NPM : G1B021064
PRODI/KELAS : TEKNIK SIPIL/B
MATA KULIAH : PANCASILA
DOSEN : KIKI AMALIAH, S.H, M.H
DIALOG KEBANGSAAN
Tema : Damai Dalam Kasih Sayang , Reinterprestasi Makna Toleransi Dalam SARA
Narasumber : 1. Drs. Agus Wahyudi, M.Si, M.A, Ph.D ( Kepala Pusat Studi Pancasila UGM)
Materi I
Pancasila dan Isu keberagaman (Drs. Agus Wahyudi, M.Si, M.A, Ph.D )
Sejarah Pancasila
Pancasila sebagai ideology persatuan. Tantangan awal pancasila adalah untuk mempersatukan
bangsa, mengembangkan sistem kerjasama diantara orang yang berbeda.
Tujuan membentuk Negara merdeka : satu buat semua, semua buat satu
Misi bernegara :
Virtues ( kebajikan/keutamaan)
Deontology
Konsekuensialisme (utilitarianisme)
Globalisasi
Populisme
Fundamentalisme
Media sosial
Materi II
Finansial (modal)
Militer (kekerasan)
Informasi (epestimologi)
Perubahan wawasan
1. Masyarakat nusantara yang beragam -> persatuan bangsa -> pandangan dunia baru
2. Diperlukan sarana komunikasi -> persatuan bahasa -> lahirnya dunia baru makna
baru
3. Kesatuan wilayah -> persatuan tanah air -> ruang hidup baru -> wawasan nusantara
4. Dipelopori generasi muda yang terpelajar
Sebuah Negara-bangsa yang mengikat banyak suku bangsa, bahasa, dan agama, di lebih dari
17.508 pulau, diperlukan suatu konsepsi, kemauan dan kemampuan yang kuat untuk
menopang kebesaran, keluasan dan kemajemukan, dengan dasar Negara yang dapat
meletakan segenap elemen bangsa di atas suatu landasan yang statis, sekaligus dapat
memberi tuntunan yang dinamis.
Eksistensi pancasila
Pancasila bukannya suatu konsepsi politis, akan tetapi buah hasil perenungan jiwa yang
dalam, buah hasil penyelidikan cipta yang teratur dan seksama di atas basis
pengetahuan dan pengalaman yang luas. (Notonagoro, 1951)
Dasar negara yang kita butuhkan ialah pertama: harus satu dasar yang dapat
mempersatukan. Kedua: satu dasar yang memberi arah bagi perikehidupan negara kita
itu (Soekarno, 1958).
Bangsa kita berkepribadian Pancasila tetapi itu belum berarti bahwa Pancasila telah
menjelma wadag di segala bagiandan sudut masyarakat kita. (Soekarno, 1958)
“Satu hal harus kita kemukakan, kita jangan lupa bahwa Pancasila adalah soal perjuangan.
Pancasila tidak kita warisi dari nenek moyang menurut hukum Mendel. Pancasila adalah soal
keyakinan dan pendirian yang asasi. Pancasila tidak akan bisa tertanam dalam jiwa kita jika kita
sendiri masing-masing tidak berjuang.
Baik untuk masyarakat dan negara maupun untuk setiap individu, usaha penanaman Pancasila
harus berjalan terus menerus, tak ada hentinya. Tak seorang pun akan menjadi Pancasila kalau
dia tidak membuat dirinya Pancasilais. Negara kita tidak akan menjadi negara Pancasila jika
kita tidak membuatnya terus menerus” (Driyarkara, 1966)