KESEHATAN REPRODUKSI
DOSEN PEMBIMBING
Oleh :
NIM. P07224219026
TAHUN 2020
1
KATA PENGANTAR
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................................17
3.2 Saran.........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di
negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam
hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan
dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik
terjadi di mana-mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban
paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya
ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan
gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki
nilai tersendiri.
5
laporan kekerasan terhadap perempuan pada bulan Maret - April di sejumlah
daerah di Indonesia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA) mencatat per 2 Maret - 25 April 2020, terdapat
275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa, dengan total korban
277 orang. Hal serupa juga terjadi terhadap perempuan di berbagai negara,
seiring penerapan pembatasan sosial maupun isolasi wilayah di belahan dunia
lain.
6
1.2 Rumusan Masalah
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus Diskriminasi Gender
Melekatnya budaya patriarki melanggengkan kekerasan yang dialami
oleh Rina (bukan nama sebenarnya), perempuan berusia 23 tahun yang
mengalami kekerasan dari adik laki-laki yang berkuasa di rumah. Rina
mengaku di lingkungannya masih kental dengan budaya patriarki dengan pola
pikir masyarakat yang masih konservatif. Bisa dibilang kekerasan terhadap
perempuan ibarat fenomena gunung es. Di rumahnya , budaya patriarki
bersumber dari ajaran nenek nya yang diturunkan kepada ibu nya. Salah satu
contohnya adalah setiap hari, perempuan diwajibkan untuk melakukan
pekerjaan rumah, sementara laki-laki tidak.
Hak istimewa itu membuat adik laki-lakinya bersikap sewenang-
wenang. Apalagi, di tengah pandemi dengan segala pembatasan yang
menyertainya tugas-tugas di rumah seperti memasak, mencuci, membersihkan
rumah dibebankan oleh Rina dan perempuan lain di keluarganya, sementara
adiknya dibebaskan dari kewajiban tersebut. Karena ibunya berpikir anak
laki-laki tidak pantas mengerjakan tugas perempuan.
Beban berlapis di rumah, ditambah terbatasnya ruang sosial selama
pembatasan di masa pandemi, membuat Rina kian tertekan. Dia merasa tidak
diberi kesempatan untuk merawat kesehatan mental sendiri. Namun, ketika
dia menggugat diskriminasi yang dialaminya, Rina malah mendapat
kekerasan fisik dari sang adik. Dia didorong sampai jatuh. Terus ketika Rina
angkat masalah ini ke ibunya , ibunya mengatakan anak laki-laki tidak ada
salahnya.
Bukan hanya Rina yang mengalami kekerasan dari adik nya, ibu nya
pun juga pernah mengalami didorong sampai jatuh. Muak dengan kekerasan
di rumahnya, Rina sempat kabur dari rumah. Namun neneknya menyuruhnya
kembali ke rumah. Akhirnya Rina mengadu secara online ke lembaga yang
menangani masalah perempuan. Namun hingga kini, aduan itu belum
ditanggapi.
8
Lambatnya respons akan aduan yang dilaporkan, membuat Rina
merasa meski layanan ada, responsnya tidak ada. Seperti melapor untuk
sensus, ya sudah seperti itu saja, tidak ada upaya hukum dan tidak ada upaya
pemulihan kejiwaanya. Itu yang harus dicari sendiri dan tidak semua orang
seberuntung itu.
Bukan hanya saja Rina, kekerasan berbasis gender juga dialami oleh
Yuli, perempuan berusia 27 tahun yang kekerasan fisik dan verbal dari
suaminya sendiri. Dia mendapat perlakuan kasar dari suaminya sejak awal
mula pernikahan, sekitar tiga tahun silam. Pertengkaran demi pertengkaran
mereka lalui di rumah kontrakan disertai perkataan kasar dan bogem mentah,
hingga akhirnya Yuli mengalami keguguran anak pertamanya. Suaminya
kemudian meminta maaf dan berjanji akan mengubah tabiatnya.
Sejak saat itu, Yuli pisah ranjang dengan suaminya, tahun lalu. Akan
tetapi, itu tak menyelesaikan kekerasan yang dia alami. Yuli yang tinggal
hanya dengan kedua anaknya yang kini masih berusia dua tahun dan lima
9
bulan, mengatakan harus berjuang mati-matian demi memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Apalagi, situasi pandemi membuat tekanan ekonomi kian
mendera.
10
pemimpin tetapi untuk meningkatkan kualitas wanita dalam posisinya yang
sejajar dengan kaum pria. Untuk membuat kaum wanita menjadi lebih tau hak
dan kewajibannya sebagai bekal untuk membentengi diri dari tindakan yang
semena-mena.
11
Pemerintah juga meluncurkan layanan psikologi SEJIWA yang
diharapkan menjadi ruang bagi masyrakat, khususnya perempuan dan anak-
anak, yang rentan mengalami masalah psikososial akibat tekanan yang timbul
selama pandemi. Melalui layanan psikologi SEJIWA, Kemen PPPA
memberikan pendampingan bagi para perempuan dan anak terdampak Covid-
19, seperti perempuan korban KDRT, perempuan dalam situasi darurat dan
kondisi khusus, perempuan pekerja migran, perempuan disabilitas, serta anak
yang memerlukan perlindungan khusus.
12
Untuk mewujudkan kesesuai dan kesetaraan gender, jika si istri
mendapat KDRT terus menerus terjadi di dalam rumah tangga, maka dapat
meninggalkan suami dalam beberapa waktu agar sang suami mulai menyadari
pentingnya kehadiran seorang isteri di salam hidup berumah tangga,
memohon kepada keluarga terdekat untuk berikan sanksi adat kepada suami
dengan membuat pernyataan yang tegas, membuat perjanjian dengan suami
akan tindakan KDRT yang dilakukan dan melaporkan kepada pihak penegak
hukum untuk diproses secara hukum sesuai Undang-Undang yang berlaku agr
pelaku jera.
13
baik di lingkungan rumah tangga. Istri memiliki peran, dan peran ini adalah
kesepakatan dengan suami, kalau memang suami mengatakan istri harus
mendidik anak dirumah, lakukan itu dengan baik.
Kesetaraan gender dimulai dari kita menghargai orang lain dan diri
kita sendiri di dalam rumah. Dari kecil diajarkan untuk melihat
kompetensinya, jangan dia perempuan jadi dia harus di dapur. Rasa saling
menghargai itu dapat dimulai dari menjalin komunikasi yang baik antara
suami dan istri. Jika komunikasi sudah dibangun dengan baik, dan peran
gender dimainkan dengan seimbang, akan berpengaruh juga pada pola asuh
terhadap anak.Dari sini pula, anak akan diberi pengajaran secara langsung
ataupun tidak, mengenai kesetaraan gender. Penting untuk mendidik anak
secara setara, supaya anak lebih bahagia, karena saat ini zamannya
sudah equal artinya semua punya kesempatan, perempuan dan laki-laki punya
kelebihan masing-masing. Maka sudah jelas, mendidik anak secara setara,
akan menumbuhkan pemahamannya tentang kesetaraan dan keadilan gender.
Anak yang mendapati pengasuhan berspektif gender akan menjadi anak yang
peduli dan saling menghargai. Menumbuhkan kesadaran kesetaraan gender di
lingkungan rumah, bukan hanya memengaruhi keharmonisan pasangan,
namun juga menumbuhkan generasi yang berkualitas.
14
kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghalau budaya patriarkis yang
cenderungan memarginalisasi kelompok perempuan, dan mendukung
perangkat Negara untuk menjalankan kewajibannya memberdayakan dan
melindungi perempuan dan anak.
15
bahkan bisa-bisa menganggap para perempuan feminis adalah pembenci laki-
laki.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Masyarakat mengalami
diskriminasi berdasarkan gender-dalam bentuk kesenjangan dan perbedaan-
dalam tingkatan yang berbeda-beda. Seringkali dibutuhkan waktu cukup lama
untuk mengubah ketidakadilan ini.
Kesetaraan gender dimulai dari kita menghargai orang lain dan diri
kita sendiri di dalam rumah. Dari kecil diajarkan untuk melihat
kompetensinya, jangan dia perempuan jadi dia harus di dapur. Rasa saling
menghargai itu dapat dimulai dari menjalin komunikasi yang baik antara
suami dan istri. Jika komunikasi sudah dibangun dengan baik, dan peran
gender dimainkan dengan seimbang, akan berpengaruh juga pada pola asuh
terhadap anak.
17
3.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19