Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI DAN


ANCAMAN PATOLOGI BUDAYA

KELOMPOK 4 (C)

1. I Gede Putu Gilang Parmana Putra (19700113)


2. David Simanjutak (19700115)
3. Ni Putu Utari Dewi (19700117)
4. Vira Setya Ourvalica (19700119)
5. I Putu Gede Apito Ruswinata (19700121)
6. Reisner (19700123)
1. Pendahuluan

Terdapat fenomena perjalanan sejarah bangsa dan negara yang seolah-olah terputus
rejim order baru runtuh sejak tahun 1998 lalu , dimana masyarakat , bangsa dan negara agak
enggan , bahkan tidak mau membicarakan kehidupan masyarakat , bangsa dah negara
berdasarkan pancasila. Pancasila sebagai dasar negara atau idiologi seolah - olah di biarkan
seperti udara atau air yang “membeku”. Seolah-olah Pancasila di biarkan menjadi beku dan
tidak di pandang untuk di sentuh kambali. Bangsa dan negara Indonesia seolah-olah
membiarkan dan membuka diri bagi masuknya idiologi asing dengan alasan demokrasi,
keterbukaan dan HAM, sehingga memberi kemungkinan kependudukan Pancasila di marginal
kan atau di pinggirkan. Akhirnya posisi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia ialah berada
dalam kepedatan paradoks, baik secara internal maupun eksternal. Bangsa dan negara
Indonesia ini telah mengikuti dan menetapkan dasar negara Indonesia adalah Pancasila
masyarakat Indonesia telah melaksanakan kehidupan dengan sumber pasar terbuka dan
kehidupan material yang luas sebagai ciri fahamkapitalisme liberal. Masyaraka Indonesia telah
melaksanakan kehidupan dengan sumber pasar terbuka dan pola-pola kehidupan material yang
sangat luas sebagai ciri faham kapitalis liberal. Tidak salah kalau kita menyatakan bahwa
budaya Barat yang materalistik dan hedonis itu ada dan bereksistensi dalam masyarakat
Indonesia. Kekuatan moral dari faham dan idologi Kapitalisme liberal dari Barat telah
membangun sikap dan moral bangsa yang semakin menjauhkan kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang telah menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandanga
Hidup Bangsa Indonesia. Moral inilah yang telah mendorong banyak pihak untuk enggan,
bahka bersikap fatalistik untuk membicarakan Pancasila sebagai pandangan HIdup Negara
Indonesia yang harus menjelma daka praktek kehidupan sehari-hari. Diperlukan suatu
paradigma sebagai Dasar Negara dan pandangan hidup bangsa, yaitu “Paradigma Dinamika
Internasional”, yaitu suatu paradigm yang melihat bangsa dan negara Indonesia sebagai subjek
kreatif dan produktif dalam meaksanakan Pancasila.

2. Perspektif dan Kelemahan Pancasila

Kegagalan dalam membudayakan pancasila memalui penataran P-4 ( 1978- 1998 )


bersumber dari ketidak jujuran penguasaan dan penyelenggaraan negara dalam
mentransformasikan nilai-nilai pancasila, termasuk sikap dan tindakan yang menjadikan
pancasila sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan.Apabila rakyat Indonesia berhenti
melakukan sosialisasi dan pembudayaan pancasila, maka rakyat Indonesia akan ditindih oleh
ideologi asing, terutama ideologi kapitalisme liberal yang datang dari Barat.Kapitalisme atau
Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya
untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak
dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah
dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan pribadi. jadi, inti dari
kapitalisme itu sendiri adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.Secara umum,
liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir
bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari
pemerintah dan agama. Liberalisme berkembang sejalan dengan Kapitalisme.Pancasila
dijadikan isu sentral untuk meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Proses
belajar anca sila memang harus ditanamkan dalam diri sendiri. Kelemahan pendidikan
pancasila di lembaga pendidikan yaitu

a. Pendidikan pancasila hanya terbatas pada proses hapalan saja dan tidak memberikan
kekuatan dan nilai dinamika internal ari siswa
b. pendidikan pancasila tidak memiliki metodologi yang tepat karena pancasila tidak
mampu dijadikan pandangan hidup untuk menghadapi realitas dan persoalan bangsa
dan negara
c. pendidikan pancasila belum mampu menghadapi eksistensi ideologi asing baik ideologi
kanan dan kiri

Pancasila memang sangat sulit, sebab hasil dari pendidikan pancasila memang bersifat
abstrak dan internal, dimana abstrak diartikan Pancasila memiliki arti tertentu dalam setiap sila
nya. seperti pada sila pertama kita diajarkan untuk bertakwa kepada Tuhan, sedangkan pada
sila kedua kita untuk menghormati sesama manusia, sedangkan yang ketiga kita diajarkan tidak
bkleh untuk membedakan -bedakan sesama, sedangkan pada sila ke empat kita dimjnta untuk
lebih tegas dalam bermasyrakat sedangkan untuk sila terakhir kita di minya untuk bertindak
adil untuk semua masyrakat walaupun berbeda golongan. Di dalam lingkungan lembaga
pendidikan berkembang, ada paham sinisme dan fatalisme dalam lembaga pendidikan ikut
mempersulit bangsa dan negara untuk menyosialisasikan dan membudayakan pancasila.

a. Faham Fatalisme dari kata dasar fatal, adalah sebuah sikap seseorang dalam
menghadapi permasalahan atau hidup. Apabila paham seseorang dianggap sangat putus
asa dalam segala hal, maka inilah disebut fatalisme.
b. faham sinisme merupakan dimana tidak mempunyai cita-cita dan selalu menganggap
orang lain lebih buruk.

kesadaran akan kemajuan berbangsa dan bernegara memang belum tumbuh menjadi
suatu kekuatan yang memuaskan dan masih menjadi sumber konflik sosial dalam masyarakat
Indonesia. Sebagian dari rakyat indonesia sejak tahun 1920 hingga tahun 1966 sempat
menerima dan mengagumi ideologi komunisme yang dikembangkan oleh PKI dan akhirnya
ajaran PKI dilarang. Namun ide dan gagasan komunisme itu belum sepenuhnya hilang dai bumi
Indonesia, bahkan sejak era reformasi terhadap tanda tanda kembalinya ide dan gagasan
tersebut di masyarakat indonesia.Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan
filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan
hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu
masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu.Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. dimana faham
liberalisme ini dibawa oleh orang asing memang terus berkembang serta moderenisasi dan
globalisasi telah mengantarkan nilai- nilai liberalisme kembali semakin padat dalam
perkembangan masyarakat dan budaya indonesia setelah indonesia merdeka tahun 1945.
Pancasila seharusnya tidak menggunakan ideologi kanan kiri, dimana kita harus mampu
menghapus enclave- encleve serologi dari bumi indonesia sehingga kita mampu menempatkan
pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang benar-benar
eksistensial.

3. PATOLOGI BUDAYA PANCASILA

Patologi budaya (cultural pathology) adalah suatu potensi atau kekuatan yang terjadi
dalam masyarakat, yang dapat mengancam dan menghancurkan keutuhan budaya yang
didukung oleh masyarakat itu sendiri sendiri, sehingga budayanya tidak mampu
memberikan nilai dan unsur yang sesuai dengan harapan masyarakat sendiri. Istilah
“patologi budaya” sebenarnya datang dari Georg Simmel (1917), sarjana Jerman, yang
banyak menulis tentang krisis budaya modern dan konflik budaya yang terjadi dalam
masyarakat modern. Menurut Simmel bahwa ada budaya subyektif dan ada budaya
obyektif, kesenjangan antara budaya subyektif dengan obyektif ini akan melahirkan suatu
konflik budaya. Konflik budaya telah mengalir begitu derasnya dalam masyarakat modern,
sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan patologi budaya.
Patologi budaya terjadi apabila terdapat kesenjangan antara keinginan dan
kemampuan. Menurut hemat penulis patologi budaya itu bukan saja datang dari masalah
ekonomi, melainkan juga datang dari masalah pendidikan, hukum, sosial budaya, kehidupan
beragama politik dan pemerintahan, lingkungan hidup dan sumber daya alam serta
ketertiban dan keamanan.
Patologi budaya datang dari perkembangan sistem pendidikan nasional, yang
sebagian besar mengadopsi sistem pendidikan Barat yang modern dan liberal. Akhirnya,
terjadi berbagai penyimpangan dan kejahatan dalam sistem pendidikan, sehingga
pendidikan tidak mampu melahirkan budaya ilmu pengetahuan dan kualitas-kualitas
manusia yang diharapkan.
Patologi budaya juga tidak kalah luasnya dalam dunia politik dan pemerintahan.
Masyarakat indonesia belum melaksanakan “rule of law”, menghargai supremasi hukum
dan HAM, karena masyarakat indonesia masih berada dalam tatanan masyarakat tradisional
dan tertutup sehingga belum sepenuhnya menghargai nilai-nilai hukum sebagai landasaran
kehidupan masyarakat dan bangsa.
Patologi budaya pancasila adalah segala sifat, bentuk dan perilaku yang dapat
mengancam dan menghancurkan eksistensi unsur dan nilai pancasila atau yang dapat
mengancam dan menghancurkan nilai-nilai sila I, II, III, IV, dan V dari pancasila.
Ideologi pancasila harus mampu menjadi kekuatan untuk menjadikan warga negara
indonesia menjadi manusia yang berkualitas.
Masyarakat indonesia yang terdidik hendaknya mampu menjadikan pancasila
sebagai suatu kekuatan internal dari diri sendiri sebagai subjek, sehingga diri sendiri
memiliki komitmen tinggi terhadap kebenaran, keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan
universal lainnya.

4. Tindakan Konsistensi, Koherensi, dan Korespondensi.

Masyarakat , Bangsa dan Negara Indonesia membutuhkan sikap dan perilaku yang
Konsisten, koheren, dan koresponden untuk melaksanakan dan megamalkan Pancasila dalam
semua bidang kehidupan seperti dalam bidang kehidupan ekonomi, pendidikan, hukum,
social, budaya, kehidupan beragama, politik dan pemerintahan, lingkungan hidup dan
sumber daya, serta dalam bidang ketertiban dam keamanan.
Bersikap dan berperilaku yang konsisten atas Pancasila ini memang sangat sulit, karena itu
lalu sikap dan perilaku yang tergolong sikap dan perilaku yang formalistic saja, akhirnya
Pancasila menjadi bentuk-bentuk formalistic, dan tidak memiliki substansi atau jiwa
didalamnya.Umpamanya apa? Semua orang sangat mudah untuk menyatakan dirinya sebagai
warga Negara yang bersikap dan berperilaku adil dan humanis, namun dalam praktek
kehidupannya ia sibuk dengan sikap dan perilaku yang rasial dan diskriminatif.
Sikap dan perilaku koherensi ialah suatu sikap dan perilaku yang mengakui adanya nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan yang bersifat intersubyektif. Apa yang diangap benar dan baik oleh
suatu golongan, dapat diterima sebagai yang benar dan baik bagi golongan yang lain.
Umpamanya kita ingin membagun hubungan keharmonisan antar suku di Indonesia, dimana
kita akan mencoba menjauhkan sikap dan perilaku monopoli dan superioritas. Jika dalam
hubungan antar suku terdapat perilaku monopoli dan superioritas, maka tentu akan terjadi
konflik social.
Korespondensi adalah suatu gagasan atau konsep yang menyatakan bahwa nilai-nilai yang
diangap benar dan baik itu tidak hanya dapat berada dalam hubungan intersubyektif,
melainkan juga dalm hubungan dengan alam semesta.
Contohnya tidak menebang pohong sembarangan, sehingga suatu lingkungan menjadi hijau
dan kondisi ini baik untuk kehidupan lingkungan sekitar
Pancasila bukan hanya memerikan dasar nilai dalam kaitanya dengan hubungan manusia
dengan manusia, melainkan memberikan dasar dan nilai yang lebih luas, yaitu dalam
hubungan dengan manusia, bangsa dan negara dengan alam semesta.
Konsep korespondensi ini sangat penting dalam meninjau kehidupan bangsa Indonesia yang
majemuk dalam ras dan suku, agama, budaya, adat, tradisi, golongan, pandangan, pikiran,
serta kepentingan. Karena itulah masyarakat dan bagsa Indonesia harus mengembangkan
kesadaran hidup dalam masyarakat majemuk, kesadaran hidup dalam masyarakat majemuk
ini masih rendah , masih banyak pihak-pihak yang belum mampu hidup dalam masyarakat
majemuk, masih ada kekuatan mayoritas yang ingin menekan yang minoritas dan yang
lemah, namun kita harus membangun sikap hidup yang berkeadilan dalam masyarakat yang
majemuk jagan sampai ada sikap dan perilaku yang sengaja memaksa untuk suatu
kepentingan tertentu.
Sikap dan perilaku yang konsisten, koheren dan koresponden ini sangat perlu untuk
membangkitkan keyakinan adanya nilai-nilai kemanusiaan yang universal terutama keadilan
social, kejujuran, kebaikan dan kebenaran.

5. Revitalisasi Dalam Berbangsa dan Bernegara

Memang tidak pernah semangat dan kesadaran budaya umat manusia yang kokoh
selamanya, karena semangat dan kesadaran umat manusia diibaratkan seperti posisis roda-
roda yang selalu berputar, dalam arti kadang kala diatas (sangat kuat), dan kadangkala di
bawah ( sangat lemah). Sangat mungkin kasadaran budaya pancasila di Indonesia sedang
mengalami “gerak menurun”, karena itu sangat diperlukan revitalisasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Revitalisasi adalah suatu aktivitas atau gerakan untuk menghidupkan kembali nilai-
nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal, karena nilai-nilai kehidupanj berbangsa
dan bernegara itu mengalami bias dan kemunduran. Tetapi, bukan mengrevitalisasi nilai-niali
pancasila melainkan semangat dan kesadaran dalam berbangsa dan bernegara.
Pendiri bangsa Indonesia di tahun 1945 telah sepakat untuk mendirikan bangsa dan
Negara dengan dasar pancasila, kini seluruh rakyat Indonesia tidak hanya sepakat atau
menerima kesepakatan pendiri bangsa melainkan juga menerima kesepakatan itu untuk
menjadi Roh Bangsa Indonesia. Hendaknya Rakyat Indonesia tidak bersikap mendua. Namun
sangat disayangkan banyak rakyat Indonesia yang juga menerima faham dan ideology asing.
Terdapat bebagai fenomena yang berkaitan dengan semangat dan faham fatalism di
tengah masyarakat Indonesia, yaitu suatu faham dan semangat yang membuat para rakyat
Indonesia menjadi pesimis dan tidak percaya akan ideology tanah airnya sendiri.
Di tengah konflik social antar suku di Kalimantan Tengah waktu yang lalu muncul
juga semangat dan faham fatalism, yang menyatakan bahwa pancasila tidak dapat lagi
digunakan untuk melakukan rekonsilasi dan integrasi suku-suku bangsa. Semangat dan faham
fatalisme yang muncul tersebut agak emosional dan kurang dapat dipertanggung jawabkan
karena yang keliru bukan pancasila, melainkan masyarakat lokal, sehingga semangat
integrasi dan persatuan menjadi sangat lemah. Rakyat Indonesia adalah berada dalam satu
“keluarga bangsa yang besar” oleh sebab itu jika masyarakat terjatuh dalam ke dalam konflik
social, maka masyarakat harus segera mencari jalan kelar untuk mencapai rekonsiliasi da
integrasi.
Semangat dan faham fatlisme ini juga muncul dalam dunia kampus, yang menyatakan
bahwa untuk apa Pendidikan pancasila di PT, toh ajaran-ajaran pancasila tidak dapat
dilaksanakan dalam ranah public. Mereka yang menolak pendidikan pancasila telah terjatuh
ke dalam paham yang pesimis melohat perkembangan masyarakat Indonesia yang seolah-
olah menjkauhkan diri dari nilai-nilai pancasila.
Semangat dan kesadaran akan budaya pancasila harus tetap terjaga dalam semua
bidang kehidupan, yaitu dalam bidang kehidupan ekonomi, pendidikan, huku, social budaya,
kehidupan keagamaan, politik dan pemerintahan, lingkungna hidup dan sumber daya. Serta
dalam bidang ketertiban dan keamanan.
Masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia hendaknya melakukan Revitalisasi
semangat dan kesadaran akan nilai-niali pancasila dalam semua bidang kehidupan,mulai dari
bidang ekonomi, pendidikan, hokum, social budaya, kehidupan keagamaan, politik dan
pemerintahan. Wacana tentang kehidupan pancasila dalam masyarakat Indonesia harus
berkembang semakin subur, dan bukan dibuat semakin “gersang”. Jika demikian halnya
untuk menggerakkan semangat dan kesadaran nilai pancasila masih diperlukan komitmen
yang jujur, dan ikhlas.

6. Penutup

Pendidikan Pancasila masih tetap relevan untuk lembaga pendidikan , mulai dari
Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Metodologi pendidikan Pancasila dan substansi
pendidikan terus dikembangkan , sehingga hasil proses belajar mengajar dapat menghasilkan
suatu kekuatan moral bangsa dan negara sebagai suatu Ideologi. Pendidikan Pancasila dapat
menjadi sumber untuk mengembangkan masyarakat sipil Indonesia yang berdasarkan
Pancasila. Masyarakat Indonesia harus memiliki kehidupan demokrasi yang kuat agar segala
bentuk konflik social dan kekerasan dapat dijauhi.

Kesadaran akan budaya budaya Pancasila tetap menjadi unsur dasar atau inti untuk
membangun rakyat Indonesia yang memiliki peradaban yang tinggi. Fenomena patologi
budaya Pancasila masih sangat luas dan harus dihilangkan dengan pendekatan yang
sistematik dan berkelanjutan.
Masyarakat Indonesia menghadapi masalah persaingan ideologi global yang terbuka
dan luas , sehingga banyak warga negara Indonesia mengikuti ideologi asing dan kini berada
dalam posisi yang kontroversi. Ideologi kanan dan kiri semakin berusaha untuk meminggirkan
Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Bangsa. Kehidupan liberalis yang berasal dari
barat semakin berkembang di Indonesia karena kehidupan liberalis lebih memberikan makna
bagi kehidupan masyarakat lokal.

Bangsa dan negara Indonesia adalah bangsa yang besar yang selalu mampu
menghilangkan segala bentuk yang tergolong patologi budaya , karena patologi budaya
sangat merugikan dan membahayakan perkembangan umat manusia. Patologi budaya dapat
datang dari dalam atau luar masyarakatnya sendiri.

Masyarakat Indonesia memiliki obsesi untuk mencapai masyarakat yang adil dan
sejahtera , masyarakat sipil dan agama sipil masyarakat Indonesia memiliki kualitas tinggi
sejalan dengan perkembangan dunia. Masyarakat yang ramah , menghargai IPTEKS , berjiwa
sosial , semuanya dapat dilandasi dengan budaya Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai