Anda di halaman 1dari 12

Lampiran II

Tantangan Demokrasi Pancasila


Dalam Pusaran Globalisasi

Oleh: Dr. H. Mahyudin, ST., MM.


B-90/DPD RI

Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar ideologi negara yang mengandung nilai-nilai budaya sejak
zaman nenek moyang dulu. Pancasila disusun dari lima sendi utama yang diusulkan
oleh para pendiri bangsa dengan memikirkan kepentingan negara. Ideologi memainkan
peran penting dalam integrasi suatu negara, terutama pada negara-negara berkembang
(Ubaidillah, 2000), sehingga tidak merupakan hasil pemikiran dari satu golongan saja,
namun nilai-nilai kebudayaan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
berisi nilai-nilai bangsa Indonesia yang juga harus diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Pancasila memiliki kedudukan yang tetap sebagai ideologi, artinya isinya tidak boleh
diubah-ubah. Namun, bukan berarti Pancasila akan menjadi kuno. Pancasila sendiri
memiliki sifat yang lebih terbuka dan tidak tertutup terhadap perubahan pola
kehidupan yang terjadi pada masyarakat. Pancasila bersifat aktual dan mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Yang dimaksud “menyesuaikan diri”
di sini tidak berarti bahwa Pancasila harus mengubah nilai yang dikandungnya, tetapi ia
mampu mengeksplisitkan wawasan secara konkret, sehingga mempertajam
kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah teraktual. Maka dari itu,
interpretasi ideologi harus dilaksanakan secara rasional dan kritis dengan
menghadapkan berbagai masalah dan berbagai pandangan hidup yang silih berganti,
sehingga terungkap makna operasionalnya.

Sementara itu Pancasila sebagai sistem demokrasi merupakan representasi dari realitas
masyarakat Indonesia yang memiliki ciri beragam atau multikultural, namun tetap
menempatkan budaya gotong royong dan persatuan di atas segala perbedaan.
Penerapan konsep musyawarah untuk mencapai suatu mufakat yang selama ini kita
kenal di masyarakat juga merupakan bukti bahwa Demokrasi Pancasila bertujuan untuk
mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi maupun golongan.

Demokrasi Indonesia dan Tantangan Globalisasi


Di era globalisasi, dunia seakan berubah menjadi sebuah komunitas global dimana
setiap anggotanya saling berinteraksi satu sama lain tanpa memandang apakah negara
tersebut maju atau berkembang, desa atau kota, semuanya akan berinteraksi. Sebagai
sebuah negara berkembang, Indonesia masih harus berjuang untuk peningkatan
kesejahteraan rakyatnya. Keadaan yang dimiliki setiap anggota berbeda, dan hal inilah
yang menjadi alasan mengapa Indonesia tidak dapat maju jika mengikuti negara lain
yang memiliki kondisi ataupun kebiasaan berbeda. Apa yang dianggap baik bagi kita
belum tentu baik bagi pihak lain, begitupun sebaliknya. Berpegang teguh pada nilai
bangsa yang tercantum pada Pancasila mendorong negara untuk memahami kelemahan
serta kekuatan dirinya.

Menurut pendapat Krisna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan


Manusia di Negara Berkembang.Internet Public Jurnal. September.2005) Sebagai proses,
globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu
dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat
dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua
bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan.

Pancasila sebagai sistem demokrasi kemudian dihadapkan pada fenomena globalisasi.


Globalisasi membawa tatanan baru dengan menghapus batas antar negara. Dampak
negatif dapat terasa jika banyak budaya asing masuk ke Indonesia lalu menggerus
nilainilai asli bangsa Indonesia. Sebagai contoh, globalisasi ini telah mempengaruhi
salah satu aspek budaya kita, yaitu gotong royong dan musyawarah Globalisasi
membawa Indonesia pada masyarakat yang lebih individualis. Padahal, seperti yang
kita ketahui, gotongroyong dan musyawarah merupakan konsep yang dijunjung tinggi
oleh para pendahulu kita melalui sila keempat.
Supratman (2013) memaparkan bahwa terdapat pengaruh baik positif maupun negatif
dari globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme. Adapun pengaruh negatif yaitu :
Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat
membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah
arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme; Dari globalisasi aspek ekonomi,
hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar
negeri; Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri
sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang
oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat; Mengakibatkan adanya kesenjangan
sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam
globalisasi ekonomi dan munculnya sikap individualisme yang menimbulkan
ketidakpedulian antar perilaku.

Sejak memasuki era reformasi, konsep demokrasi semakin nyata didengungkan. Hal ini
terlihat dari kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat dalam
mengkritik pemerintah. Dicabutnya larangan ekspresi budaya Tionghoa oleh Presiden
RI ke-4 Abdurrahman Wahid menandakan bahwa prinsip Demokrasi Pancasila masih
diminati oleh bangsa ini. Namun di sisi lain, era reformasi juga membawa dilema untuk
bangsa ini. Salah satunya adalah karena kebebasan berpendapat kerap disalahgunakan
sebagai penegasan terhadap identitas kelompok tertentu atas nama mayoritas.

Sebagai contohnya, banyak kita temukan konflik berbasis perbedaan agama dan budaya
terjadi di masyarakat, maraknya ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas, serta
bermunculannya ideologi intoleran dan kejahatan terorisme. Di level pemerintahan dan
politik, kondisi demokrasi di Indonesia, khususnya dari aspek supremasi hukum, juga
cukup mengkhawatirkan. Salah satunya bisa kita soroti dari banyaknya tindakan
pelanggaran HAM, minimnya pelibatan aspirasi publik terhadap Rancangan berbagai
Undang-Undang seperti Revisi UU KPK, RKUHP dan keberadaan UU ITE. Kondisi
tersebut sangat ironis karena kedaulatan ada di tangan rakyat dan partisipasi rakyat
adalah hal yang mutlak sekaligus kunci dari demokrasi itu sendiri. Hal ini berpotensi
mencederai Demokrasi Pancasila dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kita seakan lupa bahwa negeri ini menjadi kuat karena dibangun dari perbedaan.
Demokrasi pancasila sebagai Filter Globalisasi

Meneropong Pancasila dari perspektif global dimaksudkan untuk melihat posisi


Pancasila dalam persaingan antar ideologi di era globalisasi. Perspektif ini menjadi
penting mengingat Pancasila, seperti ideologi global lainnya dianggap oleh semua
elemen bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Namun
sayangnya, hingga kini Pancasila seolah tak mampu menjawab kompleksitas jaman
melainkan hanya menjadi ideologi figuran. Sebagai ideologi dari negara dengan
populasi Muslim terbesar dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, posisi
Pancasila justru tergerus oleh masuknya ideologi transnasional.

Demokrasi Pancasila memiliki peranan penting sebagai filter (penyaring) nilai-nilai


baru. Rakyat Indonesia perlu untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap
perkembangan zaman, tetapi Pancasila diperlukan untuk mempertahankan nilai budaya
asli. Pancasila dapat digunakan untuk memilah mana saja nilai yang dapat diserap
untuk kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu,
Pancasila tidak kaku dan menutup jalan bagi adanya perubahan. Pancasila justru
memberi kesempatan bagi nilai-nilai baru untuk tumbuh dalam negara dengan tetap
berada di bawah kepribadian bangsa.

Namun dalam implementasinya, kita harus mengakui bahwa Pancasila sendiri belum
mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Penghayatan dan pemahaman akan nilai
Pancasila belum benar-benar diresapi, dibuktikan dengan banyaknya implementasi budaya
asing yang tidak pas dengan budaya Indonesia. Pancasila perlu disosialisasikan dan
ditanamkan kembali, khususnya bagi anak muda dalam prosesnya untuk mengembangkan
dirinya untuk menjadi masyarakat yang modern dan dapat mempertahankan
eksistensinya. Salah satu tantangan terberat dalam melawan arus negatif globalisasi adalah
menyiapkan pendidikan bagi anak muda yang akan melakukan pembangunan Indonesia di
masa mendatang.

Talcott Parsons (2007) dalam bukunya yang berjudul Social System (Sistem Sosial),
mengemukakan bahwa ada empat paradigma fungsi yang harus terus dilakukan agar
masyarakat tetap eksis dan lestari. Pertama, masyarakat perlu memelihara sistem nilai
budaya yang dianut. Di Indonesia, kasusnya terjadi pada pemeliharaan Pancasila
sebagai pedoman budaya masyarakat. Kedua, masyarakat harus mampu menyesuaikan
dengan perubahan, yang dalam tulisan ini adalah globalisasi. Ketiga, terdapat fungsi
integrasi dari unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus. Integrasi dapat
terjadi apabila seluruh lapisan masyarakat memiliki pedoman kehidupan yang sama,
yakni Pancasila. Terakhir, masyarakat perlu memiliki tujuan bersama yang lahir dari
Pancasila dan terusmenerus diperbaiki oleh pemimpin dan dinamika masyarakatnya.

Kesimpulan
Bahwa Pancasila sebagai sistem demokrasi memiliki peranan yang sangat luas di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Seiring perkembangan zaman, maka Pancasila
harus mampu beradaptasi dengan fenomena global dan perubahan yang modern di
seluruh aspek. Tranformasi budaya yang masuk ke Indonesia bisa saja menjadi
pemecah belah kesatuan Indonesia yang dibangun sejak dahulu, tetapi ketika peranan
Pancasila masih dipegang teguh oleh seluruh masyarakat Indonesia hal tersebut bisa
terhindari. Rasa nasionalisme dan patriotisme yang sangat kental ditubuh masyarakat
Indonesia mulai dirasa luntur, maka dari itu bangsa Indonesia perlu meningkatkan rasa
nasionalisme dan patriotisme. Karena rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam
menghadapi pengaruh global dan modern sangat diperlukan.

Saran
Untuk menghadapi gejala-gejala destruktif demokrasi Pancasila sebagai akibat dari
pengaruh globalisasi maka menawarkan beberapa solusi berikut:
1. Imunitas dan resiliensi. Pada level kultural kita harus meningkatkan imunitas dan
ketahanan masyarakat (social resilience and immunity) melalui peningkatan literasi
politik dan penguatan kapasitas demos.
2. Membentengi generasi muda. Substansiasi pendidikan politik dan promosi inklusi
politik demokratis diperlukan untuk membentengi anak-anak muda kita: dari
berbagai potensi radikalisasi dan konservatisme serta penguatan potensi
ekstrimisme dengan kekerasan (violent extremism); Dari penularan politisasi
identitas keagamaan untuk kepentingan elektoral, khususnya di kalangan para
pemilih pemula (young voters).
3. Penguatan struktur. Pada ranah struktural, pemerintah sebagai aktor kunci harus
melakukan beberapa hal berikut; Penegakan hukum, Harmonisasi peraturan
perundang-undangan dan Peningkatan kapasitas aparatur negara dalam tata
kebinekaan.

Daftar Pustaka

Krisna Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara


Berkembang.Internet Public Jurnal. September.2005

Talcott Parsons, Social System. 2007

Tim MGMP Kewarganegaraan (2013) .Memahami dampak globalisasi dalam


kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara . Sidoarjo : Drs.Supratman , MM .

Implementasi Nilai Demokrasi


Menuju Masyarakat Madani
Budi Wibowo
Koordinator Akademi Pemilu & Demokrasi (APD) Kutai Timur

Latar Belakang
Demokrasi sebagai suatu konsep yang mendasari sistem politik suatu negara
telah dijadikan dasar bagi banyak negara di dunia. Meskipun begitu, dalam
demokrasi terdapat sejumlah perbedaan dan aliran pikiran. Kondisi historis,
ideologis, politis, kultural, dan sosiologis suatu negara memberikan warna dalam
kehidupan berdemokrasi tersebut. Miriam Budiardjo menyebutnya dengan
istilah government ruled by the people atau dalam ungkapan yang lebih umum,
yaitu government of the people by the people and for people. Dalam konteks ini,
rakyat mempunyai kuasa untuk ikut menentukan jalannya suatu pemerintahan
yang bersifat konstitusional.

Demokrasi juga dikaitkan dengan Teori Kedaulatan Rakyat. Menurut teori ini,
bahwa segala kekuasaan di suatu negara bersumber pada individu-individu. Para
individu tersebut pada awalnya merupakan orang bebas dan kemudian
membentuk suatu negara. Di dalam negara, individu-individu tersebut menjadi
rakyat yang tunduk pada kekuasaan negara. Dengan demikian kekuasaan
tertinggi dari suatu negara bersumber dari rakyat, dan para pemimpin pun
dipilih atas kehendak rakyat. Suatu negara yang pemerintahannya berdasarkan
kedaulatan rakyat ini dinamakan negara demokrasi. Jadi dalam hal ini,
kedaulatan rakyat dalam konteks negara yang berbeda akan mempunyai
karakteristik yang berbeda pula.

Banyak negara di dunia, termasuk negara Indonesia, menggunakan konsep


demokrasi sebagai landasan sistem politik kenegaraan yang mengatur
kehidupan individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara, maupun dalam
konteks hubungan dunia Internasional. Demokrasi merupakan hasil dari
berbagai pengalaman dalam penataan kehidupan bersama (kontrak sosial)
masyarakat yang telah mengalami pasang surut perkembangannya.
Hakikat Pelaksanaan Demokrasi
Prinsip demokrasi yang paling pokok dan menjadi penciri khas adalah liberte
(kebebasan), egalite (kesetaraan), dan fraternite (kebersamaan). Prinsip
kebebasan meniscayakan kebebasan beragama, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat. Prinsip kesetaraan meniscayakan equality before the law. Prinsip
kebersamaan yakni menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), artinya dalam
kebersamaan, orang bebas melakukan apa saja yang diinginkan sepanjang tidak
mengganggu kebebasan dan hak orang lain. Kondisi mayoritas hendaknya dapat
menghargai minoritas, karena minoritas juga merupakan bagian dari rakyat
secara keseluruhan.

Secara sederhana, terkait dengan aliran pikiran dalam alam demokrasi,


setidaknya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu demokrasi yang
berdasarkan konstitusional dan demokrasi yang berdasarkan komunisme.
Perbedaan fundamental kedua aliran di atas adalah bahwa demokrasi
konstitusional mencita-citakan suatu pemerintahan yang terbatas kekuasaannya
dalam ruang lingkup negara hukum (rechtsstaats), tunduk pada aturan hukum
(rule of the law).

Ciri khas demokrasi konstitusional adalah bahwa pemerintah yang demokratis


adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan berlaku
sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Batasan kekuasaan pemerintah
tersebut dicantumkan dalam konstitusi dan oleh karenannya, pemerintahan yang
demokratis adalah pemerintahan yang berdasarkan konstitusi (constitutional
government). Di sisi lain, demokrasi yang merujuk pada komunisme
mencitacitakan suatu pemerintahan yang tidak demokratis dan cenderung
bersifat absolut dan totaliter. Pemerintahan model ini biasanya hanya dikuasai
oleh golongan tertentu, yang bekerja bukan dalam rangka mewujudkan
kepentingan rakyatnya, tapi lebih melihat pada kepentingan pribadi atau
golongan.

Sementara untuk syarat-syarat terselenggaranya pemerintahan yang demokratis


di bawah payung rule of the law di antaranya adalah: a. Perlindungan
konstitusional, dalam arti menjamin hak-hak individu dan menentukan cara
prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin, b. Badan
kehakiman yang bebas dan tidak memihak, c. Pemilihan umum yang bebas, d.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat, e. Kebebasan berserikat dan beroposisi,
f. Adanya pendidikan kewarganegaraan bagi rakyatnya.

Sebagai sebuah negara yang demokratis, perlu kiranya memberikan jaminan


pada pemenuhan hak bagi warga negaranya. Jaminan tersebut di antaranya
yaitu: a. Hak-hak dasar (basic right), misal hak untuk mendapatkan pekerjaan,
perlindungan kesehatan, dan pendidikan, b. Kebebasan berekspresi dan
berkesadaran (freedom of conscience and expression), misal hak untuk
berekspresi dan mengembangkan diri. c. Privasi masyarakat sipil (privacy and
civil society), misal hak berkeluarga, hak beragama, dan hak berorganisasi, d.
Keadilan (justice), misalnya hukum harus ditegakkan dengan tanpa pandang
bulu, semua harus tunduk pada ketentuan hokum yang berlaku. e. Persamaan
(equality), missal dalam konteks ini, kedudukan warga negara harus
diperlakukan secara sama sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

Praktik Demokrasi di Indonesia


Praktik demokrasi yang paling substansial adalah negara wajib melindungi
rakyatnya, utamanya dalam mempresentasikan hak-hak kewarganegaraan
mereka, lebih utama lagi dalam menyelenggarakan terciptanya hak-hak dasar
hidup. Negara harus mampu mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan
manusia dan golongan ke arah terciptanya tujuan negara. Jadi secara umum, bagi
negara yang demokratis, kebijakan negara adalah kebijakan dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan warga negaranya.

Bagi bangsa Indonesia, tata nilai demokrasi telah disesuaikan dengan


karakteristik bangsa Indonesia, sehingga penerapannya dirasa lebih sesuai
dengan kondisi dan situasi kehidupan bangsa Indonesia. Pada masa ini,
demokrasi memberikan peran lebih besar kepada individu untuk mencapai
negara kesejahteraan (walfare state). Perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak
era kolonial sampai dengan era reformasi sekarang ini adalah gambaran praktik
demokrasi di Indonesia yang penuh dengan dinamika.

Setidaknya, bangsa Indonesia sudah melewati proses kehidupan demokrasi yang


sangat panjang, dan dalam hal tertentu, bangsa Indonesia sudah menemukan
polapola kehidupan yang dianggap sebagai hal yang baik yang dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Pola kehidupan tersebut digali dari budaya asli
masyarakat Indonesia sendiri dan menjadi sesuatu yang khas, yang tidak ada di
negara lain.
Perkembangan demokrasi di Indonesia secara sederhana dapat dibagi menjadi
tiga periode, yaitu: a. Masa Demokrasi Parlementer tahun 1945-1959, b. Masa
Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965, c. Masa Demokrasi Pancasila tahun
1965-sekarang. Dari rangkaian periodesasi perjalanan demokrasi di Indonesia
tersebut semakin membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia sudah semakin
menunjukkan ke arah yang lebih baik.

Bangsa Indonesia semakin terlihat matang dalam berdemokrasi. Tata nilai


demokrasi dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga kehidupan berbangsa dan
bernegara semakin tertata dengan baik pula. Konstitusi yang berlaku dijadikan
sebagai rujukan, sehingga, tingkah laku dari aparatur negara dan juga warga
masyarakatnya tertata dengan baik. Dengan demikian, kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi semakin harmonis dan
sehingga dapat meminimalisasikan hal-hal yang tidak sesuai atau yang
melanggar konstitusi yang berlaku.

Demokrasi dan Masyarakat Madani (Civil Society)


Civil society dapat dipahami sebagai sebuah tatanan
kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antarwarga negara dan
negara atas dasar prinsip saling menghormati hubungan warga negara dengan
negara bersifat konsultatif (tidak konfrontatif). Warga negara mempunyai hak, serta
kewajiban dan negara memperlakukan warga negara secara adil, hak dan kebebasan
yang sama (equal right).

Dalam konteks di Indonesia, sejarah demokratisasi (demokrasi) dan civil society


berkaitan erat dengan sejarah kekuasaan. Setiap orde kekuasaan memiliki ciri
khas tersendiri dalam hal demokrasi dan peran civil society. Dalam hal yang lebih
luas, cita-cita terbentuknya civil society menjadi relevan untuk diwujudkan
sebagai bagian dari konsekuensi nilai-nilai demokrasi yang diterapkan di
Indonesia. Salah satu isu utama dari gerakan reformasi di Indonesia adalah
mendorong terciptanya iklim demokrasi.
Demokrasi dan civil society memiliki keterkaitan yang sangat erat. Samuel P.
Huttington menganggap bahwa demokratisasi (demokrasi) dapat didorong
dengan pembangunan civil society, sehingga ketergantungan terhadap partai
politik dapat dikurangi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada masa
awal setelah berakhirnya kekuasaan Orde Baru, civil society tumbuh dengan
sangat cepat di Indonesia. Konsep civil society ditandai dengan terbentuknya
lembagalembaga sosial atau organisasi-organisasi di luar negara, yang memiliki
otonomi relatif dan memerankan fungsi kontrol terhadap proses
penyelenggaraan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Pluralisme,
kebebasan relatif, dan fungsi kontrol ini merupakan bagian dari unsur-unsur
penting dalam konsep demokrasi.

Sebagai negara yang menganut paham demokrasi, bangsa Indonesia mempunyai


kemampuan untuk mewujudkan terbentuknya civil society. Modal geografis,
demografis, dan sumber kekayaan alam sangat mendukung terbentuknya civil
society. Selain itu, kehidupan bidang politik, ekonomi, sosal-budaya serta
pertahanan dan keamanan sangat dinamis. Dengan demikian, terbentuknya civil
society di negara Indonesia menjadi suatu keniscayaan untuk terwujud.

Nilai-nilai demokrasi menjadikan bangsa Indonesia sadar akan hak dan


kewajibannya. Kebebasan dalam konteks nilai demokrasi adalah kebebasan yang
bertanggungjawab. Sikap toleransi dan saling menghormati antarwarga negara
terjadi karena warga negara semakin sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial
yang tidak bisa hidup sendiri. Bangunan kebersamaan dan kekeluargaan menjadi hal
yang perlu untuk ditanamkan terus, demi terbentuknya masyarakat Indonesia yang
hidup dalam suasana harmonis dan tetap menjaga soliditas atas nama bangsa
Indonesia.
Kesimpulan
Demokrasi mempunyai nilai-nilai fundamental yang sangat erat hubungannya
dengan martabat kemanusiaan dan nilai-nilai hidup yang dimiliki oleh setiap
orang. Siapapun boleh menafsirkan demokrasi, karena kebebasan menafsirkan
juga merupakan bagian integral dari demokrasi, walaupun bukan merupakan
hakikat dari demokrasi.
Demokrasi merupakan hasil dari berbagai pengalaman dalam penataan
kehidupan bersama (kontrak sosial) masyarakat dan mengalami pasang surut.
Demokrasi juga dikaitkan dengan Teori Kedaulatan Rakyat. Menurut teori ini,
bahwa segala kekuasaan di suatu negara bersumber pada individu-individu.
Individu-individu tersebut menjadi rakyat yang tunduk pada kekuasaan negara.
Dengan demikian kekuasaan tertinggi dari suatu negara bersumber dari rakyat,
dan para pemimpin pun dipilih atas kehendak rakyat.

Saran
Dari uraian yang disampaikan di atas, kiranya dapat dimunculkan saran di
antaranya yaitu: a. Nilai-nilai demokrasi harus diinternalisasikan dan ditegakkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. b. Dalam demokrasi
ada unsur kebebasan, tetapi bukan tanpa batas. Demokrasi bukan hanya kalah
menang, tetapi hendaknya dilakukan dengan berpegang teguh pada kearifan,
komitmen, ketertiban, profesionalisme, dan nilai nilai demokrasi lainnya.

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. (1983). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Djaja,


Masroer C Jb dan Lalu Darmawan. Wacana Civil Society (Masyarakat Madani) di
Indonesia. Jurnal Sosiologi Reflektif, Volume 10, No. 2 April 2016.

Nugroho, Heru. “Demokrasi dan Demokratisasi: Sebuah kerangka Konseptual


Untuk Memahami Dinamika Sosial-Politik di Indonesia.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI. (2016). Materi Sosialisasi
Empat
Pilar MPR RI. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR

Anda mungkin juga menyukai