Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KELEMBAGAAN DAN REGULASI DALAM


PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR
BENCANA MATA KULIAH : MITIGASI BENCANA BANJIR
Dosen : Fikriani Omolu, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 2

Nisa Trihapsari 2110411012


Fandy Rizki Ramadhan 2110411050
Nur Wahda Ayu Setiawati 2110411014
Muh.Raihan Zaky 2110411017
Gusti ayu Ketut wistriani 2110411016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU FAKULTAS


EKONOMI DAN BISNIS PRODI MANAJEMEN
TAHUN AJARAN 2023-2024
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala Berkat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan makalah dengan judul “Manajemen Bencana di Indonesia”. Makalah ini
dibuat untuk menambah wawasan penulis dalam penanggulan bencana di Indonesia.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik. Oleh sebab itu, penulis dengan rendah hati
menerima saran dan kritik guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan memberikan referensi yang bermakna bagi para pembaca.

Palu, 19 november 2023

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................3
BAB I ......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................4
A. Latar Belakang ..................................................................................................................4
B. Identifikasi Masalah .........................................................................................................6
C. Metode Penulisan ..............................................................................................................6
BAB II ....................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................................7
2.1. Definisi Bencana ..............................................................................................................7
2.2. Kesiapsiagaan ..................................................................................................................8
2.3. Status Keadaan Darurat Bencana..................................................................................9
2.4. Status Siaga Darurat Bencana ......................................................................................9
2.5. Status Tanggap Darurat Bencana ..................................................................................9
2.6. Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan ...........................................................9
BAB III .................................................................................................................................10
PEMBAHASAN ...................................................................................................................10
3.1. Definisi dan Jenis Bencana ...........................................................................................10
3.2.Tahapan Bencana ...........................................................................................................10
3.3. Definisi Manajemen Bencana .......................................................................................11
3.4. Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana ..................................................13
3.4. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana ..................................................................15
3.5 Asas-asas Dalam Penanggulangan Bencana.................................................................16
3.5. Pendekatan Manajemen Penanggulangan Bencana ....................................................17
BAB IV..................................................................................................................................18
PENUTUP ............................................................................................................................18
4.1. Kesimpulan ....................................................................................................................18
4.2. Saran ..............................................................................................................................19
Daftar Pustaka .....................................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami dan
aktivitas manusia, seperti letusan gunung, gempa bumi dan tanah longsor. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat,
sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan
sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk
mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu
dengan ketidakberdayaan".
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia
berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR). Tingginya posisi
Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam risiko kehilangan nyawa
bila bencana alam terjadi. Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman
bahaya tsunami, tanah longsor, gunung berapi. Dan menduduki peringkat tiga untuk
ancaman gempa serta enam untuk banjir
Sejauh ini upaya pemerintah dalam membentuk masyarakat yang siap dan
siaga dalam menghadapi bencana telah diimplementasikan dengan adanya Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana serta
dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang memiliki tugas dan
tanggung jawab penuh dalam mengkoordinasi institusi dan lembaga dalam
menanggulangi bencana. Peraturan terkait dengan kesiapsiagaan bencana di tingkat
sekolah pun telah disahkan dalam Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sekolah Aman
dari Bencana. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 telah
menerbitkan Pengembangan Model-Model Kurikulum Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan Non Formal Paket A untuk Daerah Bencana Alam.
Kesiapsiagaan merupakan tindakan yang dilakukan pada masa pra bencana
(sebelum terjadi bencana). Tujuan dilakukannya kesiapsiagaan bencana adalah
untuk mengurangi risiko (dampak) yang diakibatkan oleh adanya bencana. Nick
Carter (Deny Haryati, dkk, 2006: 5) menjelaskan bahwa, kesiapsiagaan adalah
Tindakan - tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat,
komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara
cepat dan tepat guna. Tindakan kesiapsiagaan juga meliputi penyusunan
penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan juga meliputi penyusunan rencana tanggap darurat, artinya
dengan adanya rencana tersebut masyarakat dapat mengetahui tindakan-Tindakan
yang harus dilakukan pada saat terjadi bencana. Tentunya rancangan tanggap darurat
bencana akan sangat tergantung pada jenis ancaman, kerentanan dan risiko yang
mungkin terjadi di wilayah masing-masing wilayah. Kesiapsiagaan perlu dilakukan
di berbagai komunitas, tidak hanya di tingkat masyarakat saja. Komunitas sekolah
pun juga perlu melakukan kesiapsiagaan demi terciptanya warga sekolah (kepala
sekolah, guru, karyawan dan siswa) yang siap dan siaga terhadap bencana
Di Indonesia sendiri kesiapan untuk menghadapi bencana masih dinilai kurang.
Tidak semua telah siap dan siaga dalam menghadapi bencana. Kondisi tersebut
dapat kita temukan dengan mudah disekitar kita. Yang telah siap dan siaga dalam
menghadapi bencana memiliki kriteria
1. memiliki pengetahuan dalam menghadapi dan menanggulangi bencana
2. adanya rencana tanggap darurat
3. adanya system peringatan dini
4. kebijakan dan panduan menggenai penangulangan bencana
Sebaliknya yang belum siap dan siaga ditandai dengan tidak adanya
pelatihan kesiapsiagaan bencana, tidak adanya sistem peringatan dini, dan rencana
tanggap darurat Artinya masih masyarakat yang kurang siap dan siaga dalam
menghadapi bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama Januari 2013
mencatat ada 119 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. BNPB juga mencatat
akibatnya ada sekitar 126 orang meninggal akibat kejadian tersebut. kejadian
bencana belum semua dilaporkan ke BNPB. Dari 119 kejadian bencana
menyebabkan 126 orang meninggal, 113.747 orang menderita dan mengungsi, 940
rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.945 rumah rusak ringan. Untuk
mengatasi bencana tersebut, BNPB telah melakukan penanggulangan bencana baik
kesiapsiagaan maupun penanganan tanggap darurat. Untuk siaga darurat dan
tanggap darurat banjir dan longsor sejak akhir Desember 2012 hingga sekarang,
BNPB telah mendistribusikan dana siap pakai sekitar Rp 180 milyar ke berbagai
daerah di Indonesia yang terkena bencana.
Namun, penerapan manajemen bencana di Indonesia masih terkendala
berbagai masalah, antara lain kurangnya data dan informasi kebencanaan, baik di
tingkat masyarakat umum maupun di tingkat pengambil kebijakan. Keterbatasan
data dan informasi spasial kebencanaan merupakan salah satu permasalahan yang
menyebabkan manajemen bencana di Indonesia berjalan kurang optimal.
Pengambilan keputusan ketika terjadi bencana sulit dilakukankarena data yang
beredar memiliki banyak versi dan sulit divalidasi kebenarannya.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa masih terdapat kelemahan dalam sistem
manajemen bencana dan Kurangnya Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi
Bencana merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan risiko bencana menjadi
besar. Sehingga perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau
meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

B. Identifikasi Masalah
Dengan terjadinya hal tersebut dapat menarik perhatian penulis untuk
melakukan penulisan makalah ini, sekaligus menganalisis Pengertian tentang :
1. Apa Saja Batasan dan Strategi strategi Kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana menurut para Ahli
2. Bagaimana Pendekatan, Sistem dan Tahap-tahap yang ada dalam
Manajemen Penanggulangan Bencana di Indonesia.
3. Penjelasan Tentang Prinsip – prinsip dan Asas-asas Penanggulangan
Bencana Menurut UU No. 24 tahun 2007

C. Metode Penulisan
Adapun dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif karena untuk menggambarkan atau menjelaskan suatu hal yang
kemudian diklasifikasikan sehinga dapat diambil satu kesimpulan. Kesimpulan
tersebut dapat lebih mempermudah dalam melakukan pengamatan, dengan begitu
dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif.
Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran
pengertian yang sebenarnya dari pertanyaan yang ada di Bagian Identifikasi
Masalah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Bencana


Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana
disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.5
Sedangkan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB,
2008) bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana itu sendiri dapat diklasifikasikan
menjadi 2 kategori : bencana alam atau lingkungan dan bencana yang terjadi karena
ulah manusia atau ciptaannya (tekonologi), (Gustin, 2005: 61).
Banjir di defenisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air
yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman
musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan
menggenangi wilaah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering
terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi
(IDEP,2007).
Banjir merupakan peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan
daerah rawa) menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang
tinggi dan kondisi topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Selain
itu terjadinya banjir jua dapat disebabkan oleh limpasan air permukaan (runoff) yang
meluap dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase atau sistem
aliran sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan oleh rendahnya
kemampuan infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan tanah tidak mampu lagi
menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran curah hujan
yang diatas normal, perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju
yang cepat, terhambatnya aliran air di tempat lain (Ligak, 2008).

2.2. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan bukan lagi menjadi istilah yang asing bagi kita. Istilah ini kerap
dikaitkan dengan peristiwa bencana. Kesiapsiagaan (preparedness) adalah setiap
aktivitas sebelum terjadi bencana yang bertujuan untukmengembangkan kapabilitas
operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi (Heru
Susetyo, 2006:1). Nick Carter (Deny Hayati, dkk, 2006: 5) memaparkan setiap
aktifitas bencana yang dilakukan merupakan upaya terpadu seluruh elemen dalam
masyarakat, termasuk masyarakat sebagai individu. Setiap elemen secara terpadu
dan terorganisir bersama-sama mengupayakan untuk dapat merespon bencana
dengan efektif, tepat guna dan berdaya guna. UNISDR (Dheny Prasetyo
danFlorensia Malau (ed), (2013: 7) menjelaskan kesiapsiagaan adalah
upayamengembangkan pengetahuan dan kapasitas pemerintah, lembaga,
masyarakat dan perorangan dalam mengantisipasi, merespon dan pulih secara
efektif dari dampak-dampak peristiwa atau kondisi bencana yang mungkin ada,
segera ada atau saat ini ada. Sedangkan Achmad Jaelani (2008:53) menjelaskan
bahwa kesiapsiagaan mencakup upaya-upaya yang memungkinkan pemerintah,
masyarakat dan individu merespon secara cepatsituasi bencana secara efektif
dengan menggunakan kapasitas sendiri
Berdasarkan pemikiran para ahli dalam pemaparan di atas dapat diketahui
bahwa kesiapsiagaan merupakan tindakan yang dilakukan pada masa pra bencana.
Kesiapsiagaan bencana merupakan kepentingan semua lembaga, masyarakat dan
individu. Masing-masing komponen dalam stakeholders memiliki peran yang
berbeda dan harus dipadukan untuk dapat mencapai kesiapsiagaan secara
menyeluruh.
Artinya, setiap lembaga dan masyarakat memiliki kewajiban dan peran dalam
menanggulangi bencana dan menyiapkan diri untuk dapat menghadapi bencana
dengan cepat dan tepat. Tidak hanya lembaga dan masyarakat secara komunitas saja,
akan tetapi individu pun juga harus menyiapkan diri mereka sendiri. Setiap individu
harus mampu mengetahuai dan mampu melakukan tindakan-tindakan dalam
merespon bencana. Dari pendapat para ahli tersebut, penulis membatasi pengertian
kesiapsiagaan sebagai upaya yang dilakukan pada masa pra bencana yang
memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat maupun individu untuk dapat
menghadapi bencana yang mungkin akan terjadi dengan cara cepat dan tepat.

2.3. Status Keadaan Darurat Bencana


Status Keadaan Darurat Bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi lembaga yang diberi
tugas untuk menanggulangi bencana yang dimulai sejak status siaga darurat, tanggap
darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.

2.4. Status Siaga Darurat Bencana


Status Siaga Darurat Bencana adalah keadaan terdapat potensi bencana, yang
merupakan peningkatan eskalasi ancaman yang penentunya didasarkan atas hasil
pemantauan yang akurat oleh instansi yang berwenang dan juga mempertimbangkan
kondisi nyata/dampak yang terjadi di masyarakat. Penetapan status siaga darurat
bencana dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah atas usulan kepala
BNPB/BPBD.

2.5. Status Tanggap Darurat Bencana


Status Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

2.6. Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan


Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan adalah keadaan dimana
penanganan darurat bersifat sementara/permanen (berdasarkan kajian teknis dari
instansi yang berwenang) dengan tujuan agar sarana prasarana vital serta kegiatan
sosial ekonomi masyarakat segera berfungsi, yang dilakukan sejak berlangsungnya
tanggap darurat sampai dengan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi dimulai.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Definisi dan Jenis Bencana


Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana
disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana
alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia.
Definisi banjir adalah keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh air dalam
jumlah yang besar. Kedatangan banjir dapat diprediksi dengan memperhatikan
curah hujan dan aliran air. Namun kadangkala banjir dapat datang tiba-tiba akibat
dari angin badai atau kebocoran tanggul yang biasa disebut banjir bandang.
Penyebab banjir mencakup curah hujan yang tinggi; permukaan tanah lebih rendah
dibandingkan muka air laut; wilayah terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi
perbukitan dengan sedikit resapan air; pendirian bangunan disepanjang bantaran
sungai; aliran sungai tidak lancar akibat terhambat oleh sampah; serta kurangnya
tutupan lahan di daerah hulu sungai. Meskipun berada diwilayah "bukan langganan
banjir'. Setiap orang harus tetap waspada dengan kemungkinan bencana alam ini.

3.2.Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap
serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap
rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang
sangat strategis.
a. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai
saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini
dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap
pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan
dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat
akan sangat berdampak kepada jumlah besarnya korban saat bencana
menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan kepada masyarakat pada tahap
pra bencana.
b. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan
fase terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga
mencoba ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai
beberapa minggu atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana
menyerang sampai serang berhenti.
c. Tahap Emergensi
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong korban
bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu masyarakat dari
lokasi dan sekitar tempat bencana.
Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah :
korban dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan),
yang sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat,
tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang ekstremitas dan tulang belakang,
trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom atau gunung api atau ledakan pabrik
kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik
korban mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi
lingkungan dan air bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan dapat
berupa sakit lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan
serangga.
d. Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap
rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih
utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan
rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan norma-norma hidup
yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan melakukan rekonstruksi budaya
kepada masyarakat korban bencana, kita berharap kehidupan mereka lebih baik
bila dibanding sebelum terjadi bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan
momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali Indonesia yang lebih
baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya
saing di dunia internasional.

3.3. Definisi Manajemen Bencana


Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen
bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.7
Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran
paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik
(menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau
kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera
mendapatkan pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal
yang bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).
Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan
pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan
mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah
yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma
manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe-Jepang,
diselengkarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conference
on Disaster Reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam
mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan
lingkungan. Substansi dasar tersebut yang seanjutnya merupakan lima prioritas
kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu: 7
1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan
yang kuat.
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencanaserta menerapka
n sitem peringatan dini
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun
kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana
pada semua tingkat masyarakat.
4. Mengurangi faktor‐faktor penyebab risiko bencana.
5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif
3.4. Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tahap tanggap darurat, dan
tahap pascabencana.9
1. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu
tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
• perencanaan penanggulangan bencana;
• pengurangan risiko bencana;
• pencegahan;
• pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
• persyaratan analisis risiko bencana;
• pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
• pendidikan dan pelatihan; dan
• persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan:
• Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.5
• Peringatan Dini. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang5.
• Mitigasi Bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
2. Tahap Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban,
harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan,
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat


meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah
korban, kerusakan prasarana dan sarana, gangguan terhadap fungsi
pelayanan umum serta pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam
maupun buatan.
b. penentuan status keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat
bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukan dengan
memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang
terjadi pada suatu daerah melalui upaya pencarian dan penyelamatan
korban, pertolongan darurat, dan/atau evakuasi korban.
d. pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air
bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan
psikososial; dan penampungan dan tempat hunian.
e. perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan yang
dimaksud terdiri atas bayi, balita, anak-anak, ibu yang sedang mengandung
atau menyusui;, penyandang cacat, dan orang lanjut usia.
f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Tahap tindakan dalam tanggap daruratdibagi menjadi dua fase yaitu fase
akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut
fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan fase sub akut
terjadi sejak 2-3 minggu.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
a. Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada
wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.5
b. Rekonstruksi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik
pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama
tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat
dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.5

3.4. Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana


Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No.
24 tahun 2007, yaitu: 5
1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah
bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan
tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
2. prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila
terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan
diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi”
adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang
baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor
secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.
4. berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya
guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan
dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang
dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya
yang berlebihan.
5. transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip
transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip
akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah
bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan
yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik
apa pun.
9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,
terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

3.5 Asas-asas Dalam Penanggulangan Bencana


Penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No. 24 Tahun 2007
berasaskan:
1. kemanusiaan. Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” termanifestasi
dalam penanggulangan bencana sehingga undang-undang ini memberikan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
2. Keadilan. Yang dimaksud dengan”asas keadilan” adalah bahwa setiap
materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa
kecuali.
3. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Yang dimaksud
dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”
adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana
tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
4. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Yang dimaksud dengan “asas
keseimbangan” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial
dan lingkungan. Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa
materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan
keselarasan tata kehidupan dan lingkungan. Yang dimaksud dengan ”asas
keserasian” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan
bencana mencerminkan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial
masyarakat.
5. ketertiban dan kepastian hukum; Yang dimaksud dengan “asas ketertiban
dan kepastian hukum” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
6. Kebersamaan. Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah bahwa
penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab
bersama Pemerintah dan masyarakat yang dilakukan secara gotong royong.
7. Kelestarian lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan “asas kelestarian
lingkungan hidup” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian lingkungan untuk
generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demi kepentingan
bangsa dan negara.

8. ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan “asas ilmu


pengetahuan dan teknologi” adalah bahwa dalam penanggulangan
bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses
penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi
bencana, maupun pada tahap pasca bencana
3.5. Pendekatan Manajemen Penanggulangan Bencana
Manajemen bencana yang komprehensif didasarkan pada empat
komponen: mitigasi, kesiapsiagaan, cepat tanggap dan pemulihan (Coppola,
2007: 8). Meskipun berbagai terminologi sering digunakan dalam
menggambarkan empat hal tersebut, manajemen bencana secara efektif
memanfaatkan setiap komponen dalam cara berikut:
1. Mitigasi
Merupakan usaha-usaha untuk mengurangi atau menghilangkan
bahaya. Mitigasi berusaha untuk "mengobati" bahaya yang
mempengaruhi masyarakat untuk tingkat yang lebih rendah. Mitigasi
bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu
titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan
utamanya yaitu mengurangi atau meniadakan korban dan kerugian
yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap
sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan
penjinakan/peredaman Dapat dikatakan bahwa mitigasi
merupakanupaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya
untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.
2. Kesiapsiagaan
Merupakan usaha-usaha untuk memperlengkapi orang-orang yang
mungkin terkena dampak oleh bencana atau yang mungkin dapat
membantu mereka yang terkena dampak dengan alat untuk
meningkatkan kesempatan mereka untuk bertahan hidup dan untuk
meminimalkan kerugian keuangan dan lainnya. Jika melihat
pengertian diatas, kesiapsiagaanmerupakan sebuah aksi dalam
menghadapi bencana yang dilakukan untuk menghadapi respon dan
konsekuensi dari terjadinya sebuah bencana. Kesiapsiagaan berbeda
dengan mitigasi, walaupun kedua tahapan tersebut beradapa dalam
ruang lingkup yang sama yaitu, pra bencana.Yang membedakanadalah
bahwa kesiapsiagaan merupakan tindakan dimana setiap individu akan
yang terkena bencana mengetahui apa yang harus dikerjakan sebagai
tindakan utama dalam menghadapi bencana. Semetara mitigasi
perupakan persiapan atau usaha yang dilakukan untuk mengurangi
dampak bencana.
3. Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang digunakan
dgn segera pada saat kejadian bencana utk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelematan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelematan serta pemulihan sarana dan
prasarana.
4. Pemulihan
Pemulihan adalahserangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi
masyarakatdan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan
memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, sarana dengan
melakukan upaya rehabilitasi.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga
diperlukan manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan
terencana. Manajemen bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di
mulai dari tahap pra bencana, tahap tanggap darurat, dan tahap pasca bencana.
Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk
meminimalkan kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan
bencana menggunakan prinsip triage.

4.2. Saran
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban
pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan
dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan
dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

Daftar Pustaka
UMUM, Panduan. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Bali: Yayasan
IDEP, 2007.

Wicaksono, R. D. (2019). Analisis mitigasi bencana dalam meminimalisir risiko


bencana (Studi pada kampung wisata Jodipan kota Malang) (Doctoral
dissertation, Universitas Brawijaya).

Subiyantoro, I. (2010). Upaya mengantisipasi bencana melalui kekuatan berbasiskan


masyarakat. Jurnal Dialog dan Penanggulangan Bencana, 1(2), 55-62.

Anda mungkin juga menyukai