Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ETNIK, GENDER DAN TIPE KELUARGA

Dosen Pembimbing :
Fitri Apriyanti, M.Keb

DISUSUN OLEH :
IRA SUZANA (2115201013)
INTAN MULIANI (2115201012)
ZAHRA ANGGRAINI (2115201029)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
TP. 2022
KATA PENNGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Bangkinang, 18 April 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENNGANTAR........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................3
1. Pengertian Etnik......................................................................................................................3
2. Pengertian Gender...................................................................................................................3
3. Keluarga...................................................................................................................................6
a. Kedudukan Gender dalam Manajemen Keluarga............................................................8
b. Pembagian Kerja.................................................................................................................9
c. Pengambilan Keputusan...................................................................................................10
d. Ketimpangan Manajemen Keluarga dalam Gender.......................................................11
e. Strategi Manajemen Keluarga Dalam Studi Gender......................................................13
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................15
A. Kesimpulan............................................................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting dan merupakan
lembaga terkecil dalam masyarakat serta sebagai miniatur dalam unsur sistem sosial
manusia. Keluarga sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat mempunyai fungsi
dan norma yang mengatur. Setiap kelompok keluarga mempunyai norma dan aturan
yang berbeda, perbedaan norma yang mengatur didasari dari ideologi ataupun
pemahaman dari anggota keluarga tersebut yang dipengaruhi oleh perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat. Seperti semua lembaga, keluarga merupakan suatu
sistem norma dan tata cara yang diterima dalam menyelesaikan sejumlah tugas
penting untuk anggotanya yang tidak mudah untuk didefinisikan.
Pada masyarakat Indonesia, perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
telah mengakibatkan adanya perbedaan perilaku, peran,dan perlakuan antara lakilaki
dan perempuan yang diciptakan oleh masyarakat melalui proses sosial dan budaya
yang panjang. Dalam keluarga Indonesia pada umumnya, orangtua atau orang
terdekat lainnya, secara langsung maupun tidak langsung telah mensosialisasikan
peran anak laki-laki dan perempuan secara berbeda.
Saat ini, kesadaran akan kesetaraan gender semakin meningkat. Perempuan
telah banyak merambah kehidupan publik yang selama ini didominasi oleh kaum
pria. Partisipasi perempuan di dunia kerja telah memberikan kontribusi yang besar
terhadap kesejahteraan keluarga khususnya di bidang ekonomi. Kehadiran perempuan
pekerja besar manfaatnya dan perlu. Sebagai partner kaum pria, tidak hanya dirumah
tapi juga dalam bekerja dengan menyalurkan potensi dan bakat-bakat mereka.
Peningkatan partisipasi kerja tersebut bukan hanya mempengaruhi pasar kerja, tetapi
juga mempengaruhi kesejahteraan perempuan itu sendiri dan kesejahteraan keluarga.
Perempuan yang bekerja akan menambah penghasilan keluarga yang secara otomatis
akan meningkatkan kualitas gizi, kesehatan dan kesejahteraan keluarga.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dari itu sangat menarik
untuk bisa diteliti lebih lanjut. Sehingga dapat dibuat rumusan masalah pada studi ini
bagaimanakah kesetaraan gender dan motivasi bekerja dalam keluarga?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini untuk mengetahui kesetaraan gender dan motivasi bekerja dalam
keluarga.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Etnik
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etnis adalah sesuatu
yang bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang
mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa,
dan sebagainya. Menurut Koentjaraningrat (2007), etnis atau suku merupakan
suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan yang lain berdasarkan
akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa. Dengan kata lain, etnis adalah
kelompok manusia yang terikat kesadaran dan identitas tadi seringnya dikuatkan
oleh kesatuan bahasa.
Sementara itu, menurut Wilbinson dalam Koentjaraningrat (2007), etnis
adalah sesuatu yang mencakup warna kulit sampai asal usul acuan kepercayaan,
status kelompok minoritas, kelas stratifikasi, keanggotaan politik, bahkan program
belajar. Mengutip International Encyclopedia of Social Science, etnisitas adalah
kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan sejarah, asal usul dan bahasa yang
tercermin dalam simbol-simbol khas, seperti agama, pakaian dan tradisi.
Sedangkan, berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, yang dimaksud etnis
adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat
istiadat, norma, bahasa, sejarah, geografis, dan hubungan kekerabatan.
2. Pengertian Gender
Kata gender dalam istilah Indonesia sebenarnya diambil dari bahasa
Inggris yaitu “gender” yang mana artinya tidak dapat dibedakan secara jelas
mengenai seks dan gender. Banyak masyarakat yang mengidentikan gender
dengan seks. Untuk memahami konsep gender, harus dapat dibedakan terlebih
dahulu mengenai arti kata seks dan gender itu sendiri. Pengertian dari kata seks
sendiri adalah suatu pembagian jenis kelamin ke dalam dua jenis yaitu laki-laki
dan perempuan, di mana setiap jenis kelamin tersebut memiliki ciri-ciri fisik yang
melekat pada setiap individu, di mana masing-masing ciri tersebut tidak dapat
digantikan atau dipertukarkan satu sama lain. Ketentuan- ketentuan tersebut sudah
merupakan kodrat atau ketentuan dari Tuhan.

3
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller, dan orang
yang sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender adalah
Ann Oakley. Menurutnya, gender merupakan behavioral differences (perbedaan
perilaku) antara perilaku laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial ,
yaitu perbedaan yang bukan dari ketentuan Tuhan (bukan kodrat) melalui proses
sosial dan kultural yang panjang. Pendefinisian gender lebih bersifat pada sosial
budaya yaitu melalui proses kultural dan sosial, bukan pendefinisian yang berasal
dari ciri–ciri fisik biologis seorang individu. Dengan demikian, gender senantiasa
dapat berubah dari waktu – ke waktu, dari tempat –ke tempat, bahkan dari kelas-
ke kelas, sedangkan seks atau jenis kelamin senantiasa tidak berubah.
Gender yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dapat ditentukan oleh
pandangan masyarakat tentang hubungan antara laki-laki dan kelaki-lakian serta
hubungan antara perempuan dan keperempuanannya. Pada umumnya jenis
kelamin laki-laki selalu dikaitkan dengan gender maskulin, sedangkan jenis
kelamin perempuan selalu berkaitan dengan gender feminin. Akan tetapi
hubungan – hubungan tersebut bukanlah suatu hubungan kolerasi yang bersifat
absolut.
Gender tidak bersifat universal, namun bervariasi dari suatu masyarakat
kemasyarakat yang lainnya, serta dari suatu waktu ke waktu. Gender tidak identik
dengan jenis kelamin serta gender merupakan dasar dari pembagian kerja di
seluruh masyarakat. Dari beberapa istilah yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial
yang sebenarnya bukan bawaan dari lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah
sesuai dengan tempat, waktu atau zaman, suku, ras, budaya, status sosial,
pemahaman agama, negara, ideologi, politik, hukum, serta ekonomi. Oleh karena
itu, gender bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan buatan dari manusia yang
dapat diubah maupun dipertukarkan serta memiliki sifat relatif. Hal ini terdapat
pada lakilaki dan perempuan. Sedangkan jenis kelamin atau seks merupakan
kodrat dari Tuhan yang berlaku di mana saja dan kapan saja yang tidak dapat
berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki dan wanita.

Ketidaksetaraan Gender dalam Masyarakat


Adanya perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah
sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun

4
yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender tersebut telah melahirkan
beberapa ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi perempuan.
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki
dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan gender
termanifestasikan dalam berbagai bentuk antara lain: marginalisasi atau proses
pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan
politik, pembentukan stereotipe, atau melalui pelabelan negatif, kekerasan
(violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi
ideologi nilai peran gender.
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana kaum laki-
laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Beberapa manifestasi
yang ditimbulkan dari adanya ketidaksetaraan gender yaitu sebagai berikut:
a. Marginalisasi
Permasalahan-permasalahan dalam negara seperti kemiskinan
sebenarnya merupakan akibat dari proses marginalisasi yang menimpa kaum
laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender sebagai akibat dari beberapa
perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu, serta mekanisme dari proses
marginalisasi kaum perempuan. Perbedaan gender bila dilihat dari sumbernya
dapat berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan
tradisi, dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
b. Subordinasi
Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum
perempuan. Sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak
penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau
irasional, sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin merupakan bentuk
subordinasi yang dimaksud. Proses subordinasi yang disebabkan karena
gender terjadi dalam segala macam bentuk dan mekanisme yang berbeda dari
waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Dalam kehidupan di masyarakat,
rumah tangga, dan bernegara, banyak kebijakan yang dikeluarkan tanpa
menganggap penting kaum perempuan.
c. Stereotipe (Pelabelan)
Pelabelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis
kelamin tertentu, secara umum dinamakan stereotipe. Akibat dari stereotipe ini
biasanya timbul diskriminasi dan ketidakadilan. Salah satu bentuknya

5
bersumber dari pandangan gender. Misalnya adanya keyakinan dalam
masyarakat bahwa lakilaki adalah pencari nafkah maka setiap pekerjaan yang
dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai tambahan saja, sehingga
pekerjaan perempuan boleh saja dibayar lebih rendah dibanding laki-laki.
d. Violence (Kekerasan)
Violence atau kekerasan merupakan assoult (invasi) atau serangan
terhadap kekerasan fisik maupun integritas mental psikologi seseorang yang
dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat
dari perbedaan gender. Bentuk dari kekerasan ini seperti pemerkosaan dan
pemukulan, hingga pada bentuk yang lebih halus lagi seperti sexual
harassement (pelecehan) dan penciptaan ketergantungan. Gender violence
pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam
masyarakat.
e. Beban Kerja
Peran gender perempuan dalam anggapan masyarakat luas adalah
mengelola rumah tangga sehingga banyak perempuan yang menanggung
beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama dibanding kaum laki-laki.
Beban kerja yang diakibatkan bias gender tersebut kerap kali diperkuat dan
disebabkan oleh adanya keyakinan atau pandangan di masyarakat bahwa
pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai jenis pekerjaan perempuan,
seperti semua pekerjaan domestik, dianggap dan dinilai lebih rendah
dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan laki-
laki, dan dikategorikan sebagai pekerjaan yang bukan produktif sehingga tidak
diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara.

3. Keluarga
Keluarga merupakan unit pelayanan primer yang terdepan dalam
meningkatkan derajat kehidupan komunitas. Keluarga sebagai sistem yang
berinteraksi dan merupakan unit utama yang menyangkut kehidupan masyarakat.
Keluarga menempati posisi antara individu dan masyarakat. Apabila setiap
keluarga yang tidak ada masalah, akan tercipta komunitas yang nyaman. Masalah
yang dialami anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain,
karena keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai
peran dan kedudukannya terintegrasi dengan masyarakat. Adapun kriteria

6
keluarga yang harus di menej dengan baik adalah keluarga yang dalam tahap
perkembangan keluarga, misalnya keluarga dengan pasangan baru (Berganning
family) keluarga pemula. Berganning family atau yang biasa kita sebut keluarga
dengan pasangan baru merupakan tahap pembentukan keluarga melalui ikatan
pernikahan.Pada keluarga tahap ini perlu diberikan pengetahuan tentang
manajemen keluarga karena pada tahap ini rentan terhadap konflik/masalah.
Posisi Gender dalam Keluarga dapat dilakukan melalui proses manajemen,
yakni melalui kegiatan fungsi-fungsi perencanaan (Planning), mengelola
(Organizing), menggerakkan (Actuiting) dan mengawasi (controlling) (POAC).
Studi Gender sangat luas, terkait pendidikan, ekonomi, social, budaya,
politik, hukum dan lainnya yang dapat dijadikan saduran dalam mengungkap
permasalahan, keunikan dan yang di pentingkan dalam mengulasnya. Gender
adalah persamaan persepsi antara perempuan dan pria, bukan hanya semata
mengunggulkan kepentingan perempuan di bandingkan dari pria ataupun
sebaliknya harus mengutamakan kepentingan pria daripada perempuan.
Peran Gender dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat sangat
penting dimenej untuk di atur agar dimengerti dan dimaknai. Karena peran gender
dapat mempengaruhi semua perilaku manusia, khususnya di rumah tangga,
pasangan Pria dan Perempuan dapat memenej keluarganya seperti memenej
pemenuhan kebutuhan rumah tangga melalui pekerjaan, kesepakatan dalam
memenej rumah tangga, menata pendidikan anak, bahkan dalam membentuk
budaya pergaulan anak-anaknya untuk dapat berkomunikasi baik dengan
lingkungan keluarganya maupun di luar lingkungannya dalam membentuk
komunitas social dan masyarakat.
Lingkungan keluarga yang di menej dengan baik akan terlihat pada
kehidupan keluarga yang harmonis, yakni keluarga yang di bentuk atas dasar
kerjasama dan keadilan dalam artian kehidupan keluarga yang di menej atas dasar
kesepakatan persepsi dengan berbagai pandangan yang berbeda. Hal ini sesuai
dengan pendapat Herien Puspitawati , bahwa gender dapat dikatakan sebagai
sarana keadilan peran antara laki-laki dan perempuan atau suami dan istri, atas
dasar pembagian peran dalam keluarga, yakni dalam rangka membagi
tanggungjawab antara anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan bersama yang
saling menguntungkan atau symbiosis mutualism.

7
Memenej keluarga sebaiknya di butuhkan pengertian akan pentingnya
peranan pria dan wanita, mengerti akan status dan kedudukan dalam rumah tangga.
Sesuai studi yang dilakukan oleh Bank Dunia tentang peran perempuan terhadap
pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa besarnya efek negative yang
ditimbulkan oleh ketimpangan gender dimana perempuan di tempatkan secara
tidak tetap, sehingga sulit untuk menentukan kisaran kepastian peran perempuan.
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, Seakan-akan peran perempuan dilihat
sebagai seorang individu yang tugasnya hanya untuk mengurus keluarga saja,
sedangkan bapak tidak, serta pemanuhan kebutuhan ekonomi tidak di perhatikan
karena perempuan sudah dapat menanggulangi tuntutan pemenuhan kebutuhan
hidupnya. Walaupun dalam satu sisi ada kebanyakan perempuan/Ibu yang status
sosialnya lebih tinggi atau lebih baik dari pasangannya, akan tetapi dalam
kewajiban pemenuhan kebutuhan kepada perempuan/ibu diharuskan dan
diwajibkan pria/bapak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya. Kondisi inilah yang
seharusnya dapat di menej dalam keluarga untuk dapat di atur/ditata/di kelola
sesuai azas keadilan dan kemanfaatan dalam hubungannya membentuk keluarga
yang harmonis.
a. Kedudukan Gender dalam Manajemen Keluarga
Untuk mendudukan perempuan dalam Islam dapat dikaji dari segi
tekstual dan kontekstual. Dari segi tekstual berarti mempelajari dan memahami
kedudukan perempuan dalam perspektif menurut ajaran-ajaran normatif seperti
tertulis dalam Alquran dan pandangan-pandangan baku para fuqaha yang telah
memberikan penafsiran tertentu terhadap ajaran-ajaran normatif yang
difirmankan Allah Swt. Padahal ikhtiar para ulama dalam memberikan
penafsiran terhadap ajaran normatif Alquran tidak bisa terlepas dari pendekatan
kontekstual. Para ulama tersebut mengkaji latar belakang turunnya ayat-ayat
Alquran (asbab alnuzul) serta keadaan sosial politik dan budaya yang mengitari,
dan yang lebih penting lagi adalah keyakinan dari para ulama itu sendiri.
Pendekatan kontekstual terhadap pemaknaan ajaran-ajaran normatif
Alquran seperti dianjurkan oleh sebagian pemuka-pemuka Islam kontemporer,
dimaksudkan untuk melihat dan mengkaji ajaran-ajaran tersebut sebagai
jawaban atas tuntutan kebutuhan masyarakat akibat adanya perkembangan
sosial, ekonomi, budaya dan teknologi dalam konteks kekinian. Ada semacam
tuntutan untuk secara kreatif mengembangkan ajaran Islam dengan tetap

8
merujuk pada Alquran, dalam rangka menjawab tantangan zaman dan
persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat saat ini.

b. Pembagian Kerja
Adapun pemikiran tentang pembagian kerja berdasarkan gender
didasarkan pada tataran Gender And Development (GAD), yang mana
perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan, keadilan dan keseimbangan. Jadi
tidak berfokus pada bagaimana memberdayakan perempuan. Kesenjangan
gender dalam keluarga dan masyarakat mendorong peran perempuan dan laki-
laki harus seimbang. Pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki bukan
didasarkan pada perbedaan jenis kelamin semata. Menurut Herien Puspitawati
peran gender di sector domestic melibatkan peran reproduktif/domestic yang
menyangkut aktivitas manajemen sumberdaya keluarga (materi, non materi dan
waktu, pekerjaan dan keungan), misalnya suami membantu peran domestik
dalam mengasuh/mendidik anak dan pekerjaan rumah tangga.
Menurut Wiwik Gusniati membedakan pembagian peran dalam beberapa tipe:
1) Diferensiasi peran, bahwa aktivitas yang dilakukan ditentukan berdasarkan
umur, gender, generasi, posisi status ekonomi dan posisi status politik.
2) Alokasi solidaritas, bahwa peran yang ditentukan berdasarkan cinta,
kepuasan, kekuatan keluarga, dan intensitas hubungan.
3) Alokasi ekonomi, bahwa peran yang berkaitan dengan produksi, distribusi,
dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.
4) Alokasi politik, bahwa peran berkaitan dengan distribusi kekuasaan dan siapa
yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga.

Sesuai pendapat Herien , pembagian kerja dapat di lakukan melalui:


Alokasi integrase, ekspresi dan peran yang berkaitan dengan teknik atau cara
untuk sosialisasi dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi
tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga. Dalam tulisan
Ratna dan Brigitte, menegaskan komposisi pembagian kerja di dalam rumah
tangga tidak bisa di lihat sebagai kesatuan yang terisolasi dan
mandiri.Bagaimana komposisi suatu rumah tangga serta pembagian kerja yang
terdapat di dalamnya berkaitan sangat eratdengan lingkungan sosial, ekonomi

9
dan politik yang lebih besar. Jadi perbedaan pembagian kerja dalam keluarga
sesuai dengan posisi ekonomi rumah tangga yang bersangkutan.
Untuk pandangan lainnya bahwa manajemen keluarga dalam pembagian
tugas untuk perempuan kalau di Indonesia bahwa perempuan sebagai istri
menyadari perannya secara tradisional, dengan memandang, bahwa kedudukan
istri pada pekerja pabrik misalnya dengan system sift , maka memaksa pekerja
(baik sebagai istri/suami) untuk mengatur pola kerja rumahnya. Meskipun peran
suami/istri sangat dibutuhkan dalam situasi dan kondisi dalam
keluarga.Akhirnya antara suami/istri mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan jenis kelaminnya , misalnya memasak itu kewajiban istri tapi karena
suami dan anaknya sudah kelaparan maka tugas itu di gantikan perannya oleh
suaminya.
Adapun Manajemen Keluarga dalam studi gender pada hakikatnya dapat
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama yang didasarkan pengertian dan
penghargaan dan berlandaskan pada etika, moral dan akhlak yang telah di atur
bersama antara pasangan suami/istri dalam rumah tangga, selama itu tidak
bertentangan
c. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dalam keluarga merupakan suatu bentuk
keputusan baik dalam bentuk pemikiran maupun dalam bentuk tindakan demi
perbaikan kehidupan keluarga. Dalam tulisan Wiwik Gusnita menjelaskan pola
pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan suami istri
dalam mengambil keputusan, terbagi dua pola; Pertama, pola tradisional yang
memberikan kewenangan kepada suami untuk mengambil keputusan, dan
Kedua, pola modern yang memberikan kewenangan kepada suami dan isteri
secara bersama-sama dalam mengambil keputusan tanpa menghilangkan peran
masing-masing. Selanjutnya menurut Scanzoni dan Scanzoni yang dikutib oleh
Azzachrawani bahwa pola pengambilan keputusan dalam keluarga
menggambarkan bagaimana struktur pola kekuasaan dalam keluarga tersebut.
Dengan demikian jika gender sudah berfungsi dalam keluarga maka
pengambilan keputusan tidak lagi didominasi oleh suami. Maria Kaban
mengatakan bahwa dalam keluarga kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam
proses pengambilan keputusan memiliki strategis dan berdampak ganda.
Strategis karena mewujudkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; ganda

10
karena mendidik anak-anak yang tidak memberikan pembedaan jenis ketika
mengambil keputusan.
Selanjutnya Syamsiah Achmad membagi dua bentuk pengambilan
keputusan. Pertama; keputusan individu perempuan dan laki-laki sebagai
keputusan yang ditujukan pada diri sendiri, yang mempertimbangkan
kepentingan dan aspirasi diri sendiri baik secara individu maupun berkaitan
dengan keluarga, masyarakat, organisasi dan lain-lain.Kedua; keputusan
kolektifsebagai keputusan yang diambil oleh seorang perempuan atau laki-laki
bersama dengan para anggota kelompoknya baik secara informal maupun
formal.
Rani Andriani Budi Kusumo dkk, menegaskan dalam menghadapi
sumber daya yang langkah, keluarga melakukan suatu strategi koping untuk
memaksimalkan kesejahteraan keluarga yaitu suatu proses manajemen yang
efektif digunakan untuk pencapaian penggunaan sumber daya yang optimal
untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan, menyesuaikan pendapatan
dengan kebutuhan keluarga. Keluarga dengan pendapatan yang kurang, dapat
mengurangi tekanan ekonomi dengan cara melakukan penghematan atau
peningkatan pendapatan keluarga melalui pola nafkah ganda .
Aida Vitalaya S. Hubeis mengatakan kualitas hidup sangat ditentukan
oleh peran gender. Peningkatan kualitas dan kuantitas perempuan di bidang
ekonomi dapat dilakukan melalui kegiatan :
1) Peningkatan kemampuan dan profesionalisme, etos dan produktivitas kerja,
kewirausahaan, manajemen dan kepemimpinan.
2) Menciptakan iklim yang kondusif agar dapat berperan dalam pembangunan
secara optimal.
3) Meningkatkan akses modal / kredit, informasi pasar, dan jaringan produksi
serta pasar.
Memperoleh dukungan berbagai pihak dalam dunia usaha dengan
menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kemandirian, antara lain
melalui kemitraan usaha. Pengambilan keputusan dalam manajemen keluarga
dapat dilakukan berdasarkan proses pemikiran bersama yang di lakukan melalui
system yang di putuskan secara kolegial, supaya factor keadilan dan
kemanfaatan dalam keluarga dapat tercapai dan terpenuhi secara keputusan
bersama.

11
d. Ketimpangan Manajemen Keluarga dalam Gender
Pembagian peran suami istri secara historis telah terjadi dominasi laki-laki
terhadap perempuan dalam semua masyarakat di sepanjang zaman, terkecuali
masyarakat matriarkal yang jumlahnya sangat sedikit. Perempuan dianggap lebih
rendah dari pada laki-laki. Muncullah doktrin ketidaksetaraan (bias gender).
Perempuan dianggap tidak cakap memegang kekuasaan seperti yang dimiliki laki-
laki.Perempuan dianggap tidak setara denganlaki-laki. Karena tidak setara, laki-
laki memiliki dan mendominasi perempuan,seperti menjadi pemimpin dan
menentukan masa depan mereka.
Demikian halnya dalam ranah keluarga, laki-laki akan bertindak sebagai
ayah, ataupun kepala dengan alasan untuk kepentingannyalah dia harus tunduk
kepada jenis kelamin yang lebih unggul. Peran perempuan dibatasi hanya
diwilayah dapur, sumur dan kasur. Perempuan tidak dilibatkan dalam mengambil
keputusan di luar wilayahnya. Bahkan ada mitos, akan ada malapetaka yang sangat
besar, apabila perempuan menjadi pemimpin sebuah negeri.
Ketimpangan-ketimpangan gender (gender difference) yang demikian
seperti dijelaskan dalam analisis ilustrasi diatas, bahkan dengan kejadian KDRT
melalui proses yang sangat panjang.
Terbentuknya perbedaan peran gender dapat di jadikan upaya perhatian
dalam banyak hal untuk di lakukan; di antaranya dibentuk, disosialisasikan,
diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran
keagamaan maupun hukum (misalnya dalam bentuk undang-undang)
Apakah benar kaum perempuan telah tertindas atau tidak sangat bergantung
pada kenyataan apakah mereka diuntungkan oleh sistem yang ada atau tidak. Kaum
feminis umumnya menganggap memang ada masalah bagi perempuan. Masalah
tersebut akan berkaitan erat dengan pendekatan dan teori untuk mengakhiri
penindasan tersebut. Hal ini harus di barengi dengan adaya kesadaran suami istri
(gender) dalam menganalisis pembagian peran suami isteri yang di bingkai oleh
etika komunikasi, serta saling menghargai prinsip-prinsip dasar agamaIslam yang
rumusan landasannya Al Quran dan Hadis serta Kompilasi Hukum Islam tentang
keadilan dalam keluarga.
Secara normatif dan prinsipil Islam menghargai dan bahkan
memberdayakan kaum perempuan. Namun dalam masyarakat telah terjadi

12
konstruksi gender yang mengakibatkan kaum perempuan (Musilmat)
didiskriminasi. Untuk itu perlu upaya untuk menegakkan keadilan gender dengan
merekonstruksi hubungan gender dalam Islam secara lebih adil. Seperti yang
digugat para feminis sekarang, menuntut status yang setara dengan laki-
laki.Tuntutan-tuntutan itu tentunya harus dipandang sebagai sesuatu yang wajar.
Pertanyaannya, apakah status yang diberikan Alquran kepada perempuan setara
atau tidak? Kebanyakan para fuqaha memandang bahwa perempuan diberikan
status lebih rendah, seperti yang mereka tuangkan dalam kitab-kitab fiqh klasik.
Mereka menghargai perempuan separoh dari harga laki-laki. Sekadar contoh;
dalam kesaksian 2 orang perempuan sederajat dengan nilai kesaksian seorang laki-
laki.Setiap anak yang baru lahir, dianjurkan menyembelih aqiqah (kekah, Jawa).
Bagi anak laki-laki minimal 2 ekor kambing, untuk anak perempuan cukup satu
ekor saja.Lakilaki berhak menikahi perempuan lebih dari satu, bahkan empat
meskipun dengan persyaratan yang berat.
Dalam budaya masyarakat secara mutlak dalam agama perempuan hanya
dibenarkan memiliki seorang suami saja.
Hal ini jelas bahwa walaupun dalam landasan Islam jika membolehkan istri
boleh menikah lebih dari satu laki-laki tapi dalam pandangan manusia, jika
perempuan sudah berbuat yang tidak sesuai etika maka ada sangsi moral dari orang
sekitar atau dari masyarakat setempat. Karena melanggar Norma, budaya bahkan
etika masyarakat yang dianut, apalagi melanggar akhlak yang sesuai dengan nilai
agama.

e. Strategi Manajemen Keluarga Dalam Studi Gender


Adapun manajemen keluarga dalam studi gender dapat dilakukan melalui
cara Kemitraan gender (gender partnership). Yakni:
a. Kerjasama secara berimbang, setara dan berkeadilan antara suami dan istri serta
anak-anak baik lakilaki maupun perempuan dalam melakukan semua fungsi
keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran baik peran publik, domestik
maupun sosial kemasyarakatan.
b. Kemitraan dalam pembagian peran suami istri berkaitan kerjasama dalam
menjalankan fungsi keluarga dengan komponen perilaku mulai dari kontribusi

13
ide, perhatian, bantuan moril dan material, nasehat berdasarkan pengetahuan
yang didapat, sampai dengan bantuan tenaga dan waktu.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994


menyatakan fungsi keluarga terdiri atas fungsi-fungsi:
1) Keagamaan,
2) Sosial budaya,
3) Cinta kasih,
4) Perlindungan,
5) Reproduksi,
6) Sosialisasi dan pendidikan,
7) Ekonomi, dan
8) Pembinaan lingkungan. Sedangkan menurut Mattensich dan Hill (Zeitlin et
al., 1995), fungsi keluarga terdiri atas fungsi pemeliharaan fisik sosialisasi
dan pendidikan, akuisisi anggota keluarga baru melalui prokreasi atau adopsi,
kontrol perilaku sosial dan seksual, pemeliharaan moral keluarga dan dewasa
melalui pembentukan pasangan seksual, dan melepaskan anggota keluarga
dewasa.
Adapun menurut United Nation (1993) fungsi keluarga meliputi fungsi
pengukuhan ikatan suami istri, prokreasi dan hubungan seksual, sosialisasi dan
pendidikan anak, pemberian nama dan status, perawatan dasar anak,
perlindungan anggota keluarga, rekreasi dan perawatan emosi, dan pertukaran
barang dan jasa.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesetaraan gender berguna untuk memberikan kesempatan setiap orang untuk
berapresiasi terhadap hal – hal yang terjadi disekitarnya. Kesetaraan gender berkaitan
dengan keadilan gender. Keadilan gender merupakan perlakuan adil terhadap laki –
laki dan perempuan. perbedaan antara kesetaraan dan keadilan gender yaitu
kesetaraan lebih condong terhadap peluang sedangkan keadilan gender lebih condong
terhadap tingkah laku laki – laki dan perempuan.
Kesetaraan gender dan keadilan gender harusnya dapat ditegakkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Selain bermasyarakat kesetaraan gender dan keadilan
gender haruslah di tegakkan juga di dunia pendidikan. Bukan hanya kaum laki - laki
saja yang harus sekolah tinggi namun perempuan juga punya hak untuk dapat
bersekolah setinggi – tingginya.
B. Saran
Manusia ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan
adanya makalah ini penulis mempunyai saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling
menegakkan kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi permasalahan
dalam kehidupan bersosial.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/33035/2/BAB%201.pdf
http://repository.unmuhjember.ac.id/6273/5/BAB%201.pdf
http://scholar.unand.ac.id/72282/2/BAB%20I.pdf
ID - manajemen - keluarga - dalam - studi - gender. pdf_ https: //media.neliti.com/ media/
publications/ 138299
TUGAS_MAKALAH_Ilmu_Sosial_Budaya_Dasar_Kesetaraan_Gender_https://
www.academia.edu/37689178/

16

Anda mungkin juga menyukai