Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SOSIOLOGI GENDER

PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI DAN


POLITIK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Diskusi Mata Kuliah Sosiologi Gender

Dosen Pengampu: Dr. Endah Ratnawaty Chotim, Dra. M.Ag., M.Si.

Disusun oleh :
Kelompok 7 – Sosiologi 5/B
Gita Nova Puspita NIM 1178030075

Gunawan Saputra NIM 1178030076

Gusti Pazarudin NIM 1178030077

Hani Rahmawati NIM 1178030078

Hardiyanti NIM 1178030079

Helmi Ahmad Fauzan NIM 1178030080

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah. dan Inayah-Nya
sehingga makalah tentang “Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Ekonomi dan Politik” ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh ummatnya yang
senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Selain itu, kami juga mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Dan kami berharap supaya makalah ini bisa berguna bagi para pembaca dan bisa
dimengerti oleh setiap pihak.

Wassallamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, 18 November 2019

Kelompok VII

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Makalah .................................................................................................................... 1
BAB II .......................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 2
2.1. Peran Perempuan dan Konsep Pemberdayaan ................................................................................... 2
2.2. Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Ekonomi ......................................................................... 4
2.3. Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Politik ......................................................................... 6
BAB III....................................................................................................................................................... 11
PENUTUPAN ............................................................................................................................................ 11
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perempuan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup besar, bahkan di seluruh dunia
melebihi jumlah laki-laki. Namun perempuan yang berpartisipasi di sektor publik berada jauh di
bawah laki-laki, apalagi di bidang politik.
Tetapi, tidak sedikit perempuan yang mempunyai peran yang cukup penting pada bidang
ekonomi dan politik. Seiring dengan majunya zaman dan meluasnya kesetaraan gender dalam
berbagai bidang, peran perempuan semakin diakui. Contohnya di bidang ekonomi, sekarangpun
telah banyak peran penting perempuan yang berpengaruh pada pemberdayaan ekonomi. Bahkan,
tidak dapat dipungkiri bahwa lowongan pekerjaan di Indonesia sekarang lebih banyak
membutuhkan perempuan. Begitupun peran perempuan pada bidang politik, kini telah banyak
perempuan yang berpartisipasi pada bidang tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Peran Perempuan dan Bagaimanakah Konsep Pemberdayaan itu?
2. Bagaimanakah Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Ekonomi?
3. Bagaimanakah Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Politik?
1.3. Tujuan Makalah
1. Mengetahui Peran Perempuan dan Konsep Pemberdayaan!
2. Mengetahui Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Ekonomi!
3. Mengetahui Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Politik!

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Peran Perempuan dan Konsep Pemberdayaan
A. Peran Perempuan
Pada umumnya masyarakat di Indonesia, pembagian kerja antara lelaki dan perempuan
menggambarkan peran perempuan. Basis awal dari pembagian kerja menurut jenis kelamin ini
tidak diragukan lagi terkait dengan kebedaan peran lelaki dan perempuan dalam fungsi reproduksi.
Dalam masyarakat mempresentasikan peran yang ditampilkan oleh seorang perempuan. Analisis
peran perempuan dapat dilakukan dari perspektif posisi mereka dalam berurusan dengan pekerjaan
produktif tidak langsung (domestik) dan pekerjaan produktif langsung (publik), yaitu sebagai
berikut;1
1. Peran Tradisi menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi (mengurus rumahtangga,
melahirkan dan mengasuh anak, serta mengayomi suami). Hidupnya 100% untuk keluarga.
Pembagian kerja sangat jelas, yaitu perempuan di rumah dan lelaki di luar rumah.
2. Peran transisi mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian tugas
mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan dan urusan
rumahtangga tetap tanggungjawab perempuan
3. Dwiperan memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, yaitu menempatkan peran
domestik dan publik dalam posisi sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau
sebaliknya keengganan suami akan memicu keresahan atau bahkan menimbulkan konflik terbuka
atau terpendam
4. Peran egalitarian menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. Dukungan
moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan
pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling
berargumentasi untuk mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana
kehidupan berkeluarga.
5. Peran kontemporer adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian.
Jumlahnya belum banyak. Akan tetapi benturan demi benturan dari dominasi lelaki atas
perempuan yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan mungkin akan meningkatkan
populasinya.
Dalam perkembangan kajian peran perempuan, konsep peran seks (sex roles) memberi
makna tersendiri. Peran seks adalah seperangkat atribut dan ekspektasi yang diasosiasikan dengan
perbedaan gender, dengan hal ihwal menjadi laki-laki atau perempuan dalam masyarakat. Menurut
teori fungsionalisme (functionalism), peran seks (seperti peran yang lain) merefleksikan norma-
norma sosial yang bertahan dan merupakan pola-pola sosialisasi (socialization). Norma yang

1
Indah Ahdiah, “Peran-Peran Perempuan Dalam Masyarakat,” Jurnal Academica 05, no. 02 (2013): 1085–92.

2
cenderung terjadi dewasa ini adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan telah berubah
seiring dengan perkembangan secara bertahap perihal keluarga yang berkesetaraan.
B. Konsep Pemberdayaan
Sulistiyani menjelaskan bahwa “Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar
daya yang berarti kekuatan atau kemampuan”. Bertolak dari pengertian tersebut, maka
pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan
atau pemberiandaya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang
kurang atau belum berdaya.
Sementara menurut Prijono, S. Onny dan Pranarka pemberdayaan adalah proses kepada
masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya dan pemberdayaan harus
ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal.
Dalam konteks pemberdayaan bagi perempuan, menurut Nursahbani Katjasungkana dalam
diskusi Tim Perumus Strategi Pembangunan Nasional mengemukakan, ada empat pemberdayaan.
a. Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumberdaya- sumberdaya produktif
di dalam lingkungan.
b. Partisipasi, yaitu keikut sertaan dalam mendayagunakan asset atau sumberdaya yang
terbatas tersebut.
c. Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk
melakukan control atas pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya tersebut.
d. Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil
pemanfaatan pembangunan secara bersama dan setara. sumberdaya atau Profesor Gunawan
Sumodiningrat yang dikutip menjelaskan untuk melakukan pemberdayaan perlu tiga langkah yang
berkesinambungan.
a. Pemihakan, artinya perempuan sebagai pihak yang diberdayakan harus dipihaki dari
pada laki-laki.
b. Penyiapan, artinya pemberdayaan menuntut kemampuan perempuan untuk bias ikut
mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan mengambil manfaat.
c. Perlindungan, artinya memberikan proteksi sampai dapat dilepas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan adalah proses
untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberiandaya, kekuatan atau
kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya2.

2
Viqih Akbar, “Peran Perempuan Terhadap Perekonomian Keluarga,” 2017.

3
2.2. Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Ekonomi

Pemberdayaan ekonomi terutama pemberdayaan ekonomi bagi perempuan dapat


menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat, situasi ini juga akan
memunculkan kesetaraan bagi perempuan atau kemudian disebut Women’s Economic
Empowerment and Equality (WE3). Situasi ini perlu disadari oleh seluruh stakeholder dari
Pemerintah, Swasta, maupun masyarakat. Sektor swasta sendiri melihat bahwa investasi kepada
bisnis atau organisasi perempuan memunculkan perspektif berbagi nilai, tidak hanya membuat
citra baik bagi perusahaan tetapi juga memperkuat segmen konsumen kunci.

Berikut adalah tiga hal untuk mencapai WE3 menjadi kenyataan dari persepktif sektor privat:

1. Melakukan investasi cerdas dalam bisnis perempuan. Bukti dari sektor privat,
mendemonstrasikan bagaimana investasi dalam bisnis perempuan mengembalikan
feedback yang kuat. Diperlukan bisnis model yang kuat untuk berinvestasi di bisnis
ataupun organisasi perempuan yang kemudian menjadi trend dalam ekonomi global
2. Memiliki kerjasama pembangunan yang nyata dengan organisasi perempuan.
Kerjasama termasuk mengalokasi waktu untuk membantu organisasi perempuan
memahami kriteria-kriteria donor, dengan anggaran yang layak, sistem yang mendukung,
serta otonomi untuk mengerjakan pekerjaan tersebut
3. Melakukan kolaborasi dengan organisasi perempuan. Situasi yang memastikan bahwa
kita bersama-sama dengan organisasi perempuan duduk bersama dalam mencari solusi
bersama. Misalnya dengan melakukan diskusi strategic tertentu yang melibatkan
perempuan “Perempuan dalam Sektor Informal: Globalisasi dan Manajemen”3.

Peran perempuan dalam perekonomian nasional telah diarahkan, baik oleh UUD 1945,
maupun GBHN Tahun 1999-2004. UUD tahun 1945 hasil amandemen ke empat 2002 menegaskan
bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sementara GBHN
1999-2004 menggariskan bahwa dengan kondisi umum status dan peranan perempuan dalam
masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-laki, maka
pembangunan ekonomi diarahkan untuk memperbaiki, membina, dan mengembangkan seluruh
potensi ekonomi nasional yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan
pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam
berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen, serta perlakuan yang adil bagi seluruh
masyarakat4.
Berdasar atas berbagai fakta tersebut, sudah saatnya kaum perempuan diberikan
kesempatan yang lebih besar untuk berperan dalam pembangunan ekonomi. Pemenuhan hak
ekonomi perempuan saat ini semakin dirasakan sebagai salah satu kebutuhan prioritas untuk
mengantarkan kaum perempuan pada tataran perjuangan mewujudkan keadilan dan kesetaraan

3
https://konsillsm.or.id/2016/10/25/perempuan-dan-pemberdayaan-ekonomi/
4
Kebijakan D A N Strategi, Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan ( PPEP ) Peningkatan Produktifitas
Ekonomi Perempuan, 2012.

4
gender khususnya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga. Dengan difungsikannya hak
ekonomi perempuan diharapkan pendapatan keluarga semakin meningkat yang pada gilirannya
akan meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial keluarga yang selanjutnya
akan mendukung upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional dan pencapaian tujuan
pembangunan millineum (Millineum Development Goal).
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan perempuan adalah
mengembangkan ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan
kopentensi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah kerja, menjamin kesejahteraan,
perlindungan kerja dan kebebasan berserikat, serta melakukan berbagai upaya terpadu untuk
mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran
yang merupakan dampak krisis ekonomi5.
Dilihat dari program penanggulangan kemiskinan, kebijakan makro strategis meliputi
perluasan kesempatan, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan perlindungan sosial.
Sedangkan kebijakan makro operasional di bidang ekonomi antara lain mencakup kebijakan untuk
penciptaan iklim yang kondusif dalam fiskal, moneter, investasi, industri dan perdagangan, tenaga
kerja, pengelolaan sumberdaya alam, pengadaan pangan dan infrastruktur. Namun karena
permasalahan perempuan tidak saja hanya dari sudut ekonomi, maka kebijakan makro operasional
di bidang sosial juga diperlukan yang antara lain mencakup kebijakan peningkatan pelayanan
publik, pengembangan sumberdaya manusia dan pemberdayaan perempuan. Pada dasarnya
kebijakan di bidang ekonomi, social budaya dan politik tidak bisa dipisahkan.
Kebijakan mikro strategis yang berhubungan dengan pemberdayaan perempuan berupa
kebijakan yang mendukung pengembangan program atau regulasi dalam perluasan kesempatan,
pemberdayaan, peningkatan kapasitas dan perlindungan sosial. Pengembangan program ini harus
konsisten dengan kebijakan-kebijakan di tingkat makro. Sebab itu dengan mengacu kepada
kebijakan makro operasional, kebijakan mikro strategis lebih diarahkan kepada kebijakan yang
mendukung program-program sektoral mengingat kebijakan pemberdayaan perempuan
merupakan kebijakan lintas pelaku.
Kebijakan Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan diarahkan untuk mensinergikan
seluruh kekuatan yang ada, baik kekuatan sektor pemerintah, non-pemerintah, Perguruan Tinggi,
perbankan, maupun kekuatan masyarakat umum untuk secara bersama-sama dan harmonis
mengupayakan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan. Melalui sinergi ini seluruh
permasalahan yang dihadapi perempuan dalam produktivitas ekonomi, yaitu rendahnya
kemampuan, ketidakberdayaan, kurangnya kesempatan, dan kurangnya jaminan dapat diatasi
secara bertahap dan berkesinambungan.
Perempuan memiliki keterbatasan yaitu sebagai individu dalam beberapa hal, antara lain
adalah pendidikan, pengalaman dan keterampilan, kesempatan kerja, dan faktor ideologis yang
menjadi alasan perempuan lebih memilih lapangan kerja dengan status dan upah yang rendah.
Dengan bekerja perempuan berharap akan ada perubahan bagi kehidupan rumah tangganya.
Sehingga sebagian perempuan memilih bekerja di industri rumah tangga karena industri rumah

5
“Iin Khairunnisa Vol. 6 Edisi 11, Okt 2017 PEMBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN DI DAERAH STKIP PGRI
Sukabumi” 6 (2017): 81–91.

5
tangga mampu memberikan dan membuka lapangan kerja bagi diri perempuan sendiri dan rumah
tangganya6.
Status perempuan dalam ekonomi rumah tangga di Indonesia tergolong cukup tinggi.
Perempuan memiliki suatu tanggung jawab untuk memberikan kontribusi dalam ekonomi
keluarganya. Tanggung jawab perempuan itu tercermin dalam satu istilah yang berkembang pada
masyarakat terkait sumbangan pendapatan suami dan istri dalam rumah tangga masyarakat Jawa
yang disebut dengan istilah duwit lanang lan duwit wedok. Status yang demikian menjadikan peran
perempuan sebagai anggota keluarga menjadi penting, terutama dalam ekonomi keluarga7.
Pekerjaan yang dilakukan perempuan meliputi kegiatan di bidang pertanian dan di luar
pertanian seperti buruh tani, buruh, berdagang, jasa, mengambil barang dari alam. Kegiatan
tersebut ternyata tidak saja dilakukan oleh perempuan dari rumah tangga pada lapisan yang tidak
mampu, tetapi juga dilakukan oleh perempuan dari kalangan rumah tangga yang mampu. Jika
dorongan bekerja bagi perempuan yang tidak mampu itu lebih banyak untuk menambah
pendapatan rumah tangganya, jelas bahwa motivasi yang terdapat pada perempuan yang mampu
adalah berbeda8.
Posisi perempuan dalam bidang pekerjaan baik di sektor formal maupun sistem kerja
borongan selama ini memang tetap dalam posisi marginal. Perempuan di sektor formal terutama
pabrik-pabrik, perempuan bekerja dengan upah rendah, banyak diupah dengan sistem
harian/minggunan tanpa jaminan sosial apa pun. Kaum perempuan sering diberhentikan kapan saja
karena peran reproduksi, terlebih karena hamil, melahirkan, atau menikah9.
2.3. Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Politik

Keterwakilan Perempuan dalam Politik Keterlibatan atau keterwakilan perempuan dalam


kehidupan publik memang telah mengalami peningkatan namun partisipasi yang diharapkan
seperti keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga pemerintahan tingkat lokal, maupun nasional
masih terhitung rendah. Sebutlah tingkat kabupaten yang merupakan lapisan pemerintah paling
dekat dengan masyarakat dan bertanggungjawab terhadap pembangunan di daerah serta pelayanan
sosial bagi masyarakat.

Terbatasnya keterwakilan perempuan di pemerintah kabupaten dapat berujung pada tidak


terpenuhinya kebutuhan, tidak teratasinya kekhawatiran perempuan, dan prioritas-prioritas

6
Suratiyah, K. et al. (1996). Dilema Wanita Industri Rumah Tangga dan Aktivitas Domestik. Yogyakarta: Aditya
Media.
7
Abdullah, I. (2006). Sangkan Peran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
8
Sajogjo, P. (1985). Peranan Wanita dalam Masyarakat Desa. Jakarta: CV Rajawali.
9
Sihite, R. (2007). Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

6
pembangunan dalam rencana pembangunan daerah dan mungkin akan mempertegas marjinalisasi
terhadap perempuan dalam mendapatkan pelayanan sosial pada tingkatan lokal10.
Kemudian, mengenai pemberdayaan politik prespektif gender. Semisal, mengenai Kuota
30% Perempuan di Lembaga Legislatif. Di Indonesia ,tingkat representasi wanita di badan
legislatif pada berbagai tingkatan, termasuk DPRD Tingkat II (kabupaten), DPRD Tingkat I
(propinsi) dan DPR RI (nasional), masih sangat rendah. Kurangnya representasi perempuan dalam
bidang politik antara lain disebabkan oleh kondisi budaya yang patriakal yang tidak diimbangi
kemudahan akses dalam bentuk tindakan afirmatif bagi perempuan, seperti pemberian kuota. Maka
dari itu dalam rangka memberdayakan perempuan dan hak untuk turut serta dalam aktivitas politik,
PBB mengeluarkan resolusi pemenuhan 30% kuota perempuan di lembaga legislatif, sebagai suatu
upaya bahwa kuota tersebut sebagai jaminan atas hak perempuan untuk turut aktif dalam
perpolitikan nasional11.
 Upaya Peningkatan Partisipasi Politik Perempuan

Untuk mendorong peningkatan dalam partisipasi politik perempuan, perlu pemahaman dan
analisis secara menyeluruh sehingga dihasilkan suatu rekomendasi kebijaksanaan yang tepat.
Yaitu dengan cara :

1. Dimulai dari pendidikan dan keluarga, bahwa berkiprah serta berpartisipasi di dunia
pillitik adalah salah satu bagian yang penting untuk membangun masyarakat, bangsa dan
Negara.

2. Anak perempuan yang mengikuti pendidikan sejak disekolah menengah sampai


Universitas, sebaiknya didorong untuk aktif mengikuti organisasi seperti OSIS, BEM, dan
organisasi ekstra universiter seperti HMI, GMNI, organisasi pemuda seperti KNPI, dan
organisasi kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, NU, dan lain-lain.Maka berarti secara
sadar kaum perempuan telah mempersiapkan diri menjadi pemimpin. Sekarang ini,
perempuan yang banyak berkiprah di dunia politik adalah mereka yang sejak menjadi
pelajar dan mahasiswa telah aktif diberbagai organisasi pelajar, dan organisasi kemahasis

10
Ani Widyani Soetjipto (2005), Politik Perempuan Bukan Gerhana, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. H.8
11
https://maulinniam.wordpress.com/2008/09/19/pemberdayaan-dan-partisipasi-politik-perempuan/

7
3. Melakukan advokasi terhadap kaum perempuan supaya terpanggil untuk berpartisipasi
dalam kancah politik.

4. Mempersiapkan anak-anak perempuan sejak dini untuk terpanggil dan tertantang


memasuki dunia politik. Dengan cara ini, maka dimasa depan akan semakin banyak
perempuan yang berkiprah dan berpartisipasi dalam kancah politik.

5. Memberi pencerahan, penyadaran dan dorongan kepada kaum perempuan supaya dalam
berbagai kegiatan politik seperti berpartisipasi dalam kampanye, pemilih, menjadi calon
legislative, calon Gubernur/Wakil Gubernur, Walikota/Walkil Walikota,Bupati/Wakil
Bupati, dan lain sebagainya.12

 Beberapa peluang bagi perempuan untuk dapat meningkatkan kualitas perannya dibidang
politik antara lain:

1. Pasal 17 dan 21 UUD 1945;

2. GBHN yang sejak tahun 1978;

3. Konferensi-konferensi wanita se-dunia.

Peluang-peluang yang mendukung kaum perempuan tersebut sebenarnnya mempunyai


peluang dan kesempatan yang besar untuk bisa berkiprah dan berpartisipasi dalam dunia politik.
Meskipun memang pada akhirnya akan dikembalikan kepada wanita untuk memanfaatkannya atau
tidak. Di era Orde Reformasi, peluang perempuan semakin terbuka untuk menjadi pemain, bukan
lagi sekedar partisipan pasif. Setidaknya, ada empat faktor yang memberikan harapan terbukanya
peluang kepada kaum perempuan untuk meningkatkan perannya di dunia politik.

1) Semakin banyak perempuan yang berpendidikan dan memiliki kesadaran pentingnya


perempuan terjun ke dunia politik untuk berpartisipasi membangun Indonesia yang maju
dan sejahtera.

2) Tren politik nasional di era Orde Reformasi yang member alokasi 30 persen kepada kaum
perempuan untuk menjadi calon anggota legislative.

12
Astrid Anugrah, SH (2009) ,Keterwakilan Perempuan dalam Politik, Penerbit Pancuran Alam, Jakarta, h.
28-29

8
3) Mengingat besarnya potensi yang ada pada wanita Indonesia yang secara kuantitas lebih
besar daripada pria,maka sewajarnyalah bila peluang dan potensi tersebut tidak disia-
siakan.13

Wanita dalam pengembangan kiprahnya sebagai warga negara, mempunyai harapan


sebagai pemilik masa depan bangsa, yang secara fungsional harus mampu menempatkan diri
sebagai pemimpin tenaga pembaharu,dinamisator dan katalisator untuk pembangunan nasional.
Oleh karena itu wanita dalam menghadapi tantangan abad XXI, harus mampu membekali dirinya
dengan ilmu, teknologi dan berbagai macam kemampuan dan keterampilan di berbagai bidang
kehidupan seperti politik, ekonomi, social dan budaya bangsanya.

 Pandangan Islam terhadap Politik Perempuan

Islam bukan sekedar agama ritual, melainkan diin, mencakup dimensi spiritual dan politik
atau dengan kata lain merupakan suatu ideologi. Selaras dengan hal tersebut, Dr. V. Fitzgerald
mengungkapkan bahwa Islam bukanlah semata agama (a religion), namun juga merupakan sebuah
sistem politik. Meskipun pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat islam yang
mengklaim sebagai kalangan modernis, yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh
gugusan pemikiran islam dibangun atas fundamen bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dan
selaras dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.14
Aturan islam dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (1) hubungan manusia dengan
Tuhannya yang diatur dalam hal ibadah mahdah, seperti sholat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya;
(2) hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang diatur dalam hal adab, seperti makan, minum,
berpakaian yang menutup aurat, akhlak yang mulia; (3) hubungan manusia dengan manusia yang
lain yang diatur dalam hal mu’amalah, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan sebagainya. Oleh karena itu pembahasan tentang politik merupakan cabang dari
masalah mu’amalah.15
Islam memandang bahwa secara etimologi, politik yang dalam bahasa Arab disebut dengan
kata siyasah yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Pengarang kamus al-Muhith
mengatakan bahwa ‘sustu ar-ra’iyata siyasatan’ berarti saya memerintahnya dan melarangnya.
Secara terminologi, politik bermakna usaha untuk melakukan pengaturan urusan masyarakat
dalam segala aspek kehidupan, yang mencakup aspek pemerintahan, ekonomi, pendidikan,
kebudayaan, sosial, pertahanan keamanan, hubungan internasional dan sebagainya.16
Di dalam syari’at islam terdapat aturan-aturan yang berlaku umum pria dan wanita maupun
khusus wanita. Berkaitan dengan masalah politik, tentunya juga ada yang aturan berlaku umum

13
Ibid. h .32
14
Muhammedan Law, bab 1, hal. 1 dalam M. Dhiauddin Rais. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press, hal.
15
Disarikan dari Hafidz Abdurrahman, Islam: Politik dan Spiritual, Jakarta: Wadi Press, t.t. hlm 189 - 217
16
Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, Bangil: Al-Izzah, 2004, hlm. 15

9
dan berlaku khusus. Hal-hal yang berlaku umum yaitu: (a) Hak dan kewajiban untuk memilih dan
mengabsahkan seorang kepala negara dalam sistem pemerintahan islam; (b) Hak memilih dan
dipilih sebagai anggota majelis umat; (c) Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar (d) Kewajiban
menasehati dan mengkoreksi penguasa; (e) Hak menjadi anggota partai politik.
Tidak semua posisi aktor utama maupun figuran depan layar diperbolehkan bagi kaum
wanita. Jadi ada aturan yang berlaku khusus bagi wanita dimana posisi-posisi strategis dalam
struktur pemerintahan islam yang tidak dapat diduduki wanita yaitu khalifah, wali, qadhi
mahkamah mazhalim, panglima perang, dan sebagainya. Sedangkan dalam pemerintahan saat ini
wanita tidak boleh menduduki posisi seperti presiden, perdana menteri, panglima angkatan
bersenjata, kepada departemen atau menteri, gubernur.
Pembedaan aturan-aturan antara pria dan wanita bukan berarti bahwa islam itu
merendahkan kaum wanita atau wanita menjadi warga kelas dua. Tetapi islam memandang bahwa
posisi sebagai penguasa yang duduk di pemerintahan maupun rakyat itu sama-sama penting.
Penguasa adalah pelaksana politik yang bersumber dari hukumhukum Alloh. Karena itu,
keberhasilan pengaturan urusan umat demi tercapainya kesejahteraan dan kemajuan masyarakat
bergantung tidak hanya kepada pemimpinnya, tetapi juga kepada seluruh warga masyarakat
tersebut. Dengan demikian, islam tidak memandang orang yang menjabat kepala negara lebih
mulia derajatnya karena yang menentukan kemuliaan itu adalah ketaatannya menjalankan aturan-
aturan Alloh. Seorang ibu rumah tangga yang mengurus anak-anaknya dengan baik dapat lebih
mulia di mata sang Pencipta dibandingkan penguasa atau pemimpin negara yang dzalim 17.

17
Ibid,. H.15

10
BAB III

PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
 Peran perempuan dapat dilakukan dari perspektif posisi mereka dalam berurusan dengan
pekerjaan produktif tidak langsung (domestik) dan pekerjaan produktif langsung (publik).
Dan untuk meningkatkannya butuh pemberdayaan. Pemberdayaan adalah proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberiandaya, kekuatan atau
kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.
 Pemberdayaan ekonomi terutama pemberdayaan ekonomi bagi perempuan dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat, situasi ini juga
akan memunculkan kesetaraan bagi perempuan. Situasi ini perlu disadari oleh seluruh
stakeholder dari Pemerintah, Swasta, maupun masyarakat. Sektor swasta sendiri melihat
bahwa investasi kepada bisnis atau organisasi perempuan memunculkan perspektif berbagi
nilai, tidak hanya membuat citra baik bagi perusahaan tetapi juga memperkuat segmen
konsumen kunci.
 Wanita dalam pengembangan kiprahnya sebagai warga negara, mempunyai harapan
sebagai pemilik masa depan bangsa, yang secara fungsional harus mampu menempatkan
diri sebagai pemimpin tenaga pembaharu,dinamisator dan katalisator untuk pembangunan
nasional. Partisipasi perempuan di bidang politik memang telah mengalami peningkatan,
namun masih kurang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadim Zallum. 2004. Pemikiran Politik Islam. Bangil: Al-Izzah.


Abdullah, I. 2006. Sangkan Peran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahdiah, Indah. “Peran-Peran Perempuan Dalam Masyarakat.” Jurnal Academica 05, no. 02 (2013):
1085–92.
Akbar, Viqih. 2017. “Peran Perempuan Terhadap Perekonomian Keluarga".
Ani Widyani Soetjipto. 2005. Politik Perempuan Bukan Gerhana. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Astrid Anugrah, SH. 2009. Keterwakilan Perempuan dalam Politik. Jakarta: Penerbit Pancuran
Alam.
Iin Khairunnisa Vol. 6 Edisi 11, Okt 2017 "PEMBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN DI
DAERAH STKIP PGRI Sukabumi” 6 (2017): 81–91.
Konsil LSM, https://konsillsm.or.id/2016/10/25/perempuan-dan-pemberdayaan-ekonomi/
Law, Muhammedan. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Maulin Ni’am dan Rr. Nisma Rahayu. https://maulinniam.wordpress.com/2008/09/19/pemberdayaan-
dan-partisipasi-politik-perempuan/
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI. 2012. Peningkatan Produktifitas Ekonomi
Perempuan ( PPEP ) Peningkatan Produktifitas Ekonomi Perempuan.
Sajogjo, P. 1985. Peranan Wanita dalam Masyarakat Desa. Jakarta: CV Rajawali.
Sihite, R. 2007. Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Suratiyah. 1996. Dilema Wanita Industri Rumah Tangga dan Aktivitas Domestik. Yogyakarta: Aditya
Media.

12

Anda mungkin juga menyukai