Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Keperawatan Bencana

Dosen : Nurafriani, S.Kep.,Ns.,M.Kes

PENGURANGAN RESIKO PENCEGAHAN


PENYAKIT DAN PROMOSI KESEHATAN

OLEH :
KELOMPOK V

1. NUR FAUZA ALIFIA UMAR (NH0117101)


2. NOR ACYEANIR (NH0117096)
3. NATHALIA PATONGLOAN (NH0117090)
4. NUR MUTIA (NH0117103)
5. MASHARYONO (NH0117075)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah mata
kuliah “Keperawatan Bencana” dengan judul “Pengurangan Resiko Pencegahan
Penyakit dan Promosi Kesehatan” menjadi salah satu langkah awal pembelajaran
dalam mengenyam pendidikan di dunia kesehatan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh


pihak yang telah membantu, memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis
mulai dari penyusunan awal pembuatan makalah hingga selesainya makalah ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua
atas doa serta segenap teman-teman mahasiswa yang telah memberikan masukan
dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan


kelemahan, baik dalam penyajian sistematika penulisannya, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini.

Semoga makalah tentang Pengurangan Resiko Pencegahan Penyakit dan


Promosi Kesehatan ini bermanfaat bagi penulis khususnya, dan untuk
pengembangan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Makassar, 01 Desember 2020

Penulis,

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................01
B. Rumusan Masalah........................................................................................02
C. Tujuan Masalah ...........................................................................................02

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Bencana....................................................................................... 0
B. Pengertian Pengurangan Resiko Bencana .....................................................0
C. Tahap Pengurangan Resiko Bencana ............................................................0
D. Permasalah Di Bidang Kesehatan .................................................................0
E. Pelayanan Medis Bencana Berdasarkan Siklus Bencana ..............................0
F. Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan ...........................................0
G. Pencegahan dan Mitigasi Promosi Kesehatan ...............................................0

BAB III PENUTUP


Kesimpulan .............................................................................................................0
Saran ........................................................................................................................0

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana alam
tinggi. Letaknya yang berada pada pertemuan lempeng aktif dunia dapat
menyebabkan bencana geologi. Selain itu, secara astronomis Indonesia berada
pada zona garis khatulistiwa yang beriklim tropis dengan risiko bencana
hidrometeorologi. Hal ini menjadi indikasi bahwa dalam rencana
pembangunan wilayah, pemerintah seharusnya tidak berdasar pada kebutuhan
pembangunan saja, tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek bahaya
bencana yang dapat menghambat pembangunan berkelanjutan di negara ini.
(Taslim & Akbar, 2019)
Isu penanggulangan bencana alan dan penanganan terhadap dampak yang
ditimbulkan telah menjadi gerakan global yang harus segera dilaksanakan
untuk mengantisipasi risiko besar yang ditimbulkan. Pengurangan Risiko
Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) didefinikasi sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat agar dapa mengelola risiko bencana dengan
melibatkan pihak atau kelompok masyarakat dalam perencanaan dan
pemanfaatan sumber daya lokal dan diimplementasikan oleh masyarakat itu
sendiri.(Simandalahi et al., 2015)
Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan faktor yang sangat
penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian
penyakit, serta mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana yang
merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan biasanya terjadi secara
mendadak serta menimbulkan korban jiwa menurut Menteri Kesehatan RI
tahun 2006. Indonesia merupakan salah satu negara paling rawan bencana di
dunia, seringkali dan tidak terduga, yaitu di antaranya gempa bumi, tsunami,
tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, dan kekeringan (CFE-DM,
2018). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada 2017

1
terjadi 2.862 kejadian bencana alam, diantaranya banjir (34,2%), puting
beliung (31%), tanah longsor (29,6%), kebakaran hutan dan lahan (3,4%),
gempa bumi (0,7%), kekeringan (0,6%), gelombang pasang/abrasi (0,4%), dan
letusan gunung api (0,1%) (BNPB, 2018). (Susilawati et al., 2019)
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan suatu kegiatan jangka
panjang sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan dengan cara
menggunakan pengetahuan dan inovasi untuk membangun budaya selamat
dan tangguh pada semua satuan pendidikan. (Fahrizal et al., 2016)

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bencana
Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
dalam WHO-ICN (2009) bencana adalah sebuah peristiwa, bencana yang
tiba-tiba serius mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan
menyebabkan manusia, material, dan kerugian ekonomi atau lingkungan yang
melebihi kemampuan masyarakat untuk mengatasinya dengan menggunakan
sumber dayanya sendiri. Meskipun sering disebabkan oleh alam, bencana
dapat pula berasal dari manusia. (Tyas, 2016)
Adapun definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengatakan bahwa
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.(Purwoko et al., 2015)

B. Pengertian Pengurangan Risiko Bencana


Menurut BNPB tahun 2008 mengatakan pengurangan risiko bencana
merupakan upaya meminilisasi potensi kerugianyang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, dapat berupa
kematian, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
Tujuan dari program pengurangan risiko bencana adalah untuk :
 Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam program pengurangan
risiko bencana
 Menyususn rencana pembangunan masyarakat risiko bencana serta
partisipatif

3
 Melaksanakan model pembangunan berbasis pengurangan risiko
bencana

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi


kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sehingga
kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana sangat diperlukan dalam
mengahadapi bencana khususnya saat menghadapi gempa bumi mengingat
masih tergolong rendahnya pengetahuan masyarakat khususnya anak-anak
dan usia lanjut yang merupakan usia paling rentan terhadap risiko terjadinya
korban dalam suatu bencana. (Fahrizal et al., 2016)

C. Tahap Pengurangan Resiko Bencana


a. Pra bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana menurut Undang-
undang No.24 Tahun 2007 dapat dilakukan sebelum bencana terjadi
melalui beberapa kegiatan, yaitu kesiapsiagaan bencana, peringatan
dini dan mitigasi bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan hal
mendasar yang dilakukan untuk mengatisipasi terjadinya bencana
melalui langkah-langkah yang berdata guna, dengan adanya
kesiapsiagaan tersebut masyarakat akan lebih waspada dan siap jika
sewaktu-waktu terjadinya bencana. Selain itu dilakukannya mitigasi
bencana yang merupakan suatu usaha untuk mengurangi bencana,
baik dialakukan ddengan cara peningkatan kemamouan dalam
menghadapi bencana, pembangunan-pembangunan fisik yang
dilakukan untuk menunjang penanggulangan bencana agar dampak
yang ditimbulkan bencana tersebut dapat diminimalisir. (Sari et al.,
2020)
b. Tanggap darurat bencana
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, tanggap darurat
bencana merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan pada saat
terjadi bencana untuk menangani dampak yang ditimbulkan dari

4
bencana tersebut. Tanggap darurat bencana dapat dilakukan dengan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan yang aman, serta pemulihan sarana
dan prasarana. Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi kegiatan
evakuasi korban, penyelamatan nyawa dan harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta
pemulihan darurat prasarana dan sarana. (Sari et al., 2020)
c. Pasca bencana
Pasca bencana dapat dilakukan dengan adanya rehabilitasi dan juga
rekonstruksi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007,
rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana. Sedangkan rekonstruksi
dikemukakan oleh B.N Marbun adalah pengembalian sesuatu
ketempatnya yang semula; penyusunan atau penggambaran kembali
dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya
atau kejadian semula. (Sari et al., 2020)
D. Permasalahan Di Bidang Kesehatan
Berikut ini merupakan akibat-akibat bencana yang dapat muncul baik
langsung maupun tidak langsung terhadap bidang kesehatan :
 Korban jiwa, luka dan sakit (berkaitan dengan angka kematian dan
kesakitan)
 Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan
beresiko mengalami kurang gizi, tertular penyakit dan menderita
stress

5
 Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan
menyebabkan keterbatasan air dan sanitasi serta menjadi tempat
perlindungan vektor penyakit
 Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhentu, selain karena rusak,
besat kemungkinan tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban
bencana
 Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun
dan berpotensi menyebabkan terjadinya KLB

Penyakit-penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di Indonesia


tidak lepas dari kondisi kedaruratan lingkungan, antara lain meliputi diare,
ISPA, campak dan malaria. WHO mengidentifikasi empat penyakit tersebut
sebagai The Big Four. Kejadian penyakit spesifik sering kali muncul sesuai
dengan karaktersitik bencana yang terjadi. Banjir di Jakarta pada awal tahun
2007 selain menimbulkan peningkatan kasus diare yang tinggi, juga
memunculkan kasus leprospirosis yang relatif besar, yaitu 248 kasus dengan
19 kematian (CFR 7,66 %). Sedangkan gempa di DIY dan Jateng pada tahun
2006 mengakibatkan 76 penduduk menderita tetanus dan 29 diantaranya
meninggal dunia. (Efendi & Makhfudli, 2009)

E. Pelayanan Medis Bencana Berdasarkan Siklus Bencana


Kehidupan dan kondisi fisik serta psikis orang banyak akan mengalami
perubahan saat berhdapan dengan setiap siklus bencana. Oleh karena itu,
pelayanan medis yang dibutuhkan adalah yang juga akan berubah dalam
menanggulangi setiapsiklus bencana. Secara singkat akan diuraikan seperti di
bawah ini.
1. Fase akut dalam siklus bencana
Dilokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi
dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman adalah hal yang paling
diprioritaskan. Untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin,
maka sangat diperlukan lancarnya pelaksanaan Triage ( triase),
Treatment ( pertolongan pertama), dan transportation ( transportasi)

6
pada korban luka, yang dalam pelayanan medis bencana disebut
dengan 3T. selain tindakan penyelamatan secara langsung, dibutuhkan
juga perawatan terhadap mayat dan keluarga yang ditinggalkan, baik di
rumah sakit, lokasi bantuan perawatan darurat maupun ditempat
pengungsian yang menerima korban bencana.
2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencana.
Pada fase ini, terjadi perubahan pada lingkungan tempat tinggal
yaitu dari tempat pengungsiam ke rumah sementara dan rumah yang
direhabilitasi. Hal-hal yang dilakukan diantaranya adalah :
memperhatikan segi keamanan supaya dapat menjalankan aktivitas
hidup yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban
bencana, membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan
hidup dan membangun kembali komunitas social.
3. Fase tenang pada siklus bencana
Pada fase tenang diman tidak terjadi bancana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas
peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada
fasilitas medis, serta membangun sistem jaringan bantuan.

F. Penanggulangan Bencana Di Bidang Kesehatan


Dengan melihat faktor risiko yang terjadi akibat bencana, maka
penanggulangan bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis
dan askpek kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan merupakan koordinasi dan kolaborasi dengan sektor dan program
terkait. Berikut ini merupakan ruang lingkung bidang pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan, terutama pada saat tanggap darurat dan pasca
bencana

7
1. Sanitasi darurat
Kegiatannya adalah penyediaan serta pengawasan air bersih dan
jamban, kualitas tempat pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai
standar. Kekurangan jumlah maupun kualitas sanitasi ini akan
meningkatkan resiko penularan penyakit. (Efendi & Makhfudli, 2009)
2. Pengendalian vektor
Bila tempat pengungsian dikategorikan tidak ramah, maka
kemungkinan terdapat nyamuk dan vektor lain disekitar pengungsi.
Ini termasuk adanya timbunan sampah dan genangan air yang
memungkinkan terjadinya perindukan vektor. Maka kegiatan
pengendalian vektor terbatas sangan diperlukan, baik dalam bentuk
vektor. Maka kegiatan pengendalian ventor terbatas sangat diperlukan,
baik dalam bentuk spraying atau fogging, larvasiding, maupun
manipulasi lingkungan. (Efendi & Makhfudli, 2009)
3. Pengendalian penyakit
Bila dari laporan pos-pos kesehatan diketahui terdapat
peningkayan kasus penyakit, terutama yang berpotansi KLB, maka
dilakukan pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus
serta penanggulangan faktor risikonya. Penyakit yang memerlukan
perhatian adalah diare dan ISPA. (Efendi & Makhfudli, 2009)
4. Imunisasi terbatas
Pengungus pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama
orang tua, ibu hamil, bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu
diimunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum
mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain mungkin
diperlukan sesuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan
untuk mencegah kolera bagi sukalerawatan di Aceh pada tahu 2005
dan imunisasi tetanus toksoid (TT) bagi sukarelawan di DIY dan
Jateng pada tahun 2006. (Efendi & Makhfudli, 2009)

8
5. Surveilans epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemologi
penyakit potensi KLB dan faktor risiko. Atas informasi inilah makan
dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian vektor, dan
pemberian imunisasi. Informasi epidemiologis yang harus diperoleh
melalui kegiatan surveilans epidemiologi adalah :
 Resiko sosial
 Penyakit menular
 Perpindahan penduduk
 Pengaruh cuaca
 Makanan dan gizi
 Persediaan air dan sanitasi
 Kesehatan jiwa
 Kerusakan infrastruktur kesehatan. (Efendi & Makhfudli,
2009)

G. Pencegahan dan Mitigasi Promosi Kesehatan


Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi
risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya
dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
1. Mitigasi pasif
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara
lain :
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana

9
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
2. Mitigasi aktif
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat nonstruktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang
bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
Tenaga kesehatan terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana meliputi hal-
hal berikut ini :
 Usaha pertolongan diri sendiri ketika ada bencana
 Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga yang lain

10
 Tenaga kesehatan dapat memberikan beberapa alamat dan nomor
telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah sakit dan ambulance

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pengurangan risiko bencana merupakan upaya meminilisasi potensi


kerugianyang ditimbulkan akibat bencana. Sehingga kesiapsiagaan pengurangan
risiko bencana sangat diperlukan dalam mengahadapi bencana.

Penyakit-penyakit yang sering kali diderita para pengungsi di Indonesia tidak


lepas dari kondisi kedaruratan lingkungan. Pelayanan medis yang dibutuhkan
adalah yang juga akan berubah dalam menanggulangi setiapsiklus bencana.
Penanggulangan bencana sektor kesehatan bisa dibagi menjadi aspek medis dan
askpek kesehatan masyarakat. Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
merupakan koordinasi dan kolaborasi dengan sektor dan program terkait.

Pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari


terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana.

Saran

a. Pemerintah
Pemerintiah perlu lagi untuk melakukan sosialisasi mitigasi
disemua wilayah Indonesia untuk mengurangi bencana dan lebih lagi
dalam hal promosi kesehatan untuk pencegahan bencana.
b. Masyarakat
Bagi masyarakat untuk lebih aktif lagi mencari tahu dan mengenal
wilayahnya bencana apa yang sering terjadi dan aktif mengetahui setiap
pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

12
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan (N. dan M.Nurs (ed.)). Salemba Medika.

Fahrizal, Khairuddin, & Ismail, N. (2016). PENGARUH PELATIHAN


PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA (PRB) TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SD NEGERI 3 TANGSE DALAM
MENGHADAPI GEMPA BUMI. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 2(8), 74–
79.

Purwoko, A., Sunarko, & Putro, S. (2015). PENGARUH PENGETAHUAN DAN


SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP
KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM
MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN
KIDUL KOTA SEMARANG. Jurnal Geografi, 12(2), 214–221.

Sari, A. A., Alifa Asta Sabilla, & Hertati, D. (2020). PERAN BADAN
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM MANAJEMEN
BENCANA BANJIR DI KABUPATEN GRESIK. Syntax Idea, 2(5), 21–35.

Simandalahi, T., Ahsan, & Ari Prasetyadjati. (2015). PENGETAHUAN


TENTANG ISU PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS
KOMUNITAS KELOMPOK SIAGA BENCANA DI KECAMATAN
PADANG BARAT KOTA PADANG. The Indonesian Journal Of Health
Science, 6(1), 63–72.

Susilawati, A., Efendi, F., & Hadisuyatmana, S. (2019). GAMBARAN


KESIAPAN TENAGA KESEHATAN DALAM MANAJEMEN
BENCANA DI PUSKESMAS WILAYAH RAWAN BENCANA. Jurnal
Keperawatan Komunitas, 4(1), 11–16.
https://doi.org/10.20473/ijchn.v4i1.12395

13
Taslim, I., & Akbar, M. F. (2019). Koordinasi Publik untuk Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) Banjir pada Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan
Gorontalo. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 7, 63–78.
https://doi.org/10.14710/jwl.7.2.63-78.

Tyas, M. D. C. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen


Bencana. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai