Anda di halaman 1dari 10

RELEVANSI PANCASILA DI ERA GLOBALISASI

Oleh
Agus Subagyo

Pendahuluan
Sebagai salah satu negara yang terbuka terhadap setiap perubahan lingkungan
strategis, Indonesia sangat terpengaruh oleh arus globalisasi yang melanda seluruh
negara-negara di dunia. Bagi Bangsa Indonesia, globalisasi merupakan sebuah
keniscayaan sehingga harus diterima sebagai kenyataan sejarah. Yang perlu
dilakukan saat ini sebenarnya adalah memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir
kerugian yang diakibatkan oleh globalisasi.
Menurut Anthony Giddens (2001), globalisasi yang telah merasuk ke
seluruh negara di dunia ternyata membawa nilai-nilai budaya global Barat seperti
individualisme, liberalisme dan materialisme. Nilai-nilai budaya Barat telah
menginfiltrasi ketahanan budaya nasional masing-masing negara sehingga
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai individualisme telah menggeser dan menggantikan nilai kolektivitas
masyarakat Indonesia. Pengutamaan “hak” daripada “kewajiban” dan kebebasan
HAM yang kebablasan sangat tidak sesuai dengan budaya nasional Indonesia. Nilai
liberalisme telah menggeser nilai altruisme (mementingkan kepentingan umum)
masyarakat Indonesia. Budaya gotong royong, tanpa pamrih, tenggang rasa, dan
kekeluargaan sudah mulai luntur oleh nilai-nilai liberalisme sebagai dampak dari
masuknya globalisasi. Nilai materialisme telah menggeser nilai immaterialisme
yang ada pada masyarakat Indonesia. Penghormatan terhadap seseorang tidak lagi
didasarkan pada baik buruknya moralitas orang tersebut, melainkan didasarkan pada
materi dan kekayaan yang dimiliki. Nilai-nilai sopan santun dan norma susila telah
berganti menjadi serba harta, kekuasaan dan kepentingan.
Dalam perkembangnnya, globalisasi akan menumbuhkan semangat
”keglobalan” dan semangat ”kedaerahan” yang tentunya akan membahayakan

1
semangat nasional, yang didasarkan pada cara pandang bangsa atau cara pandang
nasional (Indonesia : wawasan kebangsaan).
Menurut James Petras dan Veltmeyer (2003), Globalisasi akan
menyebabkan ketergantungan suatu negara terhadap negara lain dalam seluruh sektor
kehidupan, baik politik, ekonomi maupun budaya. Globalisasi merupakan
imperialismo gaya baru yang perlu mendapatkan karena dapat mengancam keutuhan
negara bangsa.
Di bidang politik, globalisasi akan menguatkan kembali identitas etnik dan
kesukuan yang dapat menimbulkan gejala disintegrasi bangsa dan gerakan
separatisme. Globalisasi yang mencanangkan kebebasan telah mendorong berbagai
wilayah untuk memisahkan diri dengan bantuan politis dari negara-negara asing.
Di bidang ekonomi, globalisasi akan menciptakan ketergantungan ekonomi
nasional terhadap dominasi ekonomi global. Ketergantungan ekonomi menyebabkan
hubungan antar negara tidak bersifat kesederajadan dan kemitraan, melainkan
subordinasi dan dominasi sehingga kedaulatan nasional dapat tergadaikan atas nama
globalisasi yang sebenarnya imperialisme.
Di bidang budaya, masuknya budaya populer telah mengendurkan budaya
nasional sehingga mengancam eksistensi jati diri dan identitas nasional. Globalisasi
akan menggerogoti sendi-sendi nasionalisme dimana masyarakat akan dibuai terlebih
dulu dengan kemasan-kemasan materialisme ala barat yang pada akhirnya akan mem
”brain washing” manusia – manusia Indonesia untuk berpikir, bersikap dan bertindak
ala Barat. Semangat gotong royong, kekeluargaan, pengorbanan dan tenggang rasa
akan hilang dengan sendirinya dalam kehidupan masyarakat.
Melihat kondisi empiris dampak negatif yang mengikuti arus globalisasi di
Indonesia, maka pertanyaan penting yang dapat dirumuskan adalah : apakah dasar
negara Pancasila masih relevan dan bisa dipertahankan di era globalisasi saat
ini? Pertanyaan ini patut dikemukakan mengingat pancasila sebagai dasar negara
Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, sumber filosofi bangsa Indonesia, dan
sumber rujukan masyarakat Indonesia dalam berpikir, bertindak dan berperilaku
kurang dihayati dan diamalkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya para kaum

2
muda generasi penerus bangsa yang banyak terjebak pada arus modernitas dan
materialisme.

Pembahasan
Secara etimologis, istilah Pancasila berasal dari bahasa sansekerta, dari India
(bahasa kasta brahmana), sedangkan bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.
Panca artinya Lima, Sila Artinya batu sendi, alas, dasar. Dengan demikian,dalam
bahasa Indonesia, Pancasila diartikan sebagai “berbatu sendi lima” atau “dasar yang
memiliki lima unsur” atau “lima tingkah laku yang penting”. Secara historis, proses
terbentuknya Pancasila dapat dilihat dari persiapan sidang BPUPKI yang diusulkan
oleh dr. Radjiman Widyodiningrat membahas dasar negara Indonesia, yang
kemudian menghasilkan tiga pemikiran besar, yakni Mr. Muhammad Yamin,
Soepomo, dan Soekarno. Secara terminologis, Pancasila yang sah adalah yang
terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan oleh sidang PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Di era globalisasi yang penuh dengan peluang dan tantangan, Pancasila
masih relevan bagi bangsa Indonesia, baik sebagai ideologi negara maupun sebagai
dasar negara. Sebagai ideologi negara, Pancasila akan menjadi sistem nilai bagi
Bangsa Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi yang penuh dengan muatan
ideologi liberalisme dan kapitalisme. Ideologi Pancasila sangat cocok dengan
karakteristik budaya bangsa Indonesia yang heterogen, plural, dan beranekaragam
kultur. Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakekat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk sosial dan individu. Inilah yang membedakan dan menjadi keunggulan
ideologi Pancasila dibandingkan dengan ideologi-ideologi lain di dunia. Sebagai
dasar negara, Pancasila merefleksikan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang sangat komplek sehingga dapat terwadahi dalam kerangka Pancasila
sebagai dasar negara.
Dihadapkan pada nilai-nilai global Barat yang muncul di era globalisasi, sila-
sila Pancasila merupakan “filter” yang dapat menjadi “penjaring” dan “penyaring”
bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi arus globalisasi. Nilai-nilai Pancasila

3
seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan merupakan
pilar-pilar penting dalam membentengi masyarakat Indonesia di tengah serangan
nilai-nilai universal yang berasal dari Barat akibat arus globalisasi.
Ideologi Pancasila tetap bisa bersaing dengan ideologi-ideologi lain di dunia
ini karena memiliki sejumlah keunggulan yang tidak ditemukan dalam ideologi lain.
Ideologi Pancasila tetap mampu bersaing, mampu kompetitif menjawab perubahan
zaman, walaupun Indonesia diserbu nilai-nilai asing di era globalisasi. Kekuatan
dari ideologi Pancasila justru terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan
antara unsur-unsur yang ada di masyarakat Indonesia.
Di tengah suasana globalisasi, ideologi yang bisa bertahan adalah ideologi
yang bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan
global dengan kepentingan nasional. Artinya, ideologi yang
bisa terus eksis adalah ideologi yang bisa menempatkan kepentingan
nasional tanpa ikut terpengaruh nilai-nilai asing dari ideologi lain
yang datang melalui informasi global seperti siaran televisi, internet atau pertukaran
jasa dan barang lainnya.
Bila dibandingkan dengan ideologi lain, seperti ideologi
Marxisme atau Komunisme, Pancasila memiliki berbagai keunggulan,
karena Pancasila menempatkan unsur keseimbangan yang tidak banyak ditemukan
dalam ideologi lain. Semua ideologi lain di dunia umumnya hanya mementingkan
kelompok tertentu atau hanya berpihak pada golongan tertentu, misalnya ideologi
Marxis atau Komunisme, cenderung hanya mementingkan kelompok tertentu yakni
kelompok buruh, khususnya kelompok 'elite' kaum pekerja.
Sementara itu, di belahan negara lain, ada ideologi yang hanya
berpihak kepada kepentingan kelompok yang memiliki modal, orang yang punya
kuasa, atau hanya bagi orang-orang pintar dalam masyarakat. Kita patut bersyukur
karena Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia tidak seperti itu, tetapi ada keseimbangan antar unsur-unsurnya.
Dalam konteks Indonesia saat ini, Pancasila tengah dihadapkan dengan
tantangan eskternal berskala besar berupa globalisasi. Globalisasi yang berbasiskan

4
pada perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi, secara drastis
telah mentransendensi batas-batas etnis bahkan bangsa. Jadilah Indonesia kini, tanpa
bisa dihindari dan menghindari, menjadi bagian dari arus besar berbagai perubahan
yang terjadi di dunia. Sekecil apa pun perubahan yang terjadi di belahan dunia lain
akan langsung diketahui atau bahkan dirasakan akibatnya oleh Indonesia.
Sebaliknya, sekecil apa pun peristiwa yang terjadi di Indonesia secara cepat akan
menjadi bagian dari konsumsi informasi masyarakat dunia. Pengaruh dari globalisasi
ini dengan demikian begitu cepat dan mendalam.
Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sanggupkah
Pancasila menjawab berbagai tantangan tersebut? Akankah Pancasila tetap eksis
sebagai ideologi bangsa? Jawabannya tentu akan terpulang kepada bangsa Indonesia
sendiri sebagai pemilik Pancasila. Namun demikian, kalaulah kemudian mencoba
untuk mencari jawaban atas berbagai tantangan tersebut, maka jawabannya adalah
bahwa Pancasila akan sanggup menghadapi berbagai tantangan tersebut asalkan
Pancasila benar-benar mampu diaplikasikan sebagai weltanschauung bangsa
Indonesia.
Implikasi dari dijadikannya Pancasila sebagai pandangan hidup maka bangsa
yang besar ini haruslah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas
Pancasila. Untuk menumbuhkembangkan kedua rasa tersebut maka melihat realitas
yang tengah berkembang saat ini setidaknya dua hal mendasar perlu dilakukan.
Pertama, penanaman kembali kesadaran bangsa tentang eksistensi Pancasila
sebagai ideologi bangsa. Penanaman kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai
ideologi bangsa mengandung pemahaman tentang adanya suatu proses pembangunan
kembali kesadaran akan Pancasila sebagai identitas nasional. Upaya ini memiliki
makna strategis manakala realitas menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu
telah terjadi proses pemudaran kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai
ideologi bangsa. Salah satu langkah terbaik untuk mendekatkan kembali atau
membumikan kembali Pancasila ke tengah rakyat Indonesia tidak lain melalui
pembangunan kesadaran sejarah. Tegasnya, Pancasila didekatkan kembali dengan
cara menguraikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan rakyat

5
Indonesia, termasuk menjelaskannya bahwa secara substansial Pancasila adalah
merupakan jawaban yang tepat dan strategis atas keberagaman Indonesia, baik pada
masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang.
Kedua, perlu adanya kekonsistenan dari seluruh elemen bangsa, khususnya
para pemimpin negeri ini untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam
berpikir dan bertindak. Janganlah sampai Pancasila ini sekadar wacana di atas mulut
yang disampaikan secara “berbusa-busa” hingga menjadi “basi”, sementara di
lapangan penuh dengan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Pancasila. Dengan
demikian, penghayatan dan pengamalan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari sudah merupakan suatu conditio sine qua non bagi tetap tegaknya Pancasila
sebagai ideologi bangsa.
Salah satu tantangan terbesar yang perlu segera dijawab bangsa yang besar
ini, khususnya oleh para pemegang kekuasaan, adalah menjawab tantangan atas
lemahnya kesejahteraan rakyat dan penegakan keadilan. Ketimpangan kesejahteraan
antara kota dan desa, terlebih Jawa dan luar Jawa merupakan salah satu
permasalahan besar yang harus segera dijawab oleh bangsa ini. Terasa sesak bagi
kita semua bila mengingat bahwa di alam sejarah dewasa ini masih ada bagian dari
bangsa ini yang secara mengenaskan masih hidup di alam prasejarah!.
Masalah penegakan keadilan juga menjadi masalah yang perlu mendapat
perhatian serius para pengambil kebijakan. Keadilan sosial yang telah lama
digariskan para pendiri negeri ini sering menjadi kontraproduktif manakala hendak
ditegakkan di kalangan para penguasa dan pemilik uang. Jadilah hingga sekarang ini
pisau keadilan yang dimiliki bangsa ini masih merupakan pisau keadilan bermata
ganda, tajam manakala diarahkan kepada rakyat kebanyakan, dan tumpul atau
bahkan kehilangan ketajamannya sama sekali manakala dihadapkan dengan para
pemegang kekuasaan atau pemilik sumber-sumber ekonomi.
Bila dua hal itu saja mampu dikedepankan bisa jadi bangsa yang besar ini
tidak akan mudah tergoyahkan oleh berbagai tantangan dan ancaman yang ada, baik
dari dalam maupun dari luar. Ancaman dari dalam bisa jadi akan pupus dengan

6
sendirinya manakala kesejahteraan rakyat terkondisikan pada keadaan yang baik dan
keadilan dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya.
Ancaman dari luar, termasuk arus besar globalisasi sekalipun tidak akan
menggeruskan Pancasila sebagai sebuah ideologi tetapi justru akan menjadikan
Pancasila sebagai kekuatan yang mampu mewarnai arus besar globalisasi. Terlebih
karena globalisasi bagi bangsa ini bukanlah merupakan barang baru.
Pada akhirnya, menjadi baik kiranya bila menyimak kembali apa yang pernah
dikatakan oleh Roeslan Abdulgani (1986), "Pancasila kita bukan sekadar
berintikan nilai-nilai statis, tetapi juga jiwa dinamis”. Kurang gunanya kita, hanya
secara verbal mencintai kemerdekaan, kalau kita tidak berani melawan penjajahan,
baik yang tradisional-kuno maupun yang neokolonial. Kurang gunanya kita, secara
verbal saja menjunjung tinggi sila Ketuhanan Yang Maha esa, kalau kita takut
melawan kemusyrikan. Kurang guna kita, secara verbal saja mengagungkan sila
Perikemanusiaan, kalau kita membiarkan merajalelanya situasi yang tidak
manusiawi. Kurang faedahnya kita, secara verbal saja cinta Persatuan Indonesia,
kalau kita membiarkan merajalelanya rasa nasionalisme dan patriotisme merosot dan
membiarkan bangsa lain mengeksploitasikan kebodohan dan kelemahan rakyat kita.
Kurang manfaatnya kita cinta sila Kerakyatan kalau kita membiarkan keluhan rakyat
tersumbat. Kurang artinya kita ngobrol saja tentang sila Keadilan Sosial, kalau kita
membiarkan kepincangan sosial ekonomis merajalela.
A. Tantangan Pancasila Menghadapi Globalisasi
Ideologi bangsa Indonesia yaitu ideologi pancasila dalam menghadapi
tantangan yang berat dimulai dari tantangan internal dan tantangan eksternal.
Tantangan yang pancasila hadapi dalam tantangan internal yaitu perannya sebagai
pemersatu bangsa Indonesia yang tentunya tidak semudah yang dibayangkan untuk
dilaksanakan. Sedangkan pada tantangan eksternal, pancasila dihadapkan dengan
kecenderungan peran negara berakhir yang disebabkan oleh aktor internasional
meningkat pada era globalisasi. Namun peran negara yang berakhir bukan berarti
peran ideologi tidak ada karena manusia ialah sumber genetik dari ideologi, sehingga
ideologi masih tetap ada dan tetap eksis. Dapat kita lihat sendiri dalam kehidupan

7
sehari-hari munculnya beberapa aktor baik nasional dan internasional, terkadang
membawa pengaruh negatif bagi masyarakat Indonesia khususnya generasi penerus
bangsa. Mayoritas perilaku dari aktor akan ditiru oleh generasi muda, seperti gaya
rambut yang di cat dengan warna mencolok padahal masih berstatus pelajar dan
menggunakan style baju yang kurang sesuai dengan norma sosial yang ada seperti
baju yang terlalu terbuka, celana sobek-sobek sehingga tidak mencerminkan generasi
yang baik. Bahkan lebih parahnya sering dijumpai masyarakat yang memakai produk
luar negeri, bahasanya pun menggunakan bahasa asing, padahal kita mengetahui
bahwa bahasa persatuan yang baik yaitu bahasa Indonesia.
Seharusnya sebagai warga negara Indonesia kita menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar karena bahasa menunjukkan bangsa. Upaya lain yang
bisa dilakukan yaitu dengan menggunakan dan melestarikan produk dalam negeri,
tidak melupakan tradisi setiap suku atau kebudayaan daerah yang ada karena
Indonesia merupakan negara yang didalamnya terdapat beraneka ragam suku,agama
dan ras, menaati dan patuh terhadap hukum yang berlaku, untuk pelajar dan
mahasiswa bisa dengan rajin belajar supaya kelak bisa menjadi orang sukses yang
berguna bagi sesama dan bagi bangsa dan supaya lebih pintar lagi dalam mengolah
informasi yang didapat dari pihak tidak dikenal dan tidak dapat dipertanggung
jawabkan sehingga tidak akan menggiring opini negatif yang bisa merugikan banyak
pihak.
Tantangan bagi bangsa Indonesia yang kian menjemuk sehingga dalam
menghadapi persoalan yang akan di hadapi bangsa untuk kedepannya diperlukan
persatuan bangsa. Selain ancaman yang bisa merusak eksistensi ideologi pancasila,
ternyata juga adanya dukungan dari berbagai persepsi bahwa bagi bangsa Indonesia
pancasila merupakan ideologi terbaik. Sila-sila yang terdapat dalam pancasila harus
di implementasi dan di terapkan di kehidupan sehari-hari yang bisa dilakukan setiap
masyarakat, bukan hanya sebagai simbolik ideologi bangsa. Pada era perkembangan
globalisasi, pancasila bisa menjadi filterisasi dari pengaruh modernisasi yang dapat
mengancam eksistensi peradaban bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang
mempunyai ciri khas mengenai dasar negara dan pandangan, sehingga menggunakan

8
pendekatan pancasila. Pendekatan pancasila dalam hal ini berarti cara berpikir,
dalam bertindak dan berperilaku di kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat maupun kenegaraan mempertimbangkan pengamalan sila-sila
pancasila.
Tantangan Penerapan Pancasila
Penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari juga memunculkan
tantangan tersendiri. Berikut tantangan penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari.
- Munculnya paham atau pemikiran baru yang bertentangan dengan nilai-nilai
dan ideologi Pancasila.
- Masuknya budaya asing yang mengikis budaya asli Indonesia.
- Masuknya kebiasaan dan informasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.

Peluang dan Tantangan Penerapan Pancasila


1. Peluang Penerapan Pancasila
Peluang penerapan Pancasila merupakan kesempatan dan usaha mencapai
persatuan dan kesatuan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Peluang penerapan
Pancasila dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di era globalisasi dan
digital seperti sekarang, peluang penerapan Pancasila bisa dilakukan menggunakan
teknologi informasi. Dengan teknologi informasi kita bisa mengampanyekan nilai-
nilai Pancasila ke seluruh dunia dengan mudah dan cepat. Sehingga, praktik
kehidupan sehari-hari yang berpedoman pada Pancasila bisa menjadi insipirasi
negara-negara lain di dunia. Contohnya bahan kampanye Indonesia kepada negara-
negara lain di dunia seperti kerukunan dalam keberagaman di Indonesia yang
disebarluaskan melalui teknologi indformasi. Selain itu, Pancasila sebagai ideologi
negara yang terbuka juga dapat menyerap nilai-nilai baru yang bermanfaat dan tidak
menyimpang dengan nilai-nilai sebelumnya bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.
"Peluang penerapan Pancasila bisa dijadikan sebagai bahan kampanye dan
menyerap nilai-nilai baru yang bermanfaat bagi Indonesia."

9
Penutup
Berdasarkan uraian analitis tentang posisi, eksistensi, dan relevansi Pancasila
di tengah arus globalisasi di atas, dapat ditarik benang merah kesimpulan bahwa
Pancasila masih relevan di era globalisasi dan sudah menjadi keharusan dan
keniscayaan untuk dipertahankan oleh segenap komponen bangsa Indonesia.
Ideologi Pancasila akan menjadi ”filter” yang akan menjaring dan menyaring setiap
perubahan dan nilai-nilai yang masuk akibat arus globalisasi.
Untuk menggukuhkan Pancasila di era globalisasi sebagai dasar bepkir, dasar
bertindak dan dasar berperilaku oleh setiap masyarakat Indonesia, maka Pancasila
perlu dikebumikan agar supaya dapat bekerja secara operasional di lapangan.
Diperlukan ”revitalisasi Pancasila” sehingga dapat dihayati dan diamalkan oleh
segenap komponen bangsa di era globalisasi.

10

Anda mungkin juga menyukai