Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar ideologi negara yang mengandung nilai-nilai budaya sejak
zaman nenek moyang dulu. Pancasila disusun dari lima sendi utama yang diusulkan
oleh para pendiri bangsa dengan memikirkan kepentingan negara. Ideologi memainkan
peran penting dalam integrasi suatu negara, terutama pada negara-negara berkembang
(Ubaidillah, 2000), sehingga tidak merupakan hasil pemikiran dari satu golongan saja,
namun nilai-nilai kebudayaan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
berisi nilai-nilai bangsa Indonesia yang juga harus diimplementasikan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pancasila memiliki kedudukan yang tetap sebagai ideologi, artinya isinya tidak boleh
diubah-ubah. Namun, bukan berarti Pancasila akan menjadi kuno. Pancasila sendiri
memiliki sifat yang lebih terbuka dan tidak tertutup terhadap perubahan pola
kehidupan yang terjadi pada masyarakat. Pancasila bersifat aktual dan mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Yang dimaksud “menyesuaikan diri”
di sini tidak berarti bahwa Pancasila harus mengubah nilai yang dikandungnya, tetapi ia
mampu mengeksplisitkan wawasan secara konkret, sehingga mempertajam
kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah teraktual. Maka dari itu,
interpretasi ideologi harus dilaksanakan secara rasional dan kritis dengan
menghadapkan berbagai masalah dan berbagai pandangan hidup yang silih berganti,
sehingga terungkap makna operasionalnya.
Sementara itu Pancasila sebagai sistem demokrasi merupakan representasi dari realitas
masyarakat Indonesia yang memiliki ciri beragam atau multikultural, namun tetap
menempatkan budaya gotong royong dan persatuan di atas segala perbedaan.
Penerapan konsep musyawarah untuk mencapai suatu mufakat yang selama ini kita
kenal di masyarakat juga merupakan bukti bahwa Demokrasi Pancasila bertujuan untuk
mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi maupun golongan.
Sejak memasuki era reformasi, konsep demokrasi semakin nyata didengungkan. Hal ini
terlihat dari kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat dalam
mengkritik pemerintah. Dicabutnya larangan ekspresi budaya Tionghoa oleh Presiden
RI ke-4 Abdurrahman Wahid menandakan bahwa prinsip Demokrasi Pancasila masih
diminati oleh bangsa ini. Namun di sisi lain, era reformasi juga membawa dilema untuk
bangsa ini. Salah satunya adalah karena kebebasan berpendapat kerap disalahgunakan
sebagai penegasan terhadap identitas kelompok tertentu atas nama mayoritas.
Sebagai contohnya, banyak kita temukan konflik berbasis perbedaan agama dan budaya
terjadi di masyarakat, maraknya ujaran kebencian terhadap kelompok minoritas, serta
bermunculannya ideologi intoleran dan kejahatan terorisme. Di level pemerintahan dan
politik, kondisi demokrasi di Indonesia, khususnya dari aspek supremasi hukum, juga
cukup mengkhawatirkan. Salah satunya bisa kita soroti dari banyaknya tindakan
pelanggaran HAM, minimnya pelibatan aspirasi publik terhadap Rancangan berbagai
Undang-Undang seperti Revisi UU KPK, RKUHP dan keberadaan UU ITE. Kondisi
tersebut sangat ironis karena kedaulatan ada di tangan rakyat dan partisipasi rakyat
adalah hal yang mutlak sekaligus kunci dari demokrasi itu sendiri. Hal ini berpotensi
mencederai Demokrasi Pancasila dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Kita seakan lupa bahwa negeri ini menjadi kuat karena dibangun dari perbedaan.
Demokrasi pancasila sebagai Filter Globalisasi
Namun dalam implementasinya, kita harus mengakui bahwa Pancasila sendiri belum
mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Penghayatan dan pemahaman akan nilai
Pancasila belum benar-benar diresapi, dibuktikan dengan banyaknya implementasi budaya
asing yang tidak pas dengan budaya Indonesia. Pancasila perlu disosialisasikan dan
ditanamkan kembali, khususnya bagi anak muda dalam prosesnya untuk mengembangkan
dirinya untuk menjadi masyarakat yang modern dan dapat mempertahankan
eksistensinya. Salah satu tantangan terberat dalam melawan arus negatif globalisasi adalah
menyiapkan pendidikan bagi anak muda yang akan melakukan pembangunan Indonesia di
masa mendatang.
Talcott Parsons (2007) dalam bukunya yang berjudul Social System (Sistem Sosial),
mengemukakan bahwa ada empat paradigma fungsi yang harus terus dilakukan agar
masyarakat tetap eksis dan lestari. Pertama, masyarakat perlu memelihara sistem nilai
budaya yang dianut. Di Indonesia, kasusnya terjadi pada pemeliharaan Pancasila
sebagai pedoman budaya masyarakat. Kedua, masyarakat harus mampu menyesuaikan
dengan perubahan, yang dalam tulisan ini adalah globalisasi. Ketiga, terdapat fungsi
integrasi dari unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus. Integrasi dapat
terjadi apabila seluruh lapisan masyarakat memiliki pedoman kehidupan yang sama,
yakni Pancasila. Terakhir, masyarakat perlu memiliki tujuan bersama yang lahir dari
Pancasila dan terusmenerus diperbaiki oleh pemimpin dan dinamika masyarakatnya.
Kesimpulan
Bahwa Pancasila sebagai sistem demokrasi memiliki peranan yang sangat luas di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Seiring perkembangan zaman, maka Pancasila
harus mampu beradaptasi dengan fenomena global dan perubahan yang modern di
seluruh aspek. Tranformasi budaya yang masuk ke Indonesia bisa saja menjadi
pemecah belah kesatuan Indonesia yang dibangun sejak dahulu, tetapi ketika peranan
Pancasila masih dipegang teguh oleh seluruh masyarakat Indonesia hal tersebut bisa
terhindari. Rasa nasionalisme dan patriotisme yang sangat kental ditubuh masyarakat
Indonesia mulai dirasa luntur, maka dari itu bangsa Indonesia perlu meningkatkan rasa
nasionalisme dan patriotisme. Karena rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam
menghadapi pengaruh global dan modern sangat diperlukan.
Saran
Untuk menghadapi gejala-gejala destruktif demokrasi Pancasila sebagai akibat dari
pengaruh globalisasi maka menawarkan beberapa solusi berikut:
1. Imunitas dan resiliensi. Pada level kultural kita harus meningkatkan imunitas dan
ketahanan masyarakat (social resilience and immunity) melalui peningkatan literasi
politik dan penguatan kapasitas demos.
2. Membentengi generasi muda. Substansiasi pendidikan politik dan promosi inklusi
politik demokratis diperlukan untuk membentengi anak-anak muda kita: dari
berbagai potensi radikalisasi dan konservatisme serta penguatan potensi
ekstrimisme dengan kekerasan (violent extremism); Dari penularan politisasi
identitas keagamaan untuk kepentingan elektoral, khususnya di kalangan para
pemilih pemula (young voters).
3. Penguatan struktur. Pada ranah struktural, pemerintah sebagai aktor kunci harus
melakukan beberapa hal berikut; Penegakan hukum, Harmonisasi peraturan
perundang-undangan dan Peningkatan kapasitas aparatur negara dalam tata
kebinekaan.
Daftar Pustaka
Latar Belakang
Demokrasi sebagai suatu konsep yang mendasari sistem politik suatu negara
telah dijadikan dasar bagi banyak negara di dunia. Meskipun begitu, dalam
demokrasi terdapat sejumlah perbedaan dan aliran pikiran. Kondisi historis,
ideologis, politis, kultural, dan sosiologis suatu negara memberikan warna dalam
kehidupan berdemokrasi tersebut. Miriam Budiardjo menyebutnya dengan
istilah government ruled by the people atau dalam ungkapan yang lebih umum,
yaitu government of the people by the people and for people. Dalam konteks ini,
rakyat mempunyai kuasa untuk ikut menentukan jalannya suatu pemerintahan
yang bersifat konstitusional.
Demokrasi juga dikaitkan dengan Teori Kedaulatan Rakyat. Menurut teori ini,
bahwa segala kekuasaan di suatu negara bersumber pada individu-individu. Para
individu tersebut pada awalnya merupakan orang bebas dan kemudian
membentuk suatu negara. Di dalam negara, individu-individu tersebut menjadi
rakyat yang tunduk pada kekuasaan negara. Dengan demikian kekuasaan
tertinggi dari suatu negara bersumber dari rakyat, dan para pemimpin pun
dipilih atas kehendak rakyat. Suatu negara yang pemerintahannya berdasarkan
kedaulatan rakyat ini dinamakan negara demokrasi. Jadi dalam hal ini,
kedaulatan rakyat dalam konteks negara yang berbeda akan mempunyai
karakteristik yang berbeda pula.
Saran
Dari uraian yang disampaikan di atas, kiranya dapat dimunculkan saran di
antaranya yaitu: a. Nilai-nilai demokrasi harus diinternalisasikan dan ditegakkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. b. Dalam demokrasi
ada unsur kebebasan, tetapi bukan tanpa batas. Demokrasi bukan hanya kalah
menang, tetapi hendaknya dilakukan dengan berpegang teguh pada kearifan,
komitmen, ketertiban, profesionalisme, dan nilai nilai demokrasi lainnya.
Daftar Pustaka
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI. (2016). Materi Sosialisasi
Empat
Pilar MPR RI. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR