KOMUNIKASI GENDER
(Resume di susun untuk memenuhi tugas harian mata kuliah Komunikasi Gender
yang di ampu oleh Dosen Rahmawati Latief, M.Soc.Sc)
Penyusun:
Andi Mulkhairi/50500120052
JURUSAN JURNALISTIK
TAHUN 2023
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas resume materi mata kuliah “Komunikasi Gender”.
Resume ini disusun untuk memenuhi tugas harian. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang komunikasi gender bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rahmawati Latif selaku Dosen
pengampu mata kuliah komunikasi gender. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya resume ini.
Penulis menyadari resume ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
MATERI KOMUNIKASI GENDER
Seks: Seks merujuk pada karakteristik biologis dan fisiologis seseorang yang
ditentukan oleh kromosom seks mereka, organ reproduksi, dan hormon seks. Secara
umum, ada dua jenis kelamin biologis, yaitu pria dan wanita. Seseorang yang lahir
dengan kromosom XX dianggap sebagai perempuan, sedangkan seseorang yang lahir
dengan kromosom XY dianggap sebagai laki-laki. Namun, penting untuk dicatat
bahwa ada variasi alamiah dalam kelamin biologis, seperti kondisi interseks, di mana
individu memiliki kombinasi kromosom atau karakteristik seks yang tidak
konvensional.
Gender: Gender merujuk pada konstruksi sosial, peran, perilaku, dan identitas yang
diatributkan kepada individu berdasarkan norma-norma sosial yang ada dalam suatu
masyarakat. Gender melibatkan peran-peran dan ekspektasi yang ditempatkan pada
individu sebagai pria atau wanita. Kebanyakan masyarakat membagi jenis kelamin
menjadi dua gender, yaitu laki-laki dan perempuan, dan mengasosiasikan atribut
tertentu dengan masing-masing gender. Namun, penting untuk diingat bahwa gender
bukanlah sesuatu yang inheren atau ditentukan secara biologis, tetapi lebih
merupakan konstruksi sosial yang dapat bervariasi dari budaya ke budaya.
Dalam beberapa kasus, ada ketidaksesuaian antara jenis kelamin biologis dan
identitas gender seseorang. Seseorang yang merasa bahwa identitas gender mereka
tidak sesuai dengan jenis kelamin yang ditetapkan saat lahir dapat mengidentifikasi
diri mereka sebagai transgender. Ini menunjukkan bahwa identitas gender bukanlah
sesuatu yang sepenuhnya ditentukan oleh jenis kelamin biologis.
Disinilah letak perbadaan Seks dan gender, di mana Seks bersifat universal
sementara gender tidak. Hal ini disebabkan oleh gender bervariasi dari masyarakat
yang satu ke masyarakat yang lain dan dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, ada
dua elemen gender yang bersifat universal: 1) Gender tidak identik dengan jenis
kelamin; 2) Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat
(Gallery dalam Simon, 2012).1
Pemahaman tentang perbedaan antara seks dan gender penting untuk menghormati
dan mengakui keragaman individu serta menghindari diskriminasi berdasarkan
identitas gender.
Aliran-aliran Feminisme
Ada beberapa aliran feminisme yang telah berkembang seiring waktu. Berikut adalah
beberapa aliran feminisme yang signifikan:
1
Riyadi, Gusmia Arianti, Fadzriani Nur, Meylin Azizah, Perbedaan Seks Dan Gender, IPB 2014.
sebagai hasil dari sistem ekonomi kapitalis dan mengidentifikasi perempuan
sebagai bagian dari kelas pekerja yang dieksploitasi. Mereka berjuang untuk
perubahan sosial dan ekonomi yang akan menghilangkan ketidakadilan
gender dan kelas.
4. Feminisme Black: Feminisme Black muncul sebagai gerakan yang menyoroti
pengalaman perempuan kulit hitam dan upaya untuk memerangi rasisme,
seksisme, dan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan kulit hitam.
Gerakan ini memperjuangkan keterwakilan yang lebih besar, kesetaraan hak,
dan penghapusan stereotip negatif yang terkait dengan perempuan kulit hitam.
5. Feminisme Interseksional: Feminisme interseksional mengakui bahwa
ketidaksetaraan gender tidak hanya dipengaruhi oleh gender itu sendiri, tetapi
juga oleh faktor-faktor lain seperti ras, kelas sosial, orientasi seksual,
disabilitas, dan lain sebagainya. Aliran ini memperjuangkan pemahaman yang
lebih mendalam tentang kompleksitas dan saling terkaitnya berbagai bentuk
penindasan.
Perlu diingat bahwa feminisme adalah gerakan yang luas dan beragam, dan aliran-
aliran ini sering kali saling tumpang tindih dan berinteraksi satu sama lain. Selain itu,
terdapat juga aliran feminisme lainnya yang tidak tercakup dalam penjelasan ini.
B. Materi Ke 2 : Perbedaan Gender dan Sex
(Sumber: Materi ke 2 Kom Gen) Berikut secara jelas perbedaan jenis kelamin dan
gender.
Sebagai konsumen media, penting bagi kita untuk melihat secara kritis konten
yang kita konsumsi, memperjuangkan representasi yang adil, dan mendukung media
yang menghargai dan mempromosikan kesetaraan gender. Begitu pula, dalam era
media sosial, kita dapat berpartisipasi secara aktif dalam memperkuat pesan feminis,
menyebarkan informasi yang akurat, dan mendukung gerakan kesetaraan gender
melalui dukungan online dan offline.
Kekerasan terhadap perempuan adalah suatu masalah serius yang terjadi di seluruh
dunia. Ini mencakup berbagai tindakan kekerasan seperti kekerasan dalam rumah
tangga, pelecehan seksual, pemerkosaan, mutilasi genital perempuan, perdagangan
manusia, pelecehan verbal, dan kekerasan berbasis gender lainnya.
2
Yanti Dwi Astuti, Studi Deskriptif Representasi Stereotipe Perempuan dalam Iklan di Televisi
Swasta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016
menghadapi tantangan dalam melaporkan kekerasan yang mereka alami karena
tekanan sosial, ketakutan, dan kurangnya dukungan.
Perbedaan gender dalam komunikasi mengacu pada perbedaan cara pria dan wanita
berkomunikasi, termasuk gaya komunikasi, preferensi komunikasi, dan
penggunaan bahasa. Meskipun tidak semua pria dan wanita memperlihatkan
perbedaan ini, ada beberapa tren umum yang dapat diamati. Berikut adalah
beberapa perbedaan yang sering diidentifikasi dalam komunikasi gender:
3. Bahasa dan Vokal: Penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita mungkin
memiliki perbedaan dalam penggunaan bahasa dan vokal. Misalnya, pria
mungkin lebih cenderung menggunakan bahasa yang lebih dominan,
menggunakan kalimat pendek dan langsung. Wanita cenderung
menggunakan bahasa yang lebih detail dan menggunakan lebih banyak
vokalisasi seperti nada yang berbeda dan ekspresi wajah untuk
menyampaikan pesan mereka.
2. Terbukalah pada diri Anda dan pelajari tentang orang lain melalui
pengungkapan
3
Pratiwi Esti Lestari, 2017, Reported Differences Between Feminine and Masculine Communication,
tugas Komunikasi Gender, Jurnalistik, UIN Alauddin Makassar.
3. Gunakan pembicaraan untuk menciptakan keseimbanga atau persamaan di
antara orang-orang.
6. Libatkan orang lain dalam percakapan dengan meminta pendapat mereka dan
mendorong mereka untuk menjelaskan. Tunggu giliran Anda untuk berbicara
sehingga orang lain dapat berpartisipasi.
8. Bersikap responsif. Biarkan orang lain tahu Anda mendengar dan peduli
tentang apa yang mereka katakan.
5. Untuk mendukung orang lain, lakukan sesuatu yang bermanfaat, berikan saran
atau pecahkan masalah bagi mereka.
7. Setiap orang adalah miliknya sendiri; bukan tugasmu untuk membantu orang
lain bergabung.
9. Bersikaplah asertif sehingga orang lain menganggap Anda percaya diri dan
aman.
10. Berbicara adalah urutan linear yang harus menyampaikan informasi dan
mencapai tujuan. Detail yang asing menghalangi dan tidak menghasilkan apa-
apa.
Gender dan media massa adalah bidang studi yang menyelidiki bagaimana
gender tercermin dalam konten, representasi, dan produksi media massa.
Media massa saat ini lebih menonjolkan kepentingan pasar dari pada aspek
intelektual-profesional media, dimana produksi-produksi media seperti film, sinetron,
kuis, iklan, talkshow dan berita lebih memperalat perempuan dan menjadikan
perempuan sebagai objek dalam produksinya. Perempuan dalam media dapat dilihat
dari penggambaran perempuan oleh media, akses perempuan yang terbatas pada
media, dan keterlibatan perempuan dalam media baik di dunia kerja maupun
pengambilan keputusan. Media massa juga sering dianggap sebagai dunia laki-laki
yang patriarkis karena sebahagian besar pekerja media diisi oleh kaum laki-laki
sehingga perempuan merasa tidak diberi ruang untuk menempati posisi di media
massa.
4
Christiany Juditha, Gender dan Seksualitas dalam Konstruksi Media Massa, Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI
Media massa juga dianggap belum mampu melepaskan diri dari perannya
sebagai medium ekonomi kekuasaan, baik yang datang dari penguasa, otoritas
intelektual, ideologi politik ataupun pemilik modal. Teori media politik ekonomi
mengemukakan bahwa institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem
ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem politik. Kualitas pengetahuan
tentang masyarakat yang diproduksi oleh media untuk masyarakat sebagian besar
dapat ditentukan oleh nilai tukar berbagai ragam isi dalam kondisi yang
memaksakan perluasan pasar dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para
pemilik penentu kebijakan (Garnham, 1979). Media massa yang seharusnya menjadi
penjaga bagi kekuasaan, justru terjerumus menjadi pelestari kekuasaan hanya media
massa yang mengakibatkan perempuan menjadi korban dari aroganisme
pelanggengan kekuasaan kapitalis.
Ada tiga sumber kehidupan bagi media, yaitu isi (content), pemilik modal
(capital), dan audiens (audiences). Content terkait dengan isi dari sajian media,
capital menyangkut sumber dana untuk menghidupi media sedangkan audience
terkait dengan masalah segmen yang dituju. Dengan demikian, dapat dipahami
mengapa media banyak digunakan untuk kepentingan komersial. Karena untuk
dapat mempertahankan hidup dengan memenangkan persaingan media
membutuhkan sumber hidupnya baik capital, content, maupun audience. Ketiga
sumber hidup media tersebut saling berhubungan.
Berikut adalah beberapa aspek penting yang terkait dengan hubungan antara gender
dan media massa:
Ketika media massa menyajikan sebuah anggapan tentang perempuan secara konsisten,
orang menjadi menyangka bahwa pilihan yang paling logis adalah mengikuti apa yang
tampak sebagai kecenderungan umum itu, sebagaimana yang disajikan media. Contoh,
seorang wanita yang cerdas, memiliki kecakapan, yang sangat percaya diri, bisa saja akhirnya
merasa harus tampil dengan rok ketat dan minim di kantor karena menganggap bahwa
penampilan seperti itu adalah pilihan yang paling ideal dalam kehidupan bermasyarakat. Ia tak
sadar bahwa dengan tampil seperti itu, ia sebenarnya sedang mendukung stereotip bahwa seks
adalah kekuatan utama seorang perempuan. Bahkan, perlahan-lahan, ditemukan rangkaian
justifikasi untukmeneguhkan stereotip tersebut.
Budaya patriarki yang amat kuat dan mewarnai berbagai sektor kehidupan
di Indonesia menyebabkan hampir seluruh aktivitas hidup diwarnai ketimpangan
gender. Hampir seluruh bidang atau sektor yang diterjuni perempuan tidak
terlepas dari kontrol laki-laki. Kontrol laki-laki dan sistem patriarki tersebut bisa
berupa daya produktif atau tenaga kerja perempuan, reproduksi perempuan,
kontrol atas seksualitas perempuan, gerak perempuan, harta milik dan sumber
daya ekonomi lainnya (Basin, 1996).6
5
Hariyanto (Magister Hukum UGM dan Magister Pendidikan UII Yogyakarta, dosen STAI Darut
Taqwa Gresik Jawa Timur), Gender Dalam Konstruksi Media
6
Ilyas, PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SURAT KABAR DI SULAWESI TENGAH (Studi Posisi dan
Peran Perempuan dalam Media Cetak)
melanggengkan keyakinan budaya patriarki yang tidak adil itu, sehingga peran
publik yang dimainkan perempuan sulit ditemukan dalam pemberitaan media
(Atmonobudi, 2004) .7
Hal ini menjadi gambaran realitas adanya subordinasi dan marginalisasi yang
masih dirasakan oleh kalangan perempuan di media massa. Beberapa persoalan
media massa yang tidak sensitif gender diantaranya adalah
1. media massa masih memberi tempat bagi proses legitimasi bias gender,
4. regulasi media yang ada saat ini tidak sensitif gender, kode etik jurnalistik
dan UU pers kurang memperhatikan masalah-masalah perempuan dan
media3 ,
10
Masduki dan Muzayin Nazaruddin, ed., Media, Jurnalisme dan Budaya Populer (Cet. I; Yogyakarta:
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia & UII Press, 2018), h. 168.
5. penggunaan bahasa di media massa yang masih sangat seksis dimana masih
banyak sekali istilah yang mensubordinasikan perempuan4 , dan