Anda di halaman 1dari 21

Makalah Manajemen Bencana

Peran Perawat Dalam Mitigasi Bencana


Pembimbing: Ns. M Fathoni S.kep.MNS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

1. Lutfi Ika Ayu (201807006)


2. Wenny Faridha (201807008)
3. Vinda Nordiana S. (201807009)
4. Dewi Widyaningrum (201807012)
5. Hewi Dwi Masyitah (201807024)
6. Deni Kurniawan (201807027)
7. Aqnia Ramawati (201807032)
8. Rohella Mayasari (201807038)
9. Achmad Agus Widodo (201807043)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas berkat rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah berjudul “Peran Perawat Dalam Mitigasi Bencana ”
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak sekali mendapat
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini, penulis
menghaturkan terima kasih yang tulus kepada Dosen Pembimbing, teman-teman
dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karenanya penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan. Tak lupa, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat serta
menambah pengetahuan dan wawasan, baik penulis pada khususnya, serta bagi
para pembaca sekalian pada umumnya. Amin.

Mojokerto , 14 Januari 2020

Penyusun

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ....................................................................................................... 4

2.2 Potensi perjenis bencana ............................................................................. 4


2.3 Kebijakan dan strategi mitigasi bencana .................................................... 5
2.4 Managemen mitigasi bencana..................................................................... 7
2.5 Peran perawat dalam managemen kejadian bencana .................................. 8
2.6 Peran pearawat dalam mitigasi bencana ..................................................... 9

2.7 Perencanaan mitigasi bencana gempa bumi ............................................... 9


BAB III : CONTOH KASUS
3.1 Contoh kasus ............................................................................................... 11
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan ................................................................................................ 13
BAB V : PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 15


3.2 Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan yang secara geografis terletak di
daerah khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara
Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik
utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap
bencana alam.Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah, jumlah
penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata
ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan pemanfaatan kekayaan
alam, keaneka ragaman suku, agama, adat, budaya, golongan pengaruh
globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang sangat komplek
mengakibatkan wilayah Negara Indonesia menjadi wilayah yang memiliki
potensi rawan bencana, baik bencana alam maupun ulah manusia, antara lain;
gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah Iongsor, angin ribut,
kebakaran hutan dan lahan serta letusan gunung api.Secara umum terdapat
peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan saat ini
peristiwa bencana menjadi lebih sering terjadi dan silih berganti, misalnya
dari kekeringan kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan longsor.
Tidak berbeda halnya dengan negara-negara lain, Indonesiapun rawan
terhadap berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi, transportasi,
gangguan ekologis, biologis serta kesehatan. Serangan teroris juga merupakan
ancaman yang sudah terbukti menimbulkan bencana nasional. Sementara itu
penanganan bencana di Indonesia cenderung kurang efektif.Hal ini
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain paradigma penanganan bencana
yang parsial, sektoral dan kurang terpadu, yang masih memusatkan tanggapan
pada upaya pemerintah, sebatas pemberian bantuan fisik, dan dilakukan
hanya pada fase kedaruratan.Perubahan pada sistem pemerintahan di
Indonesia,yaitu pelaksanaan kebijakan otonomi daerah serta semakin
terlibatnya organisasi non-pemerintah telah menimbulkan perubahan

1
mendasar pada sistem penanganan bencana.Kebijakan otonomi daerah
ditujukan untuk memberdayakan pemerintah daerah dan mendekatkan serta
mengoptimalkan pelayanan dasar kepada masyarakat, sekaligus mengelola
sumber daya dan resiko bencana yang melekat pada kebijakan ini sering
dipahami hanya sebagai keleluasaan untuk memanfaatkan sumberdaya tanpa
dibarengi kesadaran untuk mengelola secara bertanggung jawab.Pelimpahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sering kali
tidak diiringi dengan pengalihan tanggung jawab pelayanan dan perlindungan
kepada masyarakat.Akibatnya pada saat bahaya menjadi bencana, tanggapan
daerah cenderung lambat dan seringkali mengharapkan tanggapan langsung
dari pemerintah pusat.Keadaan ini menjadi semakin rumit apabila bencana
tersebut meliputi lebih dari satu daerah.Di lain pihak, pada saat terjadi
bencana, kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah menghambat
pemberian tanggapan yang cepat optimal dan efektif.
Penanganan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi
pemerintah dalam perlindungan rakyat, oleh karenanya rakyat mengharapkan
pemerintah untuk melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya.Dalam
paradigma baru, penanganan bencana adalah suatu pekerjaaan terpadu yang
melibatkan masyarakat secara aktif.Pendekatan yang terpadu semacam ini
menuntut koordinasi yang lebih baik diantara semua pihak, baik dari sektor
pemerintah,sektor kesehatan, lembaga-lembaga masyarakat, badan-badan
internasional dan sebagainya.Sehubungan dengan berbagai kondisi
kebencanaan tersebut di perlukan perencanaan mitigasi bencana yang baik.
Maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Peran perawat
dalam mitigasi bencana”.
1.2 Rumusan Masalah.
Bagaimana Peran Perawat Dalam Mitigasi Bencana Gempa Bumi di Nangroe
Aceh Darussalam ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Peran Perawat Dalam Mitigasi Bencana
Gempa Bumi di Nangroe Aceh Darussalam.

2
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan
mampu memahami masalah manajemen bencana terutama tentang
perencanaan mitigasi secara jelas dan spesifik sehingga mempermudah
penentuan prioritas, mempermudah penentuan alternatif dalam
penanggulangan bencana.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi.
Mitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko
dan potensi kerusakan akibat keadaan darurat.Analisa demografi populasi
rentan dan kemampuan komunitas harus dianalisa.Mitigasi mencakup
pendidikan kepada publik,tindakan untuk menyiapkan bencana pada
individu,keluarga dan komunitas.Dimulai dengan mengidentifikasi hazard
potensial yang mempengaruhi operator organisasi.
Indonesia kini tengah menuju mitigasi atu tindakan preventif.Mitigasi
yang dilakukan adalah dengan pembangunan structural dan non struktural di
daearah rentan gempa dan bencana alam lainnya.Tindakan mitigasi structural
contohnya dengan pemasangan system informasi peringatan dini tsunami
yang bekerja setelah terjadi gempa.Mitigasi non structural adalah penataan
ulang tata ruang area rentan bencana. Ada empat hal penting dalam mitigasi
bencana, yaitu :
1) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana;
2) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana;
3) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
4) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancaman bencana.
2.2 Potensi perjenis bencana di Indonesia.
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi.Berbagai potensi
bencana tersebut adalah sebagai berikut :
1) Bencana Banjir.
2) Bencana Tanah Longsor.
3) Bencana Letusan Gunung Api

4
4) Bencana Gempa bumi
5) Bencana tsunami
6) Bencana kebakaran.
7) Bencana kekeringan
8) Bencana angina siklon tropis.
9) Bencana wabah penyakit
10) Bencana kegagalan teknologi.
11) Konflik.
2.3 Kebijakan dan strategi mitigasi bencana.
1. Kebijakan.
Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana antara lain
sebagai berikut :
a. Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi yang
sama bagi semua pihak baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap
unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman
umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh
instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-
masing.
b. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu terkoordinir
yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat.
c. Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa dapat
diminimalkan.
d. Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak, melalui
pemberdayaan masyarakat serta kampanye
2. Strategi
Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa strategi sebagai
berikut:
a. Pemetaan.
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan
daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah
mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut
sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi

5
kejadian bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan
peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal,
diantaranya adalah :
1) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan
2) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik
3) Peta bencana belum terintegrasi
4) Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda
sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.
b. Pemantauan.
Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan
antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan
mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan
strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan
bencana.
c. Penyebaran informasi
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan
poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi
seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali,
mencegah dan penanganan bencana. Memberikan informasi ke media
cetak dan etektronik tentang kebencanaan adalah salah satu cara
penyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan
terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi
pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat
Indonesia sangat luas.
d. Sosialisasi dan Penyuluhan
Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada
SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan
meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika
sewaktu-waktu terjadi.Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan
Pemerintah Daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam di
daerah bencana, apa yang perlu ditakukan dan dihindarkan di daerah

6
rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi
bencana.
e. Pelatihan/Pendidikan
Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan
jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi
dari petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB
dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban
bencana.Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi
bencana akan terbentuk.
f. Peringatan Dini.
Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan
hasil pengamatan secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan
agar persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika
sewaktu-waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan
kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan
memberikan kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari
bencana.Peringatan dini dan hasil pemantauan daerah rawan bencana
berupa saran teknis dapat berupa antana lain pengalihan jalur jalan
(sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran
penanganan lainnya.
2.4 Managemen mitigasi bencana.
1. Penguatan institusi penanganan bencana.
2. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat.
3. Meningkatkan kepedulian dan kesiapan masyarakat pada masalah –
masalah yang berhubungan dengan resiko bencana.
4. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada sistem infrastruktur dan
utilitas.
5. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan strategis dan
penting.
6. Meningkatkan keamanan terhadap bencana daerah perumahan dan fasilitas
umum.

7
7. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan industri dan
kawasan industri.
8. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada bangunan sekolah dan
anak – anak sekolah.
9. Mempertahankan keamanan terhadap bencana dan kaidah – kaidah
bangunan tahan gempa dan tsunami serta banjir dalam proses pembuatan
konstruksi baru.
10. Meningkatkan pengetahuan para ahli mengenai fenomena
bencana,kerentanan terhadap bencana dan teknik – teknik mitigasi.
11. Memasukkan prosedur kajian resiko bencana kedalam perencanaan tata
ruang /tata guna lahan.
12. Meningkatkan kemmpuan pemulihan masyarakat dalam jangka panjang
setelah terjadi bencana.
2.5 Peran perawat dalam managemen kejadian bencana.
Perawat dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung
jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap
preimpact,impact (emergency) dan post impact.Menurut International
Council of Nurse (ICN),(2006) Peran perawat disini bisa meliputi :
1. Berpartisipasi dalam penyusunan rencana PRB.
2. Berpartisipasi dalam pengkajian resiko bencana.(analisis bahaya,
pembuatan peta bahaya,analisis kerentanan)
3. Menginisiasi upaya pencegahan.(pencegahan/penghilangan bahaya,
pemindahan kelompok resiko,kampanye kesadaran masyarakat,
pengembangan early warning system)
4. Melakukan simulasi.
5. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan untuk semua
perawat.
6. Pengembangan data base keperawatan bencana.
7. Mengembangkan evaluasi terhadap perencanaan yang meliputi semua
aspek disaster.

8
2.6 Peran perawat dalam mitigasi bencana.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam mitigasi bencana
antara lain :
1. Mengenali instruksi ancaman bahaya.
2. Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan saat fase emergency
(makan,minum,air,obat – obatan,pakaian dan selimut serta tenda).
3. Melatih penanganan pertama korban bancana.
4. Berkoordianasi dengan berbagai dinas pemerintahan,organisasi
lingkungan,PMI,maupun lembaga – lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan ancaman bencana kepada
masyarakat.
5. Memberikan pendidikan kesehatan dimana pendidikan kesehatan ini
diarahkan kepada :
a. Usaha pertolongan diri sendiri ( pada masyarakat tersebut)
b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang,perdarahan,dan
pertolongan pertama bila terjadi luka bakar.
c. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran,rumah sakit dan ambulance.
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal
pakaian seperlunya,portable radio,senter,baterai)
e. Memberikan informasi tempat – tempat alternatif penempatan atau
posko – posko bencana.
2.7 Perencanaan mitigasi bencana gempa bumi
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa Bumi antara lain :
1. Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan
getaran/gempa.
2. Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas
bangunan.
3. Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi.
4. Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.

9
5. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan
hunian di daerah rawan bencana.
6. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan
lahan.
7. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi.
8. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.
9. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi.
10. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada
tempat yang aman dan stabil.
11. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan
kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.
12. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan
pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
13. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggatian, dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.
14. Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam
menghadapi gempa bumi.

10
BAB III
CONTOH KASUS

Indonesia Krisis Mitigasi Bencana?

Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan tingkat kerawanan


bencana yang cukup tinggi. Berdasarkan Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo
Framework Action/HFA), tidak ada kemajuan berarti dalam pengurangan risiko
bencana di Indonesia dengan indeks 3,16-3,3.Sementara itu, berdasarkan World
Risk Index tahun 2016, Indonesia memiliki risiko bencana alam ekstrem sebesar
10,24 persen.Secara geografis, Indonesia memang berada di lokasi yang rawan
bencana karena terletak di wilayah yang kerap disebut sebagai Ring of Fire atau
Cincin Api Pasifik.Konsekuensi dari letak geografis ini adalah ancaman bencana
geologis akibat adanya gugusan gunung berapi.Saat ini diperkirakan total ada 127
gunung api aktif di Indonesia.Hal ini membuat Indonesia rawan terkena bencana
erupsi gunung api.Tidak hanya itu, ancaman gempa bumi juga mengintai dan dapat
muncul kapan saja.Jika merujuk pada kajian yang dilakukan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), jutaan masyarakat Indonesia berada dalam
ancaman bahaya bencana alam. Berdasarkan data, 148,4 juta warga tinggal di daerah

11
rawan gempa bumi, 5 juta warga rawan terkena tsunami, dan 1,2 juta penduduk rawan
erupsi gunung api.Jutaan warga juga terancam bencana hidrometeorologis.
Berdasarkan catatan BNPB, terdapat 63,7 juta jiwa rawan banjir, dan 40,9 juta jiwa
tinggal di daerah rawan longsor.
Hal ini di sebabkan karena kondisi perencanaan mitigasi bencana yang
buruk.Ada banyak peralatan yang diandalkan untuk memantau bencana tergolong
usang.Peralatan pengamatan gunung api yang digunakan saat ini merupakan
teknologi tahun 80-an.Indonesia juga saat ini masih mengalami kekurangan
seismometer atau alat pendeteksi gempa.Padahal sistem peringatan dini ini
penting dalam mitigasi bencana.Maka tak heran jika banyak daerah diindonesia
yang terancam bencana gempa bumi dan tsunami seperti banda
aceh,palu,yogyakarta dan banten.

12
BAB IV
PEMBAHASAN

Penanganan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi pemerintah


dalam perlindungan rakyat, oleh karenanya rakyat mengharapkan pemerintah
untuk melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya.Dalam paradigma baru,
penanganan bencana adalah suatu pekerjaaan terpadu yang melibatkan masyarakat
secara aktif.Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang
lebih baik diantara semua pihak, baik dari sector pemerintah, lembaga-lembaga
masyarakat, badan-badan internasional dan sebagainya.Dalam pembahasan ini
kita akan membandingkan mitigasi bencana di Indonesia dan di jepang.
1. Mitigasi bencana di Indonesia.
Di Indonesia Minimnya perbaikan pada mitigasi bencana ini disinyalir
berkaitan erat dengan rendahnya kesadaran pemerintah dan masyarakat
mengenai kebencanaan.Pemerintah belum menaruh perhatian yang lebih serius
pada urusan ini. Ini dapat dilihat dari minimnya anggaran, rendahnya kualitas
teknologi, dan minimnya pendidikan kesiapsiagaan bencana.Beragam
perbaikan memang telah dilakukan, tetapi penurunan risiko tetap tidak berubah
signifikan.Dengan beragam risiko bencana alam yang nyata, pemerintah
idealnya menyiapkan program mitigasi yang holistik sehingga dapat menekan
risiko.Meski munculnya bencana tak dapat diduga, negara tetap wajib
mengupayakan minimalisasi angka korban dan kerugian.
Di Indonesia telah ada perangkat hukum yang mengatur mitigasi
bencana. Terdapat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. UU ini menjadi bentuk kewajiban negara
melakukan penanggulangan bencana.Jika dilihat dari anggaran, dana
penanggulangan bencana yang ada di BNPB jumlahnya terbilang minim.Pada
APBN 2017, BNPB hanya memperoleh dana sebesar Rp 735 miliar.Dari total
tersebut hanya Rp 435 miliar yang dianggarkan untuk penanggulangan
bencana. Memang ada dana on-call yang mencapai Rp 4 triliun, tetapi jika
dibanding dengan kerugian yang kerap diderita angka tersebut tergolong
rendah.

13
Untuk mewujudkan hal ini, maka upaya menyelamatkan masyarakat
perlu dilakukan secara maksimal.Hal ini meliputi sumber daya manusia,
teknologi,program pendidikan dan pelatihan tentang mitigasi bencana dan juga
dana.Sayangnya kesadaran pemerintah terhadap urgensi hal-hal tersebut masih
belum nampak.Beragam keterbatasan menyebabkan akurasi keputusan kerap
terhambat pada saat terjadi bencana.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono,R (2019) di
daerah kampung wisata jodipan kota malang,peneliti menyimpulkan bahwa
pemahaman masyarakat terhadap mitigasi bencana bisa di bilang cukup dalam
pelaksanaan,namun kurang dalam hal teori.Selain itu masyarakat tidak
seluruhnya paham tentang resiko yang di dapat dan pentingnya mitigasi
bencana.
2. Mitigasi bencana di Jepang.
Sebagai pembanding, negara di ring of fire yang memiliki kesadaran
bencana cukup baik adalah Jepang.Berdasarkan data, 10 persen gunung api di
dunia ada di Negeri Matahari Terbit ini.Negara ini juga kerap diterpa bencana
gempa dan tsunami dengan skala yang cukup besar.Sadar kerap diterpa
bencana, Jepang telah melakukan sejumlah langkah antisipasi antara lain :
a. Negeri Sakura ini telah merancang bangunan-bangunan tahan gempa.
Negara ini juga mengatur pemeliharaan lingkungan seperti perlindungan
hutan di pesisir samudera.Di sana juga terdapat perlindungan berupa batu-
batu pemecah ombak untuk meminimalisasi dampak tsunami.
b. Jepang juga memiliki sistem peringatan dini yang baik. Ini dimaksudkan
agar gugus tugas siaga bencana dapat merespons dengan cepat dan
masyarakat juga dapat mempersiapkan perlindungan sejak dini.Salah satu
pembeda penting dari Jepang adalah pelatihan kesiapsiagaan
bencana.Negeri ini rutin melakukan pelatihan kepada masyarakat tentang
bencana bahkan dimulai sejak usia sekolah.
c. Dari segi anggaran, Jepang juga tergolong serius menggarap sektor ini.
Diperkirakan setiap tahunnya anggaran untuk pencegahan bencana
mencapai 5 persen dari total anggaran nasional.Anggaran per tahunnya
dapat mencapai Rp 500-600 triliun.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penanganan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi
pemerintah dalam perlindungan rakyat, oleh karenanya rakyat mengharapkan
pemerintah untuk melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya.Dalam
paradigma baru, penanganan bencana adalah suatu pekerjaaan terpadu yang
melibatkan masyarakat secara aktif.Mitigasi merupakan kegiatan yang
dirancang untuk mengurangi resiko dan potensi kerusakan akibat keadaan
darurat.Analisa demografi populasi rentan dan kemampuan komunitas harus
dianalisa.Mitigasi mencakup pendidikan kepada publik,tindakan untuk
menyiapkan bencana pada individu,keluarga dan komunitas.Dimulai dengan
mengidentifikasi hazard potensial yang mempengaruhi operator
organisasi.Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang
lebih baik diantara semua pihak, baik dari sektor pemerintah, lembaga-
lembaga masyarakat, badan-badan internasional dan sebagainya.
5.2 Saran
Dengan beragam risiko bencana alam yang nyata, pemerintah idealnya
menyiapkan program mitigasi yang holistik sehingga dapat menekan risiko.
Meski munculnya bencana tak dapat diduga.Hal ini dapat dilakukan dengan
cara :
a. Meningkatkan kesadaran masyarakan tentang pentingnya mitigasi bencana
melalui pelatihan kesiapsiagaan bencana secara rutin dimulai sejak usia
sekolah.
b. Merancang bangunan-bangunan tahan gempa,mengatur pemeliharaan
lingkungan seperti perlindungan hutan di pesisir samudera.Membuat
perlindungan berupa batu-batu pemecah ombak untuk meminimalisasi
dampak tsunami.
c. Mengganti alat – alat mitigasi bencana yang sudah using dengan alat – alat
yang baru.

15
d. Meningkatkan anggaran penanggulangan bencana nasional.
e. Perlu koordinasi yang lebih akurat diantara masing-masing stake holder
dalam penanganan korban bencana baik dalam satu wilayah maupun
antar wilayah.
f. Sistem pemantau dini hendaknya di implementasikan sebagai bagian
utama dari sistem tanggap darurat terhadap masyarakat yang tinggal pada
lokasi bencana yang didukung oleh SDM yang terampil dalam membantu
mengevakuasi korban serta penentuan rute evakuasi yang aman.

16
DAFTAR PUSTAKA

Wicaksono, R. D., & Pangestuti, E. (2019).Analisis mitigasi bencana dalam


meminimalisir risiko bencana (Studi pada Kampung Wisata Jodipan Kota
Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 71(1), 8-17.
Haifani, A. M. (2008).Manajemen Resiko Bencana Gempa Bumi (Studi Kasus
Gempa Bumi Yogyakarta 27 Mei 2006). In Proceeding Seminar Nasional
IV SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta (pp. 25-26).
Departemen Sosial Ri, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana, (Jakarta: Pusat Penyuluhan
Sosial, 2007)
Wijayanto, Koko. (2012). Recognize : Pencegahan Dan Manajemen Bencana,
(Online), (Https://Socialstudies17. Blogspot.Com/2012/11/Recognize-
Pencegahanbencana- Dan.Html Diakses 14 Januari 2020).
Depkes Ri.(2011).Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana: Panduan Bagi Petugas Kesehatan Yang Bekerja Dalam
Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Di Indonesia.
Ardia, Dkk. (2017). Peran Dan Kepemimpinan Perawat Dalam Manajemen
Bencana Pada Fase Tanggap Darurat. Universitas Abulyatama Aceh
Lembaga Penanggulangan Bencana Pp Muhammadiyah . (2011). Laporan
Pelaksanaan Program Kerja. Yogyakarta: Muhammadiyah Disaster
Management Center.
Purnomo, Hadi Dan Ronny Sugiantoro.(2010). Manajemen Bencana : Respon
Dan Tindakan Terhadap Bencana. Yogyakarta: Media Pressindo.
Permendagri (2006) Pedoman umum mitigasi bencana.Jakarta : Kemendagri.
Http://Www.Icn.Ac.Id/Bencana/.

Http://Www.Slideshare.Net/Dwinaavianindya/Makalah-Kesiapsiagaan-Banjir.

Https://Bpbd.Ntbprov.Go.Id/?Q=Pengertian_Bencana

https://pgsp.big.go.id/pemetaan-cepat-dampak-bencana-gempa-bumi-provinsi-
aceh-oleh-big-dan-bnpb/

17
18

Anda mungkin juga menyukai