OLEH :
KELOMPOK V
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah mata
kuliah “Keperawatan Bencana” dengan judul “Pengurangan Resiko Pencegahan
Penyakit dan Promosi Kesehatan” menjadi salah satu langkah awal pembelajaran
dalam mengenyam pendidikan di dunia kesehatan.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua
atas doa serta segenap teman-teman mahasiswa yang telah memberikan masukan
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis,
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................01
B. Rumusan Masalah........................................................................................02
C. Tujuan Masalah ...........................................................................................02
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana alam
tinggi. Letaknya yang berada pada pertemuan lempeng aktif dunia dapat
menyebabkan bencana geologi. Selain itu, secara astronomis Indonesia berada
pada zona garis khatulistiwa yang beriklim tropis dengan risiko bencana
hidrometeorologi. Hal ini menjadi indikasi bahwa dalam rencana
pembangunan wilayah, pemerintah seharusnya tidak berdasar pada kebutuhan
pembangunan saja, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek bahaya
bencana yang dapat menghambat pembangunan berkelanjutan di negara ini.
(Taslim & Akbar, 2019)
Isu penanggulangan bencana alan dan penanganan terhadap dampak yang
ditimbulkan telah menjadi gerakan global yang harus segera dilaksanakan
untuk mengantisipasi risiko besar yang ditimbulkan. Pengurangan Risiko
Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) didefinikasi sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat agar dapa mengelola risiko bencana dengan
melibatkan pihak atau kelompok masyarakat dalam perencanaan dan
pemanfaatan sumber daya lokal dan diimplementasikan oleh masyarakat itu
sendiri.(Simandalahi et al., 2015)
Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan faktor yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian
penyakit, serta mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana yang
merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan biasanya terjadi secara
mendadak serta menimbulkan korban jiwa menurut Menteri Kesehatan RI
tahun 2006. Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana di
dunia, seringkali dan tidak terduga, yaitu di antaranya gempa bumi, tsunami,
tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, dan kekeringan (CFE-DM,
2018). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada 2017
1
terjadi 2.862 kejadian bencana alam, diantaranya banjir (34,2%), puting
beliung (31%), tanah longsor (29,6%), kebakaran hutan dan lahan (3,4%),
gempa bumi (0,7%), kekeringan (0,6%), gelombang pasang/abrasi (0,4%), dan
letusan gunung api (0,1%) (BNPB, 2018). (Susilawati et al., 2019)
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan suatu kegiatan jangka
panjang sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan dengan cara
menggunakan pengetahuan dan inovasi untuk membangun budaya selamat
dan tangguh pada semua satuan pendidikan. (Fahrizal et al., 2016)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bencana
Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
dalam WHO-ICN (2009) bencana adalah sebuah peristiwa, bencana yang
tiba-tiba serius mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan
menyebabkan manusia, material, dan kerugian ekonomi atau lingkungan yang
melebihi kemampuan masyarakat untuk mengatasinya dengan menggunakan
sumber dayanya sendiri. Meskipun sering disebabkan oleh alam, bencana
dapat pula berasal dari manusia. (Tyas, 2016)
Adapun definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengatakan bahwa
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.(Purwoko et al., 2015)
3
Melaksanakan model pembangunan berbasis pengurangan risiko
bencana
4
bencana tersebut. Tanggap darurat bencana dapat dilakukan dengan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan yang aman, serta pemulihan sarana
dan prasarana. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan
evakuasi korban, penyelamatan nyawa dan harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta
pemulihan darurat prasarana dan sarana. (Sari et al., 2020)
c. Pasca bencana
Pasca bencana dapat dilakukan dengan adanya rehabilitasi dan juga
rekonstruksi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007,
rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana. Sedangkan rekonstruksi
dikemukakan oleh B.N Marbun adalah pengembalian sesuatu
ketempatnya yang semula; penyusunan atau penggambaran kembali
dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya
atau kejadian semula. (Sari et al., 2020)
D. Permasalahan Di Bidang Kesehatan
Berikut ini merupakan akibat-akibat bencana yang dapat muncul baik
langsung maupun tidak langsung terhadap bidang kesehatan :
Korban jiwa, luka dan sakit (berkaitan dengan angka kematian dan
kesakitan)
Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit dan menderita
stress
5
Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan
menyebabkan keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat
perlindungan vektor penyakit
Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhentu, selain karena rusak,
besat kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana
Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun
dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB
6
pada korban luka, yang dalam pelayanan medis bencana disebut
dengan 3T. selain tindakan penyelamatan secara langsung, dibutuhkan
juga perawatan terhadap mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di
rumah sakit, lokasi bantuan perawatan darurat maupun ditempat
pengungsian yang menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat tinggal
yaitu dari tempat pengungsiam ke rumah sementara dan rumah yang
direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan diantaranya adalah :
memperhatikan segi keamanan supaya dapat menjalankan aktivitas
hidup yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban
bencana, membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan
hidup dan membangun kembali komunitas social.
3. Fase tenang pada siklus bencana
Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas
peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada
fasilitas medis, serta membangun sistem jaringan bantuan.
7
1. Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan
jamban, kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai
standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan
meningkatkan resiko penularan penyakit. (Efendi & Makhfudli, 2009)
2. Pengendalian vektor
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain disekitar pengungsi.
Ini termasuk adanya timbunan sampah dan genangan air yang
memungkinkan terjadinya perindukan vektor. Maka kegiatan
pengendalian vektor terbatas sangan diperlukan, baik dalam bentuk
vektor. Maka kegiatan pengendalian ventor terbatas sangat diperlukan,
baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding, maupun
manipulasi lingkungan. (Efendi & Makhfudli, 2009)
3. Pengendalian penyakit
Bila dari laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat
peningkayan kasus penyakit, terutama yang berpotansi KLB, maka
dilakukan pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus
serta penanggulangan faktor risikonya. Penyakit yang memerlukan
perhatian adalah diare dan ISPA. (Efendi & Makhfudli, 2009)
4. Imunisasi terbatas
Pengungus pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama
orang tua, ibu hamil, bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu
diimunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum
mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain mungkin
diperlukan sesuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan
untuk mencegah kolera bagi sukalerawatan di Aceh pada tahu 2005
dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan
Jateng pada tahun 2006. (Efendi & Makhfudli, 2009)
8
5. Surveilans epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemologi
penyakit potensi KLB dan faktor risiko. Atas informasi inilah makan
dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan
pemberian imunisasi. Informasi epidemiologis yang harus diperoleh
melalui kegiatan surveilans epidemiologi adalah :
Resiko sosial
Penyakit menular
Perpindahan penduduk
Pengaruh cuaca
Makanan dan gizi
Persediaan air dan sanitasi
Kesehatan jiwa
Kerusakan infrastruktur kesehatan. (Efendi & Makhfudli,
2009)
9
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
2. Mitigasi aktif
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat nonstruktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang
bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana meliputi hal-
hal berikut ini :
Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga yang lain
10
Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor
telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
a. Pemerintah
Pemerintiah perlu lagi untuk melakukan sosialisasi mitigasi
disemua wilayah Indonesia untuk mengurangi bencana dan lebih lagi
dalam hal promosi kesehatan untuk pencegahan bencana.
b. Masyarakat
Bagi masyarakat untuk lebih aktif lagi mencari tahu dan mengenal
wilayahnya bencana apa yang sering terjadi dan aktif mengetahui setiap
pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
12
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan (N. dan M.Nurs (ed.)). Salemba Medika.
Sari, A. A., Alifa Asta Sabilla, & Hertati, D. (2020). PERAN BADAN
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM MANAJEMEN
BENCANA BANJIR DI KABUPATEN GRESIK. Syntax Idea, 2(5), 21–35.
13
Taslim, I., & Akbar, M. F. (2019). Koordinasi Publik untuk Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) Banjir pada Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan
Gorontalo. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 7, 63–78.
https://doi.org/10.14710/jwl.7.2.63-78.
14