Anda di halaman 1dari 13

RESUME

Filsafat berasal dari Bahasa Yunani yakni Philein (Mencintai) dan Shopia
(Kebijaksanaan).

Pancasila sebagai filsafat yang memiliki ciri-ciri yaitu bersifat Kohere, bersifat
menyeluruh, bersifat mendasar, dan bersifat spekulatif. Pancasila sebagai sistem
filsafat memiliki tiga dasar yakni dasar Ontologis, dasar Epistemiologis, dan dasar
Aksiologis.

Pancasila bersifat sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara RI serta sebagai
jiwa dan kepribadian Bangsa Indonesia.

Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara adalah nilai-nilai yang terkandung di


dalam pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara.
Secara luas Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah visi
atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
adalah terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ke Tuhanan, nilai
kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi
nilai keadilan. makna pancasila sebagai ideologi negara Indonesia sebagai berikut:

(1) Nilai-nilai dalam pancasila dijadikan sebagai cita-cita normatif dari


penyelenggaraan bernegara di Indonesia.

(2) Nilai-nilai dalam pancasila merupakan nilai yang telah disepakati bersama dan
menjadi salah satu sarana untuk menyatukan masyarakat Indonesia.

Ilmu pengetahuan mempunyai peran penting dalam setiap aktivits berfikirnya


manusia. Ilmu pengetahuan sendiri memiliki 2 kata yang berbeda makna, yaitu
Ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang telah di susun secara
sistematis dengan metode tertentu. Sedangkan pengetahuan yaitu sesuatu yang
telah kita ketahui. Ilmu yang di miliki manusia pada awalnya sangat sederhana
tetapi lama kelamaan terus berkembang & mengalami perkembangan yang sangat
pesat.

Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu harus di dasari dengan Nilai --nilai
tersebut agar tujuan  bangsa dapat tercapai dengan baik, jika tidak di dasari dengan
nilai tersebut tujuan bangsa akan gagal & berakibat fatal untuk bangsa Indonesia.
Beberapa Penjabaran Nilai pancasila dalam pengembangan ilmu pengetahuan
adalah sebagai berikut :
-Nilai Persatuan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Dalam sila persatuan Indonesia , masyarakat berperilaku sesuai Bhineka Tunggal


Ika. Jadi kepentingan bangsa dan negara lebih penting dari urusan  pribadi. Sila ke-
3 sangatlah tercermin dari adanya sikap kita untuk menghargai & menghormati
sesama warga negara.  Adapun arti & makna dari nilai / sila persatuan yaitu :
Nasionalisme, Cinta Bangsa & Tanah air, Menggalang Persatuan & Kesatuan
Indonesia, Menghilangkan penonjolan kekuatan / kekuasaan keturunan & warna
kulit, Menumbuhkan rasa senasib & sepenanggungan.

Contoh persoalan / kebijakan dari nilai persatuan sebagai dasar pengembangan


ilmu pengetahuan yaitu walaupun meumpunyai banyak perbedaan seperti agama,
warna kulit & Bahasa tetap harus saling menghargai. Sila ini menanamkan sifat
persatuan untuk menciptakan kerukunan kepada rakyat Indonesia.

-Nilai Kerakyatan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Sila kerakyatan sebagai dasar pengembangan ilmu mendasari pengembangan


IPTEK secara Demokratis, artiya setiap ilmuwan  memiliki kebebasan untuk
mengembangkan Ilmunya, tetapi juga harus saling menghormati & menghargai
kebebasan orang lain, sila ke- 4 mempunyai makna yaitu : Mengutamakan
kepentingan negara & masyarakat, Tidak memaksakan kehendak pada orang lain,
Mengutamakan budaya bermusyawarah dan mengambil keputusan bersama,
Bermusyawarah sampai mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.

Pancasila pada sila ke 4 adalah penjelasan Negara Demokrasi, Demokrasi dalam


arti umum yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pada intinya
Pancasila pada sila ke 4 mengajarkan kita untuk menentukan sebuah pilihan
melalui cara musyawarah, segala keputusan yang di ambil dalam musyawarah
harus melandasi Pancasila.

Pentingnya Pancasila sebagai  nilai paengembangan ilmu bagi mahasiswa adalah


untuk memperlihatkan peran Pancasila sebagai rambu-rambu normative bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa, Seperti Korupsi, Kerusakan
Lingkungan, Dekadensi moral

Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Begitu banyak


masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis
ekonomi, politik, budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang
sebenarnya berhulu pada krisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari
badanbadan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif,
yang notabene badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat.
Setiap hari kita disuguhi beritaberita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang
yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat
penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua
masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan
bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari
kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana
bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna
sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang
bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara
berpikir dan bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan
muncul dalam sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti
orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan
lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan,
dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memiliki
moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi
menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang
bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang
bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait
dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat
kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral
sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi
dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya
ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun tidak
toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral
sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun sesungguhnya
lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang memiliki
harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling
tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas
social, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik
ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh
menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan
pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk,
maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil.
Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan
diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu
baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang
bermoral buruk tersebut.

Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak
lepas dari ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti
mana arah yang akan dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan
kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri
sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan
ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan.
Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita
yang berjuang demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang
begitu kuat dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-
cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah
perjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka
terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya.
Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral para pejuang
kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita.
Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral
mondial, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan
telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.
Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
tampak jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan
dan bagaimana mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut
kemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan
keadilan (alinea I). Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa
kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa
(alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling
berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar-
dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal
karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut.
Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang
menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan
(missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya
menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa
dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada
sesama. Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan
Pancasila?
Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim
Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Oleh karenanya,
penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang
dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal.
Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia
yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal
tersebut misalnya hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan
hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan maupun aparat penegak hokum, akan
mengeliminir terjadinya korupsi. Demikian pula terciptanya budaya dan watak
masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untuk melakukan
korupsi. Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri
individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan
yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti
korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non-formal di luar
sekolah.
Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila
adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut
dalam diri masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan
melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.
Melihat realitas di kelas bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal
sebagai mata kuliah yang membosankan, maka dua hal pokok yang harus dibenahi
adalah materi dan metode pembelajaran. Materi harus selalu up to date dan metode
pembelajaran juga harus inovatif menggunakan metode-metode pembelajaran yang
dikembangkan. Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun harus menyentuh aspek
afektif dan konatif.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan
tentu mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya
sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke
dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi terjadi karena
hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan
kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding kebahagiaan
spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang. Keinginan mendapatkan
kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama
dikesampingkan.
Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan
menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan
melalui hirarki eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah,
penghambaan terhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah
penghambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada
Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak
akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri
sebagai hamba Tuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini
adalah kerelaan untuk diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan dan
meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam
konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi
kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan
moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara,
terutama dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai sebagaimana tersebut di
atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media. Pendidikan informal di
keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan
formal di sekolah dan nonformal di masyarakat. Peran media juga sangat penting
karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi
masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun
karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
Pakar etika politik Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa Pancasila
dicetuskan sebagai solusi dalam menghadapi berbagai masalah bangsa yang tersirat
dalam lima sila di dalamnya.Pancasila yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh besar
pendiri bangsa ini merupakan pedoman yang berfungsi sebagai solusi untuk
mengatasi problem atau permasalahan bangsa. Masing-masing sila memiliki
makna khusus yang sejatinya merupakan solusi pemecahan masalah bangsa ini.
Pancasila yang lebih kita kenal sebagai ideologi dan dasar negara. Dimana di
dalam butir-butir Pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat penting bagi
kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila dinilai belum diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. sehingga di era reformasi ini masih banyak rakyat Indonesia  yang
belum dapat merasakan makna Pancasila yang sebenarnya, yaitu menjunjung
tinggi rasa keadilan, persatuan, kesatuan dan mensejahterakan rakyat.
Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan,
korupsi yang merajalela serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan
sedikit polemik yang dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang
didapat rakyat dari masalah-masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk
mengungapkannya. Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat merasakan adanya
Pancasila. Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera, dan
dijadikan syarat pokok yang tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan upacara
bendera. Dimana dapat kita sadari bahwa Pancasila tersebut Mengandung nilai-
nilai penting, yang apabila diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat mewujudkan sebuah Negara yang berdaulat dan bermatabat, yaitu
Negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan. Banyak
kasus-kasus pada saat ini yang bertitik tolak dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila seperti kasus mpok minah yang divonis 1,5 bulan kurungan
dengan masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao.
Melihat dari kasus Mpok Minah tersebut teringat oleh kita salah satu butir
Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dimana butir
Pancasila tersebut Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan
perlakuan yang sama di depan hukum. Tetapi bandingkan dengan kasus-kasus
besar yang terjadi di Indonesia. Seperti korupsi yang menjadi budaya di
masyarakat kita. Birokrasi yang korup yang menjadikan masyarakat kita terdidik
secara tak langsung. Semua urusan bisa lancar apabila ada uang suap. Masalah
jeratan hukum bisa dibantu dan direkayasa dengan bantuan uang.
Bukan hanya masalah hukum, terdapat berbagai macam permasalahan dan
persoalan lainnya. Merosotnya moral bangsa, kerusakan lingkungan, kasus
narkoba, dan sebagainya. Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan
permasalahan bangsa dan Negara.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1.      Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung
makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama
diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya.
Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu
agama. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan
bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
2.      Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa
setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena
Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di
masyarakat.
3.      Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk
yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa
pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan.
Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap
bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela
berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan.
4.      Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan
keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan
hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan
menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat,
baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara
dan masyarakat.

5.      Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung
maksud bahwa  setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang
layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung
arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang
lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan
isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut potensi masing-masing.
Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.
Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam
hal mengenyam pendidikan.
Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di
implikasikan di dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita
temukan di Negara kita namanya ketidak adilan, terorisme, koruptor serta
kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin semuanya norma-norma
yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga tercapailah cita-cita
sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi jalan keluar dalam
menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
PROSES BERBANGSA DAN BERNEGARA

Proses berbangsa dan bernegara memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa,
di mana sekelompok manusia yang berada di dalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa.
Negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa. Bangsa tersebut merasakan pentingnya
keberadaan Negara, sehingga tumbuhlah kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan
utuhnya Negara melalui upaya bela Negara. Upaya ini dapat terlaksana dengan baik apabila
tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya yang memotivasi keinginan
untuk membela Negara.

Negara merupakan proses atau rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan. Secara ringkas,
proses tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia,


2. Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan,
3. Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.

Pada zaman modern adanya Negara lazimnya dibenarkan oleh anggapan atau pandangan
kemanusiaan. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia. Alinea Pertama Pembukaan UUD
1945 merumuskan bahwa adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena
kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan yang bertentangan dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan harus di hapuskan. Apabila “dalil” ini kita analisis secara teoritis,
hidup berkelompok baik masyarakat, berbangsa maupun bernegara seharusnya tidak
mencerminkan eksploitasi sesama manusia (penjajahan) melainkan harus berperikemanusiaan
dan berperikeadilan. Inilah teori pembenaran paling mendasar dari bangsa Indonesia tentang
bernegara.

Hal yang kedua yang memerlukan suatu analisis ialah bahwa kemerdekaan merupakan hak
segala bangsa. Tetapi dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang
saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang Negara yang dilandasi oleh pemikiran ideologis
adalah penyebab utamanya. Karena itu, kita perlu memahami filosofi ketatanegaraan tentang
makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya dengan ideologinya.

Namun di zaman modern, teori yang universal ini tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak
bangsa yang menuntut bangsa yang sama. Orang kemudian beranggapan bahwa untuk
memperoleh pengakuan dari bangsa lain, suatu Negara memerlukan mekanisme yang lazim
disebut proklamasi kemerdekaan.

Pertama, terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu proses yang tidak
sekadar dimulai dari proklamasi. Perjuangan kemerdekaan pun mempunyai peran khusus dalam
pembentukan ide-ide dasar yang dicita-citakan.
Kedua, Proklamasi baru “mengantar bangsa Indonesia” sampai ke pintu gerbang kemerdekaan.
Adanya proklamasi tidak berarti bahwa kita telah “selesai”bernegara.

Ketiga, Keadaan bernegara yang kita cita-citakan belum tercapai hanya dengan adanya
pemerintahan, wilayah, dan bangsa, melainkan harus kita isi untuk menuju keadaan merdeka,
berdaulat, bersatu, adil dan makmur.

Keempat, terjadinya Negara adalah kehendak seluruh bangsa, bukan sekadar keinginan golongan
yang kaya dan yang pandai atau golongan ekonomi lemah yang menentang golongan ekonomi
kuat seperti dalam teori kelas.

Kelima, Religiositas yang tampak pada terjadinya Negara menunjukkan kepercayaan bangsa
Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Unsur kelima inilah yang kemudian diterjemahkan
menjadi pokok-pokok pikiran keempat yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
bahwa Indonesia bernegara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang (pelaksanaannya)
didasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab.

Anda mungkin juga menyukai