A. Pengertian Etika
Secara etimologi, etika (ethic) berasal dari bahasa Yunani 'ethos' yang berarti watak
kesusilaan, adat, kebiasaan, perilaku, atau karakter. Etika berkaitan dengan moral, yang
berasal dari bahasa Latin 'mos atau bentuk jamak 'mores, artinya adat kebiasaan atau cara
hidup seseorang dengan melakukan perbuatan baik dan menghindari tindakan-tindakan
buruk.
Efendi dan Makhfudli (2009) menyatakan, meski etika dan moral memiliki pengertian
hampir sama, terdapat perbedaan dalam konteks keseharian, yaitu etika digunakan untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku, sedangkan moral untuk penilaian perbuatan yang
dilakukan.
Sementara menurut Mubarak dan Chayatin (2013), etika merupakan alat untuk
mengukur perilaku moral. Etika berhu- bungan dengan pertimbangan keputusan suatu
perbuatan, karena tidak terdapat undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal-hal
yang harus dilakukan oleh moral.
Pemikiran etika didasarkan pada kode perilaku yang berhubungan dengan baik-
buruknya kewajiban moral. Prinsip benar atau salah dalam suatu tindakan mengacu pada
perilaku yang bersumber dari moral sanksi, yaitu sanksi moral, bukan sanksi hukum.
a. Terminius Technicus Etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mengkaji masalah
perbuatan atau tindakan manusia.
b. Manner (Custom)
Etika berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat pada kodrat manusia
(inherent in human nature). serta terikat dengan pengertian 'baik dan buruk suatu tingkah laku
(perbuatan manusia).
Adapun definisi etika menurut para filsuf atau ahli lain dapat dijelaskan melalui beberapa
pokok pemikiran berikut ini.
a) Etika merupakan prinsip-prinsip moral yang mencakup ilmu tentang kebaikan dan
sifat dari hak
b) Etika adalah ilmu mengenai suatu kewajiban.
c) Etika merupakan ilmu watak manusia yang sesuai dengan prinsip moral individual.
d) Etika adalah pedoman perilaku yang diakui, serta berkaitan dengan bagian utama
kegiatan manusia.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan ilmu
kesusilaan yang mengatur tingkah laku kehidupan manusia dalam bermasyarakat, dan
berkaitan dengan aturan atau prinsip tentang baik-buruk, benar-salah, serta kewajiban
tanggung jawab.
B. Ragam Etika
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) dalam Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, terdapat
dua macam etika, yaitu sebagai berikut.
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan etika yang menelaah sikap dan perilaku manusia serta nilai yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya. Dengan kata lain, etika deskriptif menjelaskan
fakta secara apa adanya, yaitu mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta terkait
situasi dan realitas yang membudaya. Fakta dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai pada
suatu masyarakat terkait kondisi tertentu, memungkinkan manusia bertindak secara etis.
b. Etika Normatif
Etika normatif merupakan etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang idealnya
dimiliki oleh manusia, atau sesuatu yang seharusnya dijalankan dan tindakan yang bernilai
dalam hidup manusia. Artinya, etika normatif adalah norma-norma yang dapat menuntun
manusia bertindak secara baik dan menghindari hal buruk, sesuai kaidah yang disepakati dan
berlaku di masyarakat.
Menurut Soekanto (2009), norma atau kaidah berarti suatu nilai yang mengatur dan
memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk
bersikap, bertindak, dan berperilaku sesuai aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
Patokan atau pedoman tersebut berupa norma (norm) atau kaidah yang berlaku sebagai
standar yang harus dipatuhi atau ditaati.
Norma diperlukan sebagai suatu tata (orde) guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan
hidup dengan aman, tertib, dan damai tanpa adanya gangguan. Hal ini dikarenakan,
kehidupan bermasyarakat terdiri dari beraneka ragam aliran dan golongan yang masing-
masing memiliki kepentingan.
Meski demikian, kepentingan tersebut mengharus kan adanya ketertiban dan keamanan,
dalam bentuk peraturan yang disepakati bersama, guna mengatur tingkah laku masyarakat.
Aturan atau itu kemudian diwujudkan dalam norma yang menjadi pedoman bagi pergaulan
kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing anggota masyarakat dapat
terpelihara.
Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing sesuai tata
peraturan,kaidah, atau norma. Menurut isinya, norma dibagi menjadi dua macam, yakni
sebagai berikut.
a. Perintah Perintah merupakan suatu keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu
sehingga akan dipandang baik"
b. Larangan Larangan merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu
karena dipandang tidak baik Kansil (1989) menyatakan, norma bertujuan untuk
memberikan petunjuk kepada manusia mengenal bagaimana seharusnya seseorang
bertindak dalam masyarakat, serta perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dan
dihindari.Dalam pergaulan hidup, norma terbagi menjadi empat, yaitu norma agama,
kesusilaan, kesopanan, dan hukum. Dalam pelaksanaannya, norma terbagi menjadi
dua, yaitu norma hukum dan nonhukum (umum). Sedangkan dalam aspek kehidupan,
pemberlakukan norma-norma tersebut dapat digolongkan ke dalam dua macam kaidah
berikut (Efendi dan Makhfudli, 2009):
1) Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan yang beriman,
2) Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi
demi tercapai- nya kesucian hati nurani yang berakhlak dan berbudi Juhur.
2) Kaidah hukum yang tertuju pada terciptanya keter- tiban, kedamaian, dan keadilan dalam
kehidupan bersama atau bermasyarakat, yang penuh kenten- teraman atau kepastian (peaceful
living together).
Dalam konteks profesional, norma dan etika tidak digunakan untuk menilai bagaimana
seseorang menjalankan profesinya (misalnya perawat ketika merawat pasien, atau dosen
ketika menyampaikan materi kuliah), melainkan untuk menilai bagaimana seseorang
menjalankan tugas dan kewajibannya, sebagaimana profesional yang berbudi, bermoral,
berintegritas, dan bertanggung jawab.
Penekanan norma dan etika terdapat pada sikap atau perilaku mereka dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sebagai profesional untuk saling menghargai sesama atau kehidupan
manusia, terlepas dari misalnya jitu dan tidaknya dalam pemberian obat sebagai penyembuh,
atau dan metodologi dalam pemberian bahan ajar kuliah dengan tepat.
Dengan demikian, nilai moral, etika, kode perilaku, dan kode etik standar profesi bertujuan
memberikan jalan, pedoman, tolok ukur, dan acuan guna mengambil keputusan tentang
tindakan yang akan dilakukan pada berbagai kondisi dan situasi tertentu, dalam memberikan
pelayanan profesi masing-masing.
Pengambilan keputusan etis (etik) didasarkan pada aspek kompetensi dari perilaku moral
sebagai seorang profesional yang telah memperhitungkan konsekuensinya secara matang
baik-buruknya akibat yang dari tindakan tersebut secara objektif dan tanggung jawab atau
integritasnya yang tinggi terhadap profesi
C. Etika Keperawatan
Etika keperawatan merupakan pedoman dan kesadaran yang mengatur prinsip-prinsip moral
dan etika dalam melaksanakan kegiatan profesi keperawatan, sehingga mutu dan kualitas
profesi keperawatan tetap terjaga dengan cara yang terhormat (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Unsur-unsur dalam etika keperawatan antara lain pengorbanan, pengabdian, dedikasi, serta
hubungan antara perawat dengan klien, dokter, rekan sejawat, maupun diri sendiri.
Dalam etika keperawatan, terdapat perilaku etik yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
sebagai berikut:
a Etik yang berorientasi pada kewajiban: pedoman yang digunakan adalah sesuatu yang
seharusnya dan wajib dilakukan oleh seseorang, demi mencapai kebaikan dan kebajikan.
b. Etik yang berorientasi pada larangan: pedoman yang digunakan adalah sesuatu yang
dilarang dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang, demi mencapai kebaikan dan kebajikan.
3. Asas Etika Keperawatan Menurut Keperawatan Kesehatan Komunitas, terdapat enam asas
etika yang tidak akan berubah dalam etik profesi kedokteran maupun keperawatan serta
asuhan keperawatan, antara lain sebagai berikut.
Klien berhak dan bebas memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya, setelah
mendapatkan informasi memadai. Klien juga berhak dihormati dan didengarkan pendapatnya
perlu adanya persetujuan tindakan medik (informed consent). Oleh karena itu, baik dokter
maupun perawat tidak boleh memaksakan suatu tindakan atau pengobatan.
Semua tindakan dan pengobatan harus bertujuan menolong klien. Oleh karena itu, dokter
maupun perawat harus menyadari bahwa tindakan atau pengobatan yang
akan dilakukan benar-benar bermanfaat bagi kesehatan dan kesembuhan klien. Perawat juga
harus selalu mengutamakan kesehatan klien dengan meminimalisasi risiko yang mungkin
timbul dan memaksimalkan manfaat bagi klien.
Dokter dan perawat sebaiknya mengatakan secara jujur dan jelas mengenai tindakan yang
akan dilakukan serta akibat yang dapat terjadi. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai
dengan tingkat pendidikan danpemahaman klien.
Dokter dan perawat harus menghormati privasi dan kerahasiaan klien, meskipun klien yang
bersangkutan telah meninggal.
Dokter dan perawat harus berlaku adil terhadap semua klien, serta tidak berat sebelah.
Keenam asas etika tersebut di atas dituangkan dalam suatu kesepakatan nasional yang secara
umum disebut kode etik bidang profesi kesehatan, termasuk di dalamnya kode etik
keperawatan Indonesia.
Kode etik keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika
terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat. Kode etik digunakan
untuk mendasari keputusan perawat sebagai standar yang dapat diukur dan dievaluasi melalui
perilaku moral perawat.
Prinsip dasar kode etik yaitu menghargai hak dan martabat manusia. Dengan demikian, jika
terdapat situasi yang melibatkan keputusan bersifat etis, perawat hendaknya bertanya pada
diri sendiri tentang hal-hal berikut ini:
Dengan adanya kode etik, batasan tentang hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan menjadi lebih jelas. Selain itu, terdapat sanksi bagi anggota profesi yang
melakukan tindak kelalaian atau malpraktik Memperbaiki status kepribadian Dalam kode
etik, terdapat prinsip moral yang memiliki peran penting dalam menentukan perilaku etis, dan
menjadi standar umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik.
Menopang pertumbuhan dan perkembangan pribadi Standar dalam kode etik menjadikan
setiap tindakan yang dilakukan perawat mengacu pada aturan yang ada, dan secara tidak
langsung tumbuh menjadi sebuah kepribadian dalam berperilaku.
Sedangkan menurut Kozier, dkk. (2010), fungsi kode etik dalam sistem pelayanan kesehatan
dan praktik keperawatan antara lain sebagai berikut. Etika berhubungan dengan standar
profesi dalam melindungi perawat dan klien.
b. Kode etik merupakan pedoman dalam melaksanakan tindakan dan harus diterima sebagai
nilai pribadi bagi anggota profesional.
c.Kode etik sebagai alat untuk menyusun, memperbaiki dan memelihara standar praktik
profesional. d. Kode etik memberi kerangka berpikir terhadap anggota profesi dalam
membuat keputusan
Mubarak dan Chayatin (2013) menuliskan, terdapat empat tanggung jawab perawat terhadap
klien yang berhubungan dengan kode etik keperawatan antara lain sebagai berikut.
Sedangkan perilaku pribadi perawat yang sesuai dengan kode etik keperawatan adalah
sebagai berikut:
a. Perawat melaksanakan pelayanan dengan menghargai derajat manusia dan tidak
membedakan kebangsaan.
b. Perawat melindungi hak klien dan melibatkan diri hanya terhadap hal-hal yang relevan
dengan asuhan keperawatan.
e. Perawat melindungi klien apabila keperawatan dan keselamatannya terganggu oleh pihak
yang tidak berwenang, secara tidak etis, dan ilegal..
f. Perawat berpartisipasi dalam kegiatan penelitian, jika hak individu yang menjadi subjek
dilindungi & Perawat berpartisipasi dalam usaha profesi guna meningkatkan standar praktik
dan pendidikan Keperawatan
h. Perawat bertindak melalui organisasi profesi, berperan serta dalam mengadakan dan
mempertahankan kondisi pekerjaan yang memungkinkan kualitas tinggi dalam asuhan
keperawatan.
i.Perawat bekerja sama dengan anggota profesi kesehatan dan pihak lain, dalam upaya
peningkatan kesehatan masyarakat
j.Perawat menolak tawaran untuk menjadi subjek per- iklanan atau promosi komersial.
3. Kode Etik Keperawatan Menurut PPNI Kode etik keperawatan di Indonesia disusun
Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI) melalui Musyawarah
Nasional PPNI pada tahun 1989 Kode etik tersebut kemudian direvisi melalui Musyarawarah
Nasional VI PPNI pada tahun 2000.
Menurut PPNI, sebagai profesi yang turut mengusahakan tercapainya kesejahteraan fisik,
material, mental, dan spiritual bagi makhluk insani dalam wilayah Republik Indonesia, maka
kehidupan profesi keperawatan di Indonesia. selalu berpedoman kepada sumber asalnya,
yaitu kebutuhan masyarakat Indonesia akan pelayanan keperawatan.
Berkat bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah airc PPNI menyadari bahwa perawat Indonesia
yang berjiwa Pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban
dalam bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, serta berpedoman pada dasar-
dasar berikut ini:
1) Dalam memberikan pelayanan keperawatan, pera- wat menghargai harkat dan martabat
manusia, keunikan klien, serta tidak terpengaruh oleh pertimbangan suku, bangsa, warna
kulit, usia, jenis kelamin, pandangan politik, agama, dan kedudukan sosial.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui, terkait tugas yang
dipercayakan kepadanya, kecuali jika dibutuhkan oleh pihak berwenang sesuai dengan
ketetentuan hukum yang berlaku.
g. Tujuan perawatan adalah meningkatkan fungsi kehidu pan, sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
k. Kunjungan rumah sangat diperlukan dalam membantu mengatasi masalah kesehatan atau
perawatan pada klien.
a. Prinsip Kebaikan
b. Prinsip Otonomi
Menghormati setiap orang, karena masing-masing individu memiliki hak untuk menentukan
rencana hidupnya, menyiapkan persetujuan informasi, bebas memilih dan menolak tindakan,
serta mendapat perlin- dungan terhadap otonomi yang hilang Setiap individu bebas
menentukan tindakan atau keputusan berdasarkan rencana yang mereka pilih. Namun
demikian, masalah yang muncul dari penerapan prinsip otonomi yaitu adanya variasi
kemampuan klien: yang dipengaruhi banyak hal, antara lain kesadaran, usia, penyakit,
lingkungan rumah sakit, ekonomi, tersedianya informasi, dan sebagainya.
c.Prinsip Kejujuran
Ketika keputusan etik diambil, setiap orang yang terlibat harus menghormati dan menghargai
sudut pandang orang lain. Melalui kerja sama yang saling menghormati, maka keputusan
terbaik dapat dicapai meski dalam dilema sulit sekalipun. Perlu diperhatikan, keputusan yang
dibuat bukanlah keputusan paling benar, melainkan keputusan terbaik. Hal ini dikarenakan,
dalam dilema etik tidak ada 'benar' atau 'salah Pada model penyelesaian dilema etik, dikenal
prinsip DECIDE, yang dijabarkan sebagai berikut:
E=Ethical review
I=Investigate outcomes
D=Devide on action
E=Evaluate results
Untuk lebih jelasnya, Efendi dan Makhfudli (2009) menjabarkan lagi prinsip DECIDE ke
dalam beberapa uraian berikut ini:
1. Memperjelas Masalah
Ketika terjadi sebuah kasus yang melibatkan dilema etik, perawat menganalisis tempat
kejadian dan situasi di lingkungan sekitarnya. Perawat juga perlu mengkaji lebih jauh
prosedur keperawatan yang seharusnya dilakukan, berikut dokumentasi keperawata serta
rekam medis. Kesaksian, baik dari perawat, dokter, maupun keluarga klien perlu dilakukan
untuk menambah validitas data.
3. Indentifikasi Altenatif
Dalam memutuskan penyelesaian untuk dilema etik, sebaiknya tetap mengupayakan solusi
alternatif, agar penga- dilan tetap menjadi solusi terakhir yang harus ditempuh. Penyelesaian
dengan prinsip kebersamaan dan kekeluargaan hendaknya tetap lebih diutamakan. Hal ini
berangkat dari pemikiran bahwa perawat juga seorang manusia yng tidak luput dari
kesalahan.
Adapun solusi alternatif yang dapat diberikan untuk menyelesaikan dilema etik keperawatan
antara lain:
a. Menyelesaikan dengan jalan damai dan kekeluargaan. Cara ini ditempuh bila perawat
bersedia mengakui danmeminta maaf atas perbuatannya. Konsekuensinya yaitu perawat
tersebut harus mau menanggung biaya perawatan dan biaya imaterial jika keluarga klien
memintanya.
b. Namun apabila perawat tidak bersedia bertanggung jawab atas kesalahannya, maka jalan
terakhir yang ditempuh adalah pengadilan. Melalui jalur hukum. perawat dapat dituntut pasal
berlapis, baik hukum pidana, hukum kesehatan, undang-undang perlindungan konsumen,
maupun pengadilan profesi
Menelaah kasus dilema etik berdasarkan prinsip- prinsip etik dalam keperawatan, yaitu
menghormati onomi klien (autonomy), manfaat (beneficence), tidak merugikan (non-
maleficence), kejujuran (veracity), kerahasiaan (confidentiality), dan keadilan (justice).
5. Memutuskan Tindakan
Tindakan yang akan diambil didiskusikan bersama, antara klien-perawat dokter dan pihak
rumah sakit. Keputusan yang diambil tetap memperhatikan prinsip- prinsip etik keperawatan.