Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami
kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara
berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang
tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya
manusia bangsa kita. Oleh karena itu sebagai warga negara Indonesia
seharusnya manusia itu memiliki pedoman dan pegangan dalam bersikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Menurut Modjanto (1989:13) bahwa Pancasila merupakan dasar
negara yang mengandung filsafat sebagai upaya manusia untuk mencari
kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang
bermanfaat bagi peradaban manusia. Pancasila terdiri atas lima sila pada
hakikatnya merupakan sistem filsafat yakni suatu kesatuan bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa yang berisi sistem nilai keIndonesiaan yang telah berkembang secara
akulturatif selama ribuan tahun. Ini berarti bahwa Pancasila adalah suatu
sistem budaya yang merupakan sari dari sistem-sistem budaya yang diwarisi
secara turun-temurun oleh setiap masyarakat Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan judul tersebut, maka masalah yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai dasar negara?


2. Bagaimana peran Pancasila di era Modernisasi?
3. Bagaimana peran Pancasila di era globalisasi dan solusinya?
4. Bagaimana peran Pancasila pasca era reformasi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila

Kata Pancasila berasal dari kata Sansekerta (Agama Buddha) yaitu untuk
mencapai nirwana diperlukan lima dasar atau ajaran, yaitu:

1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/dilarang membunuh

2. Jangan mengambil barang orang lain/dilarang mencuri

3. Jangan berhubungan kelamin/dilarang berzina

4. Jangan berkata palsu/dilarang berbohong

5. Jangan minum yang menghilangkan pikiran/dilarang minuman keras

Secara historis pancasila dapat diartikan, pada tanggal 1 Juni 1945 Ir.
Soekarno berpidato dalam teks mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian
keesokan harinya 18 Agustus 1945disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya
d mana di dalamnya terdapat rumusan lima prinsip sebagai Dasar Negara yang
diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi bahasa Indonesia yang
umum. Jadi walaupun pada alinea 4 Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah
Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah Pancasila.

Pancasila terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat
yang merupakan suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu
saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran
tentang manusia yang saling berhubungan dengan Tuhan, siri sendiri, dengan
sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang bulat dan
utuh.

Menurut Kaelan (2007: 13) “Pancasila memiliki susunan yang hierarkis


piramida berarti juga Pancasila susunan bersatu membentuk satu kesatuan dan
urutannya sudah diatur sedemikian rupa sehingga Pancasila saling menjiwai dan
dijiwai diantara sila-silanya”. Sila ketuhanan merupakan tingakatan yang tertinggi
diantara sila dibawahnya. Karena sila pertama ini merupakan nilai yang bersifat
mutlak, kemudian diikuti dengan sila kedua. Sedangkan untuk sila Persatuan, sila
Kerakyatan, dan sila Keadilan berkaitan dengan kehidupan kenegaraan. Nilai
persatuan dipandang memiliki nilai yang lebih tinggi daripada nilai kerakyatan
merupakan syarat terwujudnya keadilan, sedangkan keadilan merupakan tujuan
dari keempat sila lainnya.

Kahlberg (1995: 62) memaknai Moral Pancasila dalam arti kata normatif
yakni faktor yang mengharuskan manusia dalam tingkah laku kita sehari-hari,
baik sebagai pemegang kekuasaan, maupun sebagai rakyat biasa. Dengan moral
Pancasila manusia selalu bersedia mempertanggungjawabkan tingkah laku dan
sikap tindakan tersebut kepada Tuhan Yang MahaEsa; selalu menempuh cara-cara
perikemausiaan dan mengutamakan jalan musyawarah dan mufakat; dan selalu
memusatkan daya-upaya kepada terlaksananya kebahagiaan dan keadilan di
bidang rohani dan jasmani, untuk kebesaran dan kejayaan jiwa Bangsa Indonesia.

B. Peran Pancasila di Era Modernisasi

Modernisasi dalam perspektif dapat dianggap sebuah semangat untuk


maju. Dalam sejarah filsafat, sejak zaman renaissance, modernisme menyertai
perkembangan humanisme. Humanisme berpandangan bahwa rasion manusia
merupakan kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk memahami realitas,
membangun pengetahuan, menentukan arah hidup atau sejarah, memecahkan
persoalan, dan mengendalikan sistem sosial, politik, dan budaya. Rasio dipandang
sebagai kekuatan tunggal yang menentukan segala-galanya.

Pengakuan atas rasio ini berimplikasi terhadap pengakuan harkat dan


martabat manusia. Manusia dengan rasionya adalah subjek yang memberi bentuk
pada realitas dan menjadi pusat kehidupan dari dunia ini. Rasio, dalam perspektif
kaum modernis, adalah sesuatu yang sangat vital, sentral, dominan, paling utama
dalam membentuk wajah peradaban umat manusia. Konsekuensi logis yang
muncul dari anggapan tersebut adalah bahwa manusia yang „tidak rasional‟
berada di luar hitungan dan terpinggirkan dari kekuasaan. Akhirnya, tersusunlah
sebuah hierarki mengenai tata urutan narasi-narasi besar kaum modernisme. Salah
satu puncak narasi-narasi besar itu adalah kapitalisme.

Seperti diketahui, kapitalisme yang bermula dari liberalisme


mengagungkan kebebasan individu dalam memanfaatkan segenap kemampuannya
untuk mencari laba sebesar-besarnya. Logika yang dipakai adalah dengan
menggunakan biaya serendah mungkin menghasilkan keuntungan sebanyak
mungkin. Dalam dunia industri, terutama yang memanfaatkan sumber daya alam
yang tak terbarukan, logika tersebut menimbulkan kecenderungan untuk
melupakan dampak lingkungan dari pemakaian sumber daya alam yang tak
terbarukan tersebut. Tak salah apabila ada anggapan yang menyatakan bahwa
kapitalisme ikut andil dalam menciptakan masalah-masalah global seperti efek
rumah kaca.

C. Peran Pancasila di Era Globalisasi dan Solusinya

Globalisasi muncul sejak manusia hidup di bumi ini. Globalisasi lahir


sejalan modernisasi yang dimulai dikenal peradaban Barat yang sejalan dengan
perkembangan kapitalisme, ketika, globalisasi merupakan fenomena baru yang
berkaitan dengan pasca industri, pasca modern atau disorganisasi kapitalisme.
(Tilaar, 1997: 16).

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan


tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu
proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh
bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.

Menurut Tabb (2001:10) yang mengatakan bahwa definisi globalisasi


merupakan sebuah kategori luas yang mencakup banyak aspek dan makna, yaitu:

“Istilah tersebut berarti sebuah proses saling keterhubungan antar negara


dan masyarakat. Ini adalah gambaran bagaimana kejadian dan kegiatan di
satu bagian dunia memiliki akibat signifikan bagi masyarakat dan
komunitas di bagian dunia lainnya…. Ini bukan saja soal ekonomi tapi
bahkan meningkatnya saling ketergantungan sosial dan budaya dari desa
global yang minum Coke dan menonton Disney“.

Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar


bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu
makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia.
Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi
informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.
Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi
dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.
Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu


negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan
mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.

Globalisasi mempunyai pengaruh-pengaruh terhadap nilai-nilai


nasionalisme, antara lain:

 Pengaruh positif

1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara


terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari
suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan
dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat.
Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara
menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional,
meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara.
Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi
bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang
baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa
lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang
pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa
nasionalisme kita terhadap bangsa.

 Pengaruh negatif

1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa


liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga
tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke
ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa
nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk
dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc
Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan
hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa
Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan
identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya
cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap
sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang
kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi
ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang
kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian
antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka
orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi


lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan
langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai
nasionalisme. Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif
globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :

1. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal


semangat mencintai produk dalam negeri.
2. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik-
baiknya.
3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-
baiknya.
4. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan
hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi,
ekonomi, sosial budaya bangsa.

Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan


mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai
nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan
kepribadian bangsa.

Nilai-nilai filosofis untuk membangun karakter bangsa dan


kepribadian nasional tentu sangatlah diperlukan dalam era globalisasi.
Untuk itu maka nilai-nilai tersebut harus dikenal, diterima, diinternalisasi,
diaplikasi dan diproyeksikan dalam hubungan antar manusia. Proses tersebut
adalah proses pembiasaan atau habituasi. Salah satu sarana untuk melakukan
pembiasaan adalah dalam interaksi antar kader.

Pemahaman mengenai posisi Pancasila dari berbagai prespektif


tersebut diperlukan agar penanaman rasa kebangsaan benar-benar sesuai
dengan yang diharapkan dalam kerangka menghadapi globalisasi.
Kebangsaan setidaknya memiliki dimensi pemahaman, cita-cita dan
tindakan. Pada tataran pemahaman ia berisi faham untuk mengutamakan
kepentingan bangsa dan memberikan energi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup, pada tataran cita-cita ia mendorong berbuat secara
efektif untuk kepentingan bangsa dan dunia serta pada tataran tindakan ia
mengarahkan perilaku yang sesuai dengan kepentingan dan kepribadian
bangsa.

D. Peran Pancasila Pasca Era Reformasi


Peran Pancasila pasca era reformasi adalah sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi


kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai
dasar negara ia sebagai landasa kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini
berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia harus
selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai
negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat maupun dari
pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam kaitannya dalam
pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya
hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk
hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila Pancasila.

2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang sosial politik

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik


mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita
Indonesia merdeka di implementasikan sbb :

a. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan


politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-
hari.
b. Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam
pemgambilan keputusan ;
c. Melaksanakan keadilan sosialdan penentuan prioritas
kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan ;

3. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang ekonomi


Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung
pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan
sistematis dalam kehidupan nyata.
4. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan


mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan,
dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan
dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu semboyan Bhinneka Tunggal
Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan
kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan
nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang
memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai
bahasa persatuan.

5. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang hankam

Dengan berakhirnya peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus
diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran
sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya
sebagai bagian dari sistem nasional.

6. Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan


Dengan memasuki kawasan filsafat ilmu pengetahuan yang diletakkan
diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu dipahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.
Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang
tidak mengenal titik henti dalam upaya untuk mencari dan menemukan
kebenaran dan kenyataan. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan
nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam
arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan ;
yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksiologi
yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas,
pemanfaatan dan efek pengemabangan ilmu pengetahuan secara negatif
tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan
Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan bahwa Pancasila
harus dipahami secara benar.
BABII
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian mengenai Eksistensi Pancasila dalam konteks modern dan


global pasca reformasi, dapat disimpulkan bahwa:

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang mengatur pemerintahan


Negara atau digunakan sebagai dasar Negara untuk mengatur penyelenggara negara.
Sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental, Pancasila menjadi sumber dari
UUD 1945 dan harus dijadikan landasan dalam menetapkan garis-garis haluan
Negara dan kebijaksanaan pemerintah. Disamping itu, Pancasila juga mempunyai
peran dalam beberapa permasalahan yang terjadi pada bangsa ini, antara lain: Sebagai

Pemahaman mengenai posisi Pancasila dari berbagai prespektif tersebut


diperlukan agar penanaman rasa kebangsaan benar-benar sesuai dengan yang
diharapkan dalam kerangka menghadapi globalisasi. Kebangsaan setidaknya
memiliki dimensi pemahaman, cita-cita dan tindakan. Pada tataran pemahaman
ia berisi faham untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan memberikan
energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup, pada tataran cita-cita ia
mendorong berbuat secara efektif untuk kepentingan bangsa dan dunia serta pada
tataran tindakan ia mengarahkan perilaku yang sesuai dengan kepentingan dan
kepribadian bangsa.

B. KRITIK DAN SARAN

Dalam makalah yang saya buat ini,masi banyak materi materi yang kurang lengkap maka dari itu
saya harapkan kepada teman teman sekalian terutama dosen pembimbing agar kiranya dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun,agar saya mampu membuat makalah yang lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

G. Moedjanto. 1989. Pancasila. Jakarta: Gramedia.

Kaelan. 2007. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta


Indonesia.

Kohlberg, Laurence. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Moral.


Yogyakarta:Kanisius.

Tabb, William K. 2003. Tabir Politik Globalisasi. Yogyakarta: Lafadl.

Tilaar, H. A. R. 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era


Globalisasi. Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai