Anda di halaman 1dari 5

Etika dan budaya nusantara sebagai reaktualisasi pancasila

A.   Etika Pancasila
                        Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
ketika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas
tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran
moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya
dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika
individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang
membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang
merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. 
                        Sebagai sebuah sistem nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang di
gali dari kebudayaan dan pengalaman Indonesia, Pancasila harus ditempatkan sebagai cita-
cita etis dan hukum juga sebagai etika berpolitik warga bangsa.  Sebagai etika politik sehari-
hari, sila-sila Pancasila yang saling terkait harus menjadi orientasi praktik politik sehari-hari.
Misalnya, Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mengandung prinsip spiritualitas
harus bersinergi dengan prinsip sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dimana
cara-cara meraih kekuasaan politik dilakukan sebagai media untuk menegakkan nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan di dunia sebagai pesan universal semua agama.
                        Menjadikan Pancasila sebagai etika politik dalam tata kelola negara, menurut
budayawan Abdul Hadi W.M. adalah dengan menjadikan kekuasaan negara dijalankan sesuai
dengan;  pertama, asas legalitas atu legitimasi hukum yang berlaku di NKRI yang
berdasarkan Pancasila. Kedua, disahkan dan dijalankan secara demokratis. Ketiga,
dilaksanakan berdasar kan prinsip-prinsip moral, sebagaimana dinyatakan oleh Mohammad
Hatta bahwa negara harus berdasarkan moral ketuhanan dan kemanusiaan agar tidak
terjerumus menjadi “negara kekuasaan” (machtsstaat). Pernyataan pendiri bangsa ini sangat
kental dengan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, demokrasi, dan keadilan yang tertuang dalam
sila-sila pada Pancasila.

B.      Pancasila Sebagai Penangkal Pengaruh Budaya Asing

a.    Pengaruh Budaya Luar terhadap Budaya Indonesia


                 Kebudayaan Indonesia walau beranekaragam, namun pada dasarnya terbentuk dan
dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India
dan Kebudayaan Arab. Kebudayaan India masuk dari penyebaran agama Hindu dan Budha di
Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Dari waktu ke waktu budaya barat semakin
marak dan diserap dengan mudah oleh masyarakat kita. Tidak peduli budaya itu merusak
ataukah tidak, namun nampaknya masyarakat kita lebih suka menghadapi budaya-budaya
luar itu daripada melestarikan budaya tanah airnya sendiri. Hal ini harus bisa disikapi dengan
seksama karena bila kebiasaan ini terus berlangsung tanpa proses penyaringan dan
pengontrolan, maka dapat dipastikan bahwa budaya Indonesia akan hilang lenyap tinggal
nama. Permasalahan ini timbul bukan karena faktor luar, namun timbul dari diri pribadi
masing-masing warga masyarakat yang seakan malu dan menganggap kuno budayanya
sendiri.
                 Beberapa contoh budaya asing yang sangat negatif namun telah marak di Indonesia
yaitu freesex, pengkonsomsian narkoba, dan abortus. Freesex ini bukan hanya dilakukan oleh
orang dewasa saja, namun dari golongan remajalah yang sekarang ini marak diberikan
misalnya saja kasus Itenas. Pengkonsomsian narkoba dilakukan orang barat untuk
merilekskan pikiran mereka dari berbagai macam kerumitan hidup, untuk menambah
stamina, semangat, dan kreatifitas saat bekerja itupun dengan dosis aman bagi mereka.
Namun di Indonesia mengkonsumsi narkoba adalah ajang coba-coba dan cara menghilangkan
stres tanpa mengetahui kandungan zat berbahaya yang ada di dalamnya. Sehingga tidak
jarang kasus kematian, tindak kriminal dan 8 kenakalan remaja yang disebabkan benda haram
tersebut. Kasus abortus ini sebenarnya tidak terlalu jauh hubungannya dengan kasus freesex
inilah banyak kaum wanita yang hamil di luar nikah dan karena rasa malu kebanyakan para
wanita itu melakukan aborsi. Selain dibenci oleh Tuhan, kegiatan ini dapat mencelakai pihak
wanita itu sendiri. Namun, selain mempunyai sisi negatif budaya barat juga mempunyai
pengaruh positif pada budaya Indonesia, misalnya dalam bidang IPTEK, pembangunan, dsb,
yang tentunya kesemuanya itu tidak terlepas dari pengawasan Pancasila sebagai paradigma
kehidupan di Indonesia.
                 Keberhasilan kebudayaan Barat adalah keberhasilan pembuatan suatu sistem nilai
yang dijalankan dengan baik sehingga mampu meningkatkan produktifitas masyarakatnya
selama berabab-abad. Oleh karena nilai-nilai yang dianggap berhasil terus dikembangkan
untuk ditularkan seluas-luasnya secara global untuk memudahkan dominasi atau lebih
produktif dalam hal menguntungkan kepentingan Barat. Ini yang dinamakan suatu penjajahan
sistem atau penjajahan sistemik. Sebaliknya kemunduran masyarakat di negara berkembang
karena terlalu banyak benturan nilai-nilai yang menyebabkan masyarakatnya tidak produktif.
Disatu sisi ingin mempertahankan suatu nilai-nilai lokal dilain pihak ada suatu usaha
penjajahan sistemik yang ingin merangkul masuk menjadi suatu sistem global yang bisa
diatur untuk kepentingan negara-negara yang dominan.
                 Begitu luasnya cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila
kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi
sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami
perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan perkembangan ini
didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia.
Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan
Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan
budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia.
b.    Pancasila Sebagai Penangkal Pengaruh Budaya Asing
                 Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam menyerap atau
menerima dan menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing).
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, terjadilah
perubahan pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan negara
mampu mengisolir diri dan menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga
terhadap masalah ideologi. Dalam kaitan imi, M.Habib Mustopo (1992: 11-12) menyatakan,
bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama
didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. Kemajuan
di bidang ilmu dan teknologi komunikasi & transportasi ikut mendorong hubungan antar
bangsa semakin erat dan luas. Kondisi ini di satu pihak akan menyadarkan bahwa kehidupan
yang mengikat kepentingan nasional tidak luput dari pengaruhnya dan dapat menyinggung
kepentingan bangsa lain.
                 Ada semacam kearifan yang harus dipahami, bahwa dalam kehidupan dewasa ini,
teknologi sebagai bagian budaya manusia telah jauh mempengaruhi tata kehidupan manusia
secara menyeluruh. Dalam keadaan semacam ini, tidak mustahil tumbuh suatu pandangan
kosmopolitan yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya faham kebangsaan. Beberapa
informasi dalam berbagai ragam bentuk dan isinya tidak dapat selalu diawasi atau dicegah
begitu saja. Mengingkari dan tidak mau tahu tawaran´ atau pengaruh nilai-nilai asing
merupakan kesesatan berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa ada eksistens yang bisa
berdiri sendiri. Kesalahan berpiklir demikian oleh Whitehead disebut sebagai the fallacy of
misplace concretness (Damardjati Supadjar, 1990: 68). Jika pengaruh itu tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, atau tidak mendukung bagi
terciptanya kondisi yang sesuai dengan Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap
yang kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide-ide yang datang dari luar.
                 Dalam konteks budaya, masalah pertemuan kebudayaan bukan masalah memfilter
atau menyaring budaya asing, tetapi mengolah dan mengkreasi dalam interaksi dinamik
sehingga tercipta sesuatu yang baru. Jati diri bangsa, budaya politik adalah sesuatu yang
harus terus menerus dikonstruksikan, karena bukan kenyataan yang mandeg (Sastrapratedja,
1996: 11). Kalau ideologi-ideologi besar di dunia sekarang ini diperhatikan dengan seksama,
maka terlihat mereka bergeser secara dinamik. Para penyangga ideologi itu telah melakukan
revisi, pembaharuan, dan pemantapan-pemantapan dalam mengaktualisasikan ideologinya.
                 Ideologi Pancasila tidak prioritas menolak bahan-bahan baru dan kebudayaan
asing, melainkan mampu menyerap nilai-nilai yang dipertimbangkan dapat memperkaya dan
memperkembangkan kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia. Menurut Hardono Hadi (1994: 57), bangsa Indonesia, sebagai pengemban
ideeologi Pancasila, tidak defensif dan tertutup sehingga sesuatu yang berbau asing harus
ditangkal dan dihindari karena dianggap bersifat negatif. Sebaliknya tidak diharapkan bahwa
bangsa Indonesia menjadi begitu amorf, sehingga segala sesuatu yang menimpa dirinya
diterima secara buta tanpa pedoman untuk menentukan mana yang pantas dan mana yang
tidak pantas untuk diintegrasikan dalam pengembangan dirinya. Bangsa Indonesia mau tidak
mau harus terlibat dalam dialog dengan bangsa-bangsa lain, namun tidak tenggelam dan
hilang di dalamnya. Proses akulturasi tidak dapat dihindari. Bangsa Indonesia juga dituntut
berperan aktif dalam pergaulan dunia. Bangsa Indonesia harus mampu ikut bermain dalam
interaksi mondial dalam menentukan arah kehidupan manusia seluruhnya. Untuk bisa
menjalankan peran itu, bangsa Indonesia sendiri harus mempunyai kesatuan nilai yang
menjadi keunikan bangsa, sehingga mampu memberikan sumbangan yang cukup berarti
dalam percaturan internasional.

C.     Aktualisasi Pancasila
                 Aktualisasi berasal dari kata aktual yang berarti betul-betul ada, terjadi dan
sesungguhnya, hakikatnya. Dimana Pancasila memang sudah jelas berdiri dalam bangsa
Indonesia sebagai dasar negaranya.
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat tercermin
dalam sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur Negara sampai kepada
rakyat biasa.
                             Aktualisasi atau penyegaran kembali nilai-nilai pancasila adalah keharusan
dan tuntutan sejarah, jika menghendaki dasar negara indonesia itu tidak ditinggalkan oleh
dinamika perjalanan bangsa Indonesia. Salah satu upaya mengaktualkan Pancasila adalah
melalui upaya menghangatkan kembali makna pancasila sebagai haluan bersama bangsa
indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan merealisasikan nilai-nilai pancasila
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tatanan pemerintahan, aktualisasi pancasila dapat
dilakukan melalui pembuatan perundang-undangan atau kebijakan negara yang harus senapas
dengan nilai Pancasila dan menjadikannya sebagai wacana akademik.
                 Merealisasikan Panasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
secara sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara-cara berikut:
a.         Aktualisasi Pancasila secara objektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara meliputu eksekutif, legislative, dan yudikatif. Selain itu juga
meliputi bidang – bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam
penjabaran ke dalam undang – undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun
bidang kenegaraan lainnya.
b.         Aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi,
perseorangan, warga negara, dan penduduk. Pelaksanaan Pancasila secara subjektif sangat
ditentukan oleh kesadara, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan
Pancasila. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting dari aktualisasi yang
objektif, karena aktualisasi subjektif ini merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang
objektif. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif akan terselenggara dengan baik apabila suatu
keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran
wajib hukum telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral, sehingga dengan demikian suatu
perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan
menimbulkan akibat moral, dan ini lebih ditekankan pada sikap dan tingkah – laku seseorang.
Sehingga Aktualisasi Pancasila yang subjektif berkaitan dengan norma – norma moral. 1

1 http://susiwariyanti2.blogspot.com/2018/05/etika-budaya-nusantara-dan.html

Anda mungkin juga menyukai