T01
Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Tak lupa shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah
membimbing kita menuju jalan yang terang benderang yaitu Adinul Islam.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah semoga
apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman serta
orang lain yang ingin menyempurnkan kembali atau mengambil hikmah dari judul
ini “Gender Dalam Perspektif Budaya” sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I.................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1 Pengertian Gender......................................................................................3
2.2 Pengertian Budaya......................................................................................5
2.3 Perspektif Gender Dalam Budaya...............................................................5
BAB III.................................................................................................................. 9
PENUTUP............................................................................................................ 9
3.1 Kesimpulan.................................................................................................9
3.2 Saran.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
2
BAB I
PENDAHULUAN
lainnya, telah didasarkan atas sistem filsafat, sosial, dan politik di mana ”laki-laki
dengan kekuatan, tekanan langsung, atau melalui ritual, tradisi, hukum dan
peran apa yang boleh dan tidak dimainkan oleh perempuan di mana perempuan
kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan yang lebih didasarkan pada
aspek biologis dan fisiologis. Dikotomi peran itu mendapatkan tempat dalam
Rukmawati, 2013).
1
Bentuk-bentuk ketidakadilan gender itu tidak sesuai dengan hak asasi
Gender (KKG) adalah suatu bentukan kata yang mengandung dua konsep, yaitu
kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-
adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata gender, jika dilihat dari segi struktur bahasa (gramatikal) berasal dari
bahasa Inggris, yang berarti jenis kelamin (Echols dan Shadiliy, 1996: 265) atau
disebut dengan al-jins dalam bahasa Arab (Wehr, 1980: 141), sehingga jika
seseorang menyebut tentang gender, maka yang dimaksud adalah jenis kelamin
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat
(Rahmawaty, 2015).
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara
sosial dan kultural. Sifat gender yang melekat pada perempuan, misalnya
perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan atau sering
jantan dan perkasa atau sering disebut dengan istilah ”maskulin”. Ciri dari sifat-
sifat tersebut merupakan sifat yang dapat dipertukarkan antara kaum laki-laki dan
keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa.
3
Definisi gender di atas juga termasuk membicarakan relasi antara
perempuan dan laki-laki serta cara bagaimana relasi itu dibangun dan didukung
oleh masyarakat. Sebagaimana konsep kelas, ras dan suku, gender juga
dan laki-laki. Hambatan bagi terwujudnya kesetaraan antara perempuan dan laki-
laki lebih banyak disebabkan oleh kesenjangan perempuan dan laki-laki yang
faktor-faktor sejarah, budaya, ekonomi dan agama yang mengakar sangat kuat
hari, baik di ranah domestik (rumah tangga) maupun di ranah publik (masyarakat,
menjelaskan bahwa banyak para feminis sampai sekarang masih percaya bahwa
karena adanya perbedaan biologis atau perbedaan sifat dasar (nature) atau
banyak para wanita yang berkiprah di sektor-sektor yang didominasi oleh kaum
pria. Karena figur dominan wanita inilah yang selama ini dianggap sebagai
4
2.2 Pengertian Budaya
Yang berarti budi/ akal. Sehingga kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang
rasa karsa. Dalam bahasa Inggris kita mengenal culture yang artinya sama
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Alasan mengapa
yang berbeda, ya kembali lagi pada pengertian budaya, sesuatu hal yang rumit.
Salah satu bentuk contoh gender dalam perspektif budaya yaitu adanya
patrilineal. Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan pandangan Agama Hindu
5
Bali, yang dalam ajarannya sangat memuliakan perempuan, bahkan perempuan
dijiwai oleh Kebudayaan Bali dan Agama Hindu. Pandangan hidup tersebut
pikiran mendalam mengenai wujud kehidupan yang lebih baik dalam masyarakat.
Bali sangat kental dipengaruhi oleh budaya partriarki, di mana di dalam Hukum
Adat Bali kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi dari perempuan. Budaya
dianut oleh Masyarakat Bali sebagai refleksi dari ajaran Agama Hindu tentang
jiwa (purusa) yang identik dengan laki-laki dan material (predana) yang identik
sering dikatakan sebagai “Pewaris tanpa warisan”. Hal ini tentunya sangat terkait
6
jika sudah menikah dia sepenuhnya menjadi hak milik laki-laki yang menikahinya
untuk menjadi milik keluarga lain. Begitu juga dalam hal pembagian waris bagi
siperempuan yang sudah menikah keluar dari keluarga, tentunya namanya pun
bayangan akan mendapatkan warisan dari pihak keluarga laki-laki sesuai hak
menjadi miliki suami yang nantinya akan diwariskan kembali kepada anak laki-
laki dalam keluarga itu. Ketimpangan atau diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan di Bali juga tercermin dari kata-kata yang dipakai pada saat seorang
yang diartikan sebagai “melayani”. Akan beda artinya jika laki-laki pada saat
secara signifikan, sehingga saat ini banyak keluarga yang hanya memiliki anak
perempuan terancam putung (tidak memiliki penerus keturunan), hal ini terjadi
karena sulitnya bagi laki-laki baik dari dirinya maupun dukungan keluarga yang
perempuan).
7
haknya menjadi kepala keluarga (kedudukannya dalam keluarga dianggap lebih
perempuan di Bali, di mana tidak semua orang tua mau memberikan kesempatan
dengan argumen bahwa nantinya anak perempuannya akan menjadi milik orang
lain. Hal ini tentunya memicu terjadinya kesenjangan dalam kehidupan sosial di
perempuan.
Dengan adanya ketidak adilan dengan adanya budaya patriaki, saat ini
8
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
budaya yang sudah terlanjur melekat pada masyarakat. Budaya dapat dirubah
10
DAFTAR PUSTAKA
Budaya, Tradisi, dan Agama Hindu). Jurnal Studi Kultural. 1 (1) : 58-65.
11