Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

PERAN GENDER DI KEHIDUPAN SOSIAL


Dosen Pengampu: Arif, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 1 – KELAS 1D

Penyusun:

1. M. DANIL RAZAK MAULANA


2. MIFTAHUL ANSORY
3. MOH. ARDIYAN
4. MOHAMAD IQBAL ABDULLAH
5. MUH. IZZUDIN
6. MUH. WARIS ASSIDIQ
7. MUHAMAD WAFIUDDIN

TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MATARAM
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3
1.2 Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
2. 1 Pengertian Gender.........................................................................................................4
2.2 Peran Gender dalam Kehidupan Sosial.......................................................................5
2.3 Permasalahan Gender di Kehidupan Sosial................................................................6
2.4 Cara-cara dalam mendukung Peran Gender di Kehidupan Sosial...........................8
BAB III....................................................................................................................................10
REFRENSI..............................................................................................................................10
BAB IV....................................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesetaraan gender merupakan suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam
hak secara hukum dan kondisi atau kualitas hidupnya sama. Kesetaraan gender merupakan
salah satu hak asasi setiap manusia. Gender itulah yang pembedaan peran, atribut, sifat, sikap
dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Peran gender terbagi menjadi
peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan. Akan tetapi pada
kenyataannya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi
sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas
bekerja di dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya peran di luar
itu menjadi tidak penting. Istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah diskriminasi
terhadap perempuan, sub kordinasi, penindasan, perilaku tidak adil dan semacamnya.

Diskriminasi gender, menyebabkan kerentanan terhadap perempuan dan/atau anak


perempuan serta berpotensi pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai
bidang kehidupan. Oleh karena itu, banyak bermunculan program atau kegiatan, terutama
dilakukan oleh beberapa LSM, untuk memperbaiki kondisi perempuan, yang biasanya berupa
pelatihan tentang isu-isu gender, pembangkitan kesadaran perempuan, dan pemberdayaan per
empuan dalam berbagai segi kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Namun, hal ini justru
berbanding terbalik dengan realita bahwa perempuan ternyata mempunyai peranan yang
sangat besar dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial,
bahkan peranan perempuan justru sangat dirasakan oleh masyarakat luas.

1.2 Tujuan

1. Dapat Memahami Keadilan


2. Dapat Memerangi Diskriminasi
3. Dapat Mendorong Kepemimpinan
4. Dapat Membentuk Peran Keluarga
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Gender

Pengertian gender menurut Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan sebagai jenis
kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis
kelamin. Sementara Fakih (2008: 8) mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat
pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Istilah
gender dibedakan dari istilah seks. Oakley, ahli sosiologi Inggris, merupakan orang yang
mula-mula memberikan pembedaan dua istilah itu (Saptari dan Halzner, 1997: 88).

Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan
kontruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi, dan perannya dalam
masyarakat. Istilah Seks merujuk kepada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan
secara biologis terutama yang berkaitan dengan prokreasi dan reproduksi. Laki-laki dicirikan
dengan adanya sperma dan penis serta perempuan dicirikan dengan adanya sel telur, rahim,
vagina, dan payudara. Ciri jenis kelamin secara biologis tersebut bersifat bawaan, permanen,
dan tidak dapat dipertukarkan (Abdullah, 2004 : 11).

Selanjutnya, yang dimaksud dengan gender adalah cara pandang atau persepsi manusia
terhadap perempuan atau laki-laki yang bukan didasarkan pada perbedaan jenis kelamin
secara kodrati biologis. Gender dalam segala aspek kehidupan manusia 13 mengkreasikan
perbedaan antara perempuan dan laki-laki termasuk kreasi sosial kedudukan perempuan yang
lebih rendah dari pada laki-laki. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut,
cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa.
Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki
yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional
dan perkasa ( Hadiati, 2010 : 15).

Dari berbagai pendapat di atas peneliti menyimpuilkan bahwa istilah gender merujuk
pada nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Nilai-nilai
tersebut dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan dapat dipertukarkan. Itu
terjadi karena gender tidak melekat pada jenis kelamin tetapi pada pelabelan masyarakat.
2.2 Peran Gender dalam Kehidupan Sosial

Peran gender adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai dengan status
lingkungan, budaya dan struktur masyarakat. Peran tersebut diajarkan kepada setiap anggota
masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang dipersiapkan sebagai peran
perempuan dan laki-laki, empat jenis peran dalam gender, yaitu :

a. Peran gender

Peran Gender adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai dengan status,
lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peran tersebut diajarkan kepada setiap
anggota masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang dipersepsikan sebagai
peran perempuan dan laki-laki. Peran laki-laki dan perempuan dibedakan atas peran
produktif, reproduktif dan sosial.

b. Peran Produktif

Peran Produktif merujuk kepada kegiatan yang menghasilkan barang dan pelayanan untuk
konsumsi dan perdagangan (Kamla Bhasin, 2000). Semua pekerjaan di pabrik, kantor,
pertanian dan lainnya yang kategori aktivitasnya dipakai untuk menghitung produksi nasional
bruto suatu negara. Meskipun perempuan dan laki-laki keduanya terlibat di dalam ranah
publik lewat aktivitas produktif, namun masyarakat tetap menganggap pencari nafkah adalah
laki-laki. Contoh di sebuah kantor, bila terjadi PHK maka seringkali perempuanlah yang
dikorbankan karena dianggap kegiatan laki-laki yang menghasilkan uang. Bila merujuk pada
definisi kerja sebagai aktivitas yang menghasilkan pendapatan baik dalam bentuk uang
maupun barang maka ativitas perempuan dan laki-laki baik di sektor formal maupun
informal, di luar rumah atau di dalam rumah sepanjang menghasilkan uang atau barang
termasuk peran produktif. Contoh 16 16 peran produktif perempuan yang dijalankan di dalam
rumah misalnya usaha menjahit, catering, salon dan yang lain. Contoh peran produktif yang
dijalankan di luar rumah, sebagai guru, buruh, pedagang, pengusaha.

c. Peran Reproduktif

Peran reproduktif dapat dibagi mejadi dua jenis, yaitu biologis dan sosial. Reproduksi
biologis merujuk kepada melahirkan seorang manusia baru, sebuah aktivitas yang hanya
dapat dilakukan oleh perempuan. Reproduksi sosial merujuk kepada semua aktivitas merawat
dan mengasuh yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan bertahannya hidup (Kamla
Bhasin, 2000). Dengan demikian, aktivitas reproduksi ialah aktivitas yang mereproduksi
tenaga kerja manusia. Merawat anak, memasak, memberi makan, mencuci, membersihkan,
mengasuh dan aktivitas rumah tangga lainnya masuk dalam kategori ini. Walaupun hal-hal
tersebut penting untuk bertahannya hidup manusia, aktivitas tersebut tidak dianggap sebagai
pekerjaan atau aktivitas ekonomi sehingga tidak terlihat, tidak diakui dan tidak dibayar. Kerja
reproduktif biasanya dilakukan oleh perempuan, baik dewasa maupun anak-anak di kawasan
rumah domestik. Pertanyaannya mengapa peran reproduktif secara alamiah menjadi tanggung
jawab perempuan. Jawaban yang sering muncul adalah karena perempuan melahirkan maka
merawat, memelihara anak menjadi tannggung jawabnya. Pelabelan tersebut menjadi sirna
bila mengerti apa itu seks/jenis kelamin dan apa itu gender. Laki-laki pun melakukan peran
reproduktif, baik 17 reproduktif biologis (membuahi) dan reproduktif sosial kerena
memelihara anak dan mengasuh anak tidak menggunakan rahim.

d. Peran Sosial (Kemasyarakatan)

Kegiatan kemasyarakatan merujuk kepada semua aktivitas yang diperlukan untuk


menjalankan dan mengorganisasikan kehidupan masyarakat. Peran kemasyarakatan yang
dijalankan perempuan adalah melakukan aktivitas yang digunakan bersama, misalnya
pelayanan kesehatan di Posyandu, partisispasi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan
kebudayaan (kerja bakti, gotong royong, pembuatan jalan kampung, dll). Semua kegiatan
tersebut biasanya dilakukan secara sukarelawan. Sedangkan peran sosial yang dilakukan laki-
laki biasanya pada tingkatan masyarakat yang diorganisasikan, misalnya menjadi RT, RW,
Kepala Desa.

2.3 Permasalahan Gender di Kehidupan Sosial

A. Bias Gender

Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan dengan pembedaan peran dan posisi
sebagaimana realita yang ada pada dunia dewasa ini tidak akan menjadi masalah selama itu
adil. Namun dalam kenyataan yang ada perbedaan peran tersebut membatasi gerak keduanya
sehingga melahirkan ketidakadilan. Terlebih kepada perempuan, dalam realita yang ada,
penulis banyak sekali menyaksikan kejadian-kejadian yang merujuk pada ketidakadilan
terhadap perempuan. Seorang anak perempuan diasumsikan tidak perlu sekolah tinggi, tidak
perlu pendidikan lanjut karena pada ujungnya hanya berkutat pada pekerjaan domestik saja.

Dari kisah yang hanya beberapa dari banyak kisah ketidakadilan gender seringkali
perempuanlah yang menjadi korban ketidakadilan gender bermula dari adanya kesenjangan
gender dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam akses terhadap pendidikan dan
ekonomi, pendapat ini didukung dengan adanya pengertian. Menurut Fikih (1998), bias
gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan
sebagai korban dari sistem tersebut. Mosse (1996) dan Irohmi (1990), mengatakan bahwa
bias gender terutama dialami perempuan. Sebagai gambaran laki-laki diakui dan dikukuhkan
untuk menguasai perempuan. Kemudian hubungan perempuan dan laki-laki yang hirarkis,
dianggap sudah benar dan diterima sebagai hal yang normal. Ketidakadilan gender tersebut
terdapat dalam berbagai wilayah kehidupan, yaitu dalam wilayah negara, masyarakat,
organisasi atau tempat kerja, keluarga dan diri sendiri.

Dalam pengertian positif yang ingin dicapai adalah keadilan gender. Keadilan gender
adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Agar proses yang adil bagi perempuan
dan laki-laki terwujud diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan berbagai hal yang
secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan dan laki-laki secara berbeda.
Oleh karena itu, keadilan gender tidak berfokus pada perlakuan yang sama tetapi lebih
mementingkan sebagai hasilnya pada kesetaraan sebagai hasilnya. Menurut Fakih (2008) bias
gender tersebut dapat berbentuk subordinasi, marginalisasi, stereotip, kekerasan terhadap
perempuan, dan beban kerja ganda. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender tersebut saling
terkait dan berpengaruh satu dengan lainya, diantaranya bentuk-bentuk ketidakadilan gender
sebagai berikut.

1. Subordinasi

Subordinasi artinya suatu penilaian atau anggapan bahwa peran yang dilakukan oleh satu
jenis kelamin lebih utama atau lebih penting dari yang lain. Dengan kata lain sebuah posisi
atau peran yang merendahkan nilai peran yang lain. Salah satu jenis kelamin dianggap lebih
penting, utama, dan tinggi dibandingkan jenis kelamin lainnya. Misalnya, laki-laki sebagai
pemimpin.

2. Marjinalisasi (Peminggiran)

Marjinalisai artinya suatu proses peminggiran atau menggeserkan kepinggiran, teliti maka
anak perempuan diarahkan sekolah guru, perawat, sekretaris. Ironis pekerjaan-pekerjaan
tersebut dinilai lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan lain yang bersifat maskulin.

3. Beban Ganda
Beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak
dibandingkan jenis kelamin lainnya. Masuknya perempuan di sektor publik tidak senantiasa
diiringi dengan berkurangnya beban mereka di dalam rumah tangga. Peran ganda yang tetap
harus dijalankan baik didomain publik maupun domestik. Akibat dari perbedaan sifat dan
peran, maka semua pekerjaan domestik dibebankan kepada perempuan, tuntutan ekonomi
keluarga selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, perempuan juga harus bekerja di
kebun, ke pasar mencari nafkah bagi keluarga. Perempuan masuk ke dunia politik akan tetapi
beban domestiknya tidak berkurang. Akibatnya perempuan memiliki beban kerja ganda,
bahkan sering dituduh mengabaikan tanggung jawab di dalam rumah tangga dan juga tidak
berprestasi di dunia publik. Ketidakadilan tampak ketika sekalipun curahan tenaga kerja dan
waktu cukup panjang ternyata dihargai rendah dibandingkan pekerjaan publik.

4. Stereotipe

Stereotip artinya pemberian lebel atau cap yang dikenakan kepada seseorang atau kelompok
yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan atau pandangan
terhadap suatu kelompok/seks tertentu yang sering kali bersifat negatif dan secara umum
melahirkan ketidakadilan. Pelabelan juga menunjukan adanya relasi kekuasaan yang timpang
atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukan atau menguasai pihak lain. Pelabelan
yang sering dijumpai adalah pelabelan negatif yang ditujukan kepada perempuan. Misalnya,
perempuan suka berdandan, dianggap untuk menarik perhatian laki-laki. Dengan demikian
cocok diberi tugas sebagai penerima tamu. Perempuan sebagai pendamping suami sehingga
tidak perlu dipromosi menjadi ketua atau kepala, sebab dianggap bukan pencari nafkah utama
yang akan menopang ekonomi keluarga. Perempuan dianggap cengeng suka menggoda,
sehingga tidak dapat dipercayakan menduduki jabatan penting/strategis.

5. Kekerasan

Kekerasan Artinya bentuk perilaku baik verbal maupun nonverbal yang dilakukan seseorang
atau sekelompok orang sehingga menyebabkan efek negative secara fisik, emosional dan
psikologis terhadap orang yang menjadi sasarannya. Indikasi bahwa perempuan mengalami
kekerasan dapat dilihat dari contoh pemukulan terhadap istri, pelecehan seksual, eksploitasi
seks terhadap perempuan masih tetap tinggi baik di dalam maupun luar rumah
(Masdudi.2003).

B. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender termuat dalam Lampiran Inpres No.9 Tahun 2000, menyatakan
keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan.
Gender ini dimaksudkan untuk mengatasi ketidakadilan gender yang terjadi yang meliputi
marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban kerja. Manifestasi ketidakadilan
gender tersebut masing-masing tidak bisa dipisah-pisahkan, saling terkait dan berpengaruh
secara dialektik. Adanya studi gender pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi dan
menghilangkan ketidakadilan gender tersebut. Dengan kata lain studi gender hendak
mewujudkan keadilan sosial, dan keadilan sosial tidak dapat diwujudkan tanpa adanya
keadilan gender dalam masyarakat.

Keadilan gender biasanya merujuk pada aplikasi keadilan sosial dalam hal pemberian
kesempatan yang sama antar laki-laki dan perempuan. Keadilan di sini tidak berarti bahwa
laki-laki dan perempuan adalah sama dalam segala hal, namun yang dimaksud adalah bahwa
pemberian suatu kesempatan atau akses tidak tergantung pada perbedaan jenis kelamin.
Keadilan gender dengan demikian, dapat diartikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
kesempatan untuk merealisasikan hak-hak dan potensinya untuk memberikan kontribusi pada
perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta sama-sama dapat menikmati hasil
dari perkembanga itu.

2.4 Cara-cara dalam mendukung Peran Gender di Kehidupan Sosial

1. Memenuhi Hak-hak Ketenagakerjaan

Hak dasar seorang pegawai salah satunya adalah cuti. Bagi perempuan dan laki-laki mereka
punya sebagai orang tua di keluarganya, maka selain cuti melahirkan untuk perempuan.
Memberikan cuti pasca melahirkan untuk para suami juga diperlukan untuk mendukung
peran mereka sebagai ayah. Tidak lupa hak cuti saat menstruasi maupun keguguran juga
penting untuk dipenuhi bagi pegawai perempuan.

2. Melibatkan Perempuan dalam Pengambilan Keputusan

Sering kali perempuan dikesampingkan jika berhubungan dengan memimpin. Sementara


perempuan memiliki kapasitas yang sama baik dalam memimpin maupun mengambil
keputusan. Pelibatan ini juga termasuk untuk organisasi dalam perusahaan yaitu serikat
pekerja. Dengan menempatkan perempuan pada serikat pekerja, hak-hak dan kewajiban
perempuan bisa dijaga dan tidak dilupakan.
3. Memberikan Kesempatan Jenjang Karir yang Sama

Tak jarang perempuan tidak diberi jenjang karir yang sama karena alasan harus mengasuh
anak, sehingga mereka kesulitan untuk naik dari staf hingga posisi teratas. Pembatasan ini
hanya akan menyia-nyiakan potensi yang dimiliki pegawai perempuan tersebut. Jelas banyak
profesi tingkat atas yang membutuhkan posisi seorang perempuan untuk memimpinnya.

4. Melindungi Perempuan dari Pelecehan di Tempat Kerja

Sebagai pihak yang sering dianggap lemah, perempuan sering menjadi sasaran atau objek
pelecehan seksual baik fisik maupun mental di lingkungan kerja. Tentu pelecehan jenis
apapun tidak layak untuk dibiarkan begitu saja. Pelecehan juga rentan terjadi antara atasan
dan pegawai yang lebih rendah, sehingga korban semakin merasa tidak berdaya dan terlalu
takut untuk melapor. Jika sebuah perusahaan abai terhadap kasus pelecehan khususnya untuk
perempuan, ini bisa jadi indikasi adanya ketidaksetaraan gender di sana.

Baik untuk perempuan maupun laki-laki, mereka ingin bisa bekerja dengan aman dan
nyaman tanpa mengalami tindakan tersebut. Kesetaraan gender dalam dunia kerja berarti
mendukung pemberdayaan potensi-potensi yang dimiliki perempuan. Setiap perusahaan dan
individu perlu memiliki keberanian untuk menyuarakan dan mewujudkan hal tersebut. Sama
dengan Amartha yang telah mendukung pemberdayaan perempuan untuk dapat menjadi
pemimpin dalam bisnisnya, hingga memberikan kemudahaan untuk peningkatan penghasilan
pasif guna mewujudkan kebebasan finansial.
BAB III
REFRENSI

Amiruddin, M. 2008. Membangun Resistensi, Membongkar Setereotype. Jurnal


Perempuan Online. (http//:www.kompas.com/kompas- cybermedia/0704/20/655308/htm)
Diakses : 24 juni 2010, 13:21 wib.

Asyhari, 2009. Kesetaraan Gender Menurut Muhtar. Skripsi, tidak diterbitkan.


Perbandingan Mazhab Dan Hukum Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Fadilah, Sri. 2018. Kesetaraan Gender : Fenomena Pergeseran Peran Ekonomi Wanita
Dari Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung. Mitra Gender Jurnal Gender dan Anak, 1(1),
18 – 26.
BAB IV

PENUTUP

Peranan penting gender disetiap kalangan masyarakat sangat mempengaruhi


efektifitas dan akuntabel dalam kegiatan apapun. Isu gender yang saat ini marak dipenjuru
dunia memberikan dampak diskriminatif bagi kaum perempuan, upaya yang perlu dilakukan
antara lain adalah sosialisasi, pembinaan, pelatihan dan lain-lain. Sosialisai bertujuan untuk
memberikan informasi penting mengenai isu kesetaraan gender dan memberikan edukasi ke
masyarakat agar lebih responsif menanggapi permasalahan dan pemberian solusi untuk kaum
perempuan, dengan adanya kegiatan sosialisasi diharapkan mampu mengubah pandangan
masyarakat kepada kaum perempuan agar memberikan kesempatan yang sama untuk
berperan penting disetiap kegiatan kemasyarakatan.

Pelatihan diberikan agar semua berkontribusi untuk bekerjasama dalam mensetarakan


gender, memberikan peran aktif perempuan disegala aspek kegiatan dan dapat bertanggung
jawab. Pembinaan dibentuk untuk mewadahi masayarakat melakukan kegiatan dengan
memperhatikan kesetaraan gender dan melibatkan kaum perempuan lebih aktif
mengembangkan keterampilan dan mengasah kemampuan di segala bidang pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai