Anda di halaman 1dari 11

MAKALA MANAJEMEN BENCANA II

KOMUNIKASI PERTOLONGAN BENCANA DI AIR

DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9

1. Adynda Putri Wijaya P05120319002


2. Inong Reja Fadilla P05120319018
3. Kartika Candra Agustina P05120319002
4. Vira Dwi Rizky P05120319002

Pembimbing Akademik :
Erni Buston, SST.,M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN & NERS
TAHUN AJARAN 2021/202

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat karunia serta rezeki yang tidak pernah dapat kita hitung dengan
kemampuan kita, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“KOMUNIKASI PERTOLONGAN BENCANA DI AIR” Pada kesempatan ini
kami selaku penulis makalah ini mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami selama pelaksanaan hingga penulisan makalah ini
dapat selesai.

Makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya agar dapat dimengerti oleh
seluruh pembacanya. Namun kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan,sehingga saran pembaca sangat kami harapkan untuk pembuatan
makalah berikutnya.

Bengkulu , Juli
2022

                                                                    Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .................................................................................................4

1.3 Tujuan ..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAAN

2.1 Statistik Komunikasi Bencana sebagai Sistem Penanganan Bencana di


Indonesia..................................................................................................................6

2.2 Fungsi Komunikasi Bencana.............................................................................7

2.3 Model Komunikasi Bencana.............................................................................8

2.4 Komunikasi Saat Terjadi..................................................................................8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................11


3.2 Saran................................................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan banyak
pembelajaran bagi masyarakat Indonesia dan dunia bahwa banyaknya korban jiwa
dan harta benda dalam musibah tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan
dan ketidaksiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana. Di samping itu,
kejadian-kejadian bencana tersebut pun semakin menyadarkan banyak pihak
tentang pentingnya perencanaan dan pengaturan dalam penanggulangan bencana.
Pengalaman terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh dan
Nias (Sumatera Utara) tahun 2004 telah membuka wawasan pengetahuan di
Indonesia dan bahkan di dunia. Kejadian tersebut mengubah paradigma
manajemen penanggulangan bencana dari yang bersifat tanggap darurat menjadi
paradigma pencegahan dan pengurangan risiko bencana (PRB). Penyelenggaraan
penanggulangan bencana di Indonesia dilakukan pada berbagai tahapan kegiatan,
yang berpedoman pada kebijakan pemerintah yaitu Undang-Undang No.24 tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah terkait lainnya
yang telah memasukkan Pengurangan Risiko Bencana.
Fenomena alam seperti bencana banjir sering terjadi di Indonesia yang
mengakibatkan kerugian yang sangat luas pada kehidupan manusia dari segi
materi, ekonomi, dan lingkungannya. Banjir adalah fenomena dimana suatu
daratan yang biasa kering menjadi tergenang air, peristiwa berikut diakibatkan
oleh curah hujan yang tinggi tanpa henti dan terjadi berturut-turut. Tidak hanya
itu, terjadinya bencana banjir juga bisa diakibatkan oleh meluapnya air dan
volume air yang melebihi kapasitas pengaliran aliran sungai. Sehingga
mengakibatkan tanah tidak dapat lagi meresap air.
Media memiliki peran penting dalam bencana alam yang terjadi di
Indonesia. Masyarakat akan berusaha mencari informasi mengenai situasi dan
komunikasi yang diperlukan untuk mengurangi ketidakpastian tersebut. Dalam hal
ini mediasi menjadi peran penting dalam berbagai peristiwa bencana. Seperti yang
dijelaskan oleh (Tolson, 1996) bahwa suatu teks atau berita media yang

4
disebarkan selalu mengajak seseorang dan memberikan tempat kepada seseorang
ketika membaca atau melihat suatu berita tersebut (Misbah, 2010: 57). Jadi
mediasi sendiri yaitu konsep yang mengacu pada bagaimana media memberitakan
peristiwa tersebut. Melalui media informasi mengenai bencana dapat tersebar luas
dan cepat. Dengan adanya pemberitaan media tersebut mendorong pihak-pihak
yang bergerak dalam bidang kemanusiaan untuk segera bertindak, bahkan dari
media juga dapat menstimulasi orang-orang yang memiliki rasa empati dan iba
untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan oleh para korban bencana.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Statistik Komunikasi Bencana sebagai Sistem
Penanganan Bencana di Indonesia

2. Untuk mengetahui Fungsi Komunikasi Bencana

3.Untuk mengetahui Model Komunikasi Bencana

4. Untuk mengetahui Komunikasi Saat Terjadi

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi Bencana sebagai Sistem Penanganan Bencana di Indonesia
Komunikasi Bencana sebagai Sistem Penanganan Bencana di Indonesia
Komunikasi bencana sangat dibutuhkan dalam keadaan bencana dari mulai pra
bencana, bencana terjadi dan pasca bencana. Komunikasi merupakan cara terbaik
yang dapat dilakukan guna mencapai kesuksesan dari proses penanggulangan
bencana seperti mitigasi bencana, persiapan, respon, dan pemulihan situasi pada
saat bencana. Kemampuan mengkomunikasikan berbagai macam pesan tentang
bencana kepada publik baik pemerintah, media dan masyarakat dapat mengurangi
resiko bencana, menyelamatkan nyawa dan dampak dari bencana tersebut. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana telah membawa pergeseran paradigma dalam penanggulangan. (Lestari,
2018)
Berdasarkan model diatas dijelaskan bahwa komunikasi bencana sangat
diperlukan dalam penanganan penanggulangan bencana di Indonesia dari mulai
sebelum bencana (mitigasi bencana), saat bencana (respon), dan sesudah bencana
dari hanya menanggapi situasi saat bencana terjadi (tanggap darurat) ke
pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan didapat sebuah model
komunikasi bencana dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Berikut model
komunikasi menurut Jaelani (2019):

6
Gambar 3. Model Komunikasi Bencana
bencana (pemulihan). Proses penanggulangan bencana di Indonesia ada beberapa
stakeholder yang dilibatkan meliputi pemerintah, masyarakat, media dan pihak
swasta. Pihakpihak tersebut memiliki peran masing-masing dalam
penanggulangan bencana khususnya media sebagai penyampai informasi dari
lokasi bencana kepada publik. Selain itu, komunikasi menjadi elemen yang sangat
penting dalam proses tersebut, sehingga komunikasi bencana dapat dijadikan
sebagai sistem penanggulangan di Indonesia. Salah satu bencana dalam skala
besar yang terjadi di Indonesia adalah tsunami dan gempa bumi. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jeanne Branch Johsnton dari
University of Hawaii dengan judul Personal Account From Survivor of the Hilo
Tsunami 1946 and 1960: Toward A Disaster Communication Models. (K &
Uman, 2019)

2.2 Fungsi Komunikasi Bencana


Secara umum, komunikasi mengacu pada tindakan satu orang atau lebih
yang mengirim dan menerima pesan, terjadi dalam konteks tertentu, mempunyai
pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
Komunikasi juga menuntut adanya 4 partisipasi dan kerja sama dari pelaku yang
terlibat sehingga dalam kegiatan komunikasi terjadi pokok perhatian yang sama
terhadap topik yang dibicarakan.
Dalam hal ini, komunikasi memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai kesiagaan yang diperlukan dan persiapan apa yang harus dilakukan
ketika bencana itu terjadi. Semua ini, dimaksudkan untuk mengurangi dan
meminimalisir penyintas, serta kerugian harta benda. Upaya penanggulangan
bencana harus dimulai jauh sebelum bencana terjadi karena antisipasi sedini
mungkin akan mampu menekan jumlah kerugian jiwa dan materi. Ketika upaya
penanggulangan bencana dapat dilakukan sedini mungkin, kita berharap muncul
sikap, tindakan, dan perilaku yang menekankan kesadaran manusia serta
peningkatan kemampuan manusia menghadapi ancaman. (Lestari, 2018)

7
2.3 Model Komunikasi Bencana
Dalam penanggulangan bencana, komunikasi bencana yang efektif adalah
komunikasi yang dilakukan tidak hanya saat tanggap darurat, tetapi juga saat
prabencana atau kesiapsiagaan, serta setelah bencana atau masa rehabilitasi dan
rekontruksi. Hal ini butuh pelibatan dari berbagai pihak karena kegagalan
komunikasi bisa berdampak buruk dengan jatuhnya penyintas jiwa dan kerugian
lain (Sujanto, 2017). Kunci keberhasilan dari sebuah upaya pengurangan risiko
bencana adalah adanya komunikasi yang baik dari stakeholders yang ikut
berpartisipasi untuk kegiatan penanggulangan bencana.
Stakeholders yang dimaksud dalam hal ini, yakni pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha. Komunikasi yang baik dan efektif dapat memberikan manfaat
yang efektif dalam upaya pengurangan risiko bencana. Adanya komunikasi yang
efektif itu dapat membuat penerimaan dan penyampaian informasi juga menjadi
lebih efektif . Hal ini sangat penting untuk pengurangan risiko bencana karena
masyarakat akan menerima informasi dengan cepat dan tepat.
Komunikasi efektif antara pihak-pihak yang disebutkan dalam gambar di
atas harus terjalin secara efektif. Keterlibatan juga harus secara aktif sehingga
dapat memberikan mitigasi dan informasi pra bencana, serta penanganan dan
evakuasi pasca bencana secara baik dan benar. Dengan harapan, risiko kematian
dan kerugian lain dapat diturunkan. (Lestari, 2018)

2.4 Komunikasi Saat Terjadi Bencana


a. Komunikasi Masyarakat dan Relawan
Mempersiapkan masyarakat di daerah rawan bencana tentu harus
senantiasa dilakukan. Selain informasi yang memadai tentang potensi bencana di
suatu daerah, pelatihan, dan internalisasi kebiasaan menghadapi situasi bencana
juga harus dilakukan secara berkelanjutkan. Harus dibangun mekanisme
komunikasi yang menjamin informasi disampaikan dengan tepat dan akurat.
Masyarakat dan relawan harus membangun komunikasi yang efektif guna
mempermudah penyampaian informasi yang baik dan akurat. Selain itu, antara

8
masyarajat dan relawan juga harus mengerti satu sama lain. Dengan menginfokan
informasi apa yang masing-masing butuhkan sehingga bisa segera ditindak lanjuti.
b. Komunikasi Relawan dan Pemerintah
1. Aktivasi Relawan
Saat terjadi bencana, komunikasi yang terjalin antara pemerintah dan
relawan diharapkan cepat dan tanggap. Dengan demikian, akan mempercepat
jalannya penanganan bencana. Dalam melakukan pengerahan atau mobilisasi
sumberdaya (dalam hal ini relawan) untuk penanganan tanggap darurat bencana,
biasanya instansi maupun lembaga atau organisasi terkait harus didampingi oleh
personil intansi atau lembaga asal, dan penyerahannya dilengkapi administrasi
sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Apabila instansi/lembaga/organisasi
terkait pada tingkat tertentu tidak memiliki kemampuan sumber daya yang
dibutuhkan, BPBD maupun BNPB sesuai tingkat kewenangannya berkewajiban
membantu atau mendampingi pengiriman/mobilisasi sumber daya sampai ke
lokasi bencana. Berikut ilustrasi permintaan dan pengerahan atau mobilisasi
sumber daya komando tanggap darurat bencana tingkat kabupaten atau kota, dan
tingkat provinsi .
c. Komunikasi Pemerintah dan Masyarakat
Pada saat situasi bencana masing-masing elemen pemerintah harus
terkoordinasi dengan baik. Apabila tidak, tentu akan berdampak kepada
munculnya informasi penanganan bencana yang bervariasi. Jika semua pesan
yang dieksplorasi memberikan dukungan kepada penyintas, tidak menjadi
masalah. Namun, bagiamana bila muncul berbagai pesan yang tidak bertanggung
jawab, tanpa sumber yang jelas. Tentu hal ini akan berdampak buruk terhadap
masyarakat.
Masyarakat penyintas bencana harus diberikan informasi akurat mengenai
bencana yang terjadi. Pemerintah dalam hal ini harus melakukan koordinasi
dengan baik agar informasi yang masyarakat terima dapat tersebar dengan baik
dan akan meminimalisir jatuhnya penyintas akibat bencana. Komunikasi yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat harus aktif. Dengan demikian,

9
informasi-informasi mengenani darurat bencana dapat segera diketahui
masyarakat.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi bencana dapat dijadikan sebuah pendekatan sistem dengan
standar metode yang sudah dilakukan pada tindakan manajemen bencana.
Tindakan komunikasi lebih ditekankan untuk menyamakan persepsi, penyampaian
arus informasi, pengelolaan informasi dan mengontrol informasi. Sesuai dengan
metode manajemen bencana yang diproses dari sebelum adanya bencana sampai
proses pasca bencana komunikasi bencana masih terus berlanjut. Khususnya
dalam pengaturan arus informasi kepada pihak luar lokasi bencana dengan
bantuan media.
Siklus manajemen bencana terdapat aspek penting dalam komunikasi yaitu
dimensi dimensi informasi, koordinasi dan kerjasama. Penanganan bencana
diperlukan informasi yang akurat dalam rangka penanggulangan dampak yang
timbulkan sehingga perencanaan yang sesuai dengan kondisi msyarakat yang
terkena dampak, kemudian koordinasi sebagai aspek penting penunjang arus
penyebaran informasi melalui komunikasi dan yang terakhir adalah kerjasama
sebagai hal utama yang sangat diperlukan untuk pemulihan kondisi wilayah
bencana.

3.2 Saran
Pemerintah harus memiliki standar atau sistem pelaksanaan
penanggulangan dan rehabilitasi bencana yang memperhatikan aspek kearifan
lokal, dengan mendatangkan tenaga professional yang tidak hanya ahli dalam
teknis kebencanaan namun juga memperhatikan kondisi masyarakat di wilayah
Indonesia yang masih mempertahankan budaya lokal turuntemurun, selain itu hal
penting lainnya yang perlu dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
perlu melakukan koordinasi lebih serius dalam pendataan jumlah warga yang
memiliki kebutuhan khusus agar sistem manajemen bencana yang dibuat oleh
pemerintah dapat dilakukan dengan maksimal oleh seluruh aspek lapisan
masyarakat.

11

Anda mungkin juga menyukai