OLEH :
SHERLY APRIANI
PO.71.3.211.18.1.030
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Atas izin-Nya jualah sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini ditujukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelayanan Kebidanan Komunitas. Makalah ini
berperspektif gender, serta strategi pelayanan kebidanan komunitas. Penulis menyadari bahwa
makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan inipenulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam merampungkan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari
berbagai kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………………………………... i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………... ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………….. iii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………..
…………... 1
A. Latar Belakang
…………………………………………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah
…………………………………………………………………………………………………… 1
C. Tujuan Masalah
…………………………………………………………………………………………………… 1
BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………………………….
………... 2
A. Konsep Gender
………………………………………………………………………………………………….... 2
…………………………………………………………………………………………………… 5
…………………………………………………………………………………………………… 8
BAB 3
PENUTUP…………………………………………………………………………………….... 12
A. Kesimpulan
………………………………………………………………………………………………….. 12
B. Saran
………………………………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gender merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan
biologis dan bukan kodrat Tuhan, proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku
antara laki-laki dan perempuan, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru
terbentuk melalu proses sosial dan kultural. Banyak orang yang mempunyai persepsi bahwa
gender selalu berkaitan dengan perempuan, sehingga setiap kegiatan yang bersifat perjuangan
menuju kesetaraan dan keadilan gender hanya dilakukan dan diikuti oleh perempuan tanpa
harus melibatkan laki-laki. Perempuan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup besar,
bahkan di seluruh dunia melebihi jumlah laki-laki. Namun perempuan yang yang
berpartisipasi di sektor publik berada jauh di bawah laki-laki, terutama di bidang politik.
Rendahnya partisipasi perempuan di sektor publik bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi
juga di seluruh dunia, termasuk juga di negara negara maju. Sebagai contoh dalam bidang
pendidikan kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka adapun permasalahan
yang dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep gender secara umum ?
b. Bagaimana konsep pemberdayaan masyarakat secara umum ?
c. Apa – apa saja strategi pelayanan kebidanan komunitas ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Menejelaskan konsep gender secara umum
b. Menjelaskan konsep pemberdayaan masyarakat melalui analisis social berspektif gender
c. Menjelaskan strategi pelayanan kebidanan komunitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP GENDER
1. Pengertian Gender
Konsep Gender
Kata „gender‟ dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta
perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya yang
berhubungan dengan peran sosial dari jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan
secara biologis antara perempuan dan laki-laki namun kebudayaan menafsirkan perbedaan
biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku
berdasarkan jenis kelamin biologisnya, dan pada gilirannya hak-hak, sumberdaya, dan kuasa.
Tuntutan peran, tugas, kedudukan, dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki
atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi
di setiap masyarakat. Dalam masyarakat yang menganut sistem patriarkhi, terdapat beberapa
kemiripan yang khas, misalnya, hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan tanggung
jawab perawatan anak pada perempuan, sedangkan tugas mencari nafkah diberikan pada lakilaki.
Pada kenyataannya tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan ras atau etnis,
namun semua masyarakat mengalami diskriminasi berdasarkan gender-dalam bentuk
kesenjangan dan perbedaan-dalam tingkatan yang berbeda-beda antara apa yang diperoleh oleh
aki-laki dan apa yang diperoleh oleh perempuan. Definisi Gender (KPP 2001, 2004)
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.Tanggung
jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok
masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.
1. Gender merupakan suatu konsep berkaitan dengan peran antara laki-laki dan perempuan (baik
anak cacat/ normal; maupun anak berdasarkan perkembangannya apakah balita, anak, remaja,
dewasa, atau lansia).
2. Relasi gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan pembagian
peran yang dijalankan masing-masing pada berbagai tipe dan struktur keluarga (keluarga miskin/
kaya, keluarga desa/ kota, keluarga lengkap/ tunggal, keluarga punya anak/ tidak punya anak,
keluarga pada berbagai tahapan life cycle dan keluarga petani/ nelayan). Bahkan relasi gender ini
juga diperluas secara bertahap berdasarkan luasan ekologi, mulai dari mikro, meso, ekso dan
makro (keluarga inti, keluarga besar, masyarakat regional, masyarakat nasional, bangsa dan
negara dan masyarakat internasional).
3. Sebagai warga negara baik laki-laki maupun perempuan di bawah perlindungan hokum baik
nasional maupun internasional, maka setiap orang dijamin mempunyai kesamaan hak; keadilan;
dan kesetaraan (partisipasi, akes/ kesempatan, kontrol dan manfaat).
4. Namun demikian, kenyataan di lapangan, masih banyak ditemui adanya kesenjangan gender di
segala bidang (Sosial Budaya, Ekonomi, Hukum, Hankam, Teknologi, Pendidikan, Tenaga
Kerja, dan Kepemilikan Properti) yang akar permasalahannya berasal dari kesenjangan
sosiologis kultural di tingkat keluarga dan masyarakat local (adanya marjinalisasi, ketidakadilan
dalam pembagian peran, pelabelan pada kaum perempuan, beban ganda pada perempuan, dan
penyalahgunaan arti dan pengertian kodrati untuk memagari kaum perempuan agar tidak terlalu
banyak berpartisipasi di sektor publik).
5. Dampak dari kesenjangan gender tersebut, tampak pada kehidupan keluarga yaitu adanya bias
gender dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan tenaga kerja serta ekonomi yang semuanya
membawa ketertinggalan kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki; meningkatkan
aktivitas trafficking yang sebagian besar merugukan kaum perempuan dan anak-anak,
meningkatkan frekuensi Domestic Violence (kekerasan dalam rumahtangga) yang kasusnya
lebih besar menimpa kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan masih adanya
pengasuhan bias gender yang lebih menguntungkan anak laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.
6. Dampak dari kesenjangan gender di tingkat keluarga akan meluas ke tingkat makro dengan
kenyataan bahwa Bangsa Indonesia masih mengalami kualitas HDI yang rendah; pertumbuhan
ekonomi yang terhambat; kualitas pendidikan rendah (APS, APK, APM rendah; Angka Buta
Aksara tinggi), kualitas kesehatan rendah (AKI/ AKB tinggi); masalah sosial yang tinggi
(pengangguran, kriminalitas, trafficking), kualitas kesejahteraan keluarga dan masyarakat rendah
atau kemiskinan struktural meningkat dan regeneratif, kualitas pemeliharaan lingkungan rendah
(kerusakan hutan dan erosi serta polusi yang tinggi; transfer ketidakadilan dari generasi ke
generasi konstan/ meningkat; dan urbanisasi/ migrasi yang tinggi.
7. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan intervensi pihak pemerintah dalam merumuskan
Kebijakan Pengarusutamaan Gender dan Anak (PUGA) di Tingkat Nasional/ Propinsi/ Kab/
Kota melalui berbagai program dan kegiatan yang bersinergis antar stakeholder di berbagai
jenjang pemerintahan untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) mulai dari
tingkat keluarga, masyarakat, dan negara dengan memberikan akses, partisipasi, kontrol, dan
manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Secara umum gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, kedudukan dan sifat yang
dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan melalui konstruksi secara social maupun
kultural (Nurhaeni 2009). Sedangkan menurut Oakley adalah perbedaan perilaku antara laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat dan
bukan ketentuan tuhan, melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Haspels dan Suriyasarn gender adalah sebuah variabel sosial
untuk menganalisa perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran, tanggung
jawab dan kebutuhan serta peluang dan hambatan.
Kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana perempuan dan laki-laki menikmati
status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak asasinya secara penuh dan sama-sama
berpotensi daam menyumbangkan pembangunan.
Pembagian yang ketat antara peran, posisi, tugas dan kedudukan antara perempuan dan
laki-laki telah menyebakan ketidakadilan terhadap perempuan dan laki-laki, misalnya laki-laki
diposisikan sebagai kepala di keluarga oleh masyarakat, disatu sisi karena posisinya ini misalnya
ia bisa mendapat akses terhadap pendidikan yang baik dibandingkan perempuan, tetapi disisi
lain, jika ia tidak bekerja atau menganggur ia akan dianggap rendah oleh masyarakat.
Sedangkaan untuk perempuan, karena ia diposisikan sebagai ibu rumah tangga maka ia
bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga dan mengasuh anak yang membutuhkan
energi yang banyak, dan jika wanita tidak bekerja tidak ada tuntutan kepadanya.
Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset materialguna
mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua,kecenderungan
sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada 5 proses memberikan stimulasi,
mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan
tersebut memberikan (pada titik ekstrem) seolah berseberangan, namun seringkali untuk
mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002) .
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu
(Sumodiningrat, Gunawan, 2002) ; pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian
akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong,
memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya
untuk mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat empowering). Dalam
rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan
suasana. Perkuatan ini meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai
masukan (input), serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan
membuat masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu
anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilainilai budaya modern,
seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari
upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan
pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya.
Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan,
pembudayaan, pengamalan demokrasi. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti
melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah,
oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan
pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat.
Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya
untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas
yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung
pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati
harus dihasilkan atas usaha sendiri. Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan
masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah
kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari
kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.Tanggung
jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok
masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat.
Pendekatan edukatif adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses berpikir
rasional. Pendekatan ini memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa berpikir dapat
mempengaruhi suatu tindakan. Pendekatan edukatif yaitu suatu upaya untuk mendampingi dan
memfasilitasi masyarakat dalam menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan
berbagai masalah kesehatan yang dihadapi oleh maasyarakat.
Bidan sebagai provider, mengajak masyarakat berpikir rasional dan meninggalkan
pemikiran-pemikiran yang tidak rasional . pendekatan berorientasi kepada suatu pemikiran
kognitif, melakukan perubahan tingkah laku yaitu perubahan tingkah laku yang tidak rasional
menjadi tingkah laku rasional.
B. SARAN
Mungkin dalam pembuatan dan penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kiritik dan saran dari pembaca demi
tercapainya pembuatan makalah yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA