DI SUSUN OLEH:
1.
2. NOVITA SAFITRI
3.
4.
DOSEN PEMBIMBING:
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Kajian Perempuan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Isu gender dalam kehidupan perempuan ................................................
B. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan lintas
sectoral ...................................................................................................
C. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan ..................
D. Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan ...............
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
PEMBAHASAN
Tahun 90-an, perempuan tidak ada yang boleh bekerja jadi sopir, saat ini
mulai banyak sopir perempuan. Jaman dulu laki-laki tidak mengasuh anak dan
tidak mencuci baju, saat ini laki-laki mengasuh anak dan mencuci baju. Boleh
jadi, pada suatu saat nanti tidak akan ada lagi peran gender. Kepribadian.
Masyarakat pada umumnya membedakan adanya sifat kepribadian tertentu yang
dianggap khas milik perempuan dan sebagian yang lain khas miliki laki-laki.
Sifat-sifat yang dianggap khas perempuan misalnya lemah lembut, bijaksana,
cerewet, religius, peka terhadap perasaan orang lain, sangat memperhatikan
penampilan, mudah menangis, tergantung atau kurang mandiri, dan memiliki
kebutuhan rasa aman yang besar.
Dari urusan rumah tangga hingga berada di pentas terbuka, mulai urusan
domestik sampai urusan publik. Pekerjaan rumah tangga tidak lagi dianggap harga
mati untuk mereka. Tidak ada batas pembeda laki-laki dan perempuan kecuali
persoalan jenis kelamin. Hampir semua pekerjaan yang selama ini hanya
dikerjakan kaum laki-laki dan ditabuhkan bagi mereka, kini bisa dan lumrah
dikerjakan oleh kaum perempuan. Pergeseran ini dapat dilihat melalui semakin
banyaknya jumlah perempuan yang merambah wilayah publik, bahkan rela
meninggalkan rumah untuk memperoleh pekerjaan, seperti menjadi TKW di luar
negeri.
1. Sebagai Motivator
Seorang istri harus berperan sebagai penyemangat dan motivator
suami untuk terus berusaha bagi yang belum mempunyai pekerjaan, atau
tetap bersemangat dalam bekerja agar tak malasmalasan. Mencari nafkah
bagi suami adalah sebuah kewajiban, bekerja secara profesional adalah
anjuran Islam, karenanya para istri harus ikut memastikan dan memotivasi
suaminya untuk mampu merealisasikan hal tersebut dalam kehidupannya.
Bentuk motivasi sederhana lainnya adalah, menyambut suami saat
kelelahan sepulang dari kerja. Kreatif dalam membuat suasana rumah dan
anak-anak, sehingga lelah seharian itu bisa sirna dalam sekejap mata.
2. Sebagai Auditor
Istri dapat bertindak untuk memberikan pengawasan dan kontrol,
dari mana penghasilan suami, apakah halal atau tidak? Bukan saja
mengontrol dari sisi kuantitas, jika banyak tersenyum dan jika sedikit
cemberut. Namun senantiasa mawas diri dengan penghasilan lebih suami
yang tidak seperti biasa. Istri dapat berperan sebagai auditor investigastif
untuk mempertanyakan dan menyidik darimana penghasilan lebih yang
diperoleh sang suaminya.
3. Sebagai Manager
Seorang istri harus berperan sebagai manajer yang mampu
mengelola dengan baik nafkah pemberian suami meski tak seberapa besar.
Cerdas mengatur pengeluaran bulanan agar tidak terjadi defisit dalam
anggaran. Mampu mengalokasikan pengeluaran yang prioritas dan bijak
dalam pembelian kebutuhan. Kartini yang handal mampu membuat
pemberian yang sedikit terasa banyak dan berkah. Suami pun lebih merasa
berharga dengan jatah bulanan yang berkah dan bersisa.
4. Sebagai Tax Officer
Peran istri adalah sebagai pemungut pajak, dalam arti
mengalokasikan dan mengingatkan dana untuk berbagi dengan orang lain
yang membutuhkan. Bisa berarti sedekah rutin maupun kewajiban zakat.
Jangan sampai ada kealpaan atau bahkan kesombongan bahwa dalam harta
kita ada bagian dari sang fakir miskin. Peran istri mengingatkan dan
memastikan bahwa pajak akhirat itu telah terlaksana sedemikian rupa.
5. Sebagai stakeholder
Bisa jadi ada suatu kondisi yang membuat istri bekerja di luar
rumah, maka perannya pun bertambah ikut menjadi stakeholder keuangan
keluarga. Tidak ada larangan dalam masalah ini, sepanjang menjaga
suasana kerja tetap islami dan terhindar dari segala godaan dan fitnah
zaman yang terus berkembang. Dukungan dan izin dari suami mutlak
diperlukan dan jangan sampai alasan kerja menjadikan tugas-tugas
kerumahtanggaan terbengkalai, apalagi yang berhubungan dengan
pendidikan dan kasih sayang untuk anak-anak.
Penyediaan makanan yang bergizi lebih diutamakan kepada bapak dan anak
laki-lakr dalipada ibu dan anak perempuan
Ketidak adilan gender mulai dirasakan oleh para kaum perempuan sebagai
bentuk diskriminasi. Diskriminasi ini berasal dari budaya patriarki yang tidak
terkendali. Budaya patriarki merupakan suatu sistem dari struktur dan praktik
sosial dimana laki-laki lebih mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi kaum
perempuan (Walby, 1990). Salah satu bentuk budaya patriarki ditandai dengan
banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang merugikan kaum
perempuan. Dikeluarga perempuan hanya dianggap sebagai sumber tenaga
domestik yang tak dibayarkan untuk melestarikan pekerja laki-laki (suami
mereka) serta melahirkan dan membesarkan anak-anak mereka yang kelak
menjadi tenaga kerja generasi baru (Jones, et.al, 2016).
Sedangkan ketika perempuan memasuki dunia kerja yaitu dengan menjadi
tenaga kerja, perempuan dipandang masih tergantung secara ekonomi kepada
suami mereka sehingga diberi upah yang rendah, status yang rendah, dan bekerja
hanya separuh waktu. Praktek diskriminasi pada perempuan ini mengakibatkan
rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan sehingga menyebabkan
suatu kesenjangan gender atau ketidaksetaraan gender. Ketidakadilan gender yang
terjadi di berbagai negara tentu berbeda – beda tergantung pada budaya spesifik
dari setiap negara. Secara khusus isu-isu kesetaraan gender memainkan peran
kunci dalam mendorong partisipasi ke pasar tegara kerja bagi perempuan dan
memiliki pengaruh penting serta berkelanjutan dalam proses pembuatan kebijakan
di negara-negara Eropa (Almudena Moreno Minguez & Isabella Crespi, 2017;
Patricia C. Salinas and Claudia Bagni, 2017). Disisi lain budaya dan agama juga
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pelaksanaan kesetaraan gender.
Seperti pada masyarakat Aceh, anak laki-laki sejak kecil sudah bebas berada di
dapur bersama-sama dengan ibu dan saudara perempuannya (Nurlian & Daulay,
2008).
Akan tetapi, di daerah lain anak laki-laki yang terlalu sering berada di
rumah akan diejek oleh teman-temannya karena dianggap aneh atau asing.
Sedangkan pengaruh agama dalam pelaksanaan kesetaraan gender di negara-
negara Arab masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Veronica V. Kostenko, Pavel A. Kuzmuchev & Eduard D. Ponarin
(2015) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa hanya sekelompok orang yang
mendukung kesetaraan gender (17%) dari total populasi. Sebagian besar
menyatakan mendukung terhadap adanya demokrasi tetapi tidak untuk kesetaraan
gender. Hal ini tentu dipengaruhi dan dibentuk melalui agama, tingkat pendidikan,
dan status sosial di negara-negara Arab.
Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya dan agama juga berperan dalam
pelaksanaan kesetaraan gender. Kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu
konsep yang menyatakan bahwa lakilaki dan perempuan memiliki kebebasan
untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-
pilihan tanpa embatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender
yang kaku (Arkaniyati, 2012).
Kesetaraan gender di Indonesia mulai diprogramkan pada saat
ditetapkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000
tentang pengarusutamaan gender,artinya pemahaman terhadap kesetaraan gender
di masyarakat mulai dibangun pada tahun 2000-an. Namun tidak semua
masyarakat memahami makna dari kesetaraan gender sehingga pelaksanaan
kesetaraan gender didalam keluarga dirasa masih jauh dari harapan. Oleh karena
itu diperlukan suatu kajian mendalam untuk mengeksplorasi sejauhmana persepsi
masyarakat mengenai kesetaraan gender di dalam masyarakat mengenai
kesetaraan gender di dalam keluarga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Gender merupakan kajian tentang tingkah laku
perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender
berbedadari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
bersifat biologis.Ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam satu
kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lain. Dengan
kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-
budaya
bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin. Termasuk dalam
persoalan gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan perempuan
(di luar peran biologis yakni hamil dan menyusui pada perempuan serta
membuahi pada laki-laki), serta kepribadian. Gender bukanlah kodrat
ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses
keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan
budaya ditempat mereka berada.
B. Saran
Diharapakan agar makalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi
kita sebagai mahasiswa untuk mencegah terjadinya gender di lingkungan
kita.
DAFTAR PUSTAKA