Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANEJEMEN BENCANA RIAU

“Konsep Dasar Manajemen Bencana “

Dosen Pengajar :
Ns. Fanny Aristi, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 1

1. Putri Ningsih 20.019


2. Rizky Fitria 20.025
3. Rahmita Putri 20.023
4. Taufik 20.032
5. Tri Satria Nengsih 20.033
6. Zhafira Salsabila 20.038

D-III AKADEMI KEPERAWATAN


SRI BUNGA TANJUNG DUMAI
TP. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil ‘aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan


semesta alam atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul “Konsep Dasar
Manejemen Bencana“.

Dalam penyusunannya kami melibatkan berbagai pihak, baik dalam


perkuliahan maupun luar perkuliahan. Oleh karena itu kami mengucapkan
banyak terima kasih atas segala dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan
makalah ini kepada :

1. Ibu Ns. Fanny Aristi, S.Kep, M.Kep sebagai dosen mata kuliah
Manajemen Bencana Riau yang telah membantu kami dalam proses
pembuatan makalah ini.
2. Kedua orang tua kami yang telah memberi dukungan selama kami
menimba illmu di kampus ini.
3. Teman-teman seperjuangan yang telah mendukung dalam proses
pembuatan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal, akan tetapi kami sebagai manusia
biasa sangat menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangannya dan masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca. Besar harapan kami makalah ini dapat menjadi
inspirasi atau sarana literasi pembaca.

26 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................3
1.3 Tujuan ......................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS .......................................................................4
2.1 Definisi Bencana ......................................................................................4
2.2 Manajemen Bencana ................................................................................5
2.3 Resiko Bencana .......................................................................................8
2.4 Manajemen Resiko bencana ......................................................................11
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................13
4.1 Kesimpulan................................................................................................13
4.2 Saran .........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana sudah merupakan bagian dari kehidupan manusia yang datang


tanpa diduga kapan, di mana dan bagaimana terjadinya. Oleh karena ketidak
pastian tersebut, banyak masyarakat yang kurang peduli dan tidak pernah
menyiapkan diri untuk menghadapinya. Jika terjadi bencana yang sesungguhnya
semuanya panik dan akhirnya timbul korban dan kerusakan yang lebih besar.
Padahal jika masyarakat memahami dan menjalankan manajemen bencana dengan
baik, keparahan dampak bencana mungkin dapat ditekan. Pendidikan dan
pengetahuan mengenai bencana masih sangat kurang. Masyarakat luas banyak
yang tidak mengenal apalagi sampai memahami prinsip-prinsip manajemen
bencana. Penerapan manajemen bencana secara terorganisir dengan baik baru
terbatas dijalankan di kalangan usaha atau industri skala besar karena merupakan
salah satu bagian dari program keselamatan dan kesehatan kerja (Ramli, 2015)

Sejalan dengan semakin meningkatnya perkembangan berbagai macam


industri, semakin meningkat pula dampak positif dan negatif yang diterima oleh
para pekerja maupun masyarakat umum yang berkaitan secara langsung maupun
tidak langsung dengan industri tersebut. Dampak negatif dari operasional industri
bisa dimulai dari skala kecil sampai kepada skala yang lebih besar, bahkan bisa
dalam skala yang sangat besar dan luas misalnya terjadi bencana industri. Kondisi
ini menuntut cara berpikir pelaku bisnis atau pihak manajemen organisasi untuk
membuat perencanaan strategis. Salah satu bagian penting yang harus
diperhatikan dalam perencanaan strategis ini adalah perencanaan menghadapi
bencana. Bencana menjadi subyek penting dalam elemen perencanaan strategis
karena sifatnya yang tidak pasti sehingga manajemen dituntut untuk selalu siap
menghadapinya. Pencegahan kerugian melalui sebuah perencanaan manajemen
bencana yang matang akan lebih berguna dan lebih menekan biaya dibanding
tindakan setelah bencana tersebut terjadi (Pribadi, 2016).

1
Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007
merupakan dasar pembentukan Badan Nasional Pembangunan Bencana
(BNPB) yang didirikan pada tahun 2008 dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD). Penanggulangan bencana merupakan salah satu bagian dari
pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana
sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana .

Kondisi hutan yang belakangan ini sangat memprihatinkan, khususnya di


Kabupaten–kabupaten Provinsi Riau yang ditandai dengan meningkatnya laju
degradasi hutan, kurang berkembangnya investasi dibidang kehutanan,
rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya
illegal logging, merosotnya perekonomian masyarakat didalam dan disekitar
hutan, meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik,
sehingga perlu dilakukan upaya-upaya baik serta strategi dalam bentuk
regulasi dan birokrasi.

Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Provinsi Riau


disebabkan oleh faktor kesengajaan maupun ketidaksengajaan, mulai dari
faktor yang disebabkan oleh suhu yang sangat panas pada saat musim
kemarau dan faktor yang disengaja seperti pembukaan lahan dengan cara
dibakar. Kebakaran 4 dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan
berkelanjutan karena efeknya secara langsung pada ekosistem, kontribusi
emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati.

Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Riau pada tahun 2014 merupakan
yang terbesar selama 17 tahun terakhir, sejak 1997. Kebakaran hutan dan
lahan tahun 2014 datang lebih awal dari perkiraan tahun-tahun sebelumnya
yaitu mulai Februari 2014, di mana pada tahun 2013 kebakaran hutan dan
lahan terjadi pada bulan Juni – Agustus.

Provinsi Riau mencapai puncaknya pada periode kebakaran tahun 2014


dan 2015. Khususnya adalah Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir,

2
Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Meranti, Kabupaten Indragiri Hilir dan
Kota Dumai (BPBD, 2019). Kejadian kebakaran di Riau setiap tahunnya terus
berulang, terutama pada saat musim kemarau. Kejadian kebakaran hutan dan
lahan pada tahun 2015 menjadikan musim kebakaran tahun itu sebagai yang
terburuk dalam dua puluh tahun terakhir yang mana telah membakar hutan
dan lahan seluas 2,61 juta hektare (BNPB, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan bencana ?
2. Bagaimana cara memanajemen bencana ?
3. Apa saja yang bisa menjadi resiko pada saat bencana?
4. Bagaimana cara memanajemen resiko akan terjadinya bencana?

1.3 Tujuan
1. Umum
a. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang Konsep
Dasar Manajemen Bencana
2. Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep teori manajemen bencana
b. Mahasiswa dapat melakukan manajemen pada saat bencana
c. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja yang akan menjadi resiko
pada saat bencana
d. Mahasiswa mampu memanajemen resiko akan terjadinya bencana

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Bencana


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (soehatman, 2017)

Menurut (Setyowati, 2016) bencana sebagai sebuah dampak kegiatan atau


resiko yang memberikan efek negatif terhadap manusia. Menurut WHO,
bencana merupakan segala kejadian yang menyebabkan kerusakan
lingkungan, gangguan geologis, hilangnya nyawa manusia atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan skala tertentu,
yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah tertentu .Bencana
adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi
manusia. Beberapa pengertian mengenai bencana yang telah disampaikan di
atas, maka dapat disampaikan bahwa yang dimaksud dengan bencana adalah
suatu kerusakan ekologi, sosial, material serta yang lainnya, dan terjadi oleh
aktifitas abnormal alam maupun perilaku manusia dan menyebabkan kerugian
baik secara material fisik, ataupun korban jiwa. (Indiyanto, 2012)

Menurut Undang - undang No 24 tahun 2007, bencana diklasifikasikan


atas 3 jenis sebagai berikut:
a. Bencana Alam Adalah bencana yang bersumber dari fenomena alam
seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, topan, tsunami dll.
b. Bencana Non Alam Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
non alam antara lain berupa gagaI teknologi, gagal modernisasi,
epidemik, dan wabah penyakit

4
c. Bencana Sosial Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok, antar komunitas masyarakat dan teror.

2.2 Manajemen Bencana


Manajemen bencana adalah upaya sistematis dan komprehensif untuk
menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk
menekan korban dan kerugian yang ditimbulkannya (Ramli, 2015).

Manajemen Bencana

Mitigasi Manajemen Manajemen Pemulihan


Kedaruratan
Kesiapsiagaan
Saat Bencana Pasca Bencana

Pra Bencana

2.2.1 Tahapan Manajemen Bencana


Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan
untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan
sebagai berikut:
1) Pra Bencana
Tahapan pra bencana ini merupakan tahapan manajemen bencana
pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana meliputi kesiagaan,
peringatan dini, dan mitigasi.
a. Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Membangun
kesiagaan adalah unsur penting, namun tidak mudah dilakukan
karena menyangkut sikap mental dan budaya serta disiplin di

5
teman masyarakat. Kesiagaan adalah tahapan yang paling
strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota
masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
b. Peringatan dini, langkah ini diperlukan untuk memberi
peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan
terjadi sebelum kejadian seperti banjir, gempa bumi, tsunami,
letusan gunung api atau badai terjadi.
c. Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Mitigasi bencana adalah upaya untuk
mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat
suatu bencana, sehingga jelas bahwa mitigasi bersifat
pencegahan sebelum kejadian.
2) Saat Kejadian Bencana
Saat peringatan dini ataupun tanpa peringatan sekalipun namun
bencana tetap terjadi maka di situlah diperlukan langkah-langkah
seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana
dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat
diminimalkan
a. Tanggap Darurat: Tanggap darurat bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana.
Tanggap darurat adalah tindakan segera yang dilakukan untuk
mengatasi kejadian bencana. Tindakan ini dilakukan oleh tim
penanggulangan yang dibentuk di masing-masing daerah atau
organisasi. Dalam hal ini Pemerintah Kota Semarang memiliki
Badan Penanggulangan Bencana (BPBD). Langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam kondisi tanggap darurat antara lain:

6
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, dan sumberdaya, sehingga dapat diketahui
dan diperkirakan magnitude bencana, luas area yang
terkena dan diperkirakan tingkat kerusakannya
2. Penentuan status keadaan darurat bencana
3. Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat
bencana sehingga dapat pula ditentukan status keadaan
darurat. Jika tingkat bencana sangat besar dan
berdampak luas, mungkin bencana tersebut dapat
digolongkan sebagai bencana nasional
4. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena
bencana

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan


evakuasi korban bencana yaitu:
1) Pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan
papan
2) Perlindungan terhadap kelompok rentan, yaitu anak-anak,
orang tua, wanita, pasien rumah sakit, dan warga yang
dianggap lemah lainnya
3) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital
seperti saluran telepon, jaringan listrik, air minum, akses
jalan.
4) Penanggulangan Bencana: Selama kegiatan tanggap
darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi
bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan
pendekatan khusus menurut kognisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala
bentuk bencana. Oleh karena itu tim tanggap darurat harus
diorganisir dan dirancang untuk dapat menangani berbagai
jenis bencana.

7
3) Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
a. Rehabilitasi: Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat
yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pasca bencana. Di tingkat industri atau perusahaan, fase
rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan jalannya operasi
perusahaan seperti sebelum terjadi bencana terjadi. Upaya
rehabilitasi misalnya memperbaiki peralatan yang rusak dan
memulihkan jalannya perusahaan seperti semula.
b. Rekonstruksi: Rekonstruksi adalah pembangunan kembali
semua sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pasca-
bencana baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala kegiatan aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pasca-bencana. Proses rekonstruksi tidak mudah dan
memerlukan upaya keras dan terencana dan peran serta semua
anggota masyarakat. (Dio Mahardika, 2018)

2.3 Resiko Bencana


2.3.1 Resiko Bencana
Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Risiko
merupakan fungsi dari ancaman atau bahaya dengan kerentanan dan juga

8
kapasitas. Risiko bencana dapat berkurang, apabila kapasitas ditingkatkan atau
kerentanan dikurangi, sedangkan risiko bencana dapat meningkat apabila
kerentanan semakin tinggi dan kapasitas semakin rendah.

Melihat pengertian tersebut, maka kita sebenarnya sedang hidup


bersama risiko bencana. Bencana yang setiap saat bisa mengancam, mungkin
tidak bisa dicegah, tapi kita bisa melakukan upaya pengurangan risiko
bencana. Oleh sebab itu, kita perlu memperkaya wawasan terkait bagaimana
konsep dasar dan pengertian tentang risiko bencana. Mengenali risiko bencana
bisa dimulai dari mengenali lingkungan di mana kita hidup. Beberapa contoh:
5. Jika kita hidup di wilayah pegunungan atau perbukitan terjal, maka
risiko bencana bisa dikenali yaitu, apapun yang bisa menyebabkan
tanah longsor.
6. Jika kita hidup dan menetap di sekitar gunung berapi, maka risiko
bencana bisa dikenali seperti efek letusan gunung berapi.
7. Jika kita hidup di bantaran sungai atau daerah aliran sungai, maka risiko
bencana bisa dikenali seperti banjir, banjir bandang, tanggul yang jebol.
8. Jika kita hidup di wilayah yang rawan gempa bumi, maka risiko
bencana bisa dikenali seperti robohnya bangunan dan rumah, tanah
retak-retak hingga longsor.
9. Jika kita hidup di wilayah pemukiman yang padat penduduk, maka
resiko bencana bisa dikenali, yaitu apapun yang bisa menyebabkan
terjadinya kebakaran.

Risiko bencana tersebut hanya beberapa contoh saja yang berpotensi


menjadi sebuah kenyataan bencana atau bencana yang senyata-nyatanya.
Misalnya ketika terjadi bencana kebakaran, kita mungkin tidak bisa
menghentikan saat itu juga api yang sedang berkobar. Namun kita bisa
mengurangi risiko yang diakibatkan oleh bencana kebakaran tersebut dengan
cara menyelamatkan jiwa dan harta benda yang masih mungkin diselamatkan.
Setelah mengenali risiko bencana, maka baik pula untuk mengenali langkah-
langkah pengurangan risiko bencana.

9
2.3.2 Kerentanan
Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat
yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
ancaman bencana. Komponen Kerentanan disusun berdasarkan parameter
sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Kerentanan dapat didefinisikan
sebagai Exposure (namun harus diperhatikan exposure dapat masuk sebagai
hazard maupun vulnerability) yang bertemu dengan Sensitivity. “Aset-aset”
yang terekspos termasuk kehidupan manusia (kerentanan sosial), wilayah
ekonomi, struktur fisik dan wilayah ekologi/lingkungan. Tiap “aset” memiliki
sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan intensitas bencana)
(BNPB, 2012)

Indikator yang digunakan dalam analisis kerentanan terutama adalah


informasi keterpaparan. Dalam dua kasus informasi disertakan pada
komposisi paparan (seperti kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio
kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur). Sensitivitas hanya
ditutupi secara tidak langsung melalui pembagian faktor pembobotan. Sumber
informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal dari
laporan BPS (Provinsi/kabupaten Dalam Angka, PODES, Susenan, PPLS dan
PDRB) dan informasi peta dasar dari Bakosurtanal (penggunaan lahan,
jaringan jalan dan lokasi fasilitas umum) (BNPB, 2012)

2.3.3 Kapasitas
Kapasitas adalah penguasaan sumberdaya, cara dan kekuatan yang
dimiliki masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan
mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat
memulihkan diri dari akibat bencana. Kapasitas dapat melingkupi pencegahan
terhadap terjadinya ancaman atau mengurangi kekuatan/volume ancaman,
ataupun mengurangi kerentanan terhadap ancaman itu sendiri. Kapasitas
dapat berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Kapasitas di
daerah urban misalkan kondisi infrastruktur

10
2.4 Manajemen Risiko Bencana
Manajemen risiko bencana terdiri dari dua bagian yaitu Pengkajian
risiko (risk assesment) dan Pengelolaan risiko (risk treatment).

2.4.1 Pengkajian Risiko (Risk Assesment)


Pengkajian risiko memiliki beberapa tahapan, yaitu:
1. Identifikasi risiko bencana, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap risiko, dalam hal ini adalah (1) sumber penyebab
kejadian yaitu bahaya (hazard) dan (2) kondisi kerentanan manusia
yang terpapar bahaya (vulnerability), sehingga diketahui kemampuan
mereka untuk menghadapi bencana tersebut.
2. Menilai risiko adalah upaya untuk mengukur seberapa besar risiko yang
akan terjadi. Hal ini dapat diperoleh dari penghitungan risiko yang
merupakan fungsi dari bahaya (hazard) X kerentanan (vulnerability) –
R = H X V. Dalam kerentanan terdapat unsur kapasitas. Dari hasil
penilaian risiko diperoleh gambaran tentang tingkat risiko bencana,
apakah tinggi, sedang atau rendah.
3. Mengevaluasi risiko adalah upaya untuk mencari prioritas risiko yang
mana yang harus ditangani, namun tidak semua risiko tinggi harus
ditangani.

2.4.2 Pengelolaan Risiko (Risk Treatment)


Setiap risiko yang dihadapi mempunyai 4 alternatif penanganan yaitu :
1. Menghindari risiko (pencegahan), dilakukan apabila kita tidak
mampu melawan risiko yang akan terjadi, maka kita harus
menghindari dengan cara relokasi, membuat peraturan tata ruang
yang melarang berada di tempat tersebut.
2. Mengurangi risiko (mitigasi), dilakukan jika risiko tersebut masih
dalam batas kemampuan untuk ditangani, maka kita lakukan upaya
mitigasi yang dapat berupa mitigasi struktural maupun mitigasi non
struktural.
3. Mengalihkan risiko (transfer), dilakukan jika risiko yang seharusnya
kita terima dialihkan pada pihak lain, hal ini untuk meringankan
beban penerima risiko. Hal ini dilakukan dengan cara membayar
asuransi.

11
4. Menerima risiko (Risk Acceptance) adalah risiko sisa yang harus
kita terima setelah upaya-upaya diatas dilaksanakan (Tim Penyusun,
2017)

12
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segala upaya
atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana
yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana.
Pencegahan adalah Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/ atau mengurangi ancaman bencana.

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,


baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kesiapsiagaan adalah segala
upaya untuk menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber.

Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang


dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan
pengawasan dalam penanggulangan bencana.

4.2 Saran

Sebaiknya seorang mahasiswa mampu memahami tentang konsep


manajemen bencana untuk meminimalisir terjadinya becana. Seperti
merawat lingkungan sekitar dan melindungi alam dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. (2012). Buku Panduan Fasilitator : Modul Pelatihan Dasar


Penanggulangan Cetakan Pertama. Bandung: Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.

BNPB. (2019). Peraturan Daerah Provinsi Riau No.1 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Teknis Penanggulangan Kebakaran Hutan Dan/ Lahan.

BPBD. (2019). Peraturan Daerah provinsi Riau No.1 tentang Pedoman Teknis
Penanggulanggan Kebakaran Hutan dan atau lahan .

Dio Mahardika, E. L. (2018). MANAJEMEN BENCANA OLEH BADAN


PENANGGULANGAN. penelitian , 5-8.

Indiyanto, A. (2012). Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana. Yogyakarta:


Mizan.

Pribadi, A. (2016). Emergency Planning Untuk Industri . Bogor: d'Agni


publishing.

Ramli. (2015). Manajemen Bencana. PT.Dian Rakyat: PT.Dian Rakyat.

Setyowati, D. N. (2016). Pendidikan Bencana Banjir (Kesiapan Masyarakat


dalam Menghadapi Banjir di Kali Beringin Indonesia dan Sungai Uthapao
Thailand). Semarang: CV Sanggar Krida Aditama.

soehatman, R. (2017). Manajemen Bencana Cetakan 1. PT.Dian Rakyat.

Tim Penyusun. (2017). MODUL MANAJEMEN PENANGGULANGAN


BENCANA. Bandung: Pusdiklat.

14

Anda mungkin juga menyukai