Anda di halaman 1dari 20

FEMINIS-GENDER

DI

S
U
S
U
N

Oleh :

ILKHAM SYAHPUTRA
FAISAL ZEIN

Jurusan/Prodi : Hukum Keluarga Islam


Fakultas Pasca Sarjana
IAIN Langsa

IAIN LANGSA
2022 M/ 1443 H

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,

kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ilmiah ini.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu

kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi

dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami

dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah

ilmiah ini ada manfaatnya untuk masyarakat dan dapat memberikan manfaat maupun

inspirasi terhadap pembaca.

                                                                            

    Langsa, 25 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pemahaman Feminis Dan Gender..........................................................................................2
B. Peran Perempuan Dalam Realita Sosial.................................................................................4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................................................ 9
B. Saran.......................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Masalah
Ketidaksetaraan dalam memberikan hak asasi yang sama kian menjadi-jadi, bukan
sebuah permasalahan baru namun hal ini tak kunjung selesai, diskriminasi dan
marginalisasi yang terus terjadi kepada kaum perempuan akhirnya mencapai puncaknya.
Puncak ini pada akhirnya melahirkan sebuah pandangan bahwa laki-laki dan wanita
pada hakikatnya sama, sama yang dimaksud bukan dalam peran fisik namun sama
dalam memiliki haknya masing-masing. Hal ini terus lanjut hingga sekarang dengan
pemahaman yang lebih modern. Perempuan di era sekarang tak lagi dikaitkan dengan
pekerjaan domestic, tak lagi dikaitkan dengan seseorang yang tidak bisa berpikir jernih
dalam mengambil keputusan bahkan tak lagi dikaitkan sebagai sosok yang lemah.
Pandangan diskriminasi pada hakikatnya muncul dari sosio kultural masyrakat.
Pandangan ini yang terus memberikan tekanan yang luar biasa kepada pihak perempuan
yang akhirnya mewujudkan apa yang menjadi diinginkan masyarakat yaitu kaum
domestic dan lemah. Pemikiran-pemikiran kuno ini selayaknya diubah karena apa yang
terjadi sekarang malah jauh berbanding terbalik, hal ini juga diperparah dengan
pemahaman gender dimasyarakat yang salah kaprah, masyarakat secara umum
menyamakan seks dan gender hingga pada akhirnya pihak perempuan kesulitan untuk
berkembang setara dengan laki-laki dikarenakan tekanan dari masyarakat.
B. Isi
Adapun dalam makalah ini terdapat beberapa hal yang sekirannya berhubungan
dengan judul makalah. Adapun isi makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman feminis dan gender
Feminis dan gender merupakan dua hal yang saling berhubungan satu dengan
yang lain, kedua hal ini juga masih hangat diperbincangkan karena permasalahan
yang muncul juga kian tak menemukan titik terang. Pandangan akan feminis
muncul dari rasa inferior kaum perempuan akan tekanan masyarakat serta
superiornya kaum laki-laki. Hal ini terus terjadi dan memberikan tekanan yang
besar serta meperlemah kaum perempuan. Perempuan dan laki-laki dilahirkan
setara namun sosikultural masyrakat yang memaksa perempuan untuk menjadi
kaum yang lemah dan identic dengan pekerjaan domestic, dengan kata lain

1
feminism adalah sebuah pemikiran atas penolakan pandangan masyrakat terhadap
perempuan dan perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Pandangan
gender juga banyak yang keliru, sehingga sering diartikan gender sama dengan
jenis kelamin, hal ini tentu berbeda karena jenis kelamin merupakan hal yang
diamati secara fisik namun gender merupakan konstruksi social untuk menentukan
seseorang laki-laki atau perempuan, adapun pandangan social ini beragam da
tergantung kondisi masyarakatnya.

2. Pegarusutamaan gender
Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggris: Gender
Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di
berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

C. Tujuan Masalah
adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mencari informasi lebih lanjut tentang feminism dan gender serta
permasalahan yang sering terjadi di masyarakat. Hal ini sekiranya penting
untuk menguatkan dasar keilmuan.
2. Untuk mengetahui tentang pengarusutamaan gender yang telah diatur oleh
pemerintah dalam Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemahaman Feminis dan Gender


1. Pemahaman Feminis
Dalam mengartikan feminisme, para feminis berbeda pendapat mengenai hal
tersebut, hal ini disebabkan feminisme tidak mengambil dasar konseptual dan
teoritis dari rumusan teori tunggal, karena itu definisi feminisme selalu berubah-
ubah sesuai dengan realita sosio-kultural yang melatar belakanginya, tingkat
kesadaran, persepsi, serta tindakan yang dilakukan oleh feminis itu sendiri.1
Istilah feminisme ditinjau secara etimologis berasal dari bahasa latin femmina
yang berarti perempuan. Kata tersebut diadopsi dan digunakan oleh berbagai
bahasa didunia. Dalam bahasa Perancis yang digunakan kata femme untuk
menyebut perempuan. Feminitas dan maskulinitas dalam arti sosial (gender) dan
psikologis harus dibedakan dengan istilah male (laki-laki) dan female (perempuan)
dalam arti biologis (sex/jenis kelamin). Dalam hal ini istilah feminisme terasa lebih
dekat dengan feminin, sehingga tidak jarang feminisme seringkali diartikan sebagai
sebuah gerakan sosial bagi kaum feminine.2
Feminisme adalah sebuah kata yang sebenarnya tidak mempunyai arti pasti
yang dapat diformulasikan sebagai definisi karena setiap gerakan feminisme
memiliki kepentingan masing-masing yang ingin diperjuangkan, namun jika dilihat
secara umum, feminisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan
pria.3
Wolf mengartikan feminisme sebagai sebuah teori yang mengungkapkan harga
diri pribadi dan harga diri semua perempuan. Pada pemahaman yang demikian,

1
Yunahar Ilyas, “Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik Dan Kontemporer”
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 40.
2
Hastanti Widy Nugroho, “Diskriminasi Gender (Potret Perempuan dalam Hegemoni Laki-laki)
Suatu Tinjauan Filsafat Moral” (Yogyakarta: Hanggar Kreator, 2004), 60
3
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), 241.

3
seorang perempuan akan percaya pada diri mereka sendiri. Sementara itu, Budianta
mengartikan feminisme sebagai suatu kritik ideologis terhadap cara pandang yang
mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran
dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin.4
Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, sebagaimana dikutip oleh
Yunahar Ilyas, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan
terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta
tindakan sadar perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.
Sedangkan menurut Yunahar Ilyas, feminisme adalah kesadaran akan ketidakadilan
gender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat,
serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan
tersebut. Secara teoritis, feminisme adalah himpunan teori sosial, gerakan politik,
dan filsafat moral yang sebagian besar didorong oleh atau yang berkenaan dengan
pembebasan perempuan terhadap pengetepian oleh kaum laki-laki.5
Menurut William Outwaite, feminisme didefinisikan sebagai advokasi atau
dukungan terhadap kesetaraan wanita dan pria, diiringi dengan komitmen untuk
meningkatkan posisi wanita dalam masyarakat. Istilah ini mengasumsikan adanya
kondisi yang tidak sederajat antara pria dan wanita, baik itu dalam bentuk dominasi
pria (patriarki), ketimpangan gender, atau efek sosial dari perbedaan jenis kelamin. 6
Sedangkan Nicholas Abercrombie dkk. berpendapat feminisme adalah paham yang
membela kesetaraan peluang bagi laki-laki dan perempuan.
Perempuan diperlemah secara sistematis dalam masyarakat modern, feminisme
merupakan gerakan sosial yang secara bertahap telah memperbaiki posisi
perempuan dalam masyarakat Barat.7 Secara umum feminisme Islam adalah alat
analisis maupun gerakan yang bersifat historis dan kontekstual sesuai dengan
kesadaran baru yang berkembang dalam menjawab masalah-masalah perempuan
yang aktual menyangkut ketidakadilan dan ketidaksejajaran. Para feminis Muslim
ini menuduh adanya kecenderungan misoginis dan patriarki di dalam penafsiran
4
Adib Sofia, “Perempuan Dalam Karya-Karya Kuntowijoyo” (Yogyakarta: Citra Pustaka, 2009),
13.
5
Syarif Hidayatullah, “Teologi Feminisme Islam” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 4.
6
William Outwaite, “Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern”, terj. Tri Wibowo (Jakarta:
Prenada Media Group, 2008), 313.
7
Nicholas Abercrombie dkk., “Kamus Sosiologi”, terj. Desi Noviyani dkk. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), 202.

4
teks-teks keagamaan klasik, sehingga menghasilkan tafsir-tafsir keagamaan yang
bias kepentingan laki-laki.8
2. Pemahaman Gender
Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis kelamin”.
Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Didalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwajender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran,
prilaku, mentalitas dan karakterstik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.9

Dalam memahami konsep gender, Mansour Fakih membedakannya antara


gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian seks lebih condong pada pensifatan
atau pembagian dua jenis kelamin manusia berdasarkan ciri biologis yang melekat,
tidak berubah dan tidak dapat dipertukarkan. Dalam hal ini sering dikatakan sebagai
ketentuan Tuhan atau 'kodrat'. Sedangkan konsep gender adalah sifat yang melekat
pada laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan
dapat dipertukarkan. Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-
laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat
lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang disebut
dengan gender.

Jadi gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial, sedangkan sex adalah jenis
kelamin biologis. Maksudnya adalah dalam gender ada perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial. 10
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan apabila dilihat
dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender
adalah kelompok atribut dan perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki dan
perempuan.11
8
Mohammad Asror Yusuf, “Wacana Jender di Indonesia: Antara Muslim Feminis dan Revivalis”
(Kediri: STAIN Kediri Press, 2010), 73-74.
9
Nassaruddin Umar, “Argumen Kesetaraan Gender”, ( Jakarta: Dian Rakyat, 2010), 29.
10
Iswah Adriana, “Kurikulum Berbasis Gender”, Tadrîs. Volume 4. Nomor 1. 2009, 138.
11
Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, “Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan”, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2004), 334.

5
Sejalan dengan itu, Gender merupakan konsep hubungan sosial yang
membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan
dan lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak
ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan
dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai
kehidupan dan pembangunan. Menurut Eniwati gender adalah konsep yang
digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan yang
dilihat dari sisi Sosial budaya.

Gender dalam arti ini mengidentifikasi laki-laki dan perempuan dari sudut non
biologis.12 Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa gender
adalah peran antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial budaya. Suatu peran maupun sifat dilekatkan kepada lakilaki karena
berdasarkan kebiasaan atau kebudayaan biasanya peran maupun sifat tersebut
hanya dilakukan atau dimiliki oleh laki-laki dan begitu juga dengan perempuan.
Suatu peran dilekatkan pada perempuan karena berdasarkan kebiasaan atau
kebudayaan yang akhirnya membentuk suatu kesimpulan bahwa peran atau sifat itu
hanya dilakukan oleh perempuan.

Kesetaraan dan Keadilan Gender

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan


untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki
maupun perempuan. Sedangkan keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan
adil terhadap perempuan dan laki-laki.

Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya
12
Eniwati Khaidir, “Pendidikan Islam Dan Peningkatan Sumber Daya Perempuan”,
(Pekanbaru:LPPM UIN Suska Riau, 2014), 16.

6
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka
memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Perbedaan gender
pada prinsipnya adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sunnatullah sebagai
sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu tidak akan menjadi masalah jika tidak
menimbulkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan tersebut
melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki terutama kepada kaum
perempuan.

Gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai perbedaan jenis kelamin.


Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi budaya
tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan perempuan.
Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan tanggung jawab
sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan perempuan. Hanya saja bila
dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan kurang menguntungkan
dibandingkan laki-laki.

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yaitu:

a. Marginalisasi atau proses peminggiran/pemiskinan, yang mengakibatkan


kemiskinan secara ekonomi. Seperti dalam memperoleh akses pendidikan,
misalnya, anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada
akhirnya juga kembali ke dapur.
b. Subordinasi atau penomorduaan, pada dasarnya adalah keyakinan bahwa
salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding
jenis kelamin lainnya. Sudah sejak dahulu ada pandangan yang
menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Sebagai contoh dalam memperoleh hak-hak pendidikan biasanya anak
perempuan tidak mendapat akses yang sama dibanding laki-laki. Ketika
ekonomi keluarga terbatas, maka hak untuk mendapatkan pendidikan lebih
diprioritaskan kepada anak lakilaki, padahal kalau diperhatikan belum
tentu anak perempuan tidak mampu.’
c. Stereotipe, adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak
sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum

7
selalu melahirkan ketidakadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan.
Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas dan fungsinya hanya
melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan domestik atau
kerumahtanggaan. Label kaum perempuan sebagai “ibu rumah tangga”
merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-laki” seperti berpolitik,
bisnis atau birokrat.Sementara label laki-laki sebagai pencari nafkah utama
(breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh perempuan
dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak
diperhitungkan.
d. Kekerasan (violence), adalah suatu serangan terhadap fisik maupun
integritas mental psikologis seseorang. Oleh karena itu, kekerasan tidak
hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan
penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan seksual
sehingga secara emosional terusik.
e. Beban ganda, adalah beban yang harus ditanggung oleh salah satu jenis
kelamin tertentu secara berlebihan. Berbagai observasi menunjukkan
perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga.
Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja, juga
masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Bentuk-bentuk ketidakadilan ini, akhirnya berdampak pada perempuan dengan
terjadinya kesenjangan gender, baik di lingkup keluarga maupun di lingkup
masyarakat. Berbicara tentang kesetaraan gender artinya bukan fifty-fifty akan
tetapi adalah pemberian akses yang sama bagi kaum perempuan dan laki-laki
memiliki akses sumber daya yang sama, atau partisipasi yang sama untuk berkiprah
di dalam pembangunan serta memberikan kesempatan yang sama dalam
pengambilan keputusan, karena pengambilan keputusan bukan hanya milik kaum
laki-laki saja.
Sedangkan kesetaraan menurut rahma adalah kesempatan menempuh
pendidikan yang sama dengan laki-laki sesuai dengan fitrahnya perempuan yang
berlandaskan Al-Quran10 Dengan kata lain kesetaraan gender adalah memberikan
kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan untuk samasama

8
menikmati hasil pembangunan. Maka emansipasi dan kesetaraan adalah hal yang
wajib diwujudkan, akan tetapi jangan sampai kebablasan hanya karena
mengatasnamakan kesetaraan justru mengabaikan kodrat yang sudah ditetapkan
dengan sibuk berkarir dan mengabaikan kasih sayang keluarga.

B. Pengarusutamaan Peran Perempuan Dalam Realita Sosial


Selain hal-hal yang disebutkan di atas intervensi pemerintah dalam mempercepat
tercapainya kesetaraan dan keadilan gender (KKG) adalah dengan membentuk suatu
kebijakan yang disebut Strategi ”Pengarusutamaan Gender” disingkat menjadi PUG
(Gender Mainstreaming). Istilah pengarusutamaan gender (PUG) berasal dari bahasa
Inggris ” Gender Mainstreaming”. Istilah ini digunakan pada saat Konferensi Wanita
Sedunia ke IV di Beijing dan dicantumkan pada ”Beijing Platform of Action”. Semua
negara peserta termasuk Indonesia dan organisasi yang hadir pada konferensi tersebut
secara eksplisit menerima mandat untuk mengimplementasikan ”Gender
Mainstreaming” tersebut di negaranya masing-masing.13

Adapun yang dimaksud dengan Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah suatu


strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender (KKG) melalui kebijakan dan
program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan
perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Pengarusutamaan gender atau disingkat PUG adalah strategi yang dilakukan secara
rasional dan sistimatis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan
negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program diberbagai
bidang kehidupan dan pembangunan.
Pengarusutamaan gender (PUG), atau dalam istilah Inggris: Gender
Mainstraiming, merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
13
Muhadjir M. Darwin, “ Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik”. ( Yogyakarta:
Media Wacana, 2005). 36.

9
gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai
bidang kehidupan dan pembangunan.
Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan laki-
laki:
1. memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan,
2. berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan. Termasuk proses
pengambilan keputusan,

3. mempunyai kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan, dan

4. memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.


Penyelenggaan pangarusutamaan gender mencakup baik pemenuhan kebutuhan
praktis gender maupun pemenuhan kebutuhan strategis gender. Kebutuhan praktis
gender adalah kebutuhan-kebutuhan jangka pendek dan berkaitan dengan perbaikan
kondisi perempuan dan/atau laki-laki guna menjalankan peran-peran sosial masing-
masing, seperti perbaikan taraf kehidupan, perbaikan pelayanan kesehatan,
penyediaan lapangan kerja, penyediaan air bersih, dan pemberantasan buta aksara.
Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan perempuan dan/atau laki-laki yang
berkaitan dengan perubahan pola relasi gender dan perbaikan posisi perempuan
dan/atau laki-laki, seperti perubahan di dalam pola pembagian peran, pembagian
kerja, kekuasaan dan kontrol terhadap sumberdaya. Pemenuhan kebutuhan strategis
ini bersifat jangka panjang, seperti perubahan hak hukum, penghapusan kekerasan
dan deskriminasi di berbagai bidang kehidupan, persamaan upah untuk jenis
pekerjaan yang sama, dan sebagainya.
Dalam buku Panduan Pelaksanaan Inpres No 9 Tahun 2000 Tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan, yang diterbitkan oleh Kantor
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dikemukakan sejumlah kondisi awal dan
komponen kunci yang diperlukan rangka menyelenggarakan pengarusutamaan
gender. Kondisi awal dan komponen kunci yang dimaksud, dikemukakan pada tabel
berikut.

No Kondisi Awal yang Diperlukan Komponen Kunci

10
Peraturan perundang-
1. Political will dan kepemimpinan dari undangan, misalnya:
lembaga dan pemimpin eksekutif,  UUD 1945
yudikatif, dan legislatif.  Tap MPR
Adanya kesadaran, kepekaan, dan  Undang-undang
respons, serta motivasi yang kuat  Peraturan Pemerintah
dalam mendukung terwujudnya  Kepres
kesetaraan dan keadilan gender.  Perda

Kebijakan-kebijkan yang
2. Adanya kerangka kebijakan yang secara sistemik mendukung
secara jelas menyatakan komitmen penyelenggaran PUG,
pemerintah, propinsi, termasuk kebijakan, strategi,
kabupaten/kota terhadap program, kegiatan, beserta
perwujudan kesetaraan dan penyediaan anggarannya,
keadilan gender seperti:
 penyerasian berbagai
kebijakan dan peraturan
yang responsive gender
 penyusunan kerangka
kerja akuntabilitas
 penyusunan kerangka
pemantauan dan evaluasi
yang responsive gender
 pelembagaan institusi
pelaksana dan penunjang

11
PUG.

Struktur organisasi pemerintah


3. Struktur dan mekanisme dalam rangka pelaksanaan
pemerintah, propinsi, PUJ di lingkup nasional,
kebupaten/kota yang propinsi, dan kabupaten/kota,
mengtegrasikan perspektif gender yang ditandai oleh
terbentuknya:
 Unit PUG
 Focal point
 Kelompok Kerja
 Forum

Mekanisme pelaksanaan PUG


diintegrasikan pada setiap
tahapan pembangunan, mulai
dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, penganggaran,

12
pemantauan, dan evaluasi.

 SDM yang memiliki

4. kesadaran, kepekaan,
Sumber-sumber daya yang
keterampilan, dan motivasi
memadai
yang kuat dalam
melaksanakan PUG di
unitnya.
 Sumber dana dan sarana
yang memadai untuk
melaksanakan PUG

Sistem Informasi dan data yang Data dan statistik yang


5. terpilah menurut jenis kelamin terpilah menurut jenis kelamin

Analisis gender untuk:


6. Alat analisis  Perencanaan
 Penganggaran
 Pemantauan dan evaluasi

Partisipasi masyarakat madani


7. Dorongan dari masyarakat madani yang dilakukan dalam
kepada pemerintah mekanisme dialog dan diskusi
dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi.

Di Indonesia definisi tersebut diadopsi dalam Inpres No. 9 tahun 2000 dan Presiden
telah mengintruksikan kepada jajaran ekskutif di tingkat pusat dan daerah, instansi dan
lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah non
departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi, Panglima Negara
Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung RI, Gubernur,
dan Walikota untuk melaksanakan PUG sebagai pembangunan nasional.

Mereka diharuskan untuk melakukannya disetiap tahap mulai dari penyusunan

13
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan berbagai kebijakan, program, dan kegiatan
termasuk penganggarannya sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewanangan
masing- masing. Dengan Inpres ini juga memberi mandat kepada Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan untuk bertindak sebagai koordinator dan fasilitator dalam
melaksanakan strategi PUG.

Pada dasarnya pengarusutamaan gender adalah menarik perempuan ke dalam arus


utama pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warga negara yang mempunyai
hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Mewujudkan keadilan dan kesetaraan
gender di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan program
pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender berfungsi untuk menciptakan
mekanisme- mekanisme kelembagaan bagi kemajuan perempuan di semua bidang
kegiatan dan kehidupan masyarakat dan pemerintahan.Lebih nyata penyelenggaraan
PUG dimaksudkan untuk mencapai kebutuhan praktis dan strategis gender.

Kebutuhan praktis adalah pemenuhan jangka pendek, seperti penyediaan lapangan


pekerjaan, pelayanan kesehatan, pemberantasan buta aksara dan sebagainya.
Pemenuhan kebutuhan strategis merupakan kebutuhan jangka panjang, seperti
perubahan posisi subordinasi perempuan dalam berbagai bidang ke dalam posisi setara
dan adil gender. Pentingnya melaksanakan PUG di dalam berbagai bidang
pembangunan bertujuan untuk memastikan apakah laki-laki dan perempuan benar-
benar sudah memperoleh akses yang sama terhadap sumberdaya pembangunan, dan
memperoleh manfaat sama dari hasil pembangunan.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi munculnya kesenjangan gender. Faktor-


faktor tersebut dapat diklompokkan menjadi empat, yakni:
1. faktor partisipasi,
2. faktor akses,
3. faktor kontrol,
4. dan faktor manfaat/keuntungan.
Dengan mengetahui keempat hal tersebut, maka kesenjangan gender akan dapat
teridentifikasi yang pada akhirnya untuk menemukan isu-isu gender. Dengan cara-cara
ini akan dapat pula ditempuh upaya-upaya untuk meminimalisir bahkan
menghilangkan kesenjangan gender melalui perumusan kebijakan, program dan

14
kegiatan yang responsif gender, dengan menggunakan teknik analisis yang disebut
Gender Analysis Pathways (GAP) dan Policy Outlook And Action Plan (POP).

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemahaman mengenai feminis dan gender sejatinya masih merupakan hal yang
jarang diketahui masyarakat, kurangnya pemahaman ini pada akhirnya mengakibatkan
terjadinya diskriminasi dan tekanan sosiokultural terutama kepada pihak perempuan.
Tak dapat dipungkiri tekanan masyarakat terhadap pandangan kehidupan bersosial
masih menjadi momok yang mengerikan, pandangan yang berbeda dengan masyarakat
pada akhirnya akan dipermasalahkan dan akhirnya terpaksa mengikuti apa yang
diinginkan oleh pandangan masyarakat, itulah yang terjadi dengan kehidupan kaum
perempuan secara khusus. Kaum perempuan tidaklah lemah namun dilemahkan dengan
adanya pandangan masyarakat yang seakan-akan mengekang mereka untuk berkembang
setara dengan laki-laki.
B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh karena itu mohon kritik dan
sarannya.

16
Daftar Pustaka

Abercrombie, Nicholas dkk. Kamus Sosiologi, terj. Desi Noviyani dkk. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2006.
Adriana, Iswah. “Kurikulum Berbasis Gender”. Tadrîs. Vol 4. No. 1. 2009.
Darwin, Muhadjir M. Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Media Wacana, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
Hidayatullah, Syarif. Teologi Feminisme Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Ilyas, Yunahar. Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik Dan Kontemporer
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Khaidir, Eniwati. Pendidikan Islam Dan Peningkatan Sumber Daya Perempuan,
Pekanbaru: LPPM UIN Suska Riau, 2014.
Narwoko, Dwi dan Bagong Yuryanto. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2004.
Nugroho, Hastanti Widy. Diskriminasi Gender (Potret Perempuan dalam Hegemoni
Laki-laki) Suatu Tinjauan Filsafat Moral, Yogyakarta: Hanggar Kreator, 2004.
Outwaite, William. Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Modern, terj. Tri Wibowo
Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
Sofia, Adib. Perempuan Dalam Karya-Karya Kuntowijoyo, Yogyakarta: Citra Pustaka,
2009.
Umar, Nassaruddin. Argumen Kesetaraan Gender, Jakarta: Dian Rakyat, 2010.
Yusuf, Mohammad Asror. Wacana Jender di Indonesia: Antara Muslim Feminis dan
Revivalis Kediri: STAIN Kediri Press, 2010.

17

Anda mungkin juga menyukai