Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ISLAM DAN ILMU SOSIAL

“Gender dan Feminisme”

Disusun dalam rangka melengkapi tugas-tugas mata kuliah Fikih Kontemporer

Dosen Pengampu : Dra. Murniyetti, M. Ag

Oleh Kelompok 10:

1. Dhea Syafrima Fitri (19329157)

2. Jihan Dinaldi (19329101)

3. Juliana Candra Dewi (19329102)

4. Nabila Eka Putri (19329116)

JURUSAN ILMU AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia, hidayah dan nikmatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah Fikih Kontemporer ini tepat waktu dengan
judul “Gender dan Feminisme”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Fikih Kontemporer.

Makalah ini ditulis dengan bersumber dari artikel dan jurnal sebagai referensi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Murniyetti, M. Ag selaku dosen
pengampu mata kuliah Fikih Kontemporer atas bimbingan dan arahannya dalam
penulisan makalah ini.

Kami berharap dengan membaca makalah ini dapat menambah wawasan kita
mengenai “Gender dan Feminisme”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran yang membangun dari para pembaca
sekalian demi perbaikan menuju arah yang lebih baik lagi kedepannya.

Demikianlah makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca,
sehingga menambah pengetahuan tentang materi terkait, aamiin.

Padang, 15 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

C. Tujuan ..............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Gender..................................................................................................................3

B. Konsep Feminisme............................................................................................................5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................................13

B. Saran..................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan feminisme hadir dengan isu sentral kesetaraan gender dalam


dunia pemikiran Islam akhir-akhir ini telah menjadi persoalan kontemporer dan
terus menimbulkan kontroversi. Hal ini terlihat ketika isu kesetaraan gender terus
mengemuka bersamaan dengan berbagai asumsi banyaknya masalah ketidakadilan
yang dihadapi oleh kaum wanita. Kaum feminis menganggap bahwa indikator
ketidakadilan tersebut dapat disaksikan dalam berbagai bentuk tindakan
diskriminatif yang dialami kaum wanita, dan indikator tersebut dijadikan senjata
untuk mengangkat isu tersebut di berbagai lini kehidupan dan dijadikan program
sosial yang didesain secara akademik serta disosialisasikan secara politis.
Dewasa ini masyarakat mulai menyadari bahwa ketidaksetaraan status dan
kedudukan laki-laki dan perempuan, serta ketidaksetaraan yang merugikan
perempuan dalam kebanyakan masyarakat hukum, merupakan kenyataan yang
bukan hanya ditentukan secara biologis atau kodrati, tetapi lebih banyak secara
sosial. Selain itu dia mengatakan bahwa ketidaksetaraan yang terkondisi secara
sosial itu harus dapat diubah baik dalam tingkat individual maupun dalam tingkat
sosial, kearah keadilan, kesebandingan atau kepatutan dan kesetaraan serta
kemitraan antara laki-laki dan perempuan.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Konsep Gender ?
b. Bagaimana Konsep Feminisme ?
C. Tujuan

a. Dapat mengetahui Konsep Gender


b. Dapat mengetahui Konsep feminisme

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Gender

1. Pengertian Gender

Pengertian gender menurut Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan sebagai jenis
kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis
kelamin. Sementara Fakih (2008: 8) mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat
pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Istilah
gender dibedakan dari istilah seks. Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan orang yang mula-
mula memberikan pembedaan dua istilah itu (Saptari dan Halzner, 1997: 88).

Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan
kontruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi, dan perannya dalam
masyarakat. Istilah Seks merujuk kepada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
secara biologis terutama yang berkaitan dengan prokreasi dan reproduksi. Laki-laki dicirikan
dengan adanya sperma dan penis serta perempuan dicirikan dengan adanya sel telur, rahim,
vagina, dan payudara. Ciri jenis kelamin secara biologis tersebut bersifat bawaan, permanen,
dan tidak dapat dipertukarkan (Abdullah, 2004 : 11).

Selanjutnya, yang dimaksud dengan gender adalah cara pandang atau persepsi
manusia terhadap perempuan atau laki-laki yang bukan didasarkan pada perbedaan
jenis kelamin secara kodrati biologis. Gender dalam segala aspek kehidupan manusia
mengkreasikan perbedaan antara perempuan dan laki-laki termasuk kreasi sosial
kedudukan perempuan yang lebih rendah dari pada laki-laki. Misalnya, bahwa perempuan itu
dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga
ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa ( Hadiati, 2010 : 15).

2. Peran Gender

Peran gender adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai dengan status
lingkungan, budaya dan struktur masyarakat. Peran tersebut diajarkan kepada setiap anggota
masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang 15 dipersiapkan sebagai peran
perempuan dan laki-laki, empat jenis peran dalam gender, yaitu :

a. Peran Gender

2
Peran gender adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai
dengan status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peran tersebut
diajarkan kepada setiap anggota masyarakat, komunitas dan kelompok sosial
tertentu yang dipersepsikan sebagai peran perempuan dan laki-laki. Peran
laki-laki dan perempuan dibedakan atas peran produktif, reproduktif dan sosial.

b. Peran Produktif

Peran Produktif merujuk kepada kegiatan yang menghasilkan barang dan


pelayanan untuk konsumsi dan perdagangan (Kamla Bhasin, 2000). Semua
pekerjaan di pabrik, kantor, pertanian dan lainnya yang kategori aktivitasnya
dipakai untuk menghitung produksi nasional bruto suatu negara. Meskipun
perempuan dan laki-laki keduanya terlibat di dalam ranah publik lewat aktivitas
produktif, namun masyarakat tetap menganggap pencari nafkah adalah laki-laki.
Contoh di sebuah kantor, bila terjadi PHK maka seringkali perempuanlah yang
dikorbankan karena dianggap kegiatan laki-laki yang menghasilkan uang. Bila
merujuk pada definisi kerja sebagai aktivitas yang menghasilkan pendapatan
baik dalam bentuk uang maupun barang maka ativitas perempuan dan laki-laki
baik di sektor formal maupun informal, di luar rumah atau di dalam rumah
sepanjang menghasilkan uang atau barang termasuk peran produktif.

c. Peran Reproduktif

Peran reproduktif dapat dibagi mejadi dua jenis, yaitu biologis dan sosial.
Reproduksi biologis merujuk kepada melahirkan seorang manusia baru, sebuah
aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh perempuan. Reproduksi sosial
merujuk kepada semua aktivitas merawat dan mengasuh yang diperlukan untuk
menjamin pemeliharaan dan bertahannya hidup (Kamla Bhasin, 2000). Dengan
demikian, aktivitas reproduksi ialah aktivitas yang mereproduksi tenaga kerja
manusia. Merawat anak, memasak, memberi makan, mencuci, membersihkan,
mengasuh dan aktivitas rumah tangga lainnya masuk dalam kategori ini

d. Peran sosial

Kegiatan kemasyarakatan merujuk kepada semua aktivitas yang diperlukan


untuk menjalankan dan mengorganisasikan kehidupan masyarakat. Peran
kemasyarakatan yang dijalankan perempuan adalah melakukan aktivitas yang
digunakan bersama, misalnya pelayanan kesehatan di Posyandu, partisispasi
dalam kegiatan-kegiatan sosial dan kebudayaan (kerja bakti, gotong royong,
3
pembuatan jalan kampung, dll). Semua kegiatan tersebut biasanya dilakukan
secara sukarelawan. Sedangkan peran sosial yang dilakukan laki-laki biasanya
pada tingkatan masyarakat yang diorganisasikan, misalnya menjadi RT, RW,
Kepala Desa.

Gender Dalam Perspektif Islam

Gender adalah wacana yang membicarakan relasi laki-laki dan perempuan atau
kedudukan keduanya, maka dalam sumber ajaran Islam; al-Qur‟an dan Hadis semuanya
tersedia. Namun ketersediaan wacana tersebut di dalamnya bukan berarti tuntasnya persoalan
gender dijawab oleh keduanya. Hal ini karena teks-teks tersebut secara eksplisit sering
memunculkan „dua wajah‟ dalam melihat relasi laki-laki dan perempuan dan menempatkan
posisinya Hal inilah yang sering menjadikan pembacanya terbelah antara yang„
melanggengkan‟ ketidakadilan gender dan yang menghapusnya.

Sebagai contoh, dalam al-Qur‟an disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah
zauj; berpasangan. Konsep ajaran ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan itu adalah
setara/equal (musawa) dan bersifat komplementaris (saling melengkapi). Allah menciptakan
segala sesuatu dengan berpasang-pasangan. Laki-laki perempuan, suami-istri, siang-malam,
bumi-langit, malam-siang, dan positif-negatif. Keberpasangan mengandung perbedaan
sekaligus persamaan. Meskipun demikian, keberpasangan bukan sesuatu yang bersifat
suplemen, namun bersifat komplemen. Karena itu, perbedaan dan persamaan dalam
keberpasangan merupakan sesuatu yang given, apa adanya dan tidak dapat dihindari.
Keberpasangan dengan perbedaan dan persamaan merupakan desain, agar kehidupan berjalan
baik dan seimbang.

Laki-laki dan perempuan keduanya berkewajiban menciptakan situasi harmonis dalam


keluarga dan masyarakat. Ini berarti kita dituntut untuk mengetahui keistimewaan dan
kekurangan masing-masing, serta perbedaan-perbedaan antar keduanya. Tanpa mengetahui hal-
hal tersebut, maka orang bisa mempermasalahkan dan menzalimi banyak pihak. Dia bisa
menganiaya perempuan karena mengusulkan hal-hal yang justru bertentangan dengan
kodratnya.

Berdasarkan pemahaman di atas maka perempuan diciptakan Allah untuk mendampingi


lelaki, demikian juga sebaliknya. Dengan model hubungan ini, maka tidak ada satu pihak yang
menegasikan pihak lainnya. Kedua pihak merupakan pasangan yang simbiose mutualisme. Hal
ini karena ciptaan Allah pasti yang paling baik dan sesuai untuk masing-masing.

4
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ajaran bahwa laki- laki dan perempuan itu
adalah setara. Namun ajaran ini sering diabaikan dan „dikalahkan‟ oleh adanya teks lain yang
menyatakan sebaliknya, baik dari al-Qur‟an seperti ar-rijalu qowwamuna (QS. An- Nisa‟ [1]:
11) dan waqorna fi buyutikunna (QS. Al-Ahzab [33]: 33) dan Hadis seperti „tidak akan sukses,
bangsa atau masyarakat yang menyerahkan urusannya kepada perempuan‟. Tak pelak,
pemahaman yang hegemonik terhadap tiga contoh teks terakhir tersebut telah melahirkan
berbagai perilaku diskriminatif terhadap perempuan.

Dari paradigm Islam tersebut di atas, maka ditemukan beberapa prinsip kesetaran gender dalam
Islam:

1. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Allah, sebagaimana ditegaskan


dalam QS. adz-Dzariat [51]: 56

2. Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah Allah sebagaimana ditegaskan


QS. al-An‟am [6]: 165 dan al-Baqarah [2]: 30

3. Laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian primordial sebagaimana


ditegaskan dalam QS. al-A‟raf [7]: 172.

4. Laki-laki (Adam) dan perempuan (Hawa) sama-sama terlibat aktif dalam peristiwa
drama kosmis, sebagaimana terekam dalam banyak ayat seperti QS. al-Baqarah [2]: 35,
al-A‟raf: 20 dan 22, serta 23 dan al-Baqarah: 187.

5. Laki-laki dan perempuan berpotensi yang sama dalam meraih prestasi sebagaimana
terdapat dalam QS. Ali „Imran [3]: 195, an-Nisa‟ [1]: 124, an Nah{l [16]: 97 dan
Ghafir [40]:40

B. Konsep Feminisme

1. Pengertian Feminisme

Di dalam Kim us Besar Bahasa Indonesla (1997:3324) feminisme diartikan


sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum
wanita dan pria yang merupakan penggabungan dari pelbagai doktrin atas hak
kesetaraan. Feminisme muncul dilatari oleh ketimpangan relasi antara laki-aki dan
perempuan dalam tatanan masyarakat sehingga pada akhirnya timbul kesadaran dan
upaya untukmenghilangkan ketidakberimbangan relasi tersebut.

Pada praktek keseharian istilah feminisme sering disalahpahami hanya melulu


sebagai tuntutan emansipasi kaum perempuan, padahal yang dimaksud dengan istilah
tersebut mengacu pada gerakan sosial (soclal movement) yang dilakukan baik oleh
5
kaum perempuan maupun laki-laki untuk meningkatkan kedudukan dan peran kaum
perempuan serta memperjuangkan hak-hak yang dimiliki oleh keduanya secara adil.

Berkaitan dengan itu, muncullah istilah equal rlQh t s movement atau gerakan
persamaan hak, suatu upaya untuk membebaskan perempuan dari ikatan lingkungan
domestik atau lingkungan keluarga dan rumah tangga. Cara ini sering dinamakan
women s llberatloR movemen t yang disingkat women s llb atau women s
emanClpdtlon movemen t, yaitu gerakan pembebasan wanita. Pada dasarnya
feminisme merupakan implementasi dari kesadaran untuk menciptakan keadilan
gender dalam kerangka demokratisasi dan HAM (Hak Asasi Manusia). Gerakan
tersebut diperkirakan muncul seiring dengan ideologi auWarung (enllQh tment) yang
muncul di Eropa antara akhir abad ke- 14 sampai abad ke- 18. Gagasan yang
dominan pada waktu itu adalah paham rasionalisme yang ditandai dengan pemujaan
akal, pikiran dan rasio. Ide rasionalisme mempengaruhi lahirnya revolusi Perancis
(1789-1793) yang menggunakan slogan kebebasan dari penindasan (llberte),
pengakuan terhadap persamaan hak (egallte) dan semangat persaudaraan (fraternlte)
sebagai semboyan untuk meruntuhkan rezim kerajaan yang otoriter yang digantikan
dengan kekuasaan republik yang menggunakan sistem demokrasi. Pada masa ini
kasus Marie Antoinette menjadi bidak yang melesakkan isu- isu perempuan ke muka
dunia.

Gerakan panjang akan kesetaraan hak tidak serta merta bisa membuat
perempuan menikmati hasil dari perjuangan tersebut. Karena setelah revolusi
Perancis, peraturan-peraturan yang merugikan perempuan tetap berlaku dan
disahkan kembali. Dari sejarah gerakan perempuan di Perancis tersebut
menunjukkan bahwa perempuan tidak serta merta mendapatkan hak yang sama
dengan laki-laki meskipun telah muncul gagasan llberte, egallte dan fraternlte
sebagai nilai-nilai universal kemanusiaan. Hegemoni patriarki dan kuatnya sistem
sosial budaya yang mengakar menghambat geliat perempuan dalam menuntut
keadilan.

Beberapa tantangan feminis Kontemporer adalah hak-hak reproduksi; tentang


usia perkawinan yang ideal, masih tingginya angka kematian ibu, keluarga berencana,
pendidikan kesehatan reproduksi. Di luar itu muncul juga persoalan tentang gender-
based budget, politik anggaran pemerintah pusat dan daerah untuk memberdayakan
perempuan. Dengan demikian fenomena marginalisasi dan sub-ordinasi perempuan
terjadi diakui atau tidak memang terjadi di seluruh lint kehidupan; sosial, politik
6
(kepemimpinan politik), ketenagakerjaan (upah pekerja wanita, cuti hamil, menyusui
anak), adanya beban ganda (double burden) yang dialami para wanita pekerja, kerja di
dalam rumah dan di luar rumah.

7
2. Feminisme dalam Perspektif Islam

Islam mengembangkan peradaban melalui ilmu pengetahuan dan akal yang


dipandu oleh wahyu yang diturunkan oleh Allah atas perantara jibril kepada Nabi
Muhammad Saw untuk disebar luaskan kepada seluruh umat manusia. Perempuan
sebelum datangnya Islam sangat memprihatinkan dan sangat buram, dianggap
sebagai makhluk yang tidak berharga, karena menjadi bagian dari laki-laki
(Subordinatif).

Namun setelah Islam datang, secara bertahan Islam mengembalikan hal-hak


perempuan sebagai manusia yang merdeka, mengangkatnya drajatnya sebagai
makhluk yang memiliki kehormatan yang harus dijaga hal inilah merupakan
gerakan emansipatif yang tiada tara pada masanya, disaat perempuan terpuruk
dalam kegelapan. Sejarah teleh menuliskan secara jelas bagaimana seorang
perempuan pada masa-masa Islam diturunkan mendapat penghargaan tinggi,
terutama dari Nabi Muhammad Saw, yang merupakan figur panutan dari seluruh
umat Islam. Menurut Asghar Ali Engineer, merupakan suatu revolusi yang sangat
besar dimana Nabi Muhammad Saw, telah memprakarsai melakukan perubahan
dalam masyarakat Makkah secara menyeluruh, secara bertahap Islam menjadi
agama yang sangat mapan dengan ritualisasi yang sangat tinggi.

Dalam sejarah, perempuan telah memainkan peranan yang sangat strategis


pada masa awal maupun pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri, baik
dalam segala urusan, hal ini terbukti melalui peranan perempuan didalam
membantu perjuangan Rasulullah Saw, didalam melakukan misi dakwah ataupun
didalam misi medan perang. Khadijah misalnya, istri Nabi yang sangat setia, telah
memberikan segala kekayaan yang ia punya untuk kepentingan dakwah dan
perjuangan Islam.

Islam mengoptimalkan potensi kaum perempuan dengan memberikan


jaminan kehidupan dengan demikian dapat diharapkan mempu mengurangi level
stres dan depresi perempuan, karena dalam keadaan apapun itu, semunya telah
terjamin didalam tatanan Islam bahkan menetapkan penjaga-penjaga dan
menjamin kehidupan kaum perempuan. Ibnu ‘Abbas meriwayatkan bahwa ia
mendengar Nabi SAW berkata,

1
“Tidak ada Muslim yang memiliki dua anak perempuan lalu ia merawatnya
dengan baik, kecuali ia akan masuk surga.” (HR. al-Bukhari).

Hadis lain terkait hal itu:

“Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan, atau
dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, dan ia menjaga mereka
dengan baik dan takut kepada Allah tentang urusan mereka, maka tempat mereka
adalah surga” (HR. al-Tirmidhi).

“Tidak ada Muslim yang memiliki dua anak perempuan lalu ia merawatnya
dengan baik, kecuali ia akan masuk surga.” (HR. al-Bukhari). Hadis lain terkait
hal itu, “Barangsiapa memiliki tiga anak perempuan atau tiga saudara
perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, dan ia
menjaga mereka dengan baik dan takut kepada Allah tentang urusan mereka,
maka tempat mereka adalah surga” (HR. al-Tirmidhi).

Islam telah memberikan status yang mulia bagi perempuan sehingga


perempuan tidak perlu merasa kurang berharga, harus membuktikan diri dalam
persaingan dengan laki-laki, yang selalu dihinggapi rasa takut gagal yang
berlebihan. Hal inilah yang seharusnya dijadikan sandaran bagi para kaum
feminis, yang terus menggaungkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki,
karena sejatinya konsep kesetaraan dalam Islam adalah keadilan diantara
keduanya.

Islam tidak membatasi ruang gerak perempuan yang hanya didalam


kehidupan domestik, akan tetapi juga mengakui kerja sama laki-laki dan
perempuan dalam kehidupan publik. Perempuan-perempuan yang sedang tidak
memiliki tanggung jawab domestik, seperti perempuan yang masih lajang atau
kaum ibu yang anak-anaknya sudah mandiri, yang kemudian didorong untuk
mengambil peran dalam kehidupan sosial masyarakat.

Perinsipnya, AL-Qur’an tidak melarang kaum perempuan bekerja, adapun


anjuran untuk tinggal di rumah bertujuan untuk melindungi dan lebih kepada
persoalan preventif (pencegahan). Al-Qur’an bahkan memberikan hak perempuan
untuk bekerja, baik dalam arti beramal saleh maupun mencari nafkah untuk diri
dan keluarga. Allah berfirman yang artinya:

2
”… (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah maha mengetahui
segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 32)

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada larangan keluar rumah bagi


perempuan, kecuali untuk melakukan maksiat. Bahkan Allah secara khusus,
menyebutnya sebagai penolong laki-laki dalam tugas amar makruf nahi mungkar
hal tersebut di jelaskan didalam surah At-Taubah: 71, tanpa mengurangi peranan
seorang perempuan sekaligus tanggung jawabnya dan tidak perlunya menuntut
pemberlakuan kesetaraan dengan laki-laki.

3
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perbedaan antara kaum perempuan dan kaum laki- laki tidak semestinya
dipahami berdasarkan atribut biologis, sehingga pemahaman terhadap gender tersebut
akan memberi peluang terjadinya missunderstanding terhadap makna yang termaktub
dalam wacana gender tersebut. Gender dapat dipahami sebagai perbedaan yang
terlihat antara kaum perempuan dan kaum laki-laki berdasarkan relasi sosial yang
lebih terkait dengan nilai dan prilaku.

Prinsip kesetaraan gender dalam perspektif Islam adalah kaum laki-laki dan
perempuan sama dalam beberapa hal, yaitu; sebagai hamba Allah, sebagai khalifah
Allah, menerima perjanjian primordial, terlibat aktif dalam peristiwa drama kosmis,
dan berpotensi yang sama dalam meraih prestasi. Prinsip ini secara jelas diuraikan
dalam pedoman ajaran Islam berupa teks atau nash al-Qur,an dan Hadis. Sedangkan
perbedaan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan hanya dapat dilihat dari segi
tingkat ketaqwaan kepada Allah SWT.

feminisme diartikan sebagai gerakan wanita yang menuntut persamaan


hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria yang merupakan penggabungan dari
pelbagai doktrin atas hak kesetaraan. Beberapa tantangan feminis Kontemporer
adalah hak-hak reproduksi; tentang usia perkawinan yang ideal, masih tingginya
angka kematian ibu, keluarga berencana, pendidikan kesehatan reproduksi. Di
luar itu muncul juga persoalan tentang gender-based budget, politik anggaran
pemerintah pusat dan daerah untuk memberdayakan perempuan. Dengan
demikian fenomena marginalisasi dan sub-ordinasi perempuan terjadi diakui atau
tidak memang terjadi di seluruh lint kehidupan; sosial, politik (kepemimpinan
politik), ketenagakerjaan (upah pekerja wanita, cuti hamil, menyusui anak),
adanya beban ganda (double burden) yang dialami para wanita pekerja, kerja di
dalam rumah dan di luar rumah

B. Saran

4
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
senantiasa kami harapkan sehingga dapat kami jadikan pelajaran demi perbaikan
kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.um-surabaya.ac.id/4832/3/bab_2.pdf Diakses pada tanggal 15 Mei 2022


pukul 21.44

https://journal.walisongo.ac.id/ diakses pada tanggal 15 Mei 2022 Pukul 22.14

http://www.kafaah.org/index.php/kafaah/article/download/112/77 diakses pada tanggal 15


Mei 2022 Pukul 22.36

https://afi.unida.gontor.ac.id/2019/04/12/feminisme-dalam-pandangan-islam-analisis-
gerakan-feminisme/ diakses pada tanggal 15 Mei 2022 Pukul 22.37

Anda mungkin juga menyukai