Anda di halaman 1dari 7

TEORI PERBANDINGAN POLITIK

“PERBANDINGAN SISTEM POLITIK AMERIKA SERIKAT DAN INDONESIA”

Dosen Pengampu:

Diansari Sholiha Amini, S. IP, M.A

Disusun oleh:

Wanda Farmizal

17320019

HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat merampungkan penyusunan papper Teori Perbandingan
Politik dengan judul “Perbandingan Kualitas Demokrasi dalam Perspektif Kesetaraan Gender
antara Indonesia dan Thailand” tepat pada waktunya.
Penyusunan paper semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa
saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam
merampungkan paper ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun dalam aspek lain nya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya pintu saran maupun kritik demi
memperbaiki paper ini.

Akhirnya saya sangat mengharapkan semoga dari paper ini dapat diambil manfaatnya
dan besar keinginan saya dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan
lain yang relevan pada paper selanjutnya.

Yogyakarta, 20 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Implementasi demokrasi dalam sistem politik pasca perang dunia ke II
menjadi keharusan suatu negara. Negara berusaha mentrasformasi diri dengan
berbagai penyesuaian untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara demokratis.
Sebagai contoh adanya realitas affirmative action yang kemudian menjadi input
dalam Undang-undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif,
mengamanatkan kewajiban partai politik peserta pemilu untuk memenuhi kuota
30 persen perempuan di daftar calon legislatif dan minimal satu perempuan
diantara tiga calon legislatif. KPU (Komisi Pemilihan Umum) Indonesia juga
memastikan parpol memenuhi kuota tersebut melalui Peraturan KPU No. 7 tahun
2013.
Perempuan mendapat perhatian tersendiri karena hingga saat ini perempuan
masih menempati posisi marginal. Posisi ini dilatar belakangi oleh banyak hal
seperti budaya, agama, sosial, ekonomi dan politik. Bentuk demokrasi ideal
meniadakan pembedaan tersebut dan mendorong adanya kesetaraan perempuan,
terkait kesetaraan gender.
Beberapa lembaga melakukan pengkajian indeks atau ranking demokrasi
negara dengan melakukan pengukuran pada dimensi politik dan non politik. Pada
dimensi politik pengukuran menekankan pada struktur dan fungsi sistem politik
sedangkan pada non politik meliputi ekonomi, kesehatan, pendidikan, gender dan
lingkungan. Pengukuran ini dengan perbandingan dimensi politik 50% sedangkan
yang lainnya masing-masing 10%.
Indonesia dan Thailand merupakan contoh negara di Asia Tenggara yang
masuk dalam kajian Global Democracy Ranking dengan posisi yang tidak jauh
berbeda daripada negara Asia Tenggara lainnya. Meskipun data mengenai
demokrasi Thailand baru tersedia tahun 2010, namun berdasarkan data tersebut
demokrasi Thailand menunjukkan kondisi yang semakin meningkat. Artinya
adanya perbaikan dengan implementasi demokrasi di Thailand. Demikian juga
dengan Indonesia, juga menunjukkan kecenderungan yang sama.

.
Peringkat Demokrasi
Negara 2010 2011 2012 2013 2014
Thailand 71 69 69 65 63
Indonesia 65 67 68 66 65

Gender dalam demokrasi merefleksikan dimensi yang menunjukkan tingkat


keadilan di masyarakat yang berkaitan dengan kesetaraan dan kebebasan.
Kesetaraan dan kebebasan ini mencakup kondisi yang seimbang antara laki-laki
dan perempuan untuk memenuhi hak dalam berkontribusi dan mendapatkan
manfaat dari aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan pembangunan politik. Paper ini
hanya akan memfokuskan pada pembangunan politik saja, karena ruang lingkup
yang cukup luas dalam penekanan kesetaraan gender ini. Menurut Gabriel
Almond, pembangunan politik adalah upaya untuk mengembangkan kapasitas-
kapasitas sistem politik dengan menggunakan pembangunan. Tujuannya adalah
agar sistem politik mampu memelihara dirinya sendiri. Oleh karena itu,
pembangunan politik mencakup persoalan yang luas seperti budaya politik,
sosialisasi politik, partai politik, stabilitas politik, nasionalisme, institusionalisasi
politik, pembangunan administrasi, hukum dan sebagainya. Dengan demikian, hal
ini merupakan suatu proses perubahan yang multidimensional, dan bersifat
etnosentris, artinya disesuaikan dengan kondisi dan keadaan negara tersebut.
Sifat etnosentris dalam kajian demokrasi berkaitan dengan budaya politik yang
berkembang. Budaya politik tidak berhenti pada satu posisi, namun mengalami
perubahan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Gender, dalam
penelitian ini memfokuskan pada pembangunan politik, dalam kualitas demokrasi
berkaitan dengan budaya politik yang ada. Berdasarkan perspektif gender tersebut
akan membandingkan bagaimana kualitas demokrasi antara Thailand dan
Indonesia sebagaimana dalam gambar kerangka berfikir berikut :

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perbandingan Kualitas Demokrasi dalam Perspektif Kesetaraan
Gender antara Indonesia dan Thailand?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kualitas demokrasi dalam Perspektif kesetaraan gender antara
Indonesia dan Thailand.
2. Untuk membandingkan kualitas demokrasi dalam Perspektif kesetaraan gender
antara Indonesia dan Thailand.

D. Landasan Teori
Untuk menjelaskan dan membandingan Kualitas Demokrasi dalam Perspektif
Kesetaraan Gender antara Indonesia dan Thailand, maka dalam hal ini penulis
menggunakan landasan teori :
1. Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata demos yaitu rakyat, dan kratos yaitu
pemerintahan, dan diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat, pertama kali
diciptakan di Yunani Kuno, 2500 tahun yang lalu. Lambat laun praktek
demokrasi tersebut berkembang dan dewasa ini telah mencakup setiap benua dan
bagian terbesar dari umat manusia (Dahl, 1999 : 22).
Presiden Amerika Serikat ke-16 Abraham Lincoln menyatakan bahwa
demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan
bahwa rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu
pemerintahan, dimana masing-masing dari mereka memiliki hak dalam
memperoleh kesempatan serta hak dalam bersuara yang sama dalam upaya
mengatur kebijakan pemerintahan. Dalam sitem ini, keputusan diambil
berdasarkan hasil suara terbanyak.
2. Gender
Pengertian gender menurut Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan
sebagai jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran
sosial berdasarkan jenis kelamin. Sementara Fakih (2008: 8) mendefinisikan
gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan
yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Istilah gender dibedakan dari istilah
seks Oakley 1997 ahli Sosiologi Inggris, merupakan orang yang mula-mula
memberikan pembedaan dua istilah itu (Saptari dan Halzner, 1997: 88).
Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan
berdasarkan kontruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi,
dan perannya dalam masyarakat. Istilah Seks merujuk kepada perbedaan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan secara biologis terutama yang berkaitan dengan
prokreasi dan reproduksi. Laki-laki dicirikan dengan adanya sperma dan penis
serta perempuan dicirikan dengan adanya sel telur, rahim, vagina, dan payudara.
Ciri jenis kelamin secara biologis tersebut bersifat bawaan, permanen, dan tidak
dapat dipertukarkan (Abdullah, 2004 : 11).
Selanjutnya, yang dimaksud dengan gender adalah cara pandang atau persepsi
manusia terhadap perempuan atau laki-laki yang bukan didasarkan pada
perbedaan jenis kelamin secara kodrati biologis. Gender dalam segala aspek
kehidupan manusia mengkreasikan perbedaan antara perempuan dan laki-laki
termasuk kreasi sosial kedudukan perempuan yang lebih rendah dari pada
lakilaki. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan,
perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.
Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada
perempuan yang kuat, rasional dan perkasa ( Hadiati, 2010 : 15).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Implementasi Kesetaraan Gender dalam Demokrasi di Indonesia


Perempuan merupakan tonggak demokrasi yang diharapkan dapat
memberikan perubahan terhadap permasalahan kehidupan bernegara. Kehadiran
perempuan diranah politik sangat berpengaruh terhadap kerbelangsungan suara
perempuan di parlemen. Perjalanan politik perempuan dalam proses keterwakilan
di parlemen Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan berliku. Gerakan
perempuan di Indonesia dimulai sejak tahun 1928 yang ditandai dengan
berlangsungnya kongres wanita Indonesia untuk meningkatkan kesadaran dan rasa
nasionalisme di kalangan perempuan untuk mengambil peranan dalam
pembangunan dan politik. Dalam pemilu yang diselenggarakan tahun 1955
menempatkan 6,5 persen perempuan masuk ke dalam parlemen. Dilanjutkan
kembali di tahun 1987, dengan progress peningkatan menjadi 13 persen.
Kurangnya tingkat keterwakilan politik di Indonesia dipicu oleh beberapa

Anda mungkin juga menyukai