Anda di halaman 1dari 24

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN MENURUT

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

Dosen pangampu:
Dr. ARISMAN, S.H.I, M,Sy

Disusun Oleh:
M SAYYID AKMAL S.H
NIM. 22290215968

PASCASARJANA HUKUM KELUARGA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
TAHUN 1444 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana pada
kesempatan kali ini kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dalam meraih kesuksesan dunia dan
akhirat, semoga dengan senantiasa bershalawat dan menjalankan sunnahnya kita
mendapatkan syafa’atnya, Aamiin. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Sosiologi Hukum Islam, yang berjudul Kekerasan Seksual
Terhadap Perempuan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif.

Makalah ini sudah disusun dari beberapa sumber yang ada, namun kami
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu, kritik dan saran
kami terima demi sempurnanya makalah ini. Akhir kata kami ucapkan
terimakasih.

Bengkalis, 4 April 2023

M. Sayyid Akmal S.H

.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dikenal sebagai mahluk sosial, mahluk yang hidup didalam
kehidupan yang berkelompok atau bermasyarakat. Di sinilah gejala sosial
yang disebut dengan pelecehan yang sering muncul dalam kehidupan manusia.
Msalah pelecehan seksual ini merupakan persoalan reaksi jender yang sangat
luas dan kompleks yang menyangkut dalam aspek kehidupan manusia seperti
terdapat pada moral, agama, iman dan lain-lain. Pelecehan sering dirasakan
sebagai perilaku menyimpang, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang
terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menetapkan seseorang sebagai
objek perhatian yang tidak diinginkannya.1
Kebahagian keluarga merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh
mereka yang mendirikan rumah tangga. Sehingga untuk mendapatkan
kebahagian tersebut pasangan suami istri harus selalu berusaha agar
mengadapi tantangan dan hambatan dalam rumah tangga dengan ikhlas.
Ketika seseorang berniat membangun rumah tangga maka ia pun juga harus
siap menghadapi segala hal yang akan terjadi di kemudian hari. Karena dalam
rumah tangga tidak hanya kebahagian yang akan menghiasi namun juga aka
nada hempasan ombak berupa tantangan hidup yang rumit dan memerlukan
kesabaran dan ketabahan dari kedua belah pihak.
Dalam kehidupan berumah tangga, kebahagian yang ingin dicapai terdiri
dari beberapa aspek, seperti kepemilikan harta benda yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup, kemampuan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup
dalam keluarga, Kesehatan badan dan batin, serta keadaan seksualitas suami

1
Rohan Coiler, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Masyarakat Dan Minoritas,
Yogyakarta, PT. Tiara Yogya, 1998, Hlm 4
istri dalam keluarga tersebut. Apabila semua kebutuhan terpenuhi dengan baik
maka akan terciptalah keluarga yang Sakinah mawaddah warahmah.2
Perempuan sering menjadi sasaran korban kekerasan seksual dari masa ke
masa, perempuan di dalam masyarakat dikenal dengan makhluk yang lemah,
tidak memiliki kekuatan, kemampuan dan juga masih dipandang sebelah mata
menjadikan perempuan seringkali mendapatkan perilaku yang tidak pantas.
Intimidasi, sulitnya bantuan dan ketidakkeadilan membuat perempuan hingga
saat ini masih terus menjadi sasaran perilaku yang tidak pantas.
Setiap pasangan suami istri tentunya berharap untuk memiliki kehidupan
keluarga yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Setiap keluarga pada
awalnya selalu mendambakan kehidupan rumah tangga yang aman, nyaman,
dan membahagiakan. Namun tidak bisa dipungkiri kehidupan berkeluarga
memang tidak hanya tentang kasih sayang dan kebahagian. Sepasang suami
istri bahkan sebuah keluarga juga dapat menghadirkan konflik yang pelik
akibat kesalah pahaman atau ketidak sesuai antara satu sama lain diantara
anggota keluarga. Konflik yang tidak kian usai dapat menimbulkan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Agama Islam merupakan salah satu agama yang secara rinci menjelaskan
mengenai aturan dalam menjalani kehidupan di dunia. Di dalam Al-Qur’an
dan Hadist telah dijelaskan mengenai kehidupan, keberlangsungan hidup,
ganjaran, dan hukuman bagi seluruh manusia di muka bumi. Dalam Al-Qur’an
dijelaskan bahwasanya hukum dalam Islam diciptakan agar manusia menjalani
kehidupan dengan berbuat baik dan tidak menyimpang dari aturan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT. Hukum itu bertujuan untuk menaungi harkat dan
martabat manusia dari problematika hidup seluruh manusia, melalui aturan
dan ketetapan hukumnya. Sedangkan ada pula kaitan tujuan hukum islam
dengan upaya pemenuhan tentang kebutuhan manusia. Setiap hukum
didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist dan ditujukan kepada seluruh umat
muslim bukan hanya kelompok tertentu. Manusia diberikan kebebasan dalam

2
Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Pisikologi dan Agama, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 1999, hlm 42
menjalankan hak dan kewajiban serta berekspresi, namun harus tetap dalam
aturan dan hukum islam yang telah di tetapkan sehingga tidak melakukan
penyimpangan dari segi norma agama maupun kesusilaan. Dalam Islam,
mengenai pelanjutan generasi telah diatur sedemikian rupa yang tercantum
dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Tidak hanya Islam, Negara Kesatuan
Republik Indonesia juga mengatur di dalam Undang-Undang Perkawinan.
Tetapi naasnya, muncul berbagai kejadian yang melanggar mengenai cara
berhubungan hingga terjadinya sebuah bentuk penyimpangan seksual yang
berakibat pada kejahatan seksual.3
Kekerasan dalam rumah tangga hingga saat ini tampak kurang mendapat
perhatian dikalangan masayarakat. Beberapa alasan bisa dikemukakan di sini,
diantaranya: pertama, kekerasan didalam rumah tangga cenderung tak kentara
dan ditutupi karena rumah tangga adalah area privat. Kedua, kekerasan dalam
rumah tangga sering dianggap wajar karean memperlakukan istri sekehendak
suami masih saja dianggap bahkan diyakini sebagai hak suami sebagai
pemimpin dan kepala rumah tangga. Ketiga, kekerasan rumah tangga itu
terjadi dalam sebuah lembaga yang sah (legal), yaitu perkawinan. Kenyataan
ini selanjutnya membuat masyarakat abai dan tak sadar, bahkan muncul
pandangan yang keliru bahwa suami sebisanya harus mengendalikan istri.4
Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI Nomor. 23
tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kebanyakan dari korban KDRT ini terjadi pada perempuan dan anak.
Kasus- kasus rumah tangga yang memicu adanya pengani-ayaan dalam rumah

3
Hisny Fajrussalam dkk, Pandangan Hukum Islam Terhadap Kejahatan Seksual, eL-
Hekam: Jurnal Studi Keislaman, vol 8 no 1 Tahun 2023, hlm 97
4
Milda Marlia, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, Pustaka Pesantren,
Yogyakarta, 2007, Hlm 4
tangga sering dialami oleh anggota keluarga yang dianggap bisa dilecehkan
dan kurang dihormati. Biasanya pelaku KDRT dikarena masalah ekonomi
yang tidak mencukupi kebutuhan hidup atau perasaan yang egois dalam rumah
tangga. Dari sisi etika moral syari’ah yang didalamnya mengajarkan tentang
kasih sayang dan amanah yang harus diemban dalam institusi perkawinan,
tentu tidakan kekerasan terhadap istri bertentangan dengan tujuan pernikahan,
yakni membina rumah tangga yang aman, tentram dan damai yang melindungi
tujuan-tujuan syari’ah.
Hukum sebagai aturan dan pedoman dalam kehidupan masyarakat
dimaksudkan untuk mencapai keadilan dan kemanfaatan secara maksimal.
Hukum Islam disyar’at- kan oleh Allah dengan tujuan utama untuk
merealisasikan dan melindungi kemasala- hatan umat manusia. Dalam
terminologi ushul fiqh, syari’at diturunkan Allah kepada hambanya dalam
rangka merealisir kemasalahatan manusia di dunia dan diakhirat. Ini bisa
diwujudkan jika syari’at tersebut bisa dipahami. Setelah dipahami,
dilaksanakan dengan kepatuhan yang tulus dan menghindarkan diri dari
dorongan hawa nafsu.5
Islam ialah agama yang membawa misi yang luhur, yaitu Rahmatan
lil‟alamin (pembawa kebahagiaan bagi seluruh alam). Islam memberikan
pemahaman bahwa segala makhluk ciptaan Allah SWT memiliki derajat
kedudukan yang sama dimata Allah SWT. Islam membawa ajaran untuk tidak
mebeda-bedakan umat manusia baik perempuan maupun laki-laki, perbedaan
yang ada hanyalah nilai pengabdian dan ketaqwaanya pada Allah SWT,
sehingga Islam memandang kekerasan terhadap perempuan ialah tindakan
yang tercela, melanggar hukum dan syariat Islam. Tindak kekerasan harus
mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, hal ini menuntut kita agar
lebih arif dalam menyikapi dan melihat jauh lebih dalam bagaimana
sesungguhnya tindakan kekerasan seksual menurut hukum Islam dan Hukum
positif.

5
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontektual. Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, cet.1 Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2004 Hlm 3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kekerasan Seksual ?
2. Apa saja bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan ?
3. Bagaimana Kekerasan seksual terhadap perempuan menurut hukum Islam
dan hukum Positif ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Kekerasan Seksual
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan
3. Untuk mengetahui bagaimana Kekerasan seksual terhadap perempuan
menurut hukum Islam dan hukum Positif

D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan studi kepustakaan karena
mengumpulkan data yang berasal dari buku, jurnal, internet, atau literatur
tertulis lainnya sebagai landasan penulisan. Studi pustaka menjadi metode
pengumpulan data dengan pencarian informasi melalui buku, koran, dan
literatur lain yang bertujuan untuk menyusun teori. Studi pustaka merupakan
kajian teoritis, referensi dan studi literatur lain yang berhubungan dengan
budaya, nilai, dan norma yang berkembang pada penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekerasan Seksual Pada Perempuan


Kekerasan seksual adalah semua bentuk ancaman dan pemaksaan seksual,
dengan kata lain, kekerasan seksual adalah kontak seksual yang tidak
dikehendaki oleh salah satu pihak. Inti dari kekerasan seksual terletak pada
ancaman dan pemaksaan (Tindakan). Di dalam kitab undang-undang hukum
pidana (KUHP) pengertian dari kekerasan seksual dapat ditemui di dalam
pasal 285 dan pasal 289. Di dalam pasal 285 ditentukan bahwa barang siapa
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya berhubungan seksual dengan dia, dihukum, karena memperkosa,
dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.
Sedangkan didalam pasal 289 KUHP disebutkan barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau
membiarkan melakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena
merusak kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan
tahun. Menurut R. Soesilo yang dimaksud dengan perbuatan cabul,
sebagaiman disebutkan di dalam pasal 289 KUHP, adalah segala perbuatan
yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji yang semua ada
kaitannya dengan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba
anggota kemaluan, dan semua bentuk-bentuk perbuatan cabul, persetubuhan
juga masuk dalam pengertian ini.6
Berdasarkan atas apa yang telah penulis sampaikan diatas maka dapatlah
di pahami bahwa unsur-unsur yang ada didalam pengertian kekerasan seksual
dan yang terkandung di dalam pasal 285 dan 289 KUHP terdiri dari unsur
ancaman, memaksa dan memperkosa.
Kekerasan ialah suatu bentuk perilaku kejahatan yang dilakukan kepada
orang lain. Kekerasan dapat terjadi pada berbagai kalangan dan tidak

6
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap
Anak, Medpres Digital, Cet ke 1 Yogyakarta, 2015, Hlm 1
memandang usia maupun jenis kelamin. Fenomena yang hingga saat ini kerap
terjadi ialah kekerasan seksual yang terjadi kepada wanita.
Kekerasan dalam istilah KDRT seringkali dinilai hanya sebatas kekerasan
fisik, namun pada UU. No. 23 Tahun 2004, dijelaskan KDRT ialah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang mengakibatkan
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.
Berdasarkan RUU Anti-KDRT yang diusulkan oleh Badan Legislatif DPR
Pada 6 Mei 2003, disebutkan dalam pasal 1 ayat 7 bahwa yang dimaksut
pelecehan seksual ialah setiap perbuatan berupa menyampaikan gurauan atau
perkataan tidak senonoh pada seseorang yang dirasakan sangat menyakitkan
hati dan membuat malu, mengajukan pertanyaan tentang kehidupan seksual
atau pribadi sesorang, menyenggol, meraba ataupun memegang bagian tubuh
seseorang tanpa izin yang bersangkutan.7
B. Jenis-jenis Kekerasan Seksual terhadap perempuan
Ada berbagai jenis kekerasan yang sering kita dengar dalam kehidupan.
Dalam pembahasan ini hanya akan dibahas kekerasan terhadap perempuan.
Adapun jenis kekerasan terhadap perempuan terdiri dari tiga jenis, yakni:8
a. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam
keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan
kanak-kanak dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan
mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin
perempuan dan praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap
perempuan, kekerasan di luar hubungan suami istri, dan kekerasan yang
berhubungan dengan eksploitasi.

7
Laudita Soraya Husin, Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dalam Perspektif Al-Quran
Dan Hadis, Jurnal Hukum Islam Nusantara. Vol. 3, No. 1 Tahun 2020, Hlm 17
8
Simon Ruben, Kekerasan Seksual Terhadap Istri Ditinjau Dari Sudut Pandang Hukum
Pidana, Jurnal Lex Crimen Vol. IV No. 5 Tahun 2015, Hlm 95
b. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam
masyarakat luas, termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual,
pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam lembaga-
lembaga pendidikan dan sebagainya, perdagangan perempuan dan
pelacuran paksa.
c. Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau
dibenarkan oleh negara, dimana pun terjadinya.
1. Jenis-jenis Kekerasan Seksual Terhadap Istri
Kekerasan seksual terhadap istri adalah salah satu bentuk
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Menurut Pasal 1 UU Nomor 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT), KDRT adalah “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan
pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau
orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau
korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak
bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus
KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur
budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami.Padahal
perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa
aman terhadap korban serta menindak pelakunya.
Berdasarkan defenisi di atas, maka diketahui bahwa kekerasan
seksual terhadap istri adalah bentuk konkret dari kekerasan dalam rumah
tangga. Adapun kekerasan seksual terhadap istri ini sendiri dibagi atas dua
bagian, yakni:
Kekerasan seksual berat, berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ
seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti


komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara
nonverbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya
yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat
melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual
ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat9

2. Fenomena Kasus-Kasus Pelecehan Seksual


Setiap hari berita televisi dan media sosial diramaikan dengan kejadian-
kejadian yang memilukan terhadap perempuan dan anak. Kejadian memilukan
itu adalah kejadian yang berhubungan dengan kekerasan seksual yang
menimpa anggota keluarga anak, baik perempuan atau laki-laki maupun isteri,
sebagian kecil korbannya mungkin laki-laki dewasa, namun porsinya sangat
sedikit sekali
Di antara kasus-kasus tindakan kekerasan seksual terhadap anak dan isteri
dalam lingkup rumah tangga adalah sebagai berikut:

9
Ibid, Hlm 96
a. Nesiatime.com Rabu (17/11/2021), memberitakan telah terjadi
pencabulan dan pemerkosaan terhadap dua orang anak berinitial NR (5
tahun) dan NJ (10 tahun), keduanya diperkosa dan dicabuli bergantian
oleh keluarga dekat, dari kakek, kakak kandung, paman, hingga
tetangganya sendiri dan teman paman korban dan tetangga korban. Aksi
pencabulan itu berlangsung di rumah korban sendiri sekaligus tempat
tinggal para tersangka di Padang Selatan, Kota Padang. Kekerasan seksual
ini berlansung lama dan berulang kali.
b. News.detik.com, bapak yang tega mencabuli lima anak kandung di
Sumatera Utara meninggal dunia. Pria berinisial S (38) itu meninggal
dalam status tahanan. Informasi mengenai penangkapan S ini awalnya
disampaikan Kanit PPA Polrestabes Medan AKP Madianta Ginting saat
dimintai konfirmasi, Jumat (19/2/2021). S diduga mencabuli lima anak
kandungnya yang berkisar 14 tahun, 13 tahun, 10 tahun, 7 tahun, dan 4
tahun.
c. https://tirto.id/ejBL Pemaksaan hubungan seksual dengan oleh suami
disebut perkosaan, contohnya kasus yang terjadi pada 2014. Sebuah berita
kematian datang dari seorang perempuan asal Denpasar, Bali. Namanya
Siti Fatimah, ia meninggal karena mengalami patah tulang rusuk, memar
di dada, dan infeksi di kemaluan. Beberapa minggu sebelum ia
meninggal, suaminya, M. Tohari alias Toto (57 tahun) memaksa Siti
berhubungan badan. Siti sempat menolak karena merasa tidak enak badan,
napasnya sesak dan sakit jantungnya sedang kambuh, tapi Toto tak peduli.
Miris, atas perbuatannya Toto hanya dijatuhi hukuman penjara 10 bulan
mundur ke belakang.10
d. Fenomena kasus-kasus tersebut adalah sebagian kecil kasus yang berhasil
muncul kepermukaan dan berhasil dibawa ke persidangan. Namun ada
banyak kasus kekerasan seksual yang terpaksa dipendam oleh perempuan

10
Deri Rizal Dkk, Perlindungan Hukum Keluarga Islam Di Indonsia Terhadap Korban Kekerasan
Seksual, eL-Hekam Jurnal Studi Keislaman, vol 8 no 1 Tahun 2023, Hlm 140
sebagai istri atau anak perempuan karena ketidakberdayaan mereka, dan
tentu saja, akibat tekanan norma yang seksis.
3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksusal Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal yang baru dihadapi oleh para
istri atau suami, akan tetapi telah ada semenjak kehiduan manusia
membangun rumah tangga. Pemahaman yang jujur dan ikhlas terhadap
faktor-faktor yang mendorong terjadinya kekerasan akan menjadi langkah
strategis dalam menemukan solusi dari persolan yang dihadapi. Banyak
faktor secara empirik telah terbukti memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga muslim. Diantara penyebab itu
adalah:11
a. Sikap nusyuz istri atau suami yaitu sikap membangkang teradap
kewajiban- kewajiban dalam kehidupan perkawinan, seperti istri tidak
mau melayani suami pada hal tidak ada uzur seperti haid atau sakit
b. Lemahnya pemahaman atau pengamalan ajaran Islam oleh individu umat
Islam. Tidak adanya ketaqwaan pada individu, lemahnya pemahaman
relasi suami-istri dalam rumah tangga, dan karakteristik yang
tempramental juga sebagai pemicu bagi seseorang untuk melanggar
hukum syari’at termasuk melakukan tindakan KDRT.
c. Disisi lain juga disebabkan adanya faktor ekonomi, pendidikan yang
rendah, cemburu dan lain sebagainya. Kekerasan dalam rumah tangga yan
disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan karena minimnya
penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Terkadang
adanya istri yang terlalu banyak menuntut untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga, baik kebutuhan sandang, pangan maupun kebutuhan
pendidikan. Dari situlah berawal pertengkaran antara suami dengan istri
yang pada akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua
belah pihak tidak lagi saling mengontrol emosinya

11
Didi Sukardi, Kajian Kekerasan Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Hukum Positif, Jurnal Mahkamah Vol. 9 No. 1 Tahun 2015, Hlm 44
C. Kekerasan Seksual Menurut Al Quran dan Hukum Positif
Al-Quran tidak pernah memandang laki-laki dan perempuan secara
berbeda, Al-Quran tidak memandang perempuan dengan rendah, tidak
mengajarkan untuk berperilaku sewengan-wenang terhadap perempuan
apalagi untuk menyiksa maupun melukai perempuan. Beberapa ayat dalam Al-
Quran dapat menggambarkan bahwa Islam memberikan apresiasi terhadap
cinta, kasih sayang, keharmonisan dalam menjadi landasan hubungan antara
suami dan istri. Hal ini dapat dilihat dalam Alquran yaitu Q.S Ar-Rum Ayat 21

‫ُكنُ ٓواْ ِإلَ ۡي َه ا َو َج َع ل ۡبيَنَ ُكم َّموَّدةٗ َوَر ۡح َم ۚةً ِإ َّن يِف‬O‫ا لِّتَ ۡس‬Oٗ‫َوِم ۡن ءايَٰتِ ِهۦٓ َأ ۡن َخلَ َق لَ ُكم ِّم ۡن َأن ُف ِس ُكمۡ ۡز ََٰأوج‬
َ َ َ
ٓ ِ
َ ‫َٰذل‬
‫ك أَل أيَٰتٖ لَِّق ۡومٖ َيَت َف َّكُرو َن‬

Artinya: Di antara tanda-tanda kekuasaan Tuhan adalah bahwa Dia


menciptakan pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya (Sukun), dan dijadikanNya di antara kamu
kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. 30:21)

Ayat ini menjadi penting karena Pertama, Al-Quran tidak mengaitkan


seksualitas dengan perilaku hewani atau tindakan jasmani saja, namun
memandang bahawa seksualitas ialah sarana Tuhan dalam menciptakan
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dicirikan dengan kebersamaan,
kedamaian, cinta dan kasih sayang.
Kedua, ayat ini memiliki penegasan laki-laki dan perempuan mempunyai
karakterisitik yang sama termasuk karakteristik seksualitas, keduanya ialah
bagian dari karakteristik alami manusia atau fitrah, keserupaan seksualitas
tersebut yang akan membuat sukun yang timbal balik itu menjadi bermakna.
Tidak adanya pembeda antara karakteristik seksual laki-laki dan perempuan
juga dapat dilihat dari Q.S An-Nur 26:

ٓ ٰ ۚ َّ ِ
‫ك ُمَب َّرءُو َن مِم َّا‬
َ ‫ت ُْأولَِئ‬
ِ ‫ت وٱلطَّيِّب‬ ِۡ ۡ ِ‫ٱ ۡل خبِ ٰيثت ۡلِخبِيث‬
ُ َ َ ِ ۖ َ‫ني َوٱل َخبِيثُ و َن لل َخبِ ٰيث‬
َ ِ‫ٰت للطَّيِّب‬
ِ َ‫ني َوٱلطَّيِّبُ و َن للطيِّٰب‬ َ َ َُ َ
ٞ‫ َك ِرمي‬ٞ‫ َوِر ۡزق‬ٞ‫َي ُقولُو ۖنَ هَلُم َّم ۡغ ِفَرة‬
Artinya: Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk lelaki lelaki yang keji
dan lelaki lelaki yang keji adalah untuk perempuan perempuan yang keji dan
perempuan perempuan yang baik adalah untuk lelaki-lelaki yang baik, dan
lelaki-lelaki baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik.

Dengan demikian, dalam Al-Quran dijelaskan bahwa kesucian dan


kehormatan didasarkan pada perilaku bukan pada identitas atau jenis kelamin.
Selanjutnya salah satu ayat Alquran yang dapat dijadikan pedoman mengenai
hubungan seksual suami istri ialah surat Al- Baqarah ayat 223:12

ۡ
ُ‫ِّمواْ َأِلن ُف ِس ُكمۡۚ َو َّٱت ُق واْ ٱللَّهَ َوٱ ۡع لَ ُٓمواْ َأنَّ ُكم ُّم ٰلَ ُق و ۗه‬ ۖ ِۡ
ُ ‫ لَّ ُكمۡ فَأتُواْ َح ۡ ثرَ ُكمۡ َأىَّنٰ شئتُمۡ َوقَ د‬ٞ‫ن َس ٓاُؤُكمۡ َح ۡرث‬
ِ
ِِ ۡ
َ ‫َوبَ ِّش ِر ٱل ُم ۡؤمن‬
‫ني‬
Artinya: Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Dengan demikian, ayat tersebut menggambarkan relasi seksual antara


suami dan istri. Dalam Tafsir Al-Azhar Hamka, menafsirkan bahwa istri
diibaratkan sebagai ladang tempat suami menanam benih untuk menyambung
keturunan, dan suami sebagai pemilik ladang boleh masuk ke ladang
kapanpun namun tetap memperhatikan saat yang tepat dan dengan anjuran
yang tepat.
Sabab al-nuzul dari ayat diatas ialah tidak memojokkan perempuan bahkan
menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat. Menurut Madsar F.
Masudi, ayat ini turun pada dasarnya berkaitan dengan kegemaran sebagian
laki-laki yang suka menggauli istrinya lewat dubur. Islam melarang praktik
tersebut dengan mengingatkan bahwa istri dengan rahimnya (ladang) bagi
laki-laki untuk menanam benih keturunannya. Maka janganlah kalian tanam
benih tadi tidak pada tempatnya (dubur). Selain merupakan sesuatu yang tidak
pada tempatnya, perbuatan tersebut dari sisi kesehatan juga kurang aman. Jadi
jelas, pesan ayat itu bukan untuk memperlakukan perempuan semaunya. Lebih

12
Laudita Soraya Husin, Hlm 19
dari itu, penggambaran perempuan sebagai ladang dalam konteks masyarakat
madinah saat itu sebenarnya mengisyaratkan tingginya nilai perempuan.
Dalam konteks rumah tangga, bentuk-bentuk kekerasan memang
seringkali terjadi, baik yang menimpa istri, anak-anak, pembantu rumah
tangga, kerabat ataupun suami. Semua bentuk kekerasan dalam rumah tangga
itu pada dasarnya harus dikenai sanksi karena merupakan bentuk kriminalitas.
Banyak hadis Nabi yang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan.
Salah satunya adalah hadis yang menjelaskan tentang menghindari pemukulan
terhadap istri
“Dari Abu Hurayrah Ar-Raqqasyi dari pamannya, Nabi SAW bersabda: jika
kalian kawatir isteri kalian nusyuz, pisah ranjanglah dengan mereka” (H.R
Abu Dawud).

Disamping hadis tersebut diatas, dalam hadis riwayat Abu Dawud yang
lain Nabi bahkan menolak orang yang ingin bertanya tentang pemukulan
isteri.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb, telah
menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Daud bin Abdullah AlAudi dari Abdurrahman
Al Musliyi dari Al-Ash'ath bin Qais dari „Umar bin Al Khathab dari Nabi
SAW, beliau bersabda: "Seorang laki-laki tidaklah ditanya kenapa ia
memukul isterinya."13

Berdasarkan kedua hadis diatas sebagai sumber hukum Islam kita melihat,
bahwa pada hakikatnya Islam tidak menghendaki terjadinya pemukulan isteri
oleh suami.
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari Hisyam dari bapaknya dari Abdullah bin Zam'ah
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah salah
seorang dari kalian memukul isterinya, seperti ia memukul seorang budak,
namun saat hari memasuki waktu senja ia pun menggaulinya.”(H.R. Bukhari
no 4805)

Demikian uraian hadis tentang KDRT dan kekerasan seksual. Hadis diatas
dapat dijadikan dalil tentang KDRT, karena Rasul secara tegas telah melarang
seorang suami atau laki-laki memukul seorang istri atau perempuan.
13
Ibid, Hlm 21
Kemudian dijelaskan juga bahwa dilarang memukul istri sepertihalnya
budaknya atau kuda dan lain sebagainya (binatang).

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ditemukan


pengaturan khusus mengenai perbuatan pidana yang berkaitan dengan kekerasan
dalam rumah tangga. Dalam KUHP hanya mengatur tentang tindak pidana atau
delik- delik tentang penganiayaan. Kata aniaya berarti perbuatan bengis seperti
perbuatan penyiksaan atau penindasan. Menganiaya artinya memperlakukan
sewenang-wenang dengan mempersakiti, atau menyiksa dan sebagainya.
Penganiayaan artinya perlakuan yang sewenang-wenang dengan penyiksaan,
penindasan dan sebagainya terhadap teraniaya. Penganiayaan itu sebagai
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka
kepada orang lain, yang semata-mata merupakan tujuan dari perbuatan tersebut.
Jika diamati pengaturan pasal-pasal tentang kejahatan terhadap tubuh orang lain
dalam KUHP diatur pada pasal 351 sampai 358 KUHP.

Pengaturan tentang delik penganiayaan dalam KUHP dapat dibedakan menjadi


5 macam, sebagai berikut:

1. Penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP)


2. Penganiayaan biasa (pasal 351 KUHP)
3. Penganiayaan biasa yang direncanakan terlebih dahulu (pasal 353 KUHP)
4. Penganiayaan berat (pasal 354 KUHP)
5. Penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahulu (pasal 355 KUHP).

Dari uraian di atas pada dasarnya Kitab Undang-Undang Hukum pidana


(KUHP) telah mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan yang merupakan
bagian dari tindak pidana penganiayaan, namun sanksi tersebut belum
mengakomodir langsung tindak kekerasan dalam keluarga. Dengan
dikriminalisasikannya perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagai tindak
pidana dalam Undang- undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau disingkat dengan UU PKDRT, maka UU
ini telah menjadi bagian dari sistem hukum pidana positif Indonesia. Karena
secara yuridis semua bentuk kekerasan terhadap perempuan, terutama yang terjadi
di ranah rumah tangga harus dipandang sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan
dan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. UU PKDRT memperluas
defenisi kekerasan tidak hanya sebagai perbuatan yang berakibat timbulnya
penderitaan fisik, tetapi juga penderitaan secara psikis. Kekerasan dalam hal ini
dirumuskan sebagai delik penganiayaan dan delik kesusilaan psikologis/ psikis,
seksual dan penelantaran rumah tangga. Berkaitan dengan kekerasan fisik
terhadap istri atau dalam keluarga telah dijelaskan dalam UU PKDRT,
sebagaimana pada pasal 6 dirumuskan sebagai berikut : “Kekerasan fisik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Dalam UU ini suatu perbuatan dapat dikatakan kekerasan fisik jika perbuatan
tersebut mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat bagi korbannya. Ini
menandakan bahwa kekerasan fisik tersebut berdampak melukai atau mencederai
korban pada anggota tubuhnya, sehingga korban menimbulkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Jika dipahami, maka pengertian tentang penganiayaan dalam
KUHP dan kekerasan maupun kekerasan fisik dalam UU PKDRT yang telah
diuraikan di atas, pada prinsipnya mengandung substansi dan pemahaman yang
sama, yaitu perbuatan yang dilakukan sama-sama bentuk penganiayaan yang
dapat menimbulkan rasa sakit, menciderai atau dapat merugikan keselamatan
nyawa dan tubuh korban.14

Di dalam Undang-Undang No. 23 athun 2004 tentang PKDRT di dalam bab 3


mulai dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 mengatur tentang ”Larangan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga” dan bagi orang-orang atau pelaku tindak kekerasan dalam
rumah tangga akan dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44
sampai dengan Pasal 50. Mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang dapat
dilakukan dalam rumah tangga, pengaturan pokoknya terdapat dalam Pasal 5 UU
No. 23 Tahun 2004 yang menentukan bahwa setiap orang dilarang melakukan

14
Didi Sukardi, Hlm 45-46
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
dengan cara:15

a. kekerasan fisik
b. kekerasan psikis
c. kekerasan seksual
d. penelantaran rumah tangga.

Kekerasan atau pelecehan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat


seksual terhadap perempuan, baik telah terjadi persetubuhan ataupun tidak, dan
tanpa mempedulikan hubungan antara pelaku dan korban. Kekerasan/pelecehan
seksual dapat sangat bervariasi berupa percobaan perkosaan, perkosaan, sadisme
dalam hubungan seksual, pemaksaan aktivitas-aktivitas seksual lain yang tidak
disukai, merendahkan, menyakiti atau melukai korban.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa


perbuatan yang masuk kategori kekerasan atau pelecehan seksual yaitu:16

a. Merusak kesusilaan di depan umum (Pasal 281, 283, 283 bis)


b. Perzinahan (Pasal 284)
c. Pemerkosaan (Pasal 285)
d. Pembunuhan (Pasal 338)
e. Pencabulan (Pasal 289, 290, 292, 293 (1), 294, 295 (1)

Salah satu upaya penanganan yaitu adanya pemenuhan hak terhadap


perempuan korban KDRT. Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun
2004 merupakan Undang-undang yang telah mengatur pemenuhan hak korban
KDRT. Pada Bab IV pasal 10 tentang hak-hak korban terdapat lima hal yaitu:17

15
Marcheyla Sumera, Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan,
Jurnal Lex Et Societatis Vol. I No.2 Tahun 2013, Hlm 46
16
Ibid, Hlm 47
17
Rosma Alimi Dan Nunung Nurwati, Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Terhadap Perempuan, Jurnal Pengabdian Dan Penelitian Kepada Masyarakat
(Jppm), Vol. 2 No.1, Tahun 2021, Hlm 25
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaaan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahsiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani.

Selain adanya pasal yang mengatur mengenai pemenuhan hak korban KDRT,
pemerintah dan masyarakat juga memiliki kewajiban untuk memberikan
perlindungan terhadap korban KDRT dan sudah ditetapkan pada Bab dan Pasal
selanjutnya. Pada Bab V tentang kewajiban pemerintah dan masyarakat pada pasal
13 dan 14 sebagai berikut:

Pasal 13 berbunyi untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban,


pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-
masing dapat melakukan upaya:

a. Penyediaan ruang pelayanan


b. khusus di kantor kepolisian
c. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing
rohani
d. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program
pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah di akses oleh korban
e. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, kelurga, dan teman
korban.

Pasal 14 berbunyi menyelenggarakan upaya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 13, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas
masing-masing, dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat atau lembaga
sosial lainnya (Pemerintah Indonesia 2004).18

18
Ibid, Hlm 26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekerasan seksual tidak diperbolehkan untuk dilakukan dalam alasan dan
dalam bentuk apapun. Al-Quran tidak membuat klaim mengenai perbedaan
perlakuan terhadap kaum laki-laki maupu perempuan. Al-quran memandang
laki-laki dan perempuan memiliki karakterisitik seksualitas yang sama.
Al-Quran dan Hadis memandang hubungan suami-istri atau seksualitas
dengan penuh kasih sayang, cinta, kedamaian, dan menjunjung tinggi rasa
empati dan humanis. Tidak ada klaim Al-Quran mengenai merendahkan
perempuan terlebih untuk melakukan kekerasan kepada perempuan. Namun
terkadang masih banyak pelaku kekerasan atau pelaku penyalahgunaan makna
yang terkandung dalam AlQuran yang terkadang melenceng dari anjuran Al-
Quran yang nantinya akan berdampak kepada perlakuan yang semena-mena
terhaap perempuan atau kekerasan seksual pada perempuan.
Menurut hukum Islam dan hukum positif memandang bahwa kekerasan
dalam rumah tangga atau kekerasan terhadap istri adalah perilaku tercela dan
terlalang. Hukum Islam dan hukum positif sama-sama berpandangan bahwa
kedudukan seorangistri sama tingginya dengan seorang suami. Empat bentuk
kekerasan yang juga dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontektual. Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, cet.1
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004
Deri Rizal Dkk, Perlindungan Hukum Keluarga Islam Di Indonsia Terhadap
Korban Kekerasan Seksual, eL-Hekam Jurnal Studi Keislaman, vol 8 no 1
Tahun 2023
Didi Sukardi, Kajian Kekerasan Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Hukum Positif, Jurnal Mahkamah Vol. 9 No. 1 Tahun 2015
Hasan Basri, Keluarga Sakinah Tinjauan Pisikologi dan Agama, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 1999,
Hisny Fajrussalam dkk, Pandangan Hukum Islam Terhadap Kejahatan Seksual,
eL-Hekam: Jurnal Studi Keislaman, vol 8 no 1 Tahun 2023,
Laudita Soraya Husin, Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dalam Perspektif Al-
Quran Dan Hadis, Jurnal Hukum Islam Nusantara. Vol. 3, No. 1 Tahun
2020
Marcheyla Sumera, Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap
Perempuan, Jurnal Lex Et Societatis Vol. I No.2 Tahun 2013
Milda Marlia, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, Pustaka Pesantren,
Yogyakarta, 2007
Rohan Coiler, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Masyarakat Dan
Minoritas, Yogyakarta, PT. Tiara Yogya, 1998,
Rosma Alimi Dan Nunung Nurwati, Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan, Jurnal Pengabdian Dan
Penelitian Kepada Masyarakat (Jppm), Vol. 2 No.1, Tahun 2021
Simon Ruben, Kekerasan Seksual Terhadap Istri Ditinjau Dari Sudut Pandang
Hukum Pidana, Jurnal Lex Crimen Vol. IV No. 5 Tahun 2015
Smantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak, Medpres Digital, Cet ke 1 Yogyakarta, 2015

Anda mungkin juga menyukai