Anda di halaman 1dari 8

GENERASI Z DAN PANCASILA

(SEBUAH PROBABILITAS DAN AVOKASI)


Ardi Adonis
Email: ardir3161@gmail.com

PENDAHULUAN
Dengan populasi yang beragam dari berbagai ras, suku, agama, dan budaya, Indonesia
adalah negara kepulauan. Oleh karena itu, sebagai pedoman hidup nasional, Pancasila
memainkan peran penting dalam menjaga persatuan bangsa Indonesia dan menjadi teladan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama bagi generasi Z. Globalisasi yang kuat juga
memiliki efek negatif, seperti membuat perilaku sehari-hari menjadi kurang etis (Juliana Elsa
Fitri, dkk 2023).
Pancasila, yang seharusnya menjadi pedoman hidup, hanya diingat saat ini dan tidak
terlalu membantu dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun awalnya bertujuan untuk menyeleksi,
mengkategorikan, dan membatasi gerakan globalisasi, sekarang dianggap lemah dan tidak efektif
karena kurangnya pendidikan dan pelatihan sosial. Airbnb: Airbnb: Airbnb-Immobilien-Airbnb-
Airbnb-Airbnb Jika kita tidak memiliki harapan untuk masa depan, kita akan melahirkan
generasi yang tidak siap menghadapi tantangan yang akan dihadapi oleh generasi saat ini,
terutama generasi Z. Generasi Z harus skeptis terhadap semua inovasi (Anggi Ayu Wijayanti et
al., 2022).
Pancasila adalah wawasan kebangsaan yang sangat penting karena dapat memberikan
pelajaran kepada generasi muda Indonesia. Karena mencakup dinamika, kemajuan, dan
perjuangan nasional, wawasan kebangsaan dianggap sebagai semangat kebangsaan. Perpecahan
dan rasa nasionalisme yang meningkat di Indonesia mungkin semakin didukung oleh
keberagaman dan globalisasi karena masyarakatnya sangat beragam dari segi gender, ras, agama,
suku, dan warna kulit.
METODE
Untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini, metode analisis deskriptif
digunakan. Hasilnya mendukung tinjauan literatur, dan teknik ini memberikan gambaran,
penjelasan, dan analisis dari sudut pandang peneliti tentang objek masalah. Data deskriptif
yang dihasilkan oleh penelitian jenis ini akan membantu kita memahami kehidupan sosial.
Penelitian deskriptif didefinisikan sebagai "penelitian yang bermaksud memberikan atau
menggambarkan apa yang sedang terjadi atau fenomena yang terjadi dengan menggunakan
prosedur ilmiah untuk menjawab permasalahan sebenarnya" (Sugiono, 2021). Subjek
penelitian adalah Generasi Z, dan metodologi penelitiannya adalah penelitian deskriptif.
PEMBAHASAN
1. Pancasila adalah bendera negara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan atas Pancasila. UUD 1945 secara resmi
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI), dengan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Selain itu, Pancasila berkembang
menjadi kerangka dasar konstitusi Indonesia yang mengatur tujuan, nilai, dan prinsip negara.
"Sila" menunjukkan landasan, dan "panca" menunjukkan lima. Kedua kata ini
membentuk kata pancasila. Ini menunjukkan bahwa Pancasila terdiri dari lima prinsip dasar
yang berfungsi sebagai landasan untuk kemajuan bangsa dan masyarakat Indonesia.
Pancasila sangat kuat dalam sistem hukum dan politik Indonesia. Menurut Pancasila,
semua undang-undang, kebijakan, dan cara pemerintah berfungsi didasarkan padanya. Selain
itu, Pancasila membantu menjaga keberagaman, pemerataan, dan persatuan di antara rakyat
Indonesia.
2. Pancasila Sebagai Sudut Pandang Yang Bisa Dipraktikkan
Pancasila memuat konsep-konsep dasar tentang kehidupan yang baik dan nilai-nilai
yang patut diperjuangkan, sehingga dapat digolongkan sebagai sistem keyakinan dasar. Secara
filosofis, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila baik dan menjadi landasan berpikir dan
bertindak dalam konteks masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Pancasila sebagai Sumber Etika, Moral dan Budaya
Kata Yunani "ethos" berarti "padang rumput", "ruang tertutup", tradisi, moralitas,
karakter, dan banyak lagi, dan "ta etha" adalah bentuk jamak dari kata "etika". Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika adalah bidang yang mempelajari prinsip dan
tanggung jawab moral, serta apa yang benar dan salah. Bisa juga merujuk pada pandangan
suatu komunitas atau kelompok mengenai apa yang pantas dan tidak pantas.
Mereka berasal dari kata Latin "mos", yang berarti "adat" atau "kebiasaan", dan
"mores", yang berarti "etika" dan "moral." Etika terdiri dari set nilai dan prinsip moral, dan
moral adalah set nilai dan prinsip moral yang dihormati oleh masyarakat. Perilaku yang
dianggap "tidak bermoral" atau "tidak etis" adalah menjijikkan (Mahkamah Konstitusi, 2015).
Bagi mereka yang beragama, ada keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan
mematuhi aturan moral. Tuhan Yang Maha Kuasa akan meminta mereka yang berperilaku
buruk untuk bertanggung jawab dan memberkati mereka yang berperilaku baik. Secara
filosofis, Pancasila mengandung nilai-nilai yang bermanfaat dan dapat digunakan sebagai
pedoman untuk berpikir dan bertindak dalam konteks bangsa, negara, dan masyarakat.
Pancasila berfungsi sebagai dasar untuk kebudayaan, etika, dan moralitas; kebiasaan
membentuk pola dan budaya.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Pancasila dimaksudkan untuk didirikan sebagai
landasan untuk kerukunan dan sejumlah norma dan perspektif kehidupan. Terdiri dari enam
sila universal, Pancasila adalah Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan
Keadilan. Konsep ini dapat digunakan dalam berbagai konteks.
4. Asas-asas yang terdapat dalam Pancasila
Berikut adalah rangkaian nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila yang
dikutip dalam tulisan Anggi Ayu Wijayanti, dkk (2022): Sila Pertama, "Ketuhanan Yang
Maha Esa", menentukan politik, pemerintahan negara, hukum, peraturan perundang-
undangan, kebebasan warga negara, dan hak asasi manusia. iman kepada Tuhan Yang Esa,
seorang yang nyata. Selain itu, Generasi Z terus mempertanyakan apakah segala sesuatu yang
mereka temui memenuhi standar agama mereka karena prinsip-prinsip yang terkandung dalam
prinsip pertama ini.
Setiap warga negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sama, menurut Sila
Ketiga, "Persatuan Indonesia." Menurut prinsip ketiga ini, Indonesia dapat
mempertahankan independensi dan kedaulatannya, mengambil keputusan secara mandiri,
dan menghindari intervensi luar dalam urusan negaranya.
Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Artinya, semua warga negara memiliki kedudukan
dan tanggung jawab yang sama. Prinsip ketiga ini menegaskan independensi dan kedaulatan
Indonesia, melarang negara lain untuk campur tangan dalam urusan dalam negerinya, dan
memberikan kebebasan untuk membuat keputusan sendiri. Nilai-nilai ini dapat mengajarkan
masyarakat bagaimana menghormati dan menerima perbedaan untuk mencegah kerusakan.
Sila Keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Dan Perwakilan” memiliki arti yang membatasi otoritas negara sambil
memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.
Karena hak dan tanggung jawab yang sama di masyarakat Indonesia, pertimbangan perlu
dilakukan sebelum mengambil keputusan bersama. Selama proses pembangunan konsensus
ini, ada rasa kekeluargaan yang kuat. Dengan kata lain, Sila Keempat menyatakan bahwa
rakyat mendirikan pemerintahan untuk, untuk, dan atas nama rakyat melalui lembaga
perwakilan, musyawarah, dan kesepakatan. Generasi Z harus dididik untuk berpikir matang-
matang sebelum bertindak, mengetahui apa yang harus disaring, dan tidak mudah terprovokasi
di era globalisasi saat ini.
Sesuai dengan Sila Kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”,
masyarakat Indonesia harus memahami bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban yang
sama baik dalam hukum maupun dalam kehidupan sehari-hari. Keadilan sosial pada
dasarnya adalah tentang kesetaraan, kebebasan, dan persamaan hak.
Akibatnya, tidak ada yang akan dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak berguna
atau bertentangan dengan kepentingan masyarakat umum. tentang pentingnya keadilan bagi
Generasi Z di era globalisasi saat ini, termasuk memahami bagaimana memenuhi hak,
tanggung jawab, dan kewajiban secara efektif tanpa harus memilih orang terkuat untuk
menjadi pemimpin atau pewaris negara yang adil.
5. Karakteristik Generasi Z
Lahir antara pertengahan tahun 1990an dan awal tahun 2000an, Generasi Z dibesarkan
di masa globalisasi dan kemajuan teknologi dan komunikasi yang pesat. Dibandingkan
dengan hasil sensus sebelumnya, rilis hasil sensus penduduk tahun 2020 oleh Badan Pusat
Statistik pada akhir bulan Januari menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam demokrasi
Indonesia. Saat ini, Indonesia mengalami "bonus demografi". Sangat menarik, data sensus
tahun 2020 menunjukkan bahwa Generasi Z—atau generasi yang lahir antara tahun 1997 dan
2012—mewakili mayoritas penduduk Indonesia (27,94 persen). Ini menunjukkan bahwa
keberadaan Generasi Z sangat signifikan dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perkembangan Indonesia saat ini dan prospek masa depan.
Pancasila memainkan peran penting dalam mempengaruhi cara Generasi Z melihat dan
berperilaku. Pancasila memberikan pedoman moral dan etika yang diperlukan dalam dunia
global saat ini untuk menjaga keberagaman dan kohesi nasional. Generasi Z mudah menerima
berbagai hal, termasuk kemajuan teknologi, multikulturalisme, dan masalah sosial dan
lingkungan. Selihin mengatakan bahwa generasi ini memiliki kemampuan untuk
menggunakan kemajuan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan, sedangkan Generasi Z
sangat terlibat dengan teknologi sehingga sulit untuk membedakannya satu sama lain
(Romadhona S, 2023). Generasi Z dibedakan oleh banyak sifat. Ini termasuk kesadaran
terhadap masalah global, konektivitas digital yang terus meningkat sebagai akibat dari
pengembangan ponsel pintar dan media sosial, pendekatan pragmatis dan realistis untuk
pendidikan dan perencanaan karier, dan diversifikasi identitas melalui pengakuan dan
penghargaan keberagaman dalam hal latar belakang budaya dan etnis, orientasi seksual, dan
identitas gender (kumparan.com).
6. Pentingnya Pancasila untuk Generasi Z
Dalam jurnal ilmiah yang ditulis oleh Dianisa Wahyuni et al., Kaelan (2010:31)
menyatakan bahwa krisis moral dan karakter tidak dapat dihindari di era globalisasi saat ini.
Hubungan sosial yang seimbang, seimbang, dan selaras antara individu dan masyarakat
bukanlah sesuatu yang netral, menurut Pancasila. nilai-nilai yang membentuk Pancasila
sebagai kesatuan. Dalam masyarakat di mana individu bekerja sama dan tinggal bersama
(Dianisa Wahyuni, dkk 2021).
Agar Pancasila dapat terus menjadi sumber pengajaran bagi Generasi Z saat ini
melalui pendidikan Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, Pancasila
perlu dibangkitkan kembali karena hubungannya dengan pendidikan pada umumnya dan
pendidikan kewarganegaraan terutama. Dengan mengamati lingkungan mereka, berpartisipasi
dalam organisasi aktif, dan belajar dari orang tua mereka, generasi Z dapat memasukkan
prinsip Pancasila ke dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka akan belajar hal-hal seperti
kerja sama, perhatian, menyuarakan pendapat, dan menghargai perbedaan melalui latihan ini.
Menghormati perbedaan budaya, etnis, agama, dan ras penting untuk menumbuhkan
sikap positif yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila, seperti menghargai satu sama lain,
kesadaran sosial, keadilan, dan kepemimpinan yang bijaksana. Masyarakat dapat memahami
dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari melalui pendidikan, baik di
rumah maupun di sekolah (Juliana Elsa Fitri et al., 2023).
Akibatnya, Generasi Z mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
mereka di berbagai tempat, termasuk rumah, tempat kerja, sekolah, dan interaksi sosial. Di
rumah, mereka juga dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan menghormati orang tua,
menjaga jalur komunikasi terbuka, dan mematuhi aturan keluarga. Mereka juga dapat belajar
bagaimana bekerja dalam tim dan membantu satu sama lain di pekerjaan rumah. Generasi Z
dapat memberikan contoh nilai-nilai Pancasila di kelas dengan mematuhi peraturan, berusaha
keras untuk belajar, menghormati guru dan sesama siswa, terlibat dalam kelompok yang
memperhatikan kepentingan bersama, dan menyelesaikan masalah sekolah. Mereka juga dapat
berperilaku santun, toleran, menerima pendapat orang lain, sukarela membantu orang yang
kurang mampu, dan memperjuangkan keadilan sosial. Dengan membangun hubungan kerja
yang kuat, mereka memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk inovatif berkualitas
tinggi yang membantu memajukan perekonomian negara.
7. Generasi Z dan Pancasila (Probabilitas dan Avokasi)
Generasi Z menyaksikan kemajuan besar dalam teknologi digital dan online selama
era lahir dan besarnya. Namun, di era informasi yang tidak terfilter di internet dan media
sosial, generasi Z juga rentan terhadap radikalisme dan intoleransi. Generasi Z adalah yang
paling banyak menggunakan internet, menurut survei Alvara Research Center, yang dikutip
dalam artikel Rivan Evendi. Dua puluh sembilan persen orang yang mengikuti survei
mengatakan mereka menggunakan internet selama tujuh hingga sepuluh jam setiap hari.
Sebaliknya, generasi milenial hanya 13,7% dari populasi, dan generasi X hanya 7,1%.
Generasi Z dianggap memiliki batasan yang sedikit. Keanekaragaman ekspektasi,
preferensi, dan pandangan Generasi Z tentang tempat kerja menantang perusahaan. Selain itu,
penyakit ini lebih umum, tersebar di seluruh dunia, dan memengaruhi sebagian besar budaya
dan kepercayaan masyarakat. Kemampuan Generasi Z untuk menggunakan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan mereka adalah sifat kedua yang paling menonjol dari mereka (Ryan
Jenkins, 2017). Studi yang dilakukan dari tahun 2003 hingga 2013 menemukan bahwa Gen Z
berbeda dari generasi sebelumnya dalam lima hal utama:
Pertama, platform media sosial memberikan gambaran masa depan generasi ini.
Media sosial dianggap membantu Generasi Z mengatasi isolasi karena memungkinkan mereka
berinteraksi, terhubung, dan berkomunikasi satu sama lain. Hubungan yang mereka bangun
dengan orang lain adalah faktor kedua yang paling penting. Ketiga, ada kemungkinan bahwa
kemampuan komunikasi interpersonal, keterampilan teknis, budaya kerja, dan pemikiran kritis
generasi ini lebih rendah daripada generasi sebelumnya. Di bidang ini, pelatihan komprehensif
diperlukan. Keempat, Karena internet memungkinkan Gen Z untuk terhubung secara virtual
dengan orang-orang di berbagai tempat, mereka tidak dapat bepergian secara geografis.
Namun, kemudahan ini memberikan Generasi Z pandangan global. Kelima, generasi ini
bersedia menerima perspektif dan cara berpikir yang lebih luas, yang membuat mereka lebih
toleran terhadap perbedaan dan keragaman. Namun, Generasi Z menghadapi kesulitan untuk
membedakan siapa mereka karena identitas diri mereka sering berubah karena berbagai faktor
yang mempengaruhi cara mereka berpikir dan bertindak (Bruce Tulgan dan Rainmaker
Thinking).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Generasi Z kadang-kadang dapat memiliki
efek negatif dari penggunaan teknologi mereka. Misalnya, karyawan yang lebih muda kurang
mampu mengatasi ambiguitas lingkungan tempat kerja. Selain itu, mereka lebih sering
mengatakan bahwa mereka ingin belajar hal-hal baru dalam situasi yang lebih menuntut.
Namun, Generasi Z cenderung lebih cemas karena kurangnya rasa percaya diri dan
pengetahuan untuk menghadapi ketidakpastian yang sering terjadi di lingkungannya. Generasi
Z dibesarkan di dunia yang tidak dapat diprediksi yang penuh dengan bencana alam, wabah
penyakit, invasi dari negara lain, kemajuan teknologi, kemerosotan ekonomi, dan pola asuh
yang terlalu protektif. Menurut O'Connor, Becker, dan Fewsite (2018), pola asuh Generasi Z
membuat mereka kurang toleran terhadap ambiguitas lingkungan. Selain itu, jika tren ini
berlanjut, Generasi Z akan melampaui generasi sebelumnya dalam hal stres dan menjalani
hidup sehat. Ini karena Generasi Z memiliki kemampuan untuk mengelola stres dan menjalani
hidup sehat karena mereka tidak memiliki batasan dengan orang lain dan sensitif terhadap
perubahan situasi dan informasi yang cepat.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Generasi Z untuk memahami dan menerapkan
prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka agar mereka dapat mengikuti
kemajuan teknologi kontemporer dan tetap menjadi bangsa yang majemuk dan kompak.
Generasi Z juga harus menjunjung tinggi dua nilai utama Pancasila: Toleransi dan Bhinneka
Tunggal Ika.
PENUTUP
Penulis sampai pada kesimpulan bahwa globalisasi saat ini tidak dapat dihindari, jadi
memasukkan teknologi ke dalam gaya hidup sehari-hari generasi muda adalah kemajuan yang
wajar. Namun, kemajuan teknologi juga dapat berdampak negatif jika Generasi Z kehilangan
prinsip Pancasila, tetapi juga dapat berdampak positif terhadap generasi berikutnya. Generasi Z
telah meninggalkan Pancasila sebagai prinsip penting karena tidak ada penekanan yang cukup
untuk menerapkannya. Generasi Z lebih rentan terhadap pengaruh budaya asing dan tidak
memiliki rasa nasionalisme yang kuat, yang dapat menyebabkan perpecahan di negara ini.
Generasi Z menerapkan prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mereka di tempat kerja,
sekolah, keluarga, dan tempat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi Ayu Wijayanti, dkk (2022) Peran Pancasila di Era Globalisasi pada Generasi Z
https://www.jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/842
Bruce Tulgan dan Rainmaker Thinking, Meet Generation Z: The Second Generations within The
Giant Millenial Cohort https://grupespsichoterapija.lt/wp-content/uploads/2017/09/Gen-Z-
Whitepaper.pdf
Dian Nur Rakhmah (2021) Gen Z Dominan, Apa Dampaknya bagi Pendidikan Kita?
https://pskp.kemdikbud.go.id/produk/artikel/detail/3133/gen-z-dominan-apa-maknanya-
bagi-pendidikan-kita
Dianisa Wahyuni, dkk (2021) Penerapan Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Generasi “Z”
di Era Globalisasi file:///C:/Users/ASUS/Downloads/astuti,+479.+Dianisa+Wahyni+9061-
9065.pdf
Juliana Elsa Fitri, dkk (2023) jurnal Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan
Generasi Z di Era Globalisasi
https://journal.ummat.ac.id/journals/10/articles/11353/submission/review/11353-36947-1-
RV.docx
Mahkamah Konstitusi (2015) Modul Pancasila Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan
Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara
https://pusdik.mkri.id/uploadedfiles/materi/Materi_3.pdf
Memahami Kelebihan Generasi Z : Ciri-ciri, Kekurangan dan Kelebihan
https://kumparan.com/pengetahuan-umum/memahami-kelebihan-generasi-z-ciri-ciri-
kekurangan-dan-kelebihan-20fzAl9OVV7/1
O’Connor, Becker dan Fewsite (2018) Tolerance of Ambiguity at Work Predicts Leadership, Job
Performance and Creativity https://eprints.qut.edu.au/120614/
Rivan Efendi (2023) Gen Z, Pancasila dan Masa Depan Indonesia https://kumparan.com/rivan-
efendi/gen-z-pancasila-dan-masa-depan-indonesia-20VrYnSDGw3
Ryan Jenkins (2017) Four Reasons Generation Z Will be the Most Different Generation
https://blog.ryan-jenkins.com/2017/01/26/4-reasons-generation-z-will-be-the-most-
different-generation
Romadhona S (2023) jurnal Teknologi Jadi Nafas Gen Z, Tonggak Penentu Indonesia Maju
https://umsida.ac.id/8-karakteristik-gen-z-yang-jadi-penentu-indonesia/
Sugiono (2021) Pengantar Metode Penelitian, Hal.28 Yogyakarta: PT KANISUS

Anda mungkin juga menyukai