Anda di halaman 1dari 4

PENTINGNYA PANCASILA DALAM KESETARAAN GENDER

di ERA SOCIETY 5.0

DISUSUN OLEH :
Alivia Balqhis Salsabila 1402223313
Amanda Putri Zanty 1402223002
Chelsea Chaylila Sofiah 1402223276
Safira Nur Jannah 1402223178

DOSEN PENGAMPU :
Dr WINA NURHAYATI PRAJA, M.Pd.

PANCASILA
PRODI AKUNTANSI AK-46-01
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
2022
Ringkasan Hasil Analisa
Menerapkan keadilan tidak hanya sebatas memberikan sanksi yang sepadan kepada seseorang
yang melanggar hukum, tetapi juga memberikan hak-hak yang sama dalam hidup bernegara.

Latar Belakang
Alasan kami mengambil judul “Pentingnya Pancasila dalam Kesetaraan Gender” adalah Dari
aspek filosofi, Pancasila sebagai falsafah Negara merupakan landasan filosofis pentingnya
UU KKG, terutama Sila Kedua Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan Sila
Kelima Pancasila “ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam Sila Kemanusiaan
yang adil dan beradab terkandung makna bahwa keadilan berlaku bagi setiap manusia.
Peran Pendidikan kewarganegaraan dalam menciptakan masyarakat yang berkeadilan gender
tampak dalam lampiran Permendiknas No.22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan
Pendidikan dasar dan menengah Bab II dinyatakan bahwa “ kelompok mata pelajaran
Pendidikan kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan
wawasan akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara serta kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan
kebangsaan, jiwa dan patriotism bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidupa, kesataraan gender, demokrasi,
tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, keataatan membayar pajak, dan sikap serta
perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Berdasarkan latar belakang topik di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan edukasi dan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang,
mengurangi kemiskinan, dan Pemerintah secara efektif.
2. Untuk mengakhiri segala bentuk diskriminasi yang kerap terjadi dirumah tangga
maupun lingkungan kerja.
3. Untuk memiliki hak atas Pendidikan yang sama.
4. Untuk memiliki kebebasan untuk berpatisipasi dalam kehidupan politik, sosial, dan
ekonomi.

Cara Pengambilan Data


Dalam penelitian ini, cara pengambilan data merupakan factor penting demi keberhasilan
penelitian.Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulan data, siapa sumbernya, dan
apa alat yang digunakan. Sedangkan metode yang kami gunakan untuk penelitian saat ini
adalah Metode penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data
tentang kondisi yang ada.

Analisa
Gender adalah proses sosial budaya yang kompleks yang bukan merupakan hasil dari
perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Selain dipengaruhi oleh factor biologis,
perbedaan perilaku antara lai-laki dan perempuan terutama dibentuk oleh proses sosial
budaya.
Banyak Orang yang memiliki persepsi bahwa karena gender selalu dikaitkan dengan
perempuan, sehingga ketika berpartisipasi dan melakukan kegiatan yang mempromosikan
kesetaraan dan keadilan gender hanya diikuti oleh perempuan tetapi laki-laki tidak boleh
dimasukkan.
Bahkan secara global, jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, menjadikan
perempuan sebagai sumber daya yang cukup besar. Namun, khususnya dalam politik,
partisipasi perempuan di sektor publik jauh di bawah laki-laki. Perempuan memiliki
partisipasi yang rendah di sektor public tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia,
termasuk negara-negara maju. Misalnya, perempuan terus tertinggal dari laki-laki di dalam
bidang Pendidikan.
Ketertinggalan perempuan tersebut tercermin dalam persentase perempuan buta huruf
(14,47% tahun 2001) yang lebih besar dibandingkan laki-laki (6,87%). Data tersebut
menegaskan bahwa partisipasi perempuan di sector public dalam bidang Pendidikan masih
rendah.
Indonesia adalah negara demokrasi yang berlandaskan pada ideologi Pancasila. Itu berarti
segala bentuk kebebasan diperbolehkan bila masih dlam konteks lima sila Pancasila dan
undang-undang dasar, termasuk dalam permasalaha seksualitas masyarakat.
Bunyi sila terakhir dari Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu
berarti yang dimaksudkan adalah semnagat keadilan sosial bukan hanya yang berpusat pada
individualisme. Keadilan tersebut haruslah dapat dirasakan oleh seluruh warga masyarakat
Indonesia, bukan oleh segelintir ataupun oknum-oknum tertentu.
Menerapkan keadilan tidak hanya sebatas memberikan sanksi yang sepadan kepada seseorang
yang melanggar hukum, tetapi juga membeikan hak-hak yang sama dalam hidup bernegara.
Tidak ada istilahmayoritas atau minoritas dalam ideologi Pancasila. Semua memiliki
kesetaraan dalam undang-undang.
Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia juga bisa dilihat dari sudut pandang kebebasan
berekspresi untuk setiap gender. Jika dipahami dalam konteks seksualitas, banyak hal yang
bisa dilakukan oleh negara untuk menegakkan sila ke-5 Pancasila seperti menjamin
kebebasan seseorang dalam mengekspresikan gendernya.
Pada masyarakat Indonesia, terdapat berbagai ragam cara seseorang dalam mengekspresikan
gendernya. Misalkan seorang lelaki yang berpenampilan layaknya perempuan, menggunakan
lipstick, rok, atau yang lebih dikenal sengan seorang waria.
Kesetaraan gender merupakan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Afif:2013).
Menurut Rustanto (2015: 104) kesetaraan gender adalah suatu keadaan dimana perempuan
dan laki-laki memiliki status yang setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan
secara penuh hak asasi dna potensinya bagi keutuhan dan kelangsungan rumah tangga secara
proposional. Research, menejemen yang berpsektif gender dan seterusnya. Sedangkan
menurut Weiler dalam Fakih (2008: 152) melakukan kegiatan Pendidikan yang difatnya
Pendidikan kritis (critical education) atau kegiatan apa saja yang akan membantu perempuan
memahami pengelamannya dan menolak ideologi dan norma yang dipaksakan kepada
mereka.
Adapun strategi untuk mewujudkan kesetaraan gender kedalam seluruh kebijakan dan
program berbagai organisasi dan Lembaga Pendidikan. Pengembangan kurikulum dan
metode Pendidikan, dalam setiap kegiatan evaluasi, dalam kegiatan penelitian dengan
mengenalkan feminist.

Kesimpulan
Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang
setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka yang bersifat kodrati.
Itu berarti yang dimaksudkan adalah semangat keadilan sosial bukan hanya yang berpusat
pada individualisme. Menerapkan keadilan tidak hanya sebatas memberikan sanksi yang
sepadan kepada seseorang yang melanggar hukum, tetapi juga memberikan hak-hak yang
sama dalam hidup bernegara. Misalkan seorang lelaki yang berpenampilan layaknya
perempuan, menggunakan lipstik, rok, atau yang lebih dikenal dengan seorang waria.
Bahkan secara global, jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, menjadikan
perempuan sebagia sumber daya yang cukup besar.

Daftar Pustaka
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Rustanto, Bambang. 2015. Masyarakat Multikultural di Indonesia. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Asyhari, 2009. Kesataraan Gender Mnenurut Nasaruddin Umur Dan Ratna Megawangi.
Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Wandi, Gusri. 2015. Renkonstruksi Maskulinitas: Menguak Peran Laki-Laki Dalam
Perjuangan Kesetaraan Gender. Kafa’ah: Jurnal Ilmiah Kajian Gender.
Widayani, Ni Made Diska dan Sri Hartati. 2014. Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam
Pandangan Perempuan Bali: Studi Fenomenologis Terhadap Penulis Perempuan Bali. Jurnal
Psikologi Undip. Vol 13:2

Anda mungkin juga menyukai