Bentuk lain dari praktik korupsi ini seakan sudah menjadi tradisi bahkan
keyakinan di tengah masyarakat bahwa uang telah menjadi sarat mutlak
bagi seseorang yang hendak menjadi pemimpin formal. Konsekuensi
logis dari penyakit moral kolektif adalah peluang munculnya
ketidakpuasan masyarakat yang dapat menyulut tindakan-tindakan
anarkis yang dapat mengancam sendi-sendi persatuan dan kohesi sosial.
Membangun budaya politik bersih dan murah sangatlah mendesak bagi
Indonesia sekarang ini demi masa depan demokrasi yang lebih
substantif. Melalui paradigma pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang humanispartisipatoris ini diharapkan ia mampu
menjadi laboratorium bagi pembumian prinsip-prinsip demokrasi yang
terintegrasikan dengan nilai-nilai keindonesiaan di kalangan generasi
muda. Melalui upaya kontekstualisasi prinisp dan nilai demokrasi dan
Pancasila, misalnya, diharapkan keduanya dapat menjadi sesuatu yang
nyata dalam keseharian masyarakat Indonesia.
Pada era Raja Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada, kata Pancasila
yang berasal dari India ini sudah dapat dijumpai pada kitab
Negarakertagama. Begitu Islam datang menggantikan kejayaan
Majapahit, kosakata Pancasila yang kental dengan muatan nilai-nilai
Jawa tersebut mengalami pengaruh Islam. Kelima ajaran moral
Buddha tecermin dalam tradisi Islam Jawa yang dikenal dengan lima
larangan atau lima pantangan dalam tata kehidupan masyarakat.
Secara historis, munculnya Pancasila tak bisa dilepaskan dari situasi
perjuangan bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan. Keinginan lepas
dari belenggu penjajahan asing dan belenggu pemikiran ideologi dunia
saat itu, yakni liberalisme dan komunisme, para tokoh bangsa antara lain
Soekarno dengan sungguh-sungguh menggali nilai-nilai dari negerinya
sendiri yang akan dijadikan panduan dan dasar bagi Indonesia merdeka.
Panduan dan dasar negara Indonesia, menurut Soekarno, mestilah bukan
meminjam dari unsur-unsur asing yang tidak sepenuhnya sesuai dengan
jati diri bangsa, tetapi harus digali dari rahim kebudayaan Indonesia
sendiri. Tanpa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di tanah
kelahirannya, tegas Soekarno, akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk
mencapai cita-cita kemerdekaannya. Suasana kebatinan ingin lepas dari
dua kungkungan inilah Pancasila seyogianya diposisikan, sehingga
keinginan-keinginan sebagian pihak yang hendak membawa Indonesia ke
arah tatanan demokrasi liberal maupun sosialisme dapat diingatkan
kembali pada konteks sejarah lahirnya Pancasila yang berusaha
menggabungkan segala kebaikan yang terdapat pada ideologi dan
pemikiran asing. Upaya sungguh sungguh ini terbukti mendapatkan
apresiasi setidaknya dari tokoh filsuf Inggris Bertrand Russel seperti
dinyatakan Latif bahwa Pancasila merupakan sintesis kreatif antara
Declaration of American Independence (yang merepresentasikan ideologi
demokrasi kapitalis) dengan Manifesto Komunis (yang
merepresentasikan ideologi komunis). Gagasan Pancasila dibahas untuk
pertama kali di dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), salah seorang peserta sidang Dr.
Radjiman Widyodiningrat melontarkan gagasan tentang rumusan sebuah
dasar negara bagi Indonesia yang akan dibentuk. Merespons gagasan
ini, sejumlah tokoh pergerakan nasional, antara lain Mohammad Yamin,
Prof. Seopomo, dan Soekarno masing-masing menguraikan buah pikiran
mereka tentang dasar negara pada perhelatan resmi tersebut.
BAB 4
Tiga faktor yang menjadi tolok ukur umum dari suatu pemerintahan
yang demokratis, yaitu:
(1) pemerintahan dari rakyat (government of the people)
(2) pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
(3) pemerintahan untuk rakyat (government for the people).
BAB 5
BAB 7
HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Hak hidup, misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan
segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup. Tanpa hak
tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang. Senada dengan
pengertian di atas adalah pernyataan awal hak asasi manusia (HAM) yang
dikemukakan oleh John Locke. Menurut Locke, hak asasi manusia adalah
hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian,
maka tidak ada kekuasaan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak
asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia yang dibawa
sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian
manusia atau lembaga kekuasaan.
Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh
setiap individu yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi),hak
legal (hak jaminan perlindungan hukum),hak sipil dan politik dan hak
subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang
kehidupan) dan hak ekonomi, sosial, budaya.
Unsur lain dalam HAM adalah masalah pelanggaran dan pengadilan
HAM. Secara jelas UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
mendefinisikan hal tersebut. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undangundang, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian, pelanggaran HAM
merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh
individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak
asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional
yang menjadi pijakannya.
BAB 10
PENCEGAHAN KORUPSI
A. BENTUK-BENTUK KORUPSI
Kata «korupsi» berasal dari bahasa Latin corruptio, atau «corruptus» dari
asal katanya corrumpere. Dari kata Latin inilah kemudian menjelma
dalam bahasa Eropa: corruption, corrupt , corruption , corruptie atau
korruptie . Secara harfiah kata «korupsi» mengandung banyak pengertian
yang bersifat negatif, yakni kebusukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat
disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau
ucapan yang menghina atau memfitnah. Di era modern, masih menurut
Tarling, term korupsi secara umum dikaitkan dengan hubungan antara
sektor publik dan privat. Definisi yang diberikan Organization for
Economic Cooperation and Development misalnya mendefinisikan
korupsi sebagai penyalahgunaan fungsi lembaga atau sumber publik
untuk kepentingan pribadi, baik materi maupun nonmateri. Definisi
korupsi yang pertama adalah pengertian korupsi yang berpusat pada
kantor publik, yang didefinisikan sebagai tingkah laku dan tindakan
seseorang pejabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik
formal untuk mendapatkan keuntungan pribadi, atau keuntungan bagi
orang-orang tertentu yang berkaitan erat dengannya seperti keluarga,
karib kerabat, dan teman.
Definisi kedua adalah pengertian korupsi yang berpusat pada dampak
korupsi terhadap kepentingan umum . Adapun definisi ketiga adalah
pengertian korupsi yang menggunakan teori pilihan publik dan sosial,
serta pendekatan ekonomi yang di gunakan dalam kerangka analisis
politik.
Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi
adalah setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Modus pemberian hadiah ini merupakan bentuk korupsi paling banyak
dilakukan di jajaran birokrasi di Indonesia, bahkan hampir terjadi di
semua tingkatan birokrasi. Budaya memberi hadiah di kalangan
masyarakat acap kali menjadi alasan seseorang melakukan gratifikasi
kepada pejabat publik. Perilaku korupsi di Indonesia sudah hampir merata
pada semua tingkatan birokrasi dan dan masyarakat. Korupsi seakan telah
menjadi sesuatu yang halal dilakukan oleh siapa saja, tak mengenal latar
belakang.Ekonom Kwik Kian Gie, Seperti dikutip Mansyur Sema, beliau
pernah mengatakan jika ditelisik lebih dalam, masalah besar yang
dihadapi Indonesia di bidang ekonomi Ujung-ujungnya ternyata bukan
masalah ekonomi, tapi karena Di luar ekonomi, yaitu moral rendah, erosi
etika, erosi spiritual, korupsi, dll. Secara umum, korupsi dapat dibagi
menjadi dua kategori: korupsi besar (big corruption) dan korupsi kecil.
BAB 11
MASYARAKAT SIPIL