Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KESEHATAN REPRODUKSI

“KASUS DISKRIMINASI PEREMPUAN DI TENGAH PEMBATASAN


SOSIAL COVID-19”

DOSEN PEMBIMBING

Dwi Hendriani, SKM., M.Kes

Oleh :

Nur Amida Novita Asria

NIM. P07224219026

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan


sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Atas berkat
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Kesehatan
Reproduksi”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Kasus
Diksriminasi Perempuan di Tengah Pembatasan Sosial Covid 19”. Penulis tentu
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Muara Jawa, 30 Mei 2020

Nur Amida Novita Asria

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................1

KATA PENGANTAR...................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................7
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................7
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1Kasus Diskriminasi Gender.........................................................................8


2.2 Upaya untuk Mewujudkan Kesesuaian dan Kesetaraan Gender................10

2.3 Pendapat Penulis Mengenai Diskriminasi Gender..................................15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...............................................................................................17

3.2 Saran.........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku


yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi
menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.
Kata gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat
serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan
dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.

Ada perbedaan secara biologis antara perempuan dan laki-laki-namun


kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan
sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, dan pada gilirannya hak-hak,
sumber daya, dan kuasa. Kendati tuntutan ini bervariasi di setiap masyarakat,
tapi terdapat beberapa kemiripan yang mencolok. Misalnya, hampir semua
kelompok masyarakat menyerahkan tanggung jawab perawatan anak pada
perempuan, sedangkan tugas kemiliteran diberikan pada laki-laki.
Sebagaimana halnya ras, etnik, dan kelas, gender adalah sebuah kategori
sosial yang sangat menentukan jalan hidup seseorang dan partisipasinya
dalam masyarakat dan ekonomi.

Tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan ras atau


etnis, namun semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan gender-
dalam bentuk kesenjangan dan perbedaan-dalam tingkatan yang berbeda-
beda. Seringkali dibutuhkan waktu cukup lama untuk mengubah
ketidakadilan ini. Suasana ketidakadilan ini terkadang bisa berubah secara
drastis karena kebijakan dan perubahan sosial-ekonomi.

Pengertian kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara


antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban.
Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan,
di seluruh dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang cukup pesat
dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat

4
bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di
negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam
hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan
dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik
terjadi di mana-mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban
paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya
ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan
gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki
nilai tersendiri.

Kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk


berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Dengan
demikian mempromosikan kesetaraan gender adalah bagian utama dari
strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat
(semua orang)-perempuan dan laki-laki-untuk mengentaskan diri dari
kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka.

Pembangunan ekonomi membuka banyak jalan untuk meningkatkan


kesetaraan gender dalam jangka panjang. Agenda Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan memiliki makna yang penting karena setelah diadopsi maka
akan dijadikan acuan secara global dan nasional sehingga agenda
pembangunan menjadi lebih fokus. Setiap butir tujuan tersebut menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan untuk mencapai kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan, baik tua mau-pun muda.

Stay at home selama pandemi Covid-19 menjadi hal yang paling


penting untuk menekan penyebaran virus corona. Namun bagi sebagian
perempuan, rumah bukanlah tempat yang aman. Kebijakan pembatasan sosial
selama pandemi virus corona dianggap melanggengkan kekerasan gender
terhadap perempuan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan
menghambat penanganan kasus.

Rentannya perempuan terhadap kekerasan, terutama KDRT,


meningkat dalam masa pandemi COVID-19, dibuktikan dengan melonjaknya

5
laporan kekerasan terhadap perempuan pada bulan Maret - April di sejumlah
daerah di Indonesia. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA) mencatat per 2 Maret - 25 April 2020, terdapat
275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa, dengan total korban
277 orang. Hal serupa juga terjadi terhadap perempuan di berbagai negara,
seiring penerapan pembatasan sosial maupun isolasi wilayah di belahan dunia
lain.

Merujuk laporan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk


Perempuan (UN Women) jumlah kekerasan terhadap perempuan cenderung
meningkat selama pandemi karena kekhawatiran akan keamanan, kesehatan,
dan uang meningkatkan tensi dan ketegangan akibat kondisi kehidupan yang
sempit dan terbatas. Komnas Perempuan menyebut akar masalah dari KDRT
adalah relasi kuasa yang timpang antara lelaki dan perempuan, dimana
perempuan berada subordinat di bawah laki-laki. Di Indonesia yang masih
kental dengan kultur patriarki, lelaki umumnya memiliki kontrol dan kuasa
terhadap anggota keluarga yang lain. Isolasi selama pandemi Covid-19
membuat perempuan terperangkap semakin lama dengan pelaku kekerasan
dan "tidak dapat mengakses perlindungan".

Diskriminasi terhadap perempuan tidak bisa terhindarkan dalam


segala aspek. Padahal wacana kesetaraan gender sudah digaung- gaungkan
sejak lama. Namun dalam praktiknya sampai sekarang masih terjadi
diskriminasi terhadap perempuan. Oleh karena itu, penulis akan mengangkat
kasus mengenai diskriminasi perempuan di tengah pembatasan sosial covid-
19.

6
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa contoh kasus diskriminasi gender?


2. Bagaimana upaya untuk mewujudkan kesesuaian dan kesetaraan gender?
3. Apa pendapat penulis mengenai kasus diskriminasi gender?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui contoh kasus diskriminasi gender


2. Untuk mengetahui upaya untuk mewujudkan kesesuaian dan kesetaraan
gender
3. Untuk mengetahui pendapat penulis mengenai diskriminasi gender

7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus Diskriminasi Gender
Melekatnya budaya patriarki melanggengkan kekerasan yang dialami
oleh Rina (bukan nama sebenarnya), perempuan berusia 23 tahun yang
mengalami kekerasan dari adik laki-laki yang berkuasa di rumah. Rina
mengaku di lingkungannya masih kental dengan budaya patriarki dengan pola
pikir masyarakat yang masih konservatif. Bisa dibilang kekerasan terhadap
perempuan ibarat fenomena gunung es. Di rumahnya , budaya patriarki
bersumber dari ajaran nenek nya yang diturunkan kepada ibu nya. Salah satu
contohnya adalah setiap hari, perempuan diwajibkan untuk melakukan
pekerjaan rumah, sementara laki-laki tidak.
Hak istimewa itu membuat adik laki-lakinya bersikap sewenang-
wenang. Apalagi, di tengah pandemi dengan segala pembatasan yang
menyertainya tugas-tugas di rumah seperti memasak, mencuci, membersihkan
rumah dibebankan oleh Rina dan perempuan lain di keluarganya, sementara
adiknya dibebaskan dari kewajiban tersebut. Karena ibunya berpikir anak
laki-laki tidak pantas mengerjakan tugas perempuan.
Beban berlapis di rumah, ditambah terbatasnya ruang sosial selama
pembatasan di masa pandemi, membuat Rina kian tertekan. Dia merasa tidak
diberi kesempatan untuk merawat kesehatan mental sendiri. Namun, ketika
dia menggugat diskriminasi yang dialaminya, Rina malah mendapat
kekerasan fisik dari sang adik. Dia didorong sampai jatuh. Terus ketika Rina
angkat masalah ini ke ibunya , ibunya mengatakan anak laki-laki tidak ada
salahnya.
Bukan hanya Rina yang mengalami kekerasan dari adik nya, ibu nya
pun juga pernah mengalami didorong sampai jatuh. Muak dengan kekerasan
di rumahnya, Rina sempat kabur dari rumah. Namun neneknya menyuruhnya
kembali ke rumah. Akhirnya Rina mengadu secara online ke lembaga yang
menangani masalah perempuan. Namun hingga kini, aduan itu belum
ditanggapi.

8
Lambatnya respons akan aduan yang dilaporkan, membuat Rina
merasa meski layanan ada, responsnya tidak ada. Seperti melapor untuk
sensus, ya sudah seperti itu saja, tidak ada upaya hukum dan tidak ada upaya
pemulihan kejiwaanya. Itu yang harus dicari sendiri dan tidak semua orang
seberuntung itu.

Kondisi serba terhimpit yang dihadapi Rina, membuatnya merasa


tertekan. Namun begitu, dia berkukuh, tak mau menyerah tanpa perlawanan.
Dia berpikir, bagaimana pun caranya dia ingin  keluar dari rumahnya.

Bukan hanya saja Rina, kekerasan berbasis gender juga dialami oleh
Yuli, perempuan berusia 27 tahun yang kekerasan fisik dan verbal dari
suaminya sendiri. Dia mendapat perlakuan kasar dari suaminya sejak awal
mula pernikahan, sekitar tiga tahun silam. Pertengkaran demi pertengkaran
mereka lalui di rumah kontrakan disertai perkataan kasar dan bogem mentah,
hingga akhirnya Yuli mengalami keguguran anak pertamanya. Suaminya
kemudian meminta maaf dan berjanji akan mengubah tabiatnya.

Yuli memberi kesempatan kepada suaminya agar berubah. Namun hal


itu tak kunjung terjadi. Malah, suaminya makin menjadi-jadi. Dua kali
kelahiran anaknya, Yuli terpaksa melahirkan sendirian tanpa ditemani
suaminya. Kekerasan terparah yang dialami Yuli, adalah ketika dia dan
suaminya ribut besar masalah utang yang dihadapi suaminya, tahun lalu.
Suaminya kemudian memaksanya untuk merelakan simpanan perhiasannya
untuk melunasi utang tersebut.

Suaminya memaksa, Yuli pun marah, hingga suaminya memukul Yuli


dua kali dan menampar dua kali. Yuli pun membalas tamparan dan
mengatakan “Cukup kamu injak injak aku pas aku hamil”. Akhirnya Yuli pun
teriak dan tetangga mengusir suaminya.

Sejak saat itu, Yuli pisah ranjang dengan suaminya, tahun lalu. Akan
tetapi, itu tak menyelesaikan kekerasan yang dia alami. Yuli yang tinggal
hanya dengan kedua anaknya yang kini masih berusia dua tahun dan lima

9
bulan, mengatakan harus berjuang mati-matian demi memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Apalagi, situasi pandemi membuat tekanan ekonomi kian
mendera.

Ketika Yuli meminta pertanggungjawaban suaminya, melalui telpon,


justru perkataan kasar yang dia dapat. Tak berdaya dengan kondisi yang
dihadapi, Yuli memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya.Yuli telah
melaporkan kekerasan yang dia alami ke LBH dan kasus hukumnya kini
sedang dalam proses penyidikan.
2.2 Upaya untuk Mewujudkan Kesesuaian dan Kesetaraan Gender

Terkait kasus budaya patriarki, pendidikan di dalam keluarga sangat


diperlukan. Pendidikan sebagai pintu utama mengangkat derajat kaum wanita
untuk mengimbangi budaya patriarki yang semakin melampaui
batas sehingga membuat wanita terbelenggu dalam kebodohan dan semakin
terinjak-injak derajatnya. Keberadaan Undang-Undang yang mendukung
kesetaraan gender sebagai bukti bahwa Pemerintah ikut mengupayakan
keadilan bagi semua gender, tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi .
Tidak ada pengecualian gender dalam memperoleh pendidikan, lapangan
kerja bahkan mengutamakan quota 30% bagi perwakilan perempuan dalam
parlemen.

Berlakunya budaya patriarki yang sampai sekarang masih dianut oleh


masyarakat membuat sebagian kaum wanita atas nama kesetaraan gender
menjadi tidak nyaman dengan posisi sebagai warga “kelas dua”. Pandangan
yang sempit dalam budaya patriarki mendukung kaum pria melegalkan
tindakan semena-mena terhadap kaum wanita. Sehingga muncul macam-
macam gerakan kaum feminis yang menentang anggapan bahwa wanita
hanya berperan dalam urusan domestik lokal hingga yang beranggapan bahwa
pernikahan sebagai ‘’ladang subur’’ praktik patriarki bisa menghambat 
eksistensi seorang wanita, nyata-nyata sangat bertentangan dengan kodrat dan
budaya patriarki yang masih dianut hingga saat ini. 

Hidup dalam budaya patriarki bukan berarti kita semata-mata hanya


menjalankan kodrat dengan membiarkan diri sebagai wanita konvensional
yang tidak menyesuaikan dengan perubahan jaman hingga berlarut-larut
terintimidasi oleh kaum pria yang sangat fatal akibatnya bagi psikologis
pendidik generasi penerus.  Namun hendaknya juga memandang kesetaraan
gender sebagai suatu jalan untuk lebih memantaskan diri bagi wanita untuk
tidak sekedar menjadi objek dan bukan memandang kesetaraan gender dalam
makna yang sempit yaitu untuk menggantikan posisi kaum pria sebagai

10
pemimpin tetapi untuk meningkatkan kualitas wanita dalam posisinya yang
sejajar dengan kaum pria. Untuk membuat kaum wanita menjadi lebih tau hak
dan kewajibannya sebagai bekal untuk membentengi diri dari tindakan yang
semena-mena.

Selain itu, terkait kasus diksriminasi perempuan dalam KDRT sangat


rentan dialami kaum perempuan di tengah kondisi Covid-19 menjadi beban
berlapis. Di satu sisi pemerintah sedang menerapkan work from home,
sehingga seorang ibu harus memantau anaknya dan harus mengurusi rumah
tangga, lalu harus bekerja juga.

Menteri PPPA telah menyusun mekanisme pelayanan bagi perempuan


dan anak secara offline, baik melalui rujukan UPTD Pemberdayaan
Perempuan, juga melalui P2TP2A yang ada di provinsi dan kabupaten/kota,
juga pelapor yang secara mandiri datang langsung ke Kementerian PPPA.

Namun, selama penerapan pembatasan sosial, banyak lembaga yang


turut menerapkan kebijakan kerja dari rumah, tak terkecuali lembaga
pendampingan dan konseling kekerasan terhadap perempuan yang juga
melakukan pembatasan layanan.

Demi protokol kesehatan, pengaduan langsung untuk sementara waktu


ditiadakan, namun pengaduan online terus dilakukan. Hal ini membuat
perempuan yang tak melek teknologi kesulitan mengadukan kekerasan yang
dihadapi. Tidak semua aduan berlanjut ke konseling dan pendampingan
karena umumnya yang mengadu tidak memiliki akses teknologi. Sedangkan
di masa pandemi Covid-19, konseling dilakukan secara online. Rata-rata yang
lanjut konseling online itu yang muda, yang tidak melakukan konseling
online ada kendala teknologi.

Pemerintah telah mengeluarkan protokol penanganan kasus kekerasan


terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19. Protokol ini terdiri dari dua
layanan yakni layanan online dan layanan tatap muka. Layanan online tetap
dilakukan di masa Pandemi Covid-19 menggunakan media online berupa
telepon, WhatsApp, email atau media tertulis berupa surat.

11
Pemerintah juga meluncurkan layanan psikologi SEJIWA yang
diharapkan menjadi ruang bagi masyrakat, khususnya perempuan dan anak-
anak, yang rentan mengalami masalah psikososial akibat tekanan yang timbul
selama pandemi. Melalui layanan psikologi SEJIWA, Kemen PPPA
memberikan pendampingan bagi para perempuan dan anak terdampak Covid-
19, seperti perempuan korban KDRT, perempuan dalam situasi darurat dan
kondisi khusus, perempuan pekerja migran, perempuan disabilitas, serta anak
yang memerlukan perlindungan khusus.

Masyarakat dapat konsultasi dengan tenaga psikolog melalui hotline


119 ext. 8 yang juga merujuk kepada hotline unit pengaduan Kementerian
PPPA (0821-2575-1234/0811-1922-911) atau melalui situs pengaduan.

Terkait kasus yang penulis angkat mengenai kasus diskriminasi


perempuan yaitu tindakan KDRT yang biasa nya terjadi karena isteri yang
tidak mengikuti kehendak suami, perilaku isteri yang tidak hormat kepada
suami, pikiran suami yang sudah dipengaruhi oleh wanita lain, ekonomi
dalam keluarga yang tidak stabil, karakter suami yang selalu bertindak kasar
dan tidak saling percaya antara suami dan isteri.
Ada baiknya seorang isteri mencegah terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga yang dilakukan oleh suami yakni meningkatkan komunikasi
internal secara santun dengan suami, menghargai dan menghormati suami
sebagai kepala keluarga, memenuhi permintaan suami yang bersifat posetif,
mengkomunikasikan kebutuhan ekonomi dalam keluarga secara bersama-
sama, membuat perencanaan dalam keluarga secara bersama-sama, melayani
suami dengan penuh cinta dan kasih sayang, selalu percaya dengan suami.

Tentu setiap pasangan suami/isteri sangat tidak menginginkan untuk


hidup berpisah (cerai). Apalagi kalau sudah lama menjalani hubungan.
Terlebih seorang isteri tentu sangat tidak menginginkan untuk berpisah
dengan suaminya karena dengan pertimbangan beban tanggung jawab
ekonomi bagi keluarga.

12
Untuk mewujudkan kesesuai dan kesetaraan gender, jika si istri
mendapat KDRT terus menerus terjadi di dalam rumah tangga, maka dapat
meninggalkan suami dalam beberapa waktu agar sang suami mulai menyadari
pentingnya kehadiran seorang isteri di salam hidup berumah tangga,
memohon kepada keluarga terdekat untuk berikan sanksi adat kepada suami
dengan membuat pernyataan yang tegas, membuat perjanjian dengan suami
akan tindakan KDRT yang dilakukan dan melaporkan kepada pihak penegak
hukum untuk diproses secara hukum sesuai Undang-Undang yang berlaku agr
pelaku jera.

Upaya mencegah kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga,


memerlukan proses perubahan sikap dan persepsi individu maupun
masyarakat. Proses perubahan masyarakat terjadi, karena manusia adalah
makhluk yang berpikir dan bekerja. Dalam keadaan demikian, terjadilah
perubahan dalam masyarakat yang terjadi oleh beberapa aspek, yaitu: inovasi,
invensi (penemuan baru), adaptasi (penyesuaian secara sosial dan budaya),
dan adopsi (penggunaan dari penemuan baru teknologi). Perubahan sosial
terjadi karena keinginan manusia menyesuaikan diri dengan keadaan di
sekelilingnya, atau disebabkan ekologi. Penyebab utama dari perubahan
masyarakat ialah keadaan geografi tempat pengelompokan sosial, keadaan
biofisik kelompok, kebudayaan, dan sifat anomi manusia. Keempat unsur ini
saling mempengaruhi, akhirnya mempengaruhi bidang-bidang lain seperti
teknologi, ilmu pengetahuan, organisasi dan pengetahuan masyarakat.
Penerimaan suatu pemikiran atau kebudayaan baru merupakan hasil
pendidikan, yaitu pendidikan yang tidak di dasarkan pada traditional
socialization (sosialisasi tradisional) dan penerimaan dari idea-idea dan
penemuan baru.

Upaya menciptakan kesetaraan gender harus dibangun dari


lingkungan rumah tangga.Ini dapat diwujudkan dari relasi kesetaraan antar
pasangan, misalnya menentukan jumlah anak, pendidikan anak, bagaimana
mengasuh anak, dan peran suami dan istri di dalam maupun di luar rumah.
Termasuk pula pilihan pekerjaan masing-masing harus didiskusikan dengan

13
baik di lingkungan rumah tangga. Istri memiliki peran, dan peran ini adalah
kesepakatan dengan suami, kalau memang suami mengatakan istri harus
mendidik anak dirumah, lakukan itu dengan baik.

Kesetaraan gender dimulai dari kita menghargai orang lain dan diri
kita sendiri di dalam rumah. Dari kecil diajarkan untuk melihat
kompetensinya, jangan dia perempuan jadi dia harus di dapur. Rasa saling
menghargai itu dapat dimulai dari menjalin komunikasi yang baik antara
suami dan istri. Jika komunikasi sudah dibangun dengan baik, dan peran
gender dimainkan dengan seimbang, akan berpengaruh juga pada pola asuh
terhadap anak.Dari sini pula, anak akan diberi pengajaran secara langsung
ataupun tidak, mengenai kesetaraan gender. Penting untuk mendidik anak
secara setara, supaya anak lebih bahagia, karena saat ini zamannya
sudah equal artinya semua punya kesempatan, perempuan dan laki-laki punya
kelebihan masing-masing. Maka sudah jelas, mendidik anak secara setara,
akan menumbuhkan pemahamannya tentang kesetaraan dan keadilan gender.
Anak yang mendapati pengasuhan berspektif gender akan menjadi anak yang
peduli dan saling menghargai. Menumbuhkan kesadaran kesetaraan gender di
lingkungan rumah, bukan hanya memengaruhi keharmonisan pasangan,
namun juga menumbuhkan generasi yang berkualitas.

Upaya membangun kesetaraan gender sekaligus di dalamnya


menghapuskan kekerasan terhadap perempuan selalu menemui jalan berliku.
Namun, dengan komitmen dan kesungguhan banyak pihak, termasuk melalui
pelibatan kelompok yang selama ini rentan termarginalkan, berbagai
tantangan itu pada akhirnya dapat terurai. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mewujudkan kesesuaian dan keseteraan gender, mulai layanan
pengaduan Kemen PPPA, dibuatnya instrument hukum dan dibuatkan karya
sastra yang mengangkat kisah mengenai kesetaraan gender. Buku Perempuan,
Masyarakat Patriarki, dan Kesetaraan Gender yang diterbitkan oleh Yayasan
Bursa Pengetahuan Kawasan Indonesia Timur (BaKTI) Makasar memberi
gambaran langkah konkret yang dilakukan untuk menumbuhkan perspektif
kesetaraan gender di masyarakat. Buku ini sekaligus memotret sejumlah

14
kegiatan yang dilakukan dalam rangka menghalau budaya patriarkis yang
cenderungan memarginalisasi kelompok perempuan, dan mendukung
perangkat Negara untuk menjalankan kewajibannya memberdayakan dan
melindungi perempuan dan anak.

2.2 Pendapat Penulis mengenai Diskriminasi Gender

Menurut saya kesesuaian dan kesetaraan gender memanglah harus


ditegakkan. Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang majemeuk. Masyarakat harus memiliki pemahaman bersama bahwa antara
laki-laki dan perempuan itu sama, sama-sama memiliki peran sosial, ekonomi dan
terutama pendidikan. Perempuan juga memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan dan mencari ilmu. Jangan sampai ada mitos bahwa
perempuan hanya cukup di rumah saja. Masyarakat harus memiliki kesadaran
yang kritis dan benar dalam menafsiri gerakan kesetaraan gender terutama bagi
anak-anak perempuan mereka.

Hal utama dalam mewujudkan kesetaraan gender adalah keluarga. Dalam


relasi keluarga menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan ketahanan
keluarga. Kesetaraan gender dapat dilakukan melalui pembagian peran suami
dan istri dalam mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga, termasuk praktik
pengasuhan dalam rangka perlindungan anak.

Membiasakan kerja sama dalam menjalankan peran antara anggota


keluarga, kerja sama antara anak dan orang tua dalam melakukan tugas, dan
kewajiban keluarga, kerja sama antar saudara kandung dalam mengerjakan tugas
keluarga sehari-hari, kerja sama anak dengan teman sekolah dan teman tetangga
dalam bermain atau bersosialisasi, kerjasama anak dengan keluarga besar dan
pihak lainnya akan mewujudkan kesetaraan gender

Untuk mewujudkan kesesuaian dan ketaraan gender yaitu melibatkan


laki-laki dalam usaha melawan budaya partiarki. Menyadarkan bahwa
perempuan pada dasarnya setara dengan laki-laki tanpa menyadarkan pihak
laki-laki bagi saya adalah perjuangan yang sia sia bagi tercapainya kesetaraan
gender.

Jika diteruskan yang ada malahan hanya menimbulkan pertentangan


tajam antara laki-laki dan perempuan, karena laki-laki yang tidak mempunyai
kesadaran kesetaraan gender pada akhirnya menganggap perempuan yang
memperjuangkan kesetaraan gender sebgai usaha bodoh dan melawan kodrat,

15
bahkan bisa-bisa menganggap para perempuan feminis adalah pembenci laki-
laki.

Di Indonesia budaya patriarki, disadari atau tidak, laki-laki setinggi


apapun pendidikannya pun amper sedikit yang mempunyai kesadaran di
dalam diri mereka bahwa mereka laki-laki bukanlah pemimpin dari
perempuan, malahan kebanyakan dari mereka benar benar tidak peduli dengan
konsep apa itu kesataraan gender.

Laki-laki masih  terpaku kepada kepercayaan lama hasil turun temurun


yang diwariskan dari orang tuanya yang notabene besar dari budaya patriarki
yang menganggap bahwa laki-laki memang ditakdirkan untuk diatas
perempuan. Dan parahnya lagi kepercayaan itu juga diperkuat dengan dogma-
dogma agama.

Laki-laki haruslah ikut andil dalam melawan budaya ini, karena


bagaimanapun laki-lakilah yang selama ini mendapakan keistimewaan
sehingga sangat sulit dan mustahil untuk mewujudkan kesetaraan gender bila
laki-laki tidak ikut andil dalam melawan budaya patriarki. Karena seperti yang
kita tahu, dalam melawan budaya patriarki pun yang menindas perempuan,
masih banyak perempuan juga yang tidak satu suara dan tidak ikut melawan
ketidakadilan ini.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Masyarakat mengalami
diskriminasi berdasarkan gender-dalam bentuk kesenjangan dan perbedaan-
dalam tingkatan yang berbeda-beda. Seringkali dibutuhkan waktu cukup lama
untuk mengubah ketidakadilan ini.

Kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk


berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Dengan
demikian mempromosikan kesetaraan gender adalah bagian utama dari
strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat
(semua orang)-perempuan dan laki-laki-untuk mengentaskan diri dari
kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka

Menumbuhkan kesadaran kesetaraan gender di lingkungan rumah,


bukan hanya memengaruhi keharmonisan pasangan, namun juga
menumbuhkan generasi yang berkualitas. Upaya menciptakan kesetaraan
gender harus dibangun dari lingkungan rumah tangga.Ini dapat diwujudkan
dari relasi kesetaraan antar pasangan.

Kesetaraan gender dimulai dari kita menghargai orang lain dan diri
kita sendiri di dalam rumah. Dari kecil diajarkan untuk melihat
kompetensinya, jangan dia perempuan jadi dia harus di dapur. Rasa saling
menghargai itu dapat dimulai dari menjalin komunikasi yang baik antara
suami dan istri. Jika komunikasi sudah dibangun dengan baik, dan peran
gender dimainkan dengan seimbang, akan berpengaruh juga pada pola asuh
terhadap anak.

17
3.2 Saran

Diperlukan upaya penyadaran masyarakat tentang kesetaraan gender


agar tidak terjadi ketimpangan peran yaitu dengan cara mengikut sertakan
laki-laki dalam kegiatan reproduktif rumah tangga dan menyeimbangkan
peran dalam rumah tangga.

18
DAFTAR PUSTAKA

Afifah,Fadhilah. 2018. Kesetaran Dan Keadilan Gender Dimulai Dari


Lingkungan Rumah Tangga Diakses pada tanggal 30 Mei 2020 Pukul 14.00
WITA melalui https://nakita.grid.id/read/0230183/kesetaraan-dan-keadilan-
gender-dimulai-dari-lingkungan-rumah-tangga?page=all

Amindoni, Ayomi.2020. KDRT: Perempuan kian 'terperangkap' di tengah


pembatasan sosial Covid-19, 'Saya tak mau menyerah tanpa perlawanan.
Diakses pada tanggal 30 Mei 2020 Pukul 12.00 WITA melalui
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52713350

NN. 2017. Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum


Perempuan. Diakses pada tanggal 30 Mei 2020 Pukul 12.30 WITA melalui
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1439/mencapai-
kesetaraan-gender-dan-memberdayakan-kaum-perempuan

19

Anda mungkin juga menyukai