atas Islam tentang bolehnya Perkawinan paksa lebih kuat dan
populerDaripada keharusan meminta ijin perem-Puan yang akan dinikahkan
baik gadis Maupun janda,
4. Pemahaman atas Islam tentang bolehnya Melakukan pemaksaan suami untuk
Berhubungan seskual dengan istri lebih kuat Dan populer daripada keharusan
untukMemperlakukan istri dengan layak (musayarah bil ma’ruf) dan
perintah untuk Memperlakukan istri secara setara(diibaratkan sebagai
pakaian satu sama Lain) dalam hubungan seksua

46
Akar terjadinya KDRT adalah adanya relasi Yang timpang dalam keluarga, baik antara
Suami dan istri, maupun antara anak dan Keluarga. Dalam Islam relasi orang tua-anak
Diatur melalui konsep wilayah (perwalian) dan Relasi antara suami-istri melaluikonsep
Qiwamah (kepemimpinan dalam keluarga). Dua konsep kunci ini sama-sama
memberikan Kewajiban pada laki-laki, yaitu ayah dalam Wilayah dan suami dalam
qiwamah, untuk Memberikan perlindungan dan pertanggung-Jawaban atas perempuan,
yaitu anak perem-Puan dalam wilayah dan istri dalam qiwamah. Perkawinan
merupakan momen perpindahan Kewajiban untuk melindungi dan bertanggung-Jawab
atas perempuan dari ayah sebagai wali Kepada calon suami sebagai kepala keluarga.
Oleh karenanya, pihak-pihak yang melakukan Ijab kabul dalam perkawinan Islam
bukanlah Calon suami dan istri melainkan antara ayah Calon istri dan si calon suami.

Persoalan lainnya muncul juga muncul Akibat pembakuan peran laki-laki dalam
Rumah tangga sehingga laki-laki tetap menda-Pat hak-hak istimewanya sebagai wali
maupun Kepala keluarga meskipun ketika mereka tidak Melakukan fungsi
perlindungan dan pertang-Gungjawaban. Sementara perempuan tetap Tidak
memperoleh hak-hak istimewa sebagai Wali dan kepala keluarga meskipun ketika
Mereka menjalankan peran sebagai wali dan Kepala keluarga atas rumah tangga
mereka. Misalnya adalah dua kasus berikut ini:
1. Seorang istri ditinggalkan suaminya sejak Hamil lalu melahirkan seorang
bayi Perempuan. Bayi ini tumbuh dan dibesar-Kan seorang diri oleh ibunya.
Ayahnya Tidak pernah berusaha menemui dan tidak Memberikan nafkah
sepeser pun hinggaAnak dewasa. Ketika mau menikah, Ayahnya tetap dicari
untuk menjadi wali Nikahbagi anaknya. Sementara itu, ibunya Yang
membesarkan anak seorang diri tidak Diberi hak untuk menjadi wali
anaknya. Bahkan di sebuah desa di Jawa Barat Terjadi kasus di mana ayah
melakukan Perkosaan incest pada anak perempuan- Nya. Kemudian ayah di
penjara. Ketika Anak perempuan itu mau menikah, ijin Tertulis dari ayahnya
tetap diharuskan ada. Sementara ayah menolak memberikan ijin.
2. Seorang anak perempuan sulung memu-Tuskan untuk berhenti sekolah
karena Orangtuanya sakit-sakitan dan demi adik Laki-lakinya bisa
sekolah. Ia bekerja

47
keras Sambil merasa orangtuanya yang sakit dan Menyekolahkan adik laki-lakinya
hingga Lulus perguruan tinggi tidak seperti Dirinya. Begitu orangtuanya meninggal
ia Mendapatkan waris harta orangtuanya Yang ia rawat sendiri hanya separo dari
Adik laki-laki yang ia biayai pendidikan-Nya hingga menjadi sarjana dan
mendapat-Kan pekerjaan yang lebih bagus darinya.
3. Seorang istri yang mempunyai bayi laki-Laki ditinggal mati oleh suaminya.
Ialah Yang akan menjadi penanggungjawab Tunggal untuk membesarkan
sendiri bayi laki-laki tersebut sebagaimana terjadi di Masyarakat modern
pada umumnya. Ia Pun hanya mendapatkan 1/8 harta warisan Suaminya,
sedangkan bayi laki-laki yang Akan dia besarkanmendapatkan ashabah Atau
sisanya yaitu 7/8.
Perubahan sosial menyebabkan banyak Pergeseran sehingga perempuan telah mampu
Menempuh pendidikan formal tertinggi dan Juga mencapai puncak karirnya. Mereka telah
Pula terjun secara profesional di lembaga-Lembaga tinggi pemerintahan mau pun swasta.
Sebaliknya, tidak semua laki-laki mampu dan Mempunyai kesempatan untuk bergerak
maju Sesuai perkembangan zaman. Hal ini menye-Babkan laki-laki (ayah atau suami)
secara Ekonomi, sosial, politik, bahkan agama tidak Selalu lebih kuat daripada perempuan
sebagai-Mana diasumsikan dalam konsep wilayah dan Qiwamah. Harapan masyarakat
yang tinggi Pada laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga Menjadi bumerang bagi laki-
laki yang tidak Mampu memenuhinya dan kadang membuat Harga dirinya terusik sehingga
terjadilah keke-Rasan dalam rumah tangga. Sementara Perempuan yang terus dididik
bahwa ia akan Dinafkahi oleh suaminya tetapi dalam kenyata-Annya justru dia yang
menafkahi juga menjadi Kecewa karena tidak siap mental.

Salah satu strategi dalam membangun Keluarga sakinah pada masa sekarang adalah
Dengan memahami konsep keluarga sakinah Dalam perspektif kesetaraan. Laki-laki dan
Perempuan perlu dibangun kesadaran untuk Bekerjasama memenuhi kebutuhan keluarga
Dan berbagi peran secara fleksibel di mana Pada prinsipnya siapa pun yang lebih kuat
Dalam satu hal (bisa laki-laki, bisa pula Perempuan), maka ia bertanggungjawab atas Pihak
lainnya yang dalam hal tersebut lebih Lemah (bisa laki-laki, bisa pula perempuan),
Keduanya siap berbagi tugas secara fleksibel Baik di dalam maupun di luar rumah tangga.

48
Keluarga sakinah perspektif kesetaraan dibangun di atas nilai-nilai kesetaraan Islam
sebagai berikut:
1. Laki-laki dan perempuan adalah sama-sama kedudukannya sebagai hamba
Allahdan khalifah di muka bumi (Adz-Dzariyat/51:56, al-Ahzab/33:72),
2. Laki-laki dan perempuan diciptakan dari Bahan dan melalui proses yang
sama (al-Mu‟minun/ 23:12-16),
3. Nilai manusia tidak ditentukan oleh jenis Kelamin, melainkan oleh
ketaqwaan(alHujurat/49:13).
4. Laki-laki dan perempuan yang berbuat Baik sama-sama akan masuk
sorga danSebaliknya (Al-Nisa‟/4:124),
5. Laki-laki dan perempuan menjadi Pelindung satu sama lain (at-Taubah/9:71).
6. Laki-laki dan perempuan akan kembali Pada Allah sebagai dirinya sendiri
(al-An‟am/6:94)
Berdasarkan konsep dasar tersebut, maka Perkawinan dipahami tidak sebatas peng-Halalan
hubungan seksual melainkan ikatan Tanggungjawab atas segala konsekuensi dari
Hubungan seksual tersebut, baik secara fisik Maupun secara psikhis sehingga perkawinan
Dipandang sebagai berikut:
1. Janji yang kokoh: laki-laki dan perempuan Tidak boleh mempermainkan
perkawinan. (an-Nisa/4: 20-21):

‫˚ه ب˚ او `ث ً ام‬ ‫ي̀شـــًًا‬ ‫`نطا ًار فً ذخ˚ ` ̀منه‬ ‫و `ٰحٮد ˚هن‬ ‫ًك‬ ‫او `ن اً ًدرتً ً ˚م ا‬
‫`هتً انًا‬ ‫اً تً `ا‬ ˚ ‫ًل تً `ا وا‬ ‫„ۙج ًٰات‬ ‫„ج ان م‬ ‫`تسً `بدًال‬
ً‫ذ˚`خ نو‬ ˚‫`وز ً `يت‬ ‫`وز‬
‫`م‬

‫ًًمً̀بينًا‬
٠٢
Artinya:
Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah
memberikan kepada seorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah
kamu mengambil kembali sedikit pun darinya. Apakah kamu akan mengambilnya
kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang
nyata?

١٢‫غ اظ‬ ‫ض ب `ع ˚ `كم ًٰلى ضوا `خذن `نم˚ `كم ’̀ميث‬


‫وك `ي ف ذخ˚ `ون قوً `د ى‬
ً ‫ً اق‬ ‫ض `ع‬ ‫تً ً ˚ه اً `ف‬
‫̀لي‬ ‫ًا‬ ‫`ا‬

49
Artinya:
Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul
satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil
perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.
2. Nikah mempunyai komitmen ganda: Horisontal yaitu antara manusia dan
Vertikalantara keduanya dengan Allah, Sebagaimana ditegaskan oleh
Rasulullah Dalam pidato di Haji Wada: Bertaqwalah kalian semua kepada
Allah Dalam memperlakukan para istri. Sesung-Guhnya kalian telah
meminang mereka Denganamanah dari Allah dan meng-Halalkan farji
mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim)
3. Untuk memperoleh ketenangan melalui Hubungan yang didasarkan atas cinta
Kasih, bukan kekuasaan (ar-Rum/30:21)

‫ذ ًٰ ل‬
‫ت’قً ˚و„م‬ ‫ح ن في‬ ً ‫ًك ًو‬ ˚‫قك˚م ˚ انً ا ˚ز ًواجا ل ˚˜ او الً ˚ي ًعل ˚ني‬
˚‫ت˜ه ا لخ ل‬,ً ‫وًم‬
‫ًل ًل‬ ‫ًاهس˚˚نك وج ˚م دَّة م ر ًمة‬ ’ ‫سكم‬ ‫˚نف˚’م‬ ً ‫˚ن ˚ن ا ًٰي‬
˚˚
ًٰ ‫ك‬ ‫و ًا‬ ‫ت‬
‫ي‬ ً

1‫ًًك ˚ر ˚و‬
‫ًًيتف‬
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-
pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir.
1. Al-qiyam bi hududillah/ berdasarkan Ketentuan Allah, bukan
kemauansalah Satu pihak (QS. 2:229, 230),
2. Ridlo/ dikehendaki dan disadari oleh Kedua belah pihak (QS. 2:232,
233,QS. 4:24) (tidak ada pemaksaan dalam Perkawinan),
3. Ma‟ruf/layak (QS. 2:180, 228, 229, 231, 232, 233, 234, 235, 236, 240, 241,
QS. 4:19, 25, QS. 65:2, 6), (tidak boleh Sewenang-wenang)
4. Ihsan/menciptakan kondisi lebih baik (QS. 2:229, QS. 6:151)
5. Nihlah/ tulus (QS. 4:4): tidak boleh Merendahkan karena support
ekonomiYang diberikan pada keluarga,

50
6. Musyawarah(QS. 2:233):tidak boleh Sewenang-wenang memberi
keputusan Dalam keluarga secara sepihak.
7. Ishlah/ perdamaian (QS. 2:228, QS. 4:35, 128): problem tidak boleh
diselesaikan Dengan kekerasan.

Pencegahan KDRT dapat dilakukan dengan Memulai membangun kembali prinsip


Berumah tangga dalam perspektif kesetaraan Yang telah diperkenalkan Islam sejak
lebih Dari 1400 tahun lalu. Jika prinsip-prinsip ini Sulit diterapkan pada masa kini,
maka hal ini Hanya menunjukkan bahwa tantangan Patriarkhi memang masih besar
hingga kini. Bahkan tantangan yang lebih besar lagi adalah Karena ideologi
patriarkhi tersebut kini telah Banyak berbalut ajaran Islam.

Salah satu misi utama yang dibawa oleh Setiap Rasul Allah adalah mengesakan
Allah Sebagai Tuhan semesta Alam yang terjalin Berkelindan dengan prinsip
kesetaraaan manusia sebagai sesama hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Misi
ini meniscayakan sikap memanusiakan manusia atau memper-lakukan manusia
secara manusiawi sehingga panggung sejarah para Rasul ini selalu diwarnai dengan
perseteruan dengan para pembesar kaum (al-Mala‟) yang dirugikan oleh ajaran
mereka.

Kekerasan atas manusia berbasis apapun dan ruang domestik maupun publik pada
dasarnya bertentangan dengan misi utama ajaran Allah. Demikian halnya kekerasan
dalam rumah tangga. Rasulullah Muhammad Saw sepanjang masa kerasulan beliau
terus bergulat dengan problem-problem kemanu-siaan. Salah satu problem yang
mendapatkan perhatian khusus adalah KDRT. Perlakuan tidak manusiawi
masyarakat Arab pada perempuan di ruang publik kala itu, berko-relasi langsung
dengan perlakuan serupa di ranah rumah tangga. Beberapa bentuk KDRT langsung
dihapus seketika seperti larangan mengubur bayi perempuan, larangan mewa-
riskan dan mengawini ibu kandung, saudari kandung, bibi, namun sebagian lainnya
dikompromikan karena situasinya belum memungkinkan untuk dihapus sekaligus.

51
Sayang sekali, bentuk-bentuk kekerasan yang dikompromikan dan semestinya
berlaku sementara ini justru kerap dijadikan justifikasi bagi prilaku KDRT.

Pergulatan spirit kuat anti KDRT dalam Ajaran Islam dengan tradisi dan nilai-nilai
Patriarkhi di berbagai sistem kehidupan Manusia khususnya masyarakat Muslim
terus Berlangsung hingga kini. Ajaran Islam juga Terus ditafsirkan dan
diimpelementasikan di Ruang domestik maupun publik yang yang Tentu saja
melibatkan relasi gender, di samping Juga relasi kuasa yang dinamis. Islam
menolak Keras segala bentuk KDRT sehingga Justifikasi Islam atas KDRT yang
diklaim Sebagian pihak hanya menunjukkan bahwa Nilai patriarkhi sedang lebih
kuat daripada Nilai Islam dalam pergulatan tersebut. Di Sinilah perlunya tafsir
alternatif atas Islam Yang dijiwai oleh spirit anti kekerasan Termasuk kekerasan
berbasis gender yang Melahirkan KDRT.

Membangun kesadaran tentang pentingnya Keadilan gender atau keadilan pada


laki-laki Dan perempuan secara sekaligus, yang diiringi Dengan merintis budaya
ramah pada Perempuan dan anak-anak, tradisi perkawinan Dan rumah tangga
dengan cara-cara yang Bermartabat bagi kedua belah pihak, Merupakan investasi
besar bagi peradaban Islam yang adil dan bebas dari tindakan Kekerasan
sebagaimana dicita-citakan oleh Islam sejak kehadirannya. Ikhtiyar menghapus
KDRT atas dasar apapun adalah misi profetik Yang menjadi kewajiban setiap umat
Rasul.

52
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan terhadap perempuan adalah Suatu bentuk kekerasan gender atau suatu
Konsekuensi dari adanya relasi yang timpang Antara perempuan dengan laki-laki
sebagai Bentuk dari norma-norma sosial. Dalam Prespektif gender, kondisi ini
dikaitkan Dengan adanya kultur patriarki yang sejak Awal sejarah membentuk
peradaban manusia Yaitu suatu kultur yang menganggap bahwa Laki-laki adalah
superior terhadap perempuan Dalam kehidupan pribadi, keluarga, Masyarakat dan
kehidupan bernegara.

53
DAFTAR PUSTAKA

Muhajarah, K. (2016). Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga: Perspektif


sosio-budaya, hukum, dan agama. Sawwa: Jurnal Studi Gender, 11(2), 127-146.
Vivi, V. (2022). Ketidakadilan gender dalam bentuk KDRT yang terjadi pada Perempuan.
Asmarany, A. I. (2008). Bias gender sebagai prediktor kekerasan dalam rumah tangga.
Jurnal psikologi, 35(1), 1-20.
Badruzaman, D. KEADILAN DAN KESETARAAN GENDER UNTUK PARA
PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT),
3(1).
Marsinah, R. (2018). MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA. JURNAL ILMIAH HUKUM DIRGANTARA, 3(2).
Hermansyah, Y. Badruzaman, D. Helmi, I. (2020). KESETARAAN GENDER
UNTUK PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Faisyah, A. R. N. (2022). PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA. CONS-
IEDU: Islamic Guidance and Counseling Journal, 2(1), 23-32.
Musiana, M. (2019). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Terkait Kekerasan
Terhadap Istri). 15(1).

Kurniah Muhajarah. (2016). Kekerasan Terhadap Perempuang Dalam Rumah Tangga:


Perspektif Sosio-Budaya, Hukum, dan Agama Nomor 2, April 2016.”Walisongo
Semarang

Wiwik Subekti, S Sos, MM (2017) Gender dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Terjada
Perempuan

Vivi Vitriani Aulia Malik (2022) Ketidakadilan Gender dalam Bentuk KDRT Yang
Terjadi Pada Perempuan 13. Januari 2022. Malang

Anugriaty Indah Asmaranya (2017) Buas Gender Sebagai Prediktor Kekerasan dalam
Rumah Tangga 16 Nei 2017. Yogyakarta

Dudi Badruzaman (2020) Keadilan dalam Kesetaraan Gender Untuk Para Perempuan
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. TAHKIM, Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam.Vol.3 No.1 Maret 2020. Bandung
54
Komnas Perempuan (2020) Menemukali Kekerasan dalam Rumah Tangga. Catatan
Tahunan (CATAHU) 2020 Jakarta

Rahman Marsinah, SH, MM (2013) Memahami Gender Untuk Mengatasi Kekerasan


dalam Rumah Tangga. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Volume 3 No.2. Maret
2013 Dudi Badruzaman, Yus Hermansyah, Irfan Helmi, (2020) Kesetaraan Gender
Untuk Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jl. Gagal.No. 15,
Sadang Serang, Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40133

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (2018)


Perempuan Rentan Jadi Korban KDRT. Sabtu, 19 Mei 2018 Ana Rochayati Nur Faisyah
(2022) Perempuan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Vol.2 No.1 (2022) Yogyakarta

Binus University (2021) Hubungan Antara Ketidaksetaraan Gender Dengan Kekerasan dalam
Rumah Budidaya Patriarki 01 Agustus 2021 New. Detik. Com (2020, Juli 10). Kasus
Kekerasan Perempuan. Diakses 24 Oktober 2020.

Musiana (2020). Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Terkait Kekerasan Terhadap Istri)
Vol 15, No 1 (2021) Bandung

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, (2001) Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,
Refika Aditama, Bandung, 2001

Asmaen, A (2006). Kesetaraan Gender dalam Perspektif Sosial Budaya. Makassar: Yapma

Mansor, F. (2001) Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Moetri Hardiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga, dalam Persepektif Yuridis
Viktimologis, (Jakarta Sinar Grafika, 2010).

https://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/download/1452/1076

https://daldukkbpppa.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/gender-dan kekerasan-
dalam-rumah-tangga-terhadap-perempuan-77

https://m.kumparan.com/amp/vivivitriani12/ketidakadilan-gender-dalam-bentuk-
kdrt yang-terjadi-pada-perempuan-1xIaDuv8S4v

https://media.neliti.com/media/publications/128786-ID-bias-gender-sebagai prediktor-
kekerasan.pdf https://www.neliti.com/id/publications/335037/keadilan-dan-
kesetaraan-gender untuk-para-perempuan-korban-kekerasan-dalam-rumah

55
https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pem

https://journal.universitassuryadarma.ac.id/index.php/jihd/article/download/89/86

https://www.researchgate.net/publication/342661128_KESETARAAN_GENDER_U
NTUK_PEREMPUAN_KORBAN_KEKERASAN_DALAM_RUMAH_TANGGA

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi korban-kdrt-
kenali-faktor-penyebabnya

https://jurnal.iuqibogor.ac.id/index.php/cons-iedu/article/view/373 https://student-
activity.binus.ac.id/tfi/2021/08/hubungan-antara-ketidaksetaraan gender-dengan-
kekerasan-dalam-budaya-patriarki/

https://journal.iain-ternate.ac.id/index.php/alwardah/article/view/64

56

Anda mungkin juga menyukai