Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

"KESEHTAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER”

DOSEN PEMBIMBING : RATNA DEWI,SST.,M.Kes

Disusun oleh :

1. Rizka Wasila Barokah NIM : 135.21.005


2. leni Azhari

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


STIKES PONDOK PESANTREN ASSANADIYAH
PALEMBANG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Aplikasi Etika dalam Praktik Kebidanan.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah kesehatan reproduksi dalam perspektif gender
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palembang, 18 Juni 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
2. RUMUSAN MASALAH
3. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN KONSEP GENDER
2. PENGERTIAN DAMPAK GENDER
3. MACAM – MACAM BENTUK DISKRIMINASI GENDER
4. DIMENSI SOSIAL WANITA DAN PERMASALAHANNYA
5. UPAYAH PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP WANITA

BAB III PENUTUP


1. KESIMPULAN
2. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan
biologis dan bukan kodrat Tuhan, proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara
laki-laki dan perempuan, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru terbentuk
melalu proses sosial dan kultural. Gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional
dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama
yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah gender telah menjadi isu penting dan sering diperbincangkan akhir-akhir ini.
Banyak orang yang mempunyai persepsi bahwa gender selalu berkaitan dengan perempuan,
sehingga setiap kegiatan yang bersifat perjuangan menuju kesetaraan dan keadilan gender hanya
dilakukan dan diikuti oleh perempuan tanpa harus melibatkan laki-laki. Perempuan merupakan
sumber daya yang jumlahnya cukup besar, bahkan di seluruh dunia melebihi jumlah laki-laki.
Namun perempuan yang yang berpartisipasi di sektor publik berada jauh di bawah laki-laki,
terutama di bidang politik. Rendahnya partisipasi perempuan di sektor publik bukan hanya
terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia, termasuk juga di negara negara maju. Sebagai
contoh dalam bidang pendidikan kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan dengan laki-
laki. Ketertinggalan perempuan tersebut tercermin 2 dalam presentase perempuan buta huruf
(14,47% tahun 2001) yang lebih besar dibandingkan leki-laki (6,87%). Data tersebut
menegaskan bahwa partisipasi perempuan di sektor publik dalam bidang pendidikan masih
rendah (Wirutomo, 2012:188-189). Contoh selanjutnya di India, di negara ini wanita dibagi
menjadi tiga kelompok atau kelas, yaitu kelas atas, menengah, dan bawah. Pandangan
masyarakat India terhadap wanita ditentukan pada kelas atau strata mana dia berada. Umumnya
kelas atau strata tersebut dilihat dari kasta atau keturunan, selain itu juga dari kelas ekonomi.
Tuntutan agar wanita terjun di dunia kerja mendorong mereka untuk memperoleh pendidikan
yang lebih tinggi. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita, semakin terangkat kelas dan
derajat dia dalam masyarakat. Bagi kelas rendah, wanita dilahirkan, dirawat lalu tumbuh, harus
tinggal dan bekerja di rumah., kemudian dikawinkan dalam usia belia. Artinya wanita yang tidak
berpendidikan tidak mempunyai alasan untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Pendidikan
dan penegakan hak-hak wanita mempunyai kaitan yang erat, semakin rendah pendidikan seorang
wanita semakin sedikit kesempatan dia untuk menuntuk hak-haknya. Kendala utama datang dari
pihak keluarga, wanita dianggap hanya pantas bekerja di dalam rumah saja. Oleh karena itu,
kesempatan bagi mereka untuk berkiprah di luar rumah sangat terbatas. Keinginan untuk
bersekolah atau mendapatkan pendidikan lainnya karena alasan untuk berkarir di luar rumah
sangat sedikit yang mendapat persetujuan dari pihak keluarga khususnya orang tua (Bainar dan
Halik,1999:37-38).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian konsep gender?
2. Apa itu dampak gender?
3. Apa itu macam – macam bentuk diskriminasi gender?
4. Apa itu dimensi social wanita dan permasalahannya?
5. Apa itu upayah penghapusan kekerasan terhadap wanita ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian konsep gender
2. Untuk mengetahui dampak gender
3. Untuk mengetahui macam – macam bentuk diskriminasi gender
4. Untuk mengetahui dimensi social wanita dan permasalahannya
5. Untuk mengetahui upayah penghapusan kekerasan pada wanita
BAB 11
PEMBAHASAN
1. KONSEP GENDER
Gender mengacu pada peran sosial, perilaku, dan identitas yang dianggap sebagai
karakteristik khas laki-laki atau perempuan dalam suatu masyarakat. Konsep gender
melampaui perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan (seks) dan lebih terkait
dengan konstruksi sosial yang melibatkan tuntutan, norma, dan ekspektasi yang
ditetapkan oleh masyarakat terhadap individu berdasarkan jenis kelamin mereka.
Gender bukanlah sifat yang tidak berubah atau bawaan, tetapi sesuatu yang terbentuk
melalui interaksi sosial, lingkungan, dan pengalaman individu. Pemahaman gender
melibatkan aspek-aspek seperti identitas gender (persepsi individu tentang diri mereka
sendiri sebagai laki-laki, perempuan, atau variasi lainnya), peran gender (perilaku, tugas,
dan tanggung jawab yang dianggap sesuai untuk laki-laki atau perempuan), serta ekspresi
gender (cara individu mengekspresikan dan mengkomunikasikan identitas dan perasaan
gender mereka).
Penting untuk diingat bahwa konsep gender bersifat spektrum, bukan hanya terbatas pada
kategori laki-laki atau perempuan. Ada variasi dan keragaman gender, seperti non-biner,
agender, bigender, genderqueer, dan sebagainya, yang melampaui konsepsi biner
tradisional tentang gender. Pengertian gender ini terus berkembang seiring dengan
perubahan sosial, dan setiap individu dapat memiliki pengalaman dan identitas gender
yang unik.
Konsep gender mencakup pemahaman tentang peran sosial, identitas, dan ekspresi yang terkait
dengan jenis kelamin seseorang. Berikut ini beberapa komponen utama dalam konsep gender:
A. Identitas Gender: Identitas gender merujuk pada bagaimana seseorang mengidentifikasi
dirinya sendiri secara pribadi dalam hal jenis kelaminnya. Identitas gender tidak selalu
sejalan dengan jenis kelamin biologis yang ditetapkan pada saat lahir. Beberapa orang
mengidentifikasi diri mereka sebagai laki-laki, perempuan, atau variasi gender lainnya
seperti non-biner, genderqueer, atau genderfluid.
B. Peran Gender: Peran gender merujuk pada tugas, perilaku, dan tanggung jawab yang
dianggap sesuai atau diharapkan oleh masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Peran
gender sering kali merupakan konstruksi sosial yang berbeda-beda di berbagai budaya
dan dapat berubah seiring waktu. Misalnya, dalam beberapa budaya, peran gender
tradisional mungkin mencakup pemimpin keluarga bagi laki-laki dan peran pengasuh
bagi perempuan. Namun, peran gender tidak bersifat baku dan dapat bervariasi di antara
individu.
C. Ekspresi Gender: Ekspresi gender mengacu pada cara seseorang menunjukkan atau
mengkomunikasikan identitas gender mereka melalui perilaku, penampilan, dan cara
berbicara. Ekspresi gender dapat mencakup hal-hal seperti pakaian, gaya rambut,
makeup, serta cara berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Ini juga merupakan
konstruksi sosial yang beragam dan dipengaruhi oleh budaya dan konteks sosial.
Penting untuk diingat bahwa konsep gender tidak hanya terbatas pada kategori laki-laki atau
perempuan. Terdapat keragaman identitas gender dan ekspresi gender di sepanjang spektrum
gender. Beberapa individu mungkin mengidentifikasi diri mereka sebagai transgender, yakni
mereka yang pengalaman gender mereka tidak sesuai dengan jenis kelamin yang ditetapkan pada
saat lahir. Penerimaan dan pengakuan terhadap keragaman gender adalah penting dalam
memahami konsep gender dengan lebih baik dan menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil
bagi semua induvidal

2. DAMPAK GENDER
Gender memiliki dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan individu dan
masyarakat. Berikut adalah beberapa dampak gender yang dapat diamati:
A. Kesetaraan dan Diskriminasi: Konsep gender mempengaruhi kesetaraan gender di
masyarakat. Ketidaksetaraan gender dapat terjadi dalam hal kesempatan, akses terhadap
pendidikan, pekerjaan, keputusan politik, dan partisipasi sosial. Diskriminasi gender juga
dapat mempengaruhi pengalaman hidup individu dalam hal gaji, promosi, dan perlakuan
yang adil di tempat kerja.
B. Peran Keluarga dan Rumah Tangga: Gender memainkan peran penting dalam peran
keluarga dan rumah tangga. Konstruksi sosial tentang peran gender dapat mempengaruhi
bagaimana tugas dan tanggung jawab dibagikan di antara anggota keluarga. Persepsi
yang terkait dengan peran gender juga dapat mempengaruhi ekspektasi terhadap
perempuan sebagai ibu, pengasuh, dan penyedia perawatan utama dalam keluarga.
C. Kesehatan dan Kesejahteraan: Gender dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan
individu. Misalnya, perempuan mungkin menghadapi risiko kesehatan khusus seperti
kekerasan berbasis gender, kehamilan yang tidak diinginkan, dan akses terbatas terhadap
layanan kesehatan reproduksi. Pria juga dapat mengalami tekanan untuk memenuhi
konstruksi sosial tentang maskulinitas yang berdampak pada kesehatan mental dan
perilaku berisiko.
D. Partisipasi Politik dan Pemimpin: Gender mempengaruhi partisipasi politik dan kehadiran
perempuan dalam posisi kepemimpinan. Stereotip gender dan bias terhadap perempuan
dapat menjadi hambatan dalam mencapai kesetaraan representasi politik dan
kepemimpinan yang lebih baik antara laki-laki dan perempuan.
E. Kekerasan Gender: Gender juga terkait dengan kekerasan berbasis gender seperti
kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, perdagangan manusia, dan praktik-
praktik kekerasan lainnya. Perempuan dan anak perempuan sering kali menjadi korban
yang rentan dalam konteks kekerasan gender, sementara laki-laki juga dapat mengalami
kekerasan yang terkait dengan konstruksi sosial tentang maskulinitas.
Penting untuk mencapai kesadaran dan mengatasi ketidakadilan gender serta mempromosikan
kesetaraan gender dalam semua aspek kehidupan. Melalui penghapusan diskriminasi gender,
memperluas kesempatan, dan menciptakan lingkungan inklusif, masyarakat dapat mencapai
potensi penuh dari semua individu, tanpa memandang jenis kelamin atau identitas gender
mereka.

3. MACAM - MACAM BENTUK DISKRIMINASI GENDER


Ada beberapa macam bentuk diskriminasi gender yang sering terjadi dalam masyarakat. Berikut
adalah beberapa contoh umum:
A. Pembatasan Akses dan Peluang: Diskriminasi gender dapat terjadi melalui pembatasan
akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan peluang ekonomi. Perempuan seringkali
menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan tinggi atau pelatihan keterampilan
yang dapat membatasi pilihan karier mereka. Mereka juga mungkin menghadapi
kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang setara dengan laki-laki, serta kesenjangan
upah yang signifikan antara jenis kelamin.
B. Stereotip dan Peran Gender yang Terbatas: Stereotip gender dapat membatasi peran dan
harapan yang ditempatkan pada laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Misalnya, di
beberapa budaya, perempuan sering kali diharapkan untuk menjadi ibu rumah tangga dan
mengasuh anak, sementara laki-laki diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi
keluarga. Stereotip semacam ini membatasi pilihan individu dan mempengaruhi
pengambilan keputusan mereka dalam berbagai aspek kehidupan.
C. Kekerasan Berbasis Gender: Kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam
rumah tangga, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia, merupakan bentuk
diskriminasi gender yang sangat merugikan. Perempuan dan anak perempuan sering kali
menjadi korban utama dalam konteks kekerasan ini, yang diakibatkan oleh ketimpangan
kekuasaan dan norma sosial yang merendahkan perempuan.
D. Pengambilan Keputusan Politik: Diskriminasi gender juga dapat terlihat dalam
pengambilan keputusan politik dan kepemimpinan. Perempuan sering kali kurang
diwakili dalam posisi kekuasaan dan kepemimpinan, baik di tingkat lokal maupun
nasional. Bias gender dan stereotip yang terkait mempengaruhi persepsi terhadap
kemampuan perempuan dalam berpolitik, sehingga menghambat partisipasi politik
mereka.
E. Penghargaan dan Pengakuan: Ada kecenderungan untuk menghargai dan mengakui
kontribusi laki-laki lebih dari perempuan dalam berbagai bidang, termasuk di tempat
kerja, seni, dan olahraga. Ini dapat mengarah pada ketidakadilan dalam pengakuan
prestasi, penghargaan, dan promosi karier.
F. Cyberbullying dan Pelecehan Online: Perempuan sering menjadi korban pelecehan,
intimidasi, dan ancaman dalam bentuk cyberbullying dan pelecehan online. Ini mencakup
pelecehan seksual, penyebaran foto atau informasi pribadi tanpa izin, dan penindasan
berbasis gender melalui media sosial dan platform online lainnya.
Penting untuk melawan dan mengatasi diskriminasi gender dengan mempromosikan kesetaraan
gender, menghapuskan stereotip dan prasangka, serta menciptakan lingkungan yang inklusif dan
adil bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin atau
4. DIMENSI SOSIAL WANITA DAN PERMASALAHANNYA
Dimensi sosial wanita mencakup berbagai aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang
memengaruhi perempuan dalam masyarakat. Namun, perempuan sering menghadapi berbagai
permasalahan dan tantangan yang berkaitan dengan dimensi sosial mereka. Berikut adalah
beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh perempuan:
A. Ketidaksetaraan Gender: Masih ada ketidaksetaraan gender yang signifikan di banyak
masyarakat, baik dalam hal akses terhadap pendidikan, pekerjaan, keputusan politik,
maupun kekuasaan ekonomi. Ketidaksetaraan ini dapat menghambat perempuan untuk
mencapai potensi penuh mereka dan mengambil peran aktif dalam masyarakat.
B. Kekerasan Berbasis Gender: Perempuan seringkali menjadi korban kekerasan berbasis
gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, perdagangan
manusia, dan pemerkosaan. Kekerasan ini tidak hanya merugikan secara fisik dan
psikologis, tetapi juga mengganggu kebebasan dan hak asasi perempuan.
C. Kesehatan Reproduksi: Perempuan sering menghadapi tantangan dalam hal kesehatan
reproduksi. Ini termasuk akses terbatas terhadap layanan kesehatan reproduksi, termasuk
kontrasepsi, perawatan prenatal dan nifas, serta kesulitan dalam mengatasi masalah
kesehatan reproduksi seperti infertilitas, penyakit menular seksual, dan kanker
reproduksi.
D. Pengambilan Keputusan: Perempuan masih seringkali menghadapi hambatan dalam
pengambilan keputusan, baik di tingkat keluarga maupun di tingkat masyarakat yang
lebih luas. Kurangnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan
politik, ekonomi, dan sosial dapat menghambat perubahan sosial yang inklusif dan adil.
E. Stereotip Gender dan Peran Tradisional: Stereotip gender dan harapan terhadap peran
tradisional seringkali membatasi perempuan dalam mencapai aspirasi pribadi dan
profesional mereka. Harapan untuk menjadi pengasuh utama, pekerja rumah tangga, atau
terbatas pada peran-peran tertentu dalam masyarakat, menghalangi perempuan untuk
mengeksplorasi potensi mereka di berbagai bidang.
F. Penghapusan Penghargaan dan Pengakuan: Kadang-kadang, kontribusi perempuan dalam
berbagai bidang seperti seni, olahraga, ilmu pengetahuan, dan teknologi tidak diakui atau
dihargai sebanding dengan kontribusi laki-laki. Perempuan sering mengalami
penghapusan penghargaan dan ketidakadilan dalam pemberian pengakuan publik
terhadap prestasi mereka.
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi: Perempuan sering menghadapi tingkat kemiskinan
yang lebih tinggi dan kesenjangan upah gender yang signifikan. Akses terbatas terhadap sumber
daya ekonomi, peluang kerja yang terbatas, dan hambatan dalam mengaku.

5. UPAYAH PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAPAP WANITA


Penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah tujuan penting yang harus dikejar oleh
masyarakat dan pemerintah. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi dan mengurangi kekerasan terhadap perempuan:
A. Pendidikan dan Kesadaran: Pendidikan dan kesadaran yang meluas tentang kekerasan
berbasis gender dan hak-hak perempuan sangat penting. Dengan meningkatkan
pemahaman tentang isu-isu ini, masyarakat dapat mengubah sikap dan perilaku yang
mendukung kekerasan terhadap perempuan.
B. Undang-Undang dan Perlindungan Hukum: Pemerintah harus menerapkan undang-
undang yang tegas untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan memastikan bahwa
pelaku kekerasan dihukum dengan tegas. Hukum harus memberikan perlindungan yang
memadai bagi korban, termasuk melalui pengadilan yang adil dan akses terhadap sistem
keadilan yang sensitif terhadap gender.
C. Pelayanan dan Dukungan bagi Korban: Penting untuk memastikan tersedianya pelayanan
dan dukungan yang memadai bagi korban kekerasan. Ini mencakup akses ke tempat
perlindungan yang aman, layanan kesehatan yang komprehensif, konseling, dukungan
psikososial, dan bantuan hukum bagi korban kekerasan.
D. Pendidikan tentang Kesetaraan Gender: Mendorong pendidikan yang mempromosikan
kesetaraan gender dan mengajarkan nilai-nilai yang menghormati hak-hak perempuan. Ini
melibatkan mengintegrasikan pendidikan tentang kesetaraan gender ke dalam kurikulum
sekolah dan program pendidikan, serta melibatkan pria dan anak laki-laki dalam upaya
ini.
E. Penguatan Ekonomi Perempuan: Memberdayakan ekonomi perempuan adalah langkah
penting untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Ini termasuk memberikan
pelatihan keterampilan, akses ke lapangan pekerjaan yang setara, pembiayaan usaha
mikro, dan kebijakan yang mendorong kesetaraan dalam dunia kerja.
F. Kemitraan dan Kolaborasi: Mengatasi kekerasan terhadap perempuan membutuhkan
kemitraan dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, organisasi non-pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat secara luas. Semua pihak harus bekerja
bersama untuk menyusun strategi, mengoordinasikan upaya, dan memobilisasi sumber
daya yang diperlukan.
Perubahan Norma Sosial dan Budaya: Mengubah norma sosial dan budaya yang mendukung
kekerasan terhadap perempuan adalah penting. Ini melibatkan kampanye publik yang luas,
advokasi, dan pendidikan yang bertujuan untuk menggantikan sikap, keyakinan, dan perilaku
yang merendahkan perempuan dengan sikap yang menghormati dan menghargai kesetaraan
gender.
Penting untuk diingat bahwa penghapusan kekerasan terhadap perempuan adalah perjalanan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam upaya mencapai kesetaraan gender dan mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh
perempuan, penting untuk melibatkan seluruh masyarakat dan berkomitmen untuk mengubah
sikap, norma, dan sistem yang mendukung ketidakadilan gender. Penghapusan kekerasan
terhadap perempuan memerlukan kerja keras, kesadaran, dan tindakan kolaboratif dari semua
pihak.
Dengan pendidikan, perlindungan hukum, pelayanan yang memadai, penguatan ekonomi
perempuan, dan perubahan budaya, kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif, adil,
dan aman bagi semua individu. Setiap orang memiliki peran penting dalam mengatasi
ketidaksetaraan gender dan mempromosikan penghormatan terhadap hak-hak perempuan.
Dalam menghadapi tantangan ini, mari kita bersatu, mendengarkan pengalaman perempuan, dan
berkomitmen untuk menciptakan dunia yang setara dan berkeadilan bagi semua.

B. SARAN
Dengan membaca makalah ini di harapkan kepada petugas pelayanan kesehatan agar dapat
memberikan pelayanan terhadap kesehatan msayarakat dengan kebutuhan masyarakat agar dapat
terpenuhi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Mustika,sofyan. Dkk, 2009. 50 Tahun IBI. Bidan menyongsong masa depan. Pengurus pusat IBI.
Jakarta

Nurdiansyah. 2012. Etika profesi. Pdf. Jakarta

Marimbi, Hanum. 2008. Etika dan Kode Etik Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Mitra Cendikia.

Puji, wahyuningsih. 2009. Etika Profesi kebidanan. Fitrayana. Yogyakarta

Purwandari, Atik. 2008. Sejarah profesionalisme. Konsep kebidanan. EGC. Jakarta

Suriani,dr. H. 2008. Etika kebidanan. EGC. Jakarta

Wahyuningsih,  Heni Puji. 2008.  Etika Profesi Kebidanan.  Yogyakarta : Fitramaya.

http://ririnpujilestari.blogspot.com/p/fungsi-etika-dan-moralitas-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai