Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS

OLEH :

SHERLY APRIANI

PO.71.3.211.18.1.030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
PRODI D.III JURUSAN KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Atas izin-Nya jualah sehingga penulis mampu

menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini ditujukan untuk

memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelayanan Kebidanan Komunitas. Makalah ini

menyajikan konsep gender, konsep pemberdayaan masyarakat melalui analisis social

berperspektif gender, serta strategi pelayanan kebidanan komunitas. Penulis menyadari bahwa

makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan inipenulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam merampungkan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari

berbagai kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan

perbaikan untuk masa mendatang.

Makassar, 08 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………………………………... i

KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………... ii

DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………….. iii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………..
…………... 1

A. Latar Belakang
…………………………………………………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah
…………………………………………………………………………………………………… 1

C. Tujuan Masalah

…………………………………………………………………………………………………… 1

BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………………………….
………... 2

A. Konsep Gender

………………………………………………………………………………………………….... 2

B. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Gender

…………………………………………………………………………………………………… 5

C. Strategi Pelayanan Kebidanan Komunitas

…………………………………………………………………………………………………… 8

BAB 3
PENUTUP…………………………………………………………………………………….... 12

A. Kesimpulan
………………………………………………………………………………………………….. 12
B. Saran
………………………………………………………………………………………………….. 12

DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………... 13
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan
biologis dan bukan kodrat Tuhan, proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku
antara laki-laki dan perempuan, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru
terbentuk melalu proses sosial dan kultural. Banyak orang yang mempunyai persepsi bahwa
gender selalu berkaitan dengan perempuan, sehingga setiap kegiatan yang bersifat perjuangan
menuju kesetaraan dan keadilan gender hanya dilakukan dan diikuti oleh perempuan tanpa
harus melibatkan laki-laki. Perempuan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup besar,
bahkan di seluruh dunia melebihi jumlah laki-laki. Namun perempuan yang yang
berpartisipasi di sektor publik berada jauh di bawah laki-laki, terutama di bidang politik.
Rendahnya partisipasi perempuan di sektor publik bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi
juga di seluruh dunia, termasuk juga di negara negara maju. Sebagai contoh dalam bidang
pendidikan kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka adapun permasalahan
yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep gender secara umum ?
b. Bagaimana konsep pemberdayaan masyarakat secara umum ?
c. Apa – apa saja strategi pelayanan kebidanan komunitas ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Menejelaskan konsep gender secara umum
b. Menjelaskan konsep pemberdayaan masyarakat melalui analisis social berspektif gender
c. Menjelaskan strategi pelayanan kebidanan komunitas
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP GENDER

1. Pengertian Gender

Konsep Gender

Kata „gender‟ dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta
perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya yang
berhubungan dengan peran sosial dari jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan
secara biologis antara perempuan dan laki-laki namun kebudayaan menafsirkan perbedaan
biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku
berdasarkan jenis kelamin biologisnya, dan pada gilirannya hak-hak, sumberdaya, dan kuasa.

Tuntutan peran, tugas, kedudukan, dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki
atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi
di setiap masyarakat. Dalam masyarakat yang menganut sistem patriarkhi, terdapat beberapa
kemiripan yang khas, misalnya, hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan tanggung
jawab perawatan anak pada perempuan, sedangkan tugas mencari nafkah diberikan pada lakilaki.
Pada kenyataannya tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan ras atau etnis,
namun semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan gender-dalam bentuk
kesenjangan dan perbedaan-dalam tingkatan yang berbeda-beda antara apa yang diperoleh oleh
aki-laki dan apa yang diperoleh oleh perempuan. Definisi Gender (KPP 2001, 2004)

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.Tanggung
jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok
masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.

1. Gender merupakan suatu konsep berkaitan dengan peran antara laki-laki dan perempuan (baik
anak cacat/ normal; maupun anak berdasarkan perkembangannya apakah balita, anak, remaja,
dewasa, atau lansia).
2. Relasi gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan pembagian
peran yang dijalankan masing-masing pada berbagai tipe dan struktur keluarga (keluarga miskin/
kaya, keluarga desa/ kota, keluarga lengkap/ tunggal, keluarga punya anak/ tidak punya anak,
keluarga pada berbagai tahapan life cycle dan keluarga petani/ nelayan). Bahkan relasi gender ini
juga diperluas secara bertahap berdasarkan luasan ekologi, mulai dari mikro, meso, ekso dan
makro (keluarga inti, keluarga besar, masyarakat regional, masyarakat nasional, bangsa dan
negara dan masyarakat internasional).

3. Sebagai warga negara baik laki-laki maupun perempuan di bawah perlindungan hokum baik
nasional maupun internasional, maka setiap orang dijamin mempunyai kesamaan hak; keadilan;
dan kesetaraan (partisipasi, akes/ kesempatan, kontrol dan manfaat).

4. Namun demikian, kenyataan di lapangan, masih banyak ditemui adanya kesenjangan gender di
segala bidang (Sosial Budaya, Ekonomi, Hukum, Hankam, Teknologi, Pendidikan, Tenaga
Kerja, dan Kepemilikan Properti) yang akar permasalahannya berasal dari kesenjangan
sosiologis kultural di tingkat keluarga dan masyarakat local (adanya marjinalisasi, ketidakadilan
dalam pembagian peran, pelabelan pada kaum perempuan, beban ganda pada perempuan, dan
penyalahgunaan arti dan pengertian kodrati untuk memagari kaum perempuan agar tidak terlalu
banyak berpartisipasi di sektor publik).

5. Dampak dari kesenjangan gender tersebut, tampak pada kehidupan keluarga yaitu adanya bias
gender dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan tenaga kerja serta ekonomi yang semuanya
membawa ketertinggalan kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki; meningkatkan
aktivitas trafficking yang sebagian besar merugukan kaum perempuan dan anak-anak,
meningkatkan frekuensi Domestic Violence (kekerasan dalam rumahtangga) yang kasusnya
lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan masih adanya
pengasuhan bias gender yang lebih menguntungkan anak laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.

6. Dampak dari kesenjangan gender di tingkat keluarga akan meluas ke tingkat makro dengan
kenyataan bahwa Bangsa Indonesia masih mengalami kualitas HDI yang rendah; pertumbuhan
ekonomi yang terhambat; kualitas pendidikan rendah (APS, APK, APM rendah; Angka Buta
Aksara tinggi), kualitas kesehatan rendah (AKI/ AKB tinggi); masalah sosial yang tinggi
(pengangguran, kriminalitas, trafficking), kualitas kesejahteraan keluarga dan masyarakat rendah
atau kemiskinan struktural meningkat dan regeneratif, kualitas pemeliharaan lingkungan rendah
(kerusakan hutan dan erosi serta polusi yang tinggi; transfer ketidakadilan dari generasi ke
generasi konstan/ meningkat; dan urbanisasi/ migrasi yang tinggi.

7. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan intervensi pihak pemerintah dalam merumuskan
Kebijakan Pengarusutamaan Gender dan Anak (PUGA) di Tingkat Nasional/ Propinsi/ Kab/
Kota melalui berbagai program dan kegiatan yang bersinergis antar stakeholder di berbagai
jenjang pemerintahan untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) mulai dari
tingkat keluarga, masyarakat, dan negara dengan memberikan akses, partisipasi, kontrol, dan
manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Secara umum gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, kedudukan dan sifat yang
dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan melalui konstruksi secara social maupun
kultural (Nurhaeni 2009). Sedangkan menurut Oakley adalah perbedaan perilaku antara laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat dan
bukan ketentuan tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Haspels dan Suriyasarn gender adalah sebuah variabel sosial
untuk menganalisa perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran, tanggung
jawab dan kebutuhan serta peluang dan hambatan.

Kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana perempuan dan laki-laki menikmati
status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak asasinya secara penuh dan sama-sama
berpotensi daam menyumbangkan pembangunan.

2. Dampak konsep gender

Pembagian yang ketat antara peran, posisi, tugas dan kedudukan antara perempuan dan
laki-laki telah menyebakan ketidakadilan terhadap perempuan dan laki-laki, misalnya laki-laki
diposisikan sebagai kepala di keluarga oleh masyarakat, disatu sisi karena posisinya ini misalnya
ia bisa mendapat akses terhadap pendidikan yang baik dibandingkan perempuan, tetapi disisi
lain, jika ia tidak bekerja atau menganggur ia akan dianggap rendah oleh masyarakat.
Sedangkaan untuk perempuan, karena ia diposisikan sebagai ibu rumah tangga maka ia
bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga dan mengasuh anak yang membutuhkan
energi yang banyak, dan jika wanita tidak bekerja tidak ada tuntutan kepadanya.

3. Bentuk – bentuk ketidakadilan gender

a. Gender dan marginalisasi perempuan

b. Gender dan subordanasi perempuan

c. Gender dan streotip

d. Gender dan kekerasan

e. Gender dan beban ganda

Kesetaraan Gender menurut laporan UNICEF 2007 akanmenghasilkan “Deviden” ganda.


Perempuan yang sehat,berpendidikan, berdaya, akan memiliki anak-anak perempuan danlaki-laki
yang sehat, berpendidikan dan percaya diri. Pengaruh perempuan yang sangat besar dalam rumah
tangga telah memperlihatkan dampak yang positif pada gizi, perawatan kesehatan dan
pendidikan anak-anak. Suatu paradigma baru diperukan untuk memberikan dan menjelaskan
hubungan antara perempuan dan lakilaki diberbagai lapisan masyarakat.

Strategi - strategi untuk perubahan diperlukan yaitu bagaimana melakukan perubahan


hubungan antara perempuan dan laki-laki yang responsive gender, sehingga terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender. Upaya yang dapat dilakukan adalah penguatan mainstream
(pengarusutamaan) gender yang merupakan suatu strategi untuk mencapai keadilan dan
kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan social kemasyarakatan. Pengarus utamaan
gender merupakan suatu proses dan strategi agar isu-isu gender/kesenjangan gender dikenali dan
diatasi melalui kebijakan, program dan pelayanan-pelayanan yang berkesinambungan.

B. KONSEP P EMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI ANALISI SOSIAL


BERPERSPEKTIF GENDER

Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang diEropa mulai


abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir 70-an, 80-an, danawal 90-an. Konsep
pemberdayaan tersebut kemudian mempengaruhi teoriteoriyang berkembang belakangan.
Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) menyatakan bahwa
Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individualto compete more
effectively with other interests, by helping them to learn anduse in lobbying, using the media,
engaging in political action, understandinghow to ‘work the system,’ and so on (Ife, 1995).

Definisi tersebut di atas mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai


upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiapindividu dalam suatu
organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapatmenyelesaikan tugasnya sebaik
mungkin. Di sisi lain Paul (1987) dalam Prijono danPranarka (1996) mengatakan bahwa
pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil sehingga meningkatkan kesadaran politis
dan kekuasaan pada kelompokyang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap ”proses
dan hasil-hasil pembangunan.”Sedangkan konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992)
dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan keutamaan politik melalui
otonomipengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang berlandaskanpada
sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial melalui
pengamatan langsung. Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan
memiliki dua kecenderungan, antara lain : pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan
proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan
(power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya.

Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset materialguna
mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua,kecenderungan
sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada 5 proses memberikan stimulasi,
mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan
tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk
mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002) .

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang


merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni
yang bersifat “people centred, participatory, empowering, andsustainable” (Chambers, 1995).
Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau
menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang
pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap
konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli
dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative
development, yang menghendaki ‘inclusive democracy, appropriateeconomic growth, gender
equality and intergenerational equaty”.

Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002) ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian
akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,
memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya
untuk mengembangkannya.

Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat empowering). Dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan
suasana. Perkuatan ini meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai
masukan (input), serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilainilai budaya modern,
seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari
upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan
pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya.

Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan,
pembudayaan, pengamalan demokrasi. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti
melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah,
oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan
pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.
Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya
untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas
yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung
pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati
harus dihasilkan atas usaha sendiri. Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan
masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah
kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

C. STRATEGI PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS

1.  Pendekatan Edukatif Dalam Peran Serta Masyarakat


Pendekatan edukatif adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses berpikir
rasional. Pendekatan ini memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa berpikir dapat
mempengaruhi suatu tindakan. Pendekatan edukatif yaitu suatu upaya untuk mendampingi dan
memfasilitasi masyarakat dalam menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan
berbagai masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat.
       Bidan sebagai provider, mengajak masyarakat berpikir rasional dan
meninggalkan pemikiran-pemikiran yang tidak rasional . pendekatan berorientasi kepada suatu
pemikiran kognitif, melakukan perubahan tingkah laku yaitu perubahan tingkah laku yang tidak
rasional menjadi tingkah laku rasional.
Tujuan dari pendekatan edukatif adalah memberikan informasi memastikan pengetahuan dan
pemahaman tentang perihal kesehatan, serta membuat keputusan yang ditetapkan berdasarkan
informasi yang ada. Bidan membantu masyarakat dalam menggali nilai dan sikap, serta membuat
keputusan mereka sendiri berdasarkan informasi tentang kesehatan yang disajikan. Masyarakat
dibantu untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang
terorganisasi berdasarkan pemikiran logis.
Masyarakat dibantu dalam menjalankan keputusan yang ditetapkan dan mengadopsi praktek
kesehatan baru seperti pada pendidikan  kesehatan sekolah yang memasukkan perilaku hidup
sehat dalam kurikulum sekolah mulai tingkat dasar dengan harapan murid-murid sekolah akan
mempelajari keterampilan hidup sehat sejak dini, tidak hanya memperoleh pengetahuannya saja.
      Dengan pendekatan edukatif, masyarakat yang mendukung akan memberi arti lebih dari
proses pendidikan, menghargai individu untuk memilih perilaku mereka sendiri dan akan
melihatnya sebagai suatu tanggung jawab. Secara bersama-sama masyarakat akan mengangkat
persoalan – persoalan kesehatan yang dianggap menjadi hal paling baik bagi mereka.
      Langkah – langkah pendekatan Edukatif :
a. Pendekatan pada tokoh masyarakat
1.      Nonformal untuk penjagaan lahan
2.      Formal dengan surat resmi
3.      Tatap muka antara provider dengan tokoh masyarakat.
4.      Kunjungan rumah untuk menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data.
5.      Pertemuan provider dan tokoh masyarakat untuk menetapkan suatu kebijakan alternatif
pemecahan masalah dalam rangka perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
6.      Menjalin hubungan sosial yang baik dengan menghadiri upacara-upacara agama,
perkawinan, kematian dsb.

b. Pendekatan kepada provider


Diadakan pada waktu pertemuan tingkat kecamatan, tingkat desa/kelurahan, tingkat
dusun / lingkungan.

2. Pelayanan Yang Berorientasi Pada Kebutuhan Masyarakat


Proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan dan tentukan prioritas dari
kebutuhan tersebut serta mengembangkan keyakinan masyarakat untuk berusaha memenuhi
kebutuhan sesuai skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada di masyarakat sendiri
maupun berasal dari luar secara gotongroyong. Terdiri dari 3 aspek penting meliputi proses,
masyarakat dan memfungsikan masyarakat.
Terdiri dari 3 jenis pendekatan:
1. Spesicik Content Approach
Yaitu pendekatan perorangan atau kelompok yang merasakan masalah melalui proposal
program kepada instansi yang berwenang.
Contoh : pengasapan pada kasus DBD 
2.  General Content objective approach
Yaitu pendekatan dengan mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang kesehatan
dalam wadah tertentu.
Contoh : posyandu meliputi KIA, imunisasi, gizi, KIE dan sebagainya.
3. Proses objective approach
Yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada proses yang dilaksanakan mayarakat
sebagai pengambilan prakarsa kemudian dikembangkan sendiri sesuai kemampuan.
Contoh: kader
Visi Departemen Kesehatan adalah mencapai masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat,
dengan misi membuat masyarakat sehat melalui beberapa strategi yaitu menggerakkan dan
membudayakan masyarakat hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, meningkatnya sistem monitoring dan informasi kesehatan, serta
meningkatkan pembiayaan kesehatan.
       Untuk mencapai misi tersebut seluruh pelayanan kesehatan harus beriorientasi pada
kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu dalam melakukan
pencegahan dan mengatasi berbagai ancaman kesehatan masyarakat seperti kurang gizi, penyakit
menular, dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa, kejadian bencana dan
lain-lain dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong.
       Tujuan dari pelayanan yang beriorientasi pada kebutuhan  masyarakat adalah masyarakat
mampu mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, membuat keputusan dan
pilihan mereka secara mandiri sesuai kepentingan dan nilai mereka. Dalam hal ini bidan berperan
sebagai fasilitator, membantu mengidentifikasi kepedulian masyarakat serta memperoleh
pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan agar memungkinkan terjadi perubahan
dalam kesehatan menuju ke arah yang lebih baik.

3.   Peran Serta Masyarakat


Menurut departemen kesehatan Republik Indonesia (1991) pengertian peran serta
masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan adalah suatu proses dimana individu,
keluarga dan lembaga masyarakat termasuk swasta ikut mengambil tanggung jawab atas
kesehatan diri, keluarga dan masyarakat.
2. Peran serta masyarakat adalah keadaan dimana individu, keluarga maupun masyarakat umum
ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, maupun kesehatan masyarakat
lingkungannya.
3. Peran serta masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.
4. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007), peran serta masyarakat di bidang kesehatan berarti
keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatannya sendiri
Prinsip peran serta masyarakat adalah mengutamakan masyarakat, berbasis
pengetahuan masyarakat dan melibatkan seluruh anggota masyarakat dengan memperhatikan
tipologi peran serta masyarakat yaitu sebagai berikut :
1.      Mendorong/mempercepat terjadinya perubahan
2.      Mobilisasi diri sendiri
3.      Terlibat dalam suatu tujuan bersama saling mendorong.
4.      Terlibat dalam memberikan dukungan.
5.      Terlibat dalam memberikan informasi.
Didalam peran serta, setiap anggota dituntut suatu kontribusi atau sumbangan.
Kontribusi tersebut bukan hanya  terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat
membentuk tenaga (man), uang (money), benda (material), dan ide (mind).
      Peran serta masyarakat dapat memberikan keuntungan berbagai pihak, baik
masyarakat itu sendiri ataupun pihak penyelenggara pelayanan (provider). Dengan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan maka upaya kesehatan yang dilaksanakan benar-benar sesuai
dengan masalah yang dihadapi masyarakat, tidak hanya bertolak dari asumsi provider semata.
Upaya kesehatan bisa diterima dan terjangkau oleh masyarakat baik secara fisik maupun
ekonomis, mampu mengembangkan kemampuan dan sikap positif serta motivasi masyarakat
untuk hidup sehat, sehingga akan tercapai kepuasan masyarakat dalam kesehatan.
Keuntungan bagi provider dengan adanya peran serta masyarakat membantu upaya
perluasan jangkauan pelayananan kesehatan yang dilakukan pemerintah.
Adapun bentuk-bentuk program masyarakat :
1. Program intensif yaitu pengembangan masyarakat melalui koordinasi dengan dinas terkait/
kerjasama lintas sektoral.
2. Program adaptif yaitu pengembangan masyarakat hanya ditugaskan pada salah satu instansi
atau departemen yang bersangkutan saja secara khusus untuk melaksanakan kegiatan tersebut/
kerjasama lintas program.
3. Program proyek yaitu pengembangan masyarakat dalam bentuk usaha-usaha terbatas di
wilayah tertentu dan program disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.Tanggung
jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok
masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang


merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni
yang bersifat “people centred, participatory, empowering, andsustainable” (Chambers, 1995).

Pendekatan edukatif adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses berpikir
rasional. Pendekatan ini memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa berpikir dapat
mempengaruhi suatu tindakan. Pendekatan edukatif yaitu suatu upaya untuk mendampingi dan
memfasilitasi masyarakat dalam menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan
berbagai masalah kesehatan yang dihadapi oleh maasyarakat.
Bidan sebagai provider, mengajak masyarakat berpikir rasional dan meninggalkan
pemikiran-pemikiran yang tidak rasional . pendekatan berorientasi kepada suatu pemikiran
kognitif, melakukan perubahan tingkah laku yaitu perubahan tingkah laku yang tidak rasional
menjadi tingkah laku rasional.

B.  SARAN
Mungkin dalam pembuatan dan penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kiritik dan saran dari pembaca demi
tercapainya pembuatan makalah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Budi, Irawan. 2006. Evaluasi Pelaksanaan Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat


Berbasis Gender di Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta Daulay, Harmona. 2006. Pemberdayaan Perempuan: Studi
Kasus Pedagang Jamu di Geding Johor Medan. jurnal Harmoni Sosial, Volume I Nomor I,
September 2006. Ikramullah, Rian. 2014.
Pemberdayaan Perempuan sebagai Upaya Optimalisasi Sumber Daya Manusia untuk Menuju
Pembangunan.
berkelanjutan.http://masriyanikhram.blogspot.com/2014/03/pemberdayaanperempuan-sebagai-
upaya.htm dalam google.com diakses pada 4 April 2015. Makassar Kartasasmita, Ginandjar.
1997.
Konsep Pembangunan yang Berakar pada Masyarakat. Kementrian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional. Disampaikan pada Sarasehan DPRD Golkar Tk.1 Jawa Timur, Surabaya
14 Maret 1997. Novian, Budhy. 2010. Sekilas Tenang Pemberdayaan Perempuan. Artikel
Sanggar Kegiatan Belajar Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Purbathin, Agus.
2007. Konsep Pemberdayaan, Partisispasi, dan Kelembagaan dalam Pembangunan. PPMA.
Tan, Mely G. 1995. Perempuan dan Pemberdayaan.Makalah dalam Kongres Ikatan Sosiologi
Indonesia (ISI). Ujung Pandang
Karwati, Dkk (2011), Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas), TIM : Jakarta Timur
Meilani, Niken dkk, (2009). Kebidanan Komunitas. Fitramaya. Yogyakarta.
Syafrudin dan Hamidah. (2009). Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai