Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN

“ ISU GENDER PEREMPUAN DALAM KAJIAN BIDANG POLITIK”

DISUSUN OLEH

INTAN CHRISTI (20180001)

SUKMA YUSFICA (20180015)

NONA ALBERTINA (20180024)

ERNAWATI JULITA L (20180026)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan tentang “Isu Gender Perempuan Dalam
Kajian Bidang Politik” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan, khususnya kepada :

1 . Ibu Listia Dwi Febriati, SST, M.Keb selaku dosen pembimbing kami pada mata kuliah Asuhan
Kebidanan
2 . Orang tua dan teman-teman.
3 . Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam
penulisan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah berikutnya.

Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 24 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................................................i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...............................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2

1.3 Tujuan.......................................................................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................................................3
2.1 Gender, Diskriminasi, Analisis Gender, Kesetaraan Gender dan Keadilan Gender ................... 3

2.2 Pemberdayaan Politik Perempuan ............................................................................................... 5

2.3 Pentingnya Partisipasi Dan Keterwakilan Perempuan Dalam Politik ......................................... 6

2.4 Jaminan Hukum Kesetaraan Dan Keadilan Gender Di Bidang Politik Dan Permasalahannya .. 6

BAB III ................................................................................................................................................................8


PENUTUP ...........................................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 8

3.2 Saran ............................................................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Membangun masyarakat sipil berarti memperjuangkan ruang publik yang di dalamnya
mencakup seluruh warga Negara baik lakilaki maupun perempuan tanpa adanya pengecualian. Dalam
sistem politik kita selama ini, kebijakan berlaku menempatkan perempuan hanya sebagai second
person. Rendahnya partisipasi perempuan dalam lembaga-lembaga politik mengakibatkan berbagai
kepentingan perempuan kurang terakomodasi dalam sejumlah keputusan politik, karena sejumlah
keputusan politik yang dibuat cendrung berwatak maskulin dan kurang bersfektif gender, sementara
sebagaian besar keputusan politik yang dibuat selalu melibatkan perempuan sebagai sasarannya.
Perempuandan laki-laki mempunyai tempatnya masingmasing di dalam kehidupan kemasyarakatan.
Dan kedua jenis manusia tersebut dapat menempati tempatnya masing-masing tanpa menjadi kurang
hak-sama, karena fikiran, kecerdasan, menentukan nilai yang setara antara laki-laki dan wanita.
Reformasi politik di Indonesia sebenarnya memberikan harapan yang besar bagi perempuan yang
selama ini hak politiknya masih terpasung. Gerakan-gerakan muncul dengan berbagai usaha
pemberdayaan hak perempuan khususnya hak politik yang destruktif. Namun era reformasi ini tidak
bisa menghilangkan apatisme dan ketidak berdayaan perempuan yang selama puluhan tahun
dijebloskan oleh sistem politik hegomonik dan represif. Peta demografis menunjukkan, jumlah
penduduk perempuan di Indonesia lebih banyak dari laki-laki, demikian pula jumlah pemilih
perempuan. Namun, dalam proses politik jumlah itu bukanlah jaminan terhadap keterwakilan
perempuan secara signifikan.

Berbicara tentang perempuan tidak dapat terlepas dari peran dan kedudukannya dalam
masyarakat, apalagi dikaitkan dengan masalah politik. Dalam konteks politik, peran dan posisi kaum
perempuan cukup kentara mengalami diskriminasi, masalah peran dan posisi kaum perempuan di
wilayah publik merupakan bagian dari hak-hak asasi yang setiap manusia berhak memilikinya. Namun
yang cukup ironis, kaum perempuan justru banyak yang belum memahami tentang hak-hak mereka.
Politik Indonesia yang masih sarat dengan diskriminasi gender. Harus diakui bahwa kaum perempuan
di Indonesia, yang merupakan mayoritas, masih buta terhadap wacana politik. Peran dan posisi mereka
di wilayah pengambil kebijakan masih sangat minim. Bahkan, terdapat stigma yang menempatkan
peran dan posisi kaum perempuan amat disepelekan.

Istilah Kesetaraan gender adalah istilah yang banyak diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum
feminis, politikus, bahkan oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender secara praktis hampir

1
selalu diartikan sebagai kondisi "ketidaksetaraan" yang dialami oleh para perempuan. Maka, istilah
kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan, subordinasi,
penindasan, perlakuan tidak adil dan semacamnya. Dengan kata lain, kesetaraan gender juga berarti
adanya kesamaan kondisi bagi lakilaki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta
hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum,
ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

1.2 Rumusan Masalah


1 . Apa yang dimaksud Gender, Diskriminasi, Analisis Gender, Kesetaraan Gender dan Keadilan
Gender?
2 . Apa yang dimaksud pemberdayaan politik perempuan?
3 . Apa pentingnya partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik?
4 . Bagaimana jaminan hukum kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik dan
permasalahannya?

1.3 Tujuan
1 . Mengetahui apa itu Gender, Diskriminasi, Analisis Gender, Kesetaraan Gender dan Keadilan
Gender.
2 . Mengetahui apa itu pemberdayaan politik perempuan.
3 . Mengetahui pentingnya partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik.
4 . Mengetahui jaminan hukum kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik dan
permasalahannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gender, Diskriminasi, Analisis Gender, Kesetaraan Gender dan Keadilan Gender
Kata gender dipinjam dari bahasa Inggris, karena tidak ada padanan dalam bahasa Indonesia.
Kamus tidak secara jelas membedakan pengertian kata seks (sex) dan gender. Untuk memahami
konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata seks (jenis kelamin).

Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik
melekat pada masing-masing jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin
merupakan kodrat, sehingga sifatnya permanen dan universal. Perbedaan lainnya yang dijumpai pada
laki-laki dan perempuan tidak dapat dikatakan kodrat, sehingga pada hakekatnya dapat dikatakan
bahwa “laki-laki dan perempuan memang beda tetapi tidak boleh dibedabedakan”. Hal inilah yang
termuat dalam konsep gender.

Gender berbeda dengan seks atau jenis kelamin. Gender bernuansa psikologis, sosiologis dan
budaya. Gender merupakan perolehan dari proses belajar dan proses sosialisasi melalui kebudayaan
masyarakat yang bersangkutan. Gender membedakan manusia laki-laki dan perempuan secara sosial,
mengacu pada unsur emosional, kejiwaan, dan sosial (bukan kodrat, buatan manusia dari proses
belajar). Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui
proses yang sangat panjang. Oleh karena itu, perbedaan gender ditimbulkan oleh banyak hal, antara
lain: dibentuk, disosialisasikan, diperkuat dan dikonstruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran
keagamaan maupun oleh negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya
dianggap menjadi ketentuan Tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi,
sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dipahami sebagai kodrat laki-laki dan kodrat
perempuan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender (gender inequalities). Faktanya, perbedaan gender telah melahirkan berbagai
ketidakadilan, baik bagi laki-laki dan terutama terhadap perempuan.

Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik laki-laki dan perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender itu, antara lain marjinalisasi
(peminggiran), stereotip (pelabelan negatif), subordinasi, beban ganda, dan kekerasan berbasis gender.
Ketidakadilan gender melahirkan diskriminasi gender terutama bagi perempuan. Oleh sebab itu Pasal
1 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan menjelaskan definisi
Diskriminasi: Segenap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin,
yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan,penikmatan

3
atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas
dasar persamaan antara pria dan wanita. Untuk menentukan ketidakadilan gender dan diskriminasi itu
penting dilakukan Analisis Gender. Analisis gender adalah proses penganalisaan data dan informasi
secara sistematis tentang kondisi laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan
mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab dalam proses pembangunan, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi akses, partisipasi, kontrol dan manfaat (APKM).

Faktor-faktor yang mempengaruhi analisis gender, antara lain:

a. Akses - Faktor ini diperlukan untuk mengukur seberapa besar peluang atau kesempatan bagi
perempuan dan laki-laki untuk memanfaatkan sumber daya (baik sumber daya alam, sosial,
politik maupun waktu).
b. Partisipasi - Partisipasi adalah pelibatan atau keterwakilan yang sama antara perempuan dan
laki-laki dalam program, kegiatan, dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan. Faktor
ini berguna untuk melihat proporsi dari laki-laki atau perempuan yang termarginalisasi baik
secara kelas, suku, ras maupun budaya.
c. Kontrol - Kontrol adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya
dan siapa yang memiliki akses terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Faktor ini diperlukan
untuk melihat proporsi perempuan atau laki-laki dalam pengambilan keputusan.
d. Manfaat - Manfaat adalah hasil-hasil dari suatu proses pembangunan. Faktor ini digunakan
untuk melihat proporsi manfaat pembangunan yang diterima oleh perempuan atau lakilaki.
Apakah manfaat tersebut cenderung menguntungkan salah satu jenis kelamin.

Keadilan Gender merupakan suatu kondisi yang adil bagi perempuan dan laki-laki melalui sutau
proses kultural dam struktural yang menghentikan hambatan-hambatan aktualisasi bagi pihak-pihak
yang oleh karena jenis kelaminnya mengalami hambatan, baik secara kultural maupun secara
struktural.

Kesetaraan Gender kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam
menikmati hasil pembangunan tersebut.

4
2.2 Pemberdayaan Politik Perempuan
Perempuan Indonesia lebih banyak bekerja disektor domestik rumah tangga. Perempuan yang
bekerja diranah publik pada umumnya masih harus mengurus rumah tangga, walaupun perjuangan
emansipasi wanita yang mengupayakan kesejajaran perempuan dengan laki-laki. Secara umum
perempuan yang bekerja diranah publik masih pada posisi yang kurang menguntungkan, perempuan
lebih cendrung terbatas akses dan kesempatannya untuk mendapatkan jabatan, disamping sering
dipandang kurang kredibel dalam memegang pekerjaan-pekerjaan penting. Secara tradisi, perempuan
ditempatkan pada posisi yang kurang menguntungkan yakni hanya berpusat pada aktifitasrumah
tangga. Bahkan ada semacam jargon orang tua yang enggan untukmenyekolahkan anak perempuannya
karena paling nanti hanya akan diambil istri dan mengurusi rumah tangga saja. Hal semacam ini terus-
menerus diturunkan padasetiap generasi sehingga menjadi sebuah nilai yang berlaku dalam
masyarakatyang menempatkan laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan perempuan.

Secara umum ada dua persoalan yang melatar belakangi hal ini terjadi yaitu, kultur dan
pemaham tentang agama yang merupakan faktor klasik keterbelakangan perempuan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dunia perempuan adalah dunia yang berbeda dengan laki-laki, terlihat dari segi
kebutuhan yaitu adanya perbedaan kebutuhan antara perempuan dan laki-laki, sehingga solusi dari
setiap permasalahan perempuanhanya bisa dijawab oleh perempuan karena laki-laki tidak akan bisa
memahami kebutuhan perempuan. Yang menjadi persoalan adalah kelemahan perempuan dibidang
politik, maka ketika perempuan mampu terjun ke dunia politik dan mampu menunjukkan prestasinya
maka salah satu persoalaan perempuan telah terjawab. Karena perempuan lebih diposisikan di
belakang laki-laki, partisipasi perempuandalam dunia politik dinilai tidak lebih dari sekedar
pemberian hak pilih atau pemberian suara pada pemilu, hal ini juga lebih kepada peran untuk
berpartisipasi yang di mobilisasi (mobilized participation) daripada partisipasi yang bersifat otonom
(autonomous participation) yang mencerminkan hak politik kaum perempuan dalam arti yang lebih
luas. Kebijakan politik memang sangan diperlukan dalam upaya pemberdayan perempuan karena
melalui keputusan politik, segala aktifitas kehidupan dapat ditentukan. Sehingga dengan adanya one
gate policy atau kebijakan satu pintu yang digagas Menteri Pemberdayaan Perempuan untuk
mengkoordinir kegiatan yang sensitive gender patut didukung oleh seluruh jajaran eksekutif dalam
membuat kebijakan. Kebijakan politik memang sangan diperlukan dalam upaya pemberdayan
perempuan karena melalui keputusan politik, segala aktifitas kehidupan dapat ditentukan. Sehingga
dengan adanya one gate policy atau kebijakan satu pintu yang digagas Menteri Pemberdayaan
Perempuan untuk mengkoordinir kegiatan yang sensitive gender patut didukung oleh seluruh jajaran
eksekutif dalam membuat kebijakan.

5
2.3 Pentingnya Partisipasi Dan Keterwakilan Perempuan Dalam Politik
Ada bermacam-macam definisi politik, namun kalau dilihat pendapat Rod Hague et al dalam
Miriam Budiardjo: politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok
mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk
mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggotaanggotanya. Sementara Miriam Budiardjo
menyatakan bahwa unsur dari politik yang diambil dari beberapa pendapat ahli ada lima yaitu: negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid) dan
pembagian kekuasaan (distribution) atau alokasi (allocation).

Di dalam politik, penting keterlibatan semua warganegara baik lakilaki maupun perempuan,
terutama di lembaga Legislatif. Partisipasi dan keterwakilan perempuan di Legislatif, sebagai anggota
legislatif sangat penting karena terkait dengan representasi politik. Anggota Legislatif merupakan
representasi rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Oleh sebab itu, seharusnya anggota
legislatif yang berasal kader dari partai politik tertentu tidak hanya loyal pada parpol dan kebijakan
parpol, tetapi juga loyal pada pemilih. Dengan demikian, wakil rakyat anggota parlemen terpilih
seharusnya tidak hanya didasarkan pada kriteria statistik dan matematika, seperti yang berkembang
selama ini dalam pemilu, tetapi juga dipilih lewat kriteria kepentingan dan aspirasi yang ada
diberbagai kalangan dalam masyarakat di negeri itu agar kepentingan minoritas juga terlindungi dan
mendapat tempat.

2.4 Jaminan Hukum Kesetaraan Dan Keadilan Gender Di Bidang Politik Dan Permasalahannya
Jaminan hukum atas pentingnya perempuan berpartisipasi dan keterwakili dalam politik
sebenarnya telah banyak diatur oleh negara. Namun, jaminan itu belum maksimal memberikan akses,
partisipasi, keterwakilan perempuan di bidang politik atau dengan kata lain masih “setengah hati”,
seperti terlihat dari berbagai peraturan di bawah ini.

▪ Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945


Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945 memperlihatkan bahwa segala warganegara,
artinya “laki-laki dan perempuan”, mempunyai kedudukan yang sama dan kesempatan yang sama
di bidang politik. Hal ini tertuang antara lain dalam Pasal 27 dan 28:
▪ Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958 Tentang Persetujuan Konvensi Hak-hak Politik
Perempuan
Konvensi Internasional mengenai Hak-Hak Politik Wanita telah disahkan pada tahun 1952, dan
Indonesia telah meratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958. Pada prinsipnya
perempuan dan laki-laki mempunyai hak untuk memilih dan dipilih untuk menduduki badan-
badan yang dipilih secara umum, tanpa diskriminasi.

6
▪ Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
Undang-Undang ini mewajibkan negara peserta membuat peraturan-peraturan untuk menghapus
diskriminasi terhadap wanita dibidang politik. Hal ini terlihat dalam Pasal 2, 3, 4, 7 dan 8.
▪ Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia, yang diantaranya mengatur tentang hak-hak wanita. Khusus yang menyangkut hak-hak
wanita di politik, diatur dalam Pasal 46 dan 49.
▪ Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on
Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Pasal 3:
Negara pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak-hak yang sederajat dari laki-laki dan
perempuan untuk menikmati semua hak sipil dan politik yang diatur dalam Kovenan ini.

Berbagai peraturan perundang-undangan di atas memperlihatkan adanya jaminan hukum atas


hak-hak perempuan di bidang politik, akan tetapi secara kuantitatif maupun kualitatif masih terjadi
diskriminasi. Oleh sebab itu untuk mengejar terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di bidang
politik dan kehidupan publik di Indonesia perlu dilakukan berbagai langkah, antara lain dengan
tindakan khusus sementara (disingkat TKS) sebagai tindakan affirmatif atau affirmative action.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Partisipasi dan keterwakilan perempuan di lembaga legislatif sangat penting, karena di
Parlemen perempuan berada dalam posisi yang strategis untuk ikut dalam proses pengambilan
keputusan yang terkait dengan legislasi, penentuan anggaran dan pengawasan. Di Indonesia sejak
reformasi, partisipasi politik perempuan khususnya keterwakilan perempuan dalam pengambilan
keputusan menjadi agenda penting pemerintah dan legislatif. Berbagai kebijakan afirmasi dan
penguatan terus diupayakan. Dalam demokrasi inklusif, masyarakat sebagai salah satu pilar penting
demokrasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk mewujudkan partisipasi politik perempuan
yang lebih luas dan bermakna.Partisipasi perempuan dalam politik sangatlah penting. Sebab
keberadaan mereka dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok perempuan dengan mewakili,
mengawal dan mempengaruhi agenda dan proses pembuatan kebijakan, serta turut serta dalam proses
pembangunan.

3.2 Saran
Tidak dapat dimungkiri, dalam konteks Indonesia persoalan mengenai keterwakilan
perempuan di parlemen masih menghadapi sejumlah tantangan, baik internal maupun eksternal.
Padahal sebagai warga negara seluruh hak kaum perempuan dijamin konstitusi, termasuk hak untuk
berpartisipasi di bidang politik. Kendala-kendala internal antara lain berupa masih lemahnya kualitas
sumber daya manusia sebagian besar kaum perempuan, terbatasnya jumlah kaum perempuan yang
memiliki kualitas dan kualifikasi mumpuni di bidang politik, dan rasa kurang percaya diri untuk
bersaing dengan kaum laki-laki. Sementara itu, kendala-kendala eksternal antara lain adalah kultur
masyarakat Indonesia yang cenderung patriarki, ketiadaan kemauan politik elite-elite partai untuk
membuka ruang luas bagi keterlibatan kaum perempuan, dan sikap sebagian kaum laki-laki yang
meremehkan kemampuan kaum perempuan di bidang politik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Tridewiyanti, K. (2012). KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DI BIDANG POLITIK.


1-18.
Wahyudi, V. (2018). Peran Politik Perempuan dalam Persfektif Gender. Politea: Jurnal Politik
Islam, 63-83.

Anda mungkin juga menyukai