Anda di halaman 1dari 22

KAJIAN PEREMPUAN

DI SUSUN OLEH:
1.
2. NOVITA SAFITRI
3.
4.

DOSEN PEMBIMBING:

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU TAHUN


2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Kajian Perempuan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN
A. Isu gender dalam kehidupan perempuan ................................................
B. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan lintas
sectoral ...................................................................................................
C. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan ..................
D. Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan ...............

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perempuan kini tengah menjadi sorotan. Di era emansipasi ini


masyarakat mulai mengakui keberadaan perempuan yang makin
maju dan mulai menunjukkan diri mereka. Keadaannya tentu
berbeda ketika masyarakat belum mengenal emansipasi. Perempuan
tidak bisa bebas untuk berekspresi dan bersosialisasi dengan leluasa.
Perempuan masa kini sudah berani mengekspresikan diri
dan mandiri tanpa terkekang oleh adat dan mitos dalam
masyarakat. Mereka mulai meretas karir untuk meningkatkan
kualitas dan kemampuan diri demi masa depan. Masyarakat yang
mulai merasakan kekuatan emansipasi perempuan pun mulai terbuka
dan mengakui sosok perempuan yang ingin disejajarkan dengan
sesama mereka, laki-laki.
Untuk menunjukkan kemampuan diri, perempuan lebih berani
dan bebas memilih pekerjaan sesuai dengan minat mereka. Bahkan
perempuan tak ragu lagi terjun ke dunia kerja yang kerap
diidentikkan dengan kaum laki-laki, salah satunya menjadi
seorang jurnalis. Bukan hal yang mengejutkan lagi perempuan
menjadi seorang jurnalis, karena pada dasarnya masing-masing
individu baik itu perempuan maupun laki-laki memiliki
kesempatan yang sama, meskipun bias gender.
1. seputar penggambaran sosok perempuan di media massa yang
masih kurang sensitif gender dan cenderung menyudutkan posisi
kaum perempuan. Dalam berita kriminal, perempuan banyak disorot
terkait masalah kekerasan, penganiayaan, dan pelecehan seksual.
Perempuan digambarkan sebagai objek eksploitasi, sebagai
tersangka, atau sebagai korban. Bahkan ada
anggapan bahwa perempuan dianggap ‘mengundang’
(memancing) tindak kriminalitas atas diri mereka.
2. Sebagai contoh dalam berita tentang PSK (Pekerja Seks
Komersial) yang identik dengan sosok perempuan. Kondisi
berbeda terjadi di berbagai negara maju, dimana terjadi
peningkatan dalam representasi perempuan di media massa
sekitar 30%-40%, bahkan di Finlandia mencapai 49%.
3. Setidaknya angka ini bisa menjadi gambaran tentang
permasalahan
perempuan yang perlu mendapat perhatian bagi media
massa, sebagai kontrol sosial masyarakat lewat pemberitaan
mereka. Minimnya keterlibatan perempuan juga menjadi salah
satu penyebab suramnya gambaran perempuan di media massa.
Keberadaan perempuan jurnalis baru mulai diakui dalam kurun
waktu lima puluh tahun belakangan ini, sebelumnya hanya
menjadi milik kaum laki-laki.
4. Hal ini dikarenakan dominasi kaum laki-laki kadang membuat
perempuan minder untuk masuk dalam ranah media yang
maskulin. Di Indonesia, jumlah perempuan jurnalis hanya
sekitar
A. Rumusan Masalah

1. Isu gender dalam kehidupan perempuan ?


2. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan
lintas sectoral ?
3. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan ?
4. Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan ?

B. Tujuan

1. Mengetahui Isu gender dalam kehidupan perempuan ?


2. Mengetahui Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional
dan lintas sectoral ?
3. Mengetahui Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan ?
4. Mengetahui Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Isu gender dalam kehidupan perempuan

Pengertian Gender merupakan kajian tentang tingkah laku


perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender
berbedadari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
bersifat biologis.Ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam satu
kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lain. Dengan kata lain,
ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya

bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin. Termasuk dalam


persoalan gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan perempuan (di
luar peran biologis yakni hamil dan menyusui pada perempuan serta membuahi
pada laki-laki), serta kepribadian. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan
Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata
nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.

Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi,


tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh
sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Perbedaan gender
dan jenis kelamin (seks) adalah gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan,
tergantung waktu, budaya setempat, dan bukan merupakan kodrat Tuhan,
melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks (jenis kelamin), seks tidak
dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku
dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan
Tuhan.
 Peran Gender
Peran gender merupakan peran laki-laki dan perempuan yang dikaitkan
dengan status, lingkungan, dan budaya. Laki-laki memiliki tugas mencari nafkah,
memimpin rumah tangga, melakukan pekerjaan kasar, memperbaiki atap,
menggali sumur, dll. Perempuan mengurus anak, membersihkan rumah,
memasak, mencuci baju, dll. Peran laki-laki dan perempuan di atas adalah peran
gender, yakni peran yang diharapkan dari seorang laki-laki dan perempuan karena
budaya menghendaki demikian. Namun peran ini dapat berubah atau
dipertukarkan pada lingkungan dan budaya yang berbeda. Oleh sebab budaya
selalu berubah, demikian juga peran gender.

Tahun 90-an, perempuan tidak ada yang boleh bekerja jadi sopir, saat ini
mulai banyak sopir perempuan. Jaman dulu laki-laki tidak mengasuh anak dan
tidak mencuci baju, saat ini laki-laki mengasuh anak dan mencuci baju. Boleh
jadi, pada suatu saat nanti tidak akan ada lagi peran gender. Kepribadian.
Masyarakat pada umumnya membedakan adanya sifat kepribadian tertentu yang
dianggap khas milik perempuan dan sebagian yang lain khas miliki laki-laki.
Sifat-sifat yang dianggap khas perempuan misalnya lemah lembut, bijaksana,
cerewet, religius, peka terhadap perasaan orang lain, sangat memperhatikan
penampilan, mudah menangis, tergantung atau kurang mandiri, dan memiliki
kebutuhan rasa aman yang besar.

Sifat-sifat yang khas laki-laki misalnya agresif, mandiri, kurang


emosional, objektif, kurang peka terhadap perasaan orang lain, ambisius,
dominan, logis, dan suka bersaing. Pertanyaannya, apakah hal tersebut benar
Boleh jadi sifat-sifat yang khas itu memang benar. Kekhasan itu muncul karena
sejak kecil masing-masing jenis kelamin memang telah dididik untuk selaras
dengan sifat-sifat itu. Misalnya saja agresivitas. Sejak kecil laki-laki dididik untuk
agresif, perkelahian anak laki-laki lebih dimaklumi. Permainan mereka berkisar
pada persaingan dan peperangan. Sebaliknya anak perempuan dididik kurang
agresif. Mereka dilarang melakukan permainan agresif. Permainan yang diberikan
pun bukan permainan agresif. Maka kemudian menjadi wajar jika laki-laki lebih
agresif ketimbang perempuan

wilayah sudut pemikiran dan kehidupan dengan menempatkan


“perempuan” sebagai objek pembahasan. Sedangkan tema sentralnya adalah
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal apapun. Pergumulan
dialektika tidak terhindarkan. Isu ini, dengan segala permasalahannya yang sangat
menarik dan diperbicangkan oleh kalangan intelektual dunia. Terbukti dengan
diadakannya Konferensi Perempuan IV Sedunia di Beijing pada tahun 1995 yang
merumuskan tentang penolakan terhadap ajaran agama yang memandang
eksistensi perempuan dengan sebelah mata dan Konferensi Durban pada Apa
yang tidak bisa dilakukan oleh perempuan sekarang? Segala sesuatunya telah
terbuka untuk mereka jalani.

Dari urusan rumah tangga hingga berada di pentas terbuka, mulai urusan
domestik sampai urusan publik. Pekerjaan rumah tangga tidak lagi dianggap harga
mati untuk mereka. Tidak ada batas pembeda laki-laki dan perempuan kecuali
persoalan jenis kelamin. Hampir semua pekerjaan yang selama ini hanya
dikerjakan kaum laki-laki dan ditabuhkan bagi mereka, kini bisa dan lumrah
dikerjakan oleh kaum perempuan. Pergeseran ini dapat dilihat melalui semakin
banyaknya jumlah perempuan yang merambah wilayah publik, bahkan rela
meninggalkan rumah untuk memperoleh pekerjaan, seperti menjadi TKW di luar
negeri.

Realitas tersebut merupakan wujud transformasi kesadaraan gender. Kurun


1980-an hingga sekarang isu gender banyak menyita perhatian berbagai pihak,
bahkan telah menjadi mainstream yang berpengaruh secara signifikan terhadap
perubahan sosial kemasyarakatan. Isu gender telah mendobrak setiap tahun 2001
tentang diskriminasi gender.Dalam wilayah pragmatis, paham gender berimplikasi
terhadap hubungan antara laki-laki dengan perempuan dalam status hubungan
suami istri. Kesadaran gender telah membuka ruang kesataraan antara suami dan
istri dalam posisi “equal” dalam persoalan hak dan kewajiban dalam menjalankan
kehidupan rumah tangga. Tanggung jawab perlindungan, keamanan,
kesejahteraan, dan nafkah untuk keluarga yang dulu berada dipundak laki-laki,
kini juga telah diperankan oleh perempuan. Meski demikian untuk sebagian

tokoh gender di Indonesia masih melekatkan status “kepala keluarga” tetap


berada di tangan laki-laki sebagai suami dan istri sebagai “ibu rumah tangga”
Secara sosial dan administrasi formal kepala keluarga selalu dilekatkan kepada
laki-laki sebagai suami. Namun realita kesehariannya manajemen ekonomi rumah
tangga biasanya ditum-pukan kepada perempuan sebagai istri.

Istri yang berposisi sebagai ibu dari anak-anaknya secara naluri


mempunyai keterpanggilan untuk melindungi dan menghidupi anak-anaknya.
Kebutuhan hidup anggota keluarga menjadi ranah yang dikelola oleh ibu rumah
tangga. Ibu rumah tangga sebagai pengelola untuk kehidupan anggota rumah
tangga mempunyai tanggung jawab untuk memenej pendapatan keluarga agar
dapat mencukupi kebutuhan hidup anggota keluarga dan mendukung cita cita
masa depan anggota keluarga. Ketika pendapatan keluarga sangat minim,
membutuhkan kecerdasan khusus dalam mengelolanya sehingga dapat mencukupi
kebutuhan hidup dan mendukung cita cita keluarga.

Peranan perempuan yang bisa bahkan harus dimainkan dalam


menguatkan kualitas ekonomi keluarga adalah sebagai berikut:

1. Sebagai Motivator
Seorang istri harus berperan sebagai penyemangat dan motivator
suami untuk terus berusaha bagi yang belum mempunyai pekerjaan, atau
tetap bersemangat dalam bekerja agar tak malasmalasan. Mencari nafkah
bagi suami adalah sebuah kewajiban, bekerja secara profesional adalah
anjuran Islam, karenanya para istri harus ikut memastikan dan memotivasi
suaminya untuk mampu merealisasikan hal tersebut dalam kehidupannya.
Bentuk motivasi sederhana lainnya adalah, menyambut suami saat
kelelahan sepulang dari kerja. Kreatif dalam membuat suasana rumah dan
anak-anak, sehingga lelah seharian itu bisa sirna dalam sekejap mata.
2. Sebagai Auditor
Istri dapat bertindak untuk memberikan pengawasan dan kontrol,
dari mana penghasilan suami, apakah halal atau tidak? Bukan saja
mengontrol dari sisi kuantitas, jika banyak tersenyum dan jika sedikit
cemberut. Namun senantiasa mawas diri dengan penghasilan lebih suami
yang tidak seperti biasa. Istri dapat berperan sebagai auditor investigastif
untuk mempertanyakan dan menyidik darimana penghasilan lebih yang
diperoleh sang suaminya.
3. Sebagai Manager
Seorang istri harus berperan sebagai manajer yang mampu
mengelola dengan baik nafkah pemberian suami meski tak seberapa besar.
Cerdas mengatur pengeluaran bulanan agar tidak terjadi defisit dalam
anggaran. Mampu mengalokasikan pengeluaran yang prioritas dan bijak
dalam pembelian kebutuhan. Kartini yang handal mampu membuat
pemberian yang sedikit terasa banyak dan berkah. Suami pun lebih merasa
berharga dengan jatah bulanan yang berkah dan bersisa.
4. Sebagai Tax Officer
Peran istri adalah sebagai pemungut pajak, dalam arti
mengalokasikan dan mengingatkan dana untuk berbagi dengan orang lain
yang membutuhkan. Bisa berarti sedekah rutin maupun kewajiban zakat.
Jangan sampai ada kealpaan atau bahkan kesombongan bahwa dalam harta
kita ada bagian dari sang fakir miskin. Peran istri mengingatkan dan
memastikan bahwa pajak akhirat itu telah terlaksana sedemikian rupa.
5. Sebagai stakeholder
Bisa jadi ada suatu kondisi yang membuat istri bekerja di luar
rumah, maka perannya pun bertambah ikut menjadi stakeholder keuangan
keluarga. Tidak ada larangan dalam masalah ini, sepanjang menjaga
suasana kerja tetap islami dan terhindar dari segala godaan dan fitnah
zaman yang terus berkembang. Dukungan dan izin dari suami mutlak
diperlukan dan jangan sampai alasan kerja menjadikan tugas-tugas
kerumahtanggaan terbengkalai, apalagi yang berhubungan dengan
pendidikan dan kasih sayang untuk anak-anak.

B. Program pemberdayaan perempuan dalam multidimensional dan


lintas sectoral

Program Pemberdayaan Perempuan , Usaha sistematis dan terencana


untuk mancapai kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat Realita yang terjadi : Sebagai sumber daya insani, potensi yang
dimiliki perempuan dalam hal kuantitas maupun kualitas tidak di bawah laki-laki.
Namun kenyataannya masih dijumpai bahwa status perempuan dan peranan
perempuan dalam masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra
sejajar dengan laki-laki , dibutuhkan Program Pemberdayaan Perempuan

perempuan perlu diberdayakan ketidak adilan terhadap kaum perempuan


(sebagai gejala global) Perempuan menjadi serba tertinggal dan terbelakang (tidak
berdaya, subordinatif, sehingga menghambat pembangunan) Perempuan perlu
diberdayakan (realisasi program permberdayaan perempuan, perempuan memiliki
akses dalam pembangunan)

Realita yang berkembang di masyarakat Berkembang sikap dan tindakan


diskriminatif terhadap perempuan, yakni mendiskreditkan perempuan sebagai
jenis kelamin yang lebih rendah dibandingkan laki - laki, sehingga telah
mengakibatkan kaum perempuan harus mengalami hambatan perkembangan
dalam berbagai bidang kehidupan, bahkan terancam kehidupannya.

Gender merupakan Pembedaan peranan, status, pembagian kerja yang


dibuat suatu masyarakat berdasarkan jenis kelamin Perbedaan peran dan
kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah dan diubah sesuai
perubahan zaman
 Fenomena/Bentuk - Bentuk Ketidakadilan Gender Yang Berkembang
Di Masyarakat
1. Subordinasi (Penomorduaan)
Perempuan tidak memiliki peluang untuk mengambil keputusan
bahkan menyangkut dirinya, perempuan harus tunduk pada keputusan
yang diambil oleh laki-laki : Penempatan perempuan di rumah Keputusan
keluarga mamberikan kesempatan lebih pada laki-laki untuk meraih
pendidikan, keterampilan maupun karier Tidak memiliki kebebasan untuk
menentukan masa depan Dianggap lemah untuk memimpin suatu
kelompok Tidak memiliki hak pengelolaan ekonomi keluarga Tidak
berhak menerima warisan
2. Marginalisasi (peminggiran ekonomi)
Peminggiran ekonomi perempuan adalah lemahnya kesempatan
perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Meskipun perempuan
bekerja di sawah, kebun atau pasar mereka sering tidak mendapatkan hasil
keringatnya, tidak memiliki kekuasaan mengatur hasil keringatnya
Program-program peningkatan keterampilan maupun pengembangan
ekonomi keluarga sering bias laki laki, karena hanya kaum laki-laki yang
dianggap penting untuk mengikuti program tersebut
3. Beban kerja berlebih
Kaum perempuan pada umumnya memiliki tiga peran (triple role)
yakni peran produktif, reproduktif dan memelihara masyarakat : Jam kerja
perempuan lebih panjang Tidak ada kesempatan untuk melakukan hal-hal
di luar rutinitasnya, tidak ada kesempatan untuk pengembangan diri
4. . Cap-cap negatif (sterotip)
Berkembang gambaran-gambaran yang negatif terhadap kaum
perempuan yang belum tentu bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya,sehingga menutup kesempatan diberbagai bidang, seperti
ekonomi, politik maupun budaya : Kaum lemah Emosional Tidak rasional
Lebih cocok pada peran domestik
5. Kekerasan
Kekerasan berbasis gender adalah kekerasan terhadap perempuan
baik dalam bentuk fisik maupun psikologis dikarenakan posisi perempuan
yang tidak menguntungkan : Perkosaan, termasuk dalam percintaan,
perkawinan Serangan fisik, penyiksaan Prostitusi, trafficking Pornografi-
pornoaksi Pemaksaan dalam KB Pelecehan seksual ( nyata maupun
terselubung ).
 Tujuan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Untuk meningkatkan status, posisi dan kondisi perempuan agar
dapat mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki Untuk membangun
anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria dan bertaqwa serta terlindungi
 Strategi Nasional Program Pemberdayaan Perempuan:
1. Pembangunan nasional berperspektif gender dan peduli anak
2. pengembangn kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan
laki-laki
3. Pengembangn kemitraan dan jaringan kerja
4. Pengembangan indicator
5. Pengembangan sistem penghargaan
6. Perluasan pendidikan bagi anak perempuan
7. Pengembangan sistem informasi manajemen
 Kebijakan Dasar Pemberdayaan Perempuan

Pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional dilakukan melalui


one door policy atau kebijakan satu pintu Peningkatan kualitas SDM perempuan
Pembaharuan hukum dan peraturan perundang-undangan Penghapusan
kekerasan terhadap perempuan Penegakan hak asasi manusia ( HAM ) bagi
perempuan Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak Pemampuan
lembaga pemerintah dalam pemberdayaan perempuan Peningkatan peran serta
masyarakat Perluasan jangkauan pemberdayaan perempuan Peningkatan
penerapan komitmen internasional

Realisasi Pemberdayaan Perempuan Meningkatkan kedudukan dan


peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan Meningkatkan peran
perempuan sebagai pengambil keputusan dalam mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi
perempuan dengan mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan Meningkatkan
komitmen dan kemampuan semua lembaga yang memperjuangkan kesetaraan dan
keadilan gender Mengembangkan usaha pemberdayan perempuan, kesejahteraan
keluarga dan masyarakat serta perlindungan anak.

C. Kajian gender dalam pelayanan kebidanan dan kesehatan

Untuk memadukan konsep gender dengan program


pembangunan kesehatan, ada baiknya untuk melihat kembali beberapa
konsensus global dalam bidang kesehatan yang secara langsung
maupun tidak langsung terkait dengan konsep pengarusutamaan gender.
Pada tahun 1948, Organisasi Kesehatan Sedunia (World Health
Organisation/WHO) rnenyepakati antara lain bahwa derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamental bagi setiap orang
tanpa membedakan ras, agama, jenis kelamin, politik yang dianut dan
tingkat sosial ekonominya.

Kemudian pada tahun 1980, WHO juga rnendeklarasikan Health


for All 2000 yang isinya rnenghimbau kepada semua anggota WHO,
supaya melakukan langkah dalarn pembangunan kesehatan sehingga
derajat kesehatan setiap orang meningkat. Di Indonesia,
pengernbangan komitmen global ini dilaksanakan rnelalui misalnya dengan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 1982 dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK). Selanjutnya
saat memasuki abad XX! Indonesia telah menetapkan "Indonesia
Sehat 2010" sebagai visi pembangunan kesehatan.

Secara khusus untuk mengatasi ketertinggalan kaum perernpuan


telah disepakati berbagai macam komitmen antara lain Konperensi
Sedunia tentang Hak Asasi Manusia di Vienna tahun 1993 yang
mengemukakan bahwa hak perempuan merupakan bagian dari hak
asasi manusia yang bersifat uni versa!. Karena kesehatan merupakan salah
satu hak asasi bagi setiap insan manusia, maka perempuan pun berhak
untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
hak asasinya. Hal ini dimantapkan lagi pada Konperensi Intemasional
tentang Kependudukan dan Pembangunan (!CPD) tahun 1994 di Kairo yang
meletakkan dasar bagi rekomendasi yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi dan hak reproduksi perempuan dan laki-laki.
Komitmen global lain yang mengaitkan kesehatan dengan isu
gender adalah Konperensi Perempuan Sedunia IV tahun 1995 di Beijing,
yang menyebutkan bahwa "Perempuan dan Kesehatan" sebagai satu dari
12 bidang kritis yang dikernukakan dalam rencana aksi ini. Sebagai negara
yang ikut menjadi peserta dan menandatangani deklarasi, maka sudah
seharusnya Indonesia rnelaksanakan komitmen ini dengan sebaik-baiknya.
Komitmen penting lain yang disepakati Indonesia dalam bidang kesehatan
adalah upaya global pemberantasan AIDS, tuberkulosis dan malaria (Global
ATM) dan untuk melaksanakan upaya tersebut Indonesia merupakan salah
satu negara yang mendapat bantuan dana global.

Masalah gender dalam bidang kesehatan tidak semata-mata hanya


menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, karena masalah ini terkait
dengan sektor-sektor lainnya, seperti sosial• ekonomi, budaya, politik,
pendidikan, pertanian dan sebagainya. Sehingga masalah gender, yang berupa
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender, dalam sektor kesehatan terkait pula
dengan masalah-masalah di luar sektor kesehatan. Menurut WHO, masalah
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam sektor kesehatan dapat
dijumpai pada banyak kebijakan dan program pembangunan kesehatan.
Namun, ha! ini oleh banyak penentu kebijakan, perencana program dan
penyedia pelayanan (health provider) tidak dianggap/dikenali sebagai masalah
yang serius. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender ini dijumpai dalam
beberapa bentuk gender inequality, yaitu perbedaan akses pada pelayanan
kesehatan antara penduduk laki-laki dan perempuan, perbedaan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penduduk laki-laki dan
perempuan, dan bias gender dalam riset medis.

Dalam perspektif gender, beberapa masalah pokok kesehatan yang mendapat


prioritas dalam penanganannya, seperti Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi,
pemberantasan tuberculosis paru, malaria, HIV/AIDS, masalah gizi masyarakat
dan masalah lingkungan yang tidak sehat sangat terkait dengan isu gender. Hal
penting inilah yang belum mendapat perhatian dan pemahaman yang mendalam
dan konsisten dari para pembuat kebijakan kesehatan.

Rendahnya status kesehatan perempuan dibandingkan dengan laki-laki,


sebagai akibat factor sosial budaya, misalnya, telah berdampak pada tingginya
angka kematian ibu dan besarnya berbagai masalah kesehatan perempuan lainnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan berbagai upaya yang
memperhatikan isu gender dan dilaksanakan bersama oleh berbagai sektor terkait,
misalnya sektor yang menangani budaya, ekonomi, dan pendidikan. Selama ini
kebijakan dan program pembangunan kesehatan pada umumnya sudah
dilaksanakan untuk seluruh penduduk, dengan tidak membedakan sasaran lakilaki
dan perempuan, kecuali program yang dirancang khusus untuk laki-laki atau
perempuan. Ternyata dengan kebijakan dan program yang bersifat "netral gender
atau buta gender ini,sering dijumpai adanya kesenjangan dalam pelaksanaan serta
dampak yang terjadi pada penduduk laki-laki dan perempuan.

Beberapa contoh. antara lain:

1. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Selama ini urusan kehamilan dan melahirkan dianggap hanya urusan


perempuan, sementara kedudukan perempuan pada r"rmumnya masih rendah
dibandingkan lakilaki, sehingga perempuan sulit memutus kanapa yang menjadi
kebutuhan dan haknya.

2. Program Lingkungan Sehat, Penyehatan Air dan Sanitasi


Perempuan lebih banyak menerima beban keda untuk kesehatan
lingkungan dan sanitasi di rumah tangga, sementara sosialisasi program
lingkungan sehat, perryehatan air dan sanitasi lebih banyak ditujukan pada laki-
laki.
3. Program Pemberantasan Penyakit Malaria
Kejadian penyakit malaria lebih banyak pada laki-laki, tetapi dampaknya
jauh lebih berbahaya pada perempuan, khususnya saat hamil, karena dapat
berakibat buruk pada janin/bayi (dapat mengakibatkan keguguran, lahir mati, lahir
prematur dan lahir dengan berat badan lahir rendalVBBLR), maupun pada ibu
(malaria serebral, anemia), sefta resiko kematian pada perempuan meningkat 2-10
kali dibandingkan laki-laki.
4. Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru
Penderita tuberkulosis pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan
karena lebih banyak berobat dan tercatat di tempat pelayanan kesehatan,
sedangkan penderita perempuan jarang/tidak pergi berobat ke tetnpat pelayanan
kesehatan, sehingga kurang/tidak terekam; sementara potensi penularan oleh
penderita pelempuan pada anggota keluarga yang lain jauh lebih besar dan
tentunya berdampak lebih besar terhadap kesembuhannya.
5. Program Penanggulangan HIV/AIDS

Laki-laki pada umumnya tidak dianggap sebagai sumber penularan


HIV/AIDS, sedangkan perempuan baik-baik sering dianggap tidak akan tertular
HIV/AIDS.

6. Program Perbaikan Gizi Masyarakat,

Penyediaan makanan yang bergizi lebih diutamakan kepada bapak dan anak
laki-lakr dalipada ibu dan anak perempuan

D. Dampak ketidak setaraan sosial pada kesehatan perempuan

Ketidak adilan gender mulai dirasakan oleh para kaum perempuan sebagai
bentuk diskriminasi. Diskriminasi ini berasal dari budaya patriarki yang tidak
terkendali. Budaya patriarki merupakan suatu sistem dari struktur dan praktik
sosial dimana laki-laki lebih mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi kaum
perempuan (Walby, 1990). Salah satu bentuk budaya patriarki ditandai dengan
banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang merugikan kaum
perempuan. Dikeluarga perempuan hanya dianggap sebagai sumber tenaga
domestik yang tak dibayarkan untuk melestarikan pekerja laki-laki (suami
mereka) serta melahirkan dan membesarkan anak-anak mereka yang kelak
menjadi tenaga kerja generasi baru (Jones, et.al, 2016).
Sedangkan ketika perempuan memasuki dunia kerja yaitu dengan menjadi
tenaga kerja, perempuan dipandang masih tergantung secara ekonomi kepada
suami mereka sehingga diberi upah yang rendah, status yang rendah, dan bekerja
hanya separuh waktu. Praktek diskriminasi pada perempuan ini mengakibatkan
rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan sehingga menyebabkan
suatu kesenjangan gender atau ketidaksetaraan gender. Ketidakadilan gender yang
terjadi di berbagai negara tentu berbeda – beda tergantung pada budaya spesifik
dari setiap negara. Secara khusus isu-isu kesetaraan gender memainkan peran
kunci dalam mendorong partisipasi ke pasar tegara kerja bagi perempuan dan
memiliki pengaruh penting serta berkelanjutan dalam proses pembuatan kebijakan
di negara-negara Eropa (Almudena Moreno Minguez & Isabella Crespi, 2017;
Patricia C. Salinas and Claudia Bagni, 2017). Disisi lain budaya dan agama juga
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pelaksanaan kesetaraan gender.
Seperti pada masyarakat Aceh, anak laki-laki sejak kecil sudah bebas berada di
dapur bersama-sama dengan ibu dan saudara perempuannya (Nurlian & Daulay,
2008).
Akan tetapi, di daerah lain anak laki-laki yang terlalu sering berada di
rumah akan diejek oleh teman-temannya karena dianggap aneh atau asing.
Sedangkan pengaruh agama dalam pelaksanaan kesetaraan gender di negara-
negara Arab masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Veronica V. Kostenko, Pavel A. Kuzmuchev & Eduard D. Ponarin
(2015) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa hanya sekelompok orang yang
mendukung kesetaraan gender (17%) dari total populasi. Sebagian besar
menyatakan mendukung terhadap adanya demokrasi tetapi tidak untuk kesetaraan
gender. Hal ini tentu dipengaruhi dan dibentuk melalui agama, tingkat pendidikan,
dan status sosial di negara-negara Arab.
Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya dan agama juga berperan dalam
pelaksanaan kesetaraan gender. Kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu
konsep yang menyatakan bahwa lakilaki dan perempuan memiliki kebebasan
untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-
pilihan tanpa embatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender
yang kaku (Arkaniyati, 2012).
Kesetaraan gender di Indonesia mulai diprogramkan pada saat
ditetapkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000
tentang pengarusutamaan gender,artinya pemahaman terhadap kesetaraan gender
di masyarakat mulai dibangun pada tahun 2000-an. Namun tidak semua
masyarakat memahami makna dari kesetaraan gender sehingga pelaksanaan
kesetaraan gender didalam keluarga dirasa masih jauh dari harapan. Oleh karena
itu diperlukan suatu kajian mendalam untuk mengeksplorasi sejauhmana persepsi
masyarakat mengenai kesetaraan gender di dalam masyarakat mengenai
kesetaraan gender di dalam keluarga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Gender merupakan kajian tentang tingkah laku
perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender
berbedadari seks atau jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang
bersifat biologis.Ini disebabkan yang dianggap maskulin dalam satu
kebudayaan bisa dianggap sebagai feminim dalam budaya lain. Dengan
kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-
budaya
bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin. Termasuk dalam
persoalan gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan perempuan
(di luar peran biologis yakni hamil dan menyusui pada perempuan serta
membuahi pada laki-laki), serta kepribadian. Gender bukanlah kodrat
ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses
keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan
budaya ditempat mereka berada.

B. Saran
Diharapakan agar makalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi
kita sebagai mahasiswa untuk mencegah terjadinya gender di lingkungan
kita.
DAFTAR PUSTAKA

Siti Isfandari,dkk. Dinamika Jender Terhadap Akses Pelayanan Kesehatan


Maternal Sembilan Etnis Di Indonesia.2018: Jakarta.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/hsr/article/download/652/
940. Akses 23 Juni 2021.
BAPPENAS,DPA,CIDA. Analisis Cender dalam Pembangunan
Kesehata.2002:Jakarta.https://www.bappenas.go.id/files/3413/8146/3294/b
uku-9-analisis-gender-dalam-pembangunan-
kesehatan__20130712143650__3828__0.pdf. Akses 23 Juni 2021
Anita Dhewy,Perempuan dan Kesehatan.2018 : Jakarta.
http://www.jurnalperempuan.org/uploads/1/2/2/0/12201443/jp102-
cjp.pdf.Akses 23 Juni 2021
Mujahidah.Dinamika Gender Dan Peran Perempuan Dalam Ekonomi Keluarga.
2008 :Makassar.
https://journal.iaingorontalo.ac.id  Akses 23 Juni 2021

Anda mungkin juga menyukai